• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di masa sekarang ini telah terjadi pergeseran atau perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas di kalangan masyarakat; ditandai dengan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik. Kecenderungan kenaikan kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, hipertensi, stroke, kolesterol, dan diabetes semakin tinggi. Hal tersebut tidak hanya semata-mata akibat usia lanjut, tetapi juga menyerang orang- orang yang usianya lebih muda. Salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebabnya adalah perubahan gaya hidup (life style); mulai dari pola makan yang tidak sehat sampai kurangnya aktivitas olah raga. Pola makan tidak sehat meliputi antara lain diet tinggi lemak dan karbohidrat, makanan dengan kandungan garam sodium yang tinggi, rendahnya konsumsi makanan mengandung serat serta kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

Pola hidup di perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobile dan sibuk, cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji. Padahal diketahui makanan- makanan tersebut adalah makanan rendah serat dan mengandung banyak garam. Makin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang biasanya makin tinggi korelasinya dengan konsumsi makanan tinggi lemak, protein, dan gula. Di masyarakat golongan menengah ke atas, terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke konsumsi rendah karbohidrat, tinggi lemak dan protein serta kurang serat. Hal inilah yang menyebabkan pergeseran pola penyakit dari pola infeksi ke penyakit-penyakit degeneratif.

Timbulnya penyakit-penyakit degeneratif dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditandai dengan konsentrasi kolesterol dalam darah dan LDL-c serum yang tinggi. Gangguan ini lebih dikenal dengan hiperkolesterolemia (Otunola et al. 2010). Telah dilaporkan bahwa hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting dalam pengembangan dan perkembangan aterosklerosis yang menyebabkan penyakit kardiovaskular (Rerkasem et al. 2008). Faktor makanan, seperti konsumsi terus menerus dalam jumlah yang tinggi lemak jenuh dan

kolesterol, diyakini secara langsung berhubungan dengan hiperkolesterolemia dan kerentanan terhadap aterosklerosis (Asashina et al. 2005).

Sumber lemak dalam diet dapat diperoleh dari lemak hewani dan nabati. Lemak hewani mengandung dua komponen yang dapat mengakibatkan terjadinya atherosklerosis, yaitu asam-asam lemak jenuh dan kolesterol, sedangkan lemak nabati lebih banyak mengandung lemak tidak jenuh. Hampir semua lemak hewani, contohnya yang berasal dari daging, susu, telur, relatif kaya akan asam- asam lemak jenuh dan sedikit mengandung asam lemak tidak jenuh. Di samping lemak jenuh, produk-produk hewani mengandung kolesterol dalam jumlah yang tinggi, khususnya kuning telur, lemak mentega, dan daging (Lehninger 1994). Lemak telur terdapat pada kuning telur, sebesar 30% pada kuning telur segar dan 60% pada materi kuning telur kering (Lekanish dan Noble 1997). Minyak kelapa merupakan salah satu sumber lemak nabati yang mengandung lemak jenuh tinggi mencapai 93% (Seneviratne et al. 2011).

Hewan hiperkolesterolemia adalah model yang berguna untuk studi tentang homeostasis kolesterol dan uji obat dengan tujuan untuk lebih memahami hubungan antara gangguan dalam metabolisme kolesterol (Pellizon 2008; Jang dan Wang 2009). Mencit dan tikus sering digunakan sebagai model hiperkolesterolemia dengan diberikan diet lemak tinggi dan kolesterol tinggi. Sumber lemak yang digunakan untuk perlakuan pada hewan-hewan model bervariasi dari lemak babi, minyak kanola, kedelai, atau kelapa (Doucet 1987). Meskipun hewan model tidak menunjukkan gangguan aterosklerosis sama sempurna seperti manusia, namun hewan model seperti kelinci, tikus, mencit, hamster dapat dijadikan fitur model yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit jantan normokolesterolemia dengan kadar lemak 12% dapat meningkatkan bobot badan, kolesterol total, trigliserida, HDL-c, LDL-c, dan glukosa (Tabel 39). Induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit jantan normokolesterolemia selama 30 hari (Tabel 40) dapat meningkatkan bobot badan mencit, konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, HDL-c, LDL-c, dan glukosa.

Tabel 39. Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% Parameter D0 D1 D2 D3 Bobot badan (g) 34,86±2,24w 36,41±3,09r 38,30±4,05q 39,87±5,18p Kolesterol total (mg/dL) 102,19±10,97r 107,85±19,27qr 113,78±18,81q 145,21±35,15p Trigliserida (mg/dL) 72,69±12,29r 80,51±11,22qr 84,22±15,30pq 90,75±13,53p HDL-c (mg/dL) 57,82±3,12q 57,91±2,88q 59,91±2,20pq 63,03±4,23p LDL-c (mg/dL) 27,02±8,41r 32,51±13,16r 38,02±17,74q 67,08±31,98p Glukosa (mg/dL) 57,79±7,98q 55,87±5,46q 55,32±7,70q 67,78±10,39p Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom

dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.

Tabel 40. Bobot badan, kolesterol total serum, trigliserida, HDL-c, LDL-c, dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik selama 30 hari

Parameter H0 H10 H20 H30 Bobot badan (g) 32,91±0,77c 37,43±1,78b 39,09±0,99a 40,01±1,21a Kolesterol total (mg/dL) 95,07±6,27d 108,15±4,53c 128,87±7,54b 137,05±4,51a Trigliserida (mg/dL) 75,07±8,43b 81,63±11,32ab 83,10±10,46ab 88,33±4,85a HDL-c (mg/dL) 60,63±7,40 59,24±7,99 58,92±4,67 59,88±7,69 LDL-c (mg/dL) 22,18±2,47c 33,77±4,41b 52,34±5,34a 56,35±2,73a Glukosa (mg/dL) 50,96±2,50c 58,83±4,61b 60,02±4,01b 63,94±4,37a Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom

dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). H0= pemberian diet hiperkolesterolemik hari pertama, H10= pemberian diet hiperkolesterolemik hari ke-10, H20= pemberian diet hiperkolesterolemik hari ke-20, H30= pemberian diet hiperkolesterolemik hari ke-30.

Adanya induksi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak tinggi terbukti mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah. Telah diketahui bahwa kolesterol di dalam tubuh dapat bersifat endogen dan eksogen. Sifat endogen terjadi bila kolesterol disintesis oleh hati dan eksogen bila kolesterol berasal dari makanan yang dimakan. Mekanisme penyerapan lemak di dalam tubuh (Gambar 23) dapat dijelaskan sebagai berikut: lemak yang diperoleh melalui makanan setelah sampai di usus dua belas jari akan dicernakan. Cairan empedu yang

berasal dari kantung empedu dan enzim pemecah lemak, yaitu lipase yang dikeluarkan oleh pancreas, akan memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak dan gliserol tersebut setelah melalui dinding usus disintesis kembali menjadi trigliserida masuk ke dalam aliran darah melalui vili-vili getah bening dan akhirnya sampai ke hati, bersamaan dengan trigliserida diangkut pula kolesterol dan fosfolipid, yaitu senyawa lemak dan fosfor. Dalam perjalanan menuju hati, kolesterol dan trigliserida dari makanan bergabung dan membentuk ikatan protein menjadi partikel lipoprotein yang besar yang disebut kilomikron. Di dalam hati, kolesterol ester akan diubah menjadi VLDL oleh enzim acyl-CoA cholesterol acyltransferase (ACAT). Demikian pula trigliserida dari hasil lipogenesis akan diubah menjadi VLDL. Selanjutnya VLDL ini bersama aliran darah dibawa ke seluruh tubuh dan selama dalam perjalanan tersebut VLDL melepaskan trigliserida dari ikatannya untuk keperluan energi atau untuk disimpan dalam jaringan tubuh sebagai cadangan lemak. Kolesterol yang dibawa HDL akan diesterifikasi menjadi kolesterol bebas oleh enzim lecithin-kolesterol acyltransferase (LCAT), membentuk inti dari molekul HDL yang baru disintesis. Kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transferase protein (CETP), sedangkan lipoprotein lipase (LPL) akan menghidrolisis trigliserida di VLDL, sehingga molekul LDL padat diserap oleh jaringan ekstrahepatik dan / atau hati. Lipid yang kaya HDL akan diambil kembali oleh hati dalam proses yang dikenal sebagai RCT (reverse cholesterol transport). Kolesterol juga dapat digunakan untuk mensintesis asam empedu dan / atau mendapatkan dikeluarkan.

HDL-c dan LDL-c mempunyai fungsi yang bertolak belakang. HDL-c merupakan partikel lipoprotein yang sangat kecil dan dibuat di dalam hati, mengandung Apo A yang memiliki efek anti-aterogenik sehingga disebut kolesterol baik. Fungsi utama HDL-c mengambil kolesterol dari jaringan perifer sehingga mencegah penimbunan lemak dan aterosklerosis. Dengan demikian, penimbunan kolesterol di perifer berkurang. HDL-c dianggap sebagai pembersih kolesterol dari dinding arteri, kolesterol yang sudah diangkut tersebut masuk ke hati, diproses menjadi asam empedu dan dikeluarkan usus untuk mengaktifkan

absorpsi lemak. Pembentukan HDL-c merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga keseimbangan lemak dalam tubuh.

Gambar 23. Metabolisme dan transportasi lipid (Sumber : Flock et al. 2011)

LDL-c merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar untuk mengedarkan kolesterol ke seluruh tubuh yang diperlukan untuk pembentukan sel tubuh. Sel-sel jaringan tubuh mempunyai alat penerima kolesterol yang disebut kolesterol reseptor. LDL disebut kolesterol jahat karena efeknya yang aterogenik, yaitu mudah melekat pada dinding pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan penumpukan lemak dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan penumpukan lemak dan terjadi penyempitan pembuluh darah. Kadar LDL-c dalam darah sangat bergantung pada lemak yang masuk dan kemampuan kolesterol reseptor untuk mengikat kolesterol. Fungsi LDL-c membawa kolesterol ke jaringan perifer. Apabila kadar LDL-c meningkat dalam darah, maka akan menyebabkan penumpukan kolesterol dalam jaringan, sel-sel, dan organ tubuh. Walaupun demikian, kemampuan kolesterol reseptor untuk menyerap kolesterol ada batasnya. Kolesterol yang tidak bisa diserap oleh kolesterol reseptor akan tetap tinggal pada pembuluh darah dan membentuk plak. Jika keadaan ini terjadi terus-menerus pembuluh darah tersebut akan tersumbat.

Sumbatan ini dapat menjadi fatal jika terjadi pada pembuluh darah penting seperti di otak dan jantung.

Konsumsi lemak berlebihan dapat menyebabkan hiperkolesterolemia yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Timbulnya penyakit jantung koroner berkaitan erat dengan proses terjadinya aterosklerosis dimana proses ini diawali dengan disfungsi endotel. Telah diketahui bahwa endotel mempunyai fungsi sebagai pengatur tonus pembuluh darah dan stukturnya, begitu juga dalam mencegah adhesi trombosit dan monosit. Oleh karena endotel tidak berfungsi secara normal maka terjadi penetrasi kolesterol LDL kecil dan padat (small dense LDL) ke dalam dinding pembuluh darah yang selanjutnya mengalami oksidasi, kolesterol LDL teroksidasi ini bersifat atherogenik. Monosit juga akan berpenetrasi ke dinding pembuluh darah yang kemudian menjadi makrofag. Selanjutnya makrofag ini memfagosit kolesterol LDL yang telah teroksidasi dan melalui reseptor khusus (scavenger reseptor) akan menjadi sel busa. Akumulasi sel busa akan membentuk pecahan-pecahan lemak (fatty streak) akibatnya terjadi aktivasi makrofag dan deposisi kolesterol (Lyndorf et al. 2001). Secara bersamaan, sel-sel otot polos bermigrasi dari tunika media ke tunika intima (pengaruh PDGF= platelet derived growth factor) dan berproliferasi (pengaruh FGF= fibroblast growth factor) (WHO 2000). Bila proses migrasi dan proliferasi ini terjadi terus menerus, maka akan mengakibatkan dinding tunika intima menjadi menebal, akibatnya lumen pembuluh darah akan menyempit. Proses selanjutnya adalah penimbunan lipid ekstraseluler yang akan membentuk plak ateroskelerosis. Akibat menyempitnya lumen pembuluh darah koroner, maka terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai dari miokardium terhadap oksigen, aspek klinis yang timbul disebut sebagai angina pectoris dan dikategorikan sebagai penyakit jantung koroner. Apabila plak atherosklerosis ini mengalami rupture maka akan timbul aspek klinis dari penyakit kardiovaskuler (Hanafiah 1996).

Pengurangan konsumsi lemak dan kolesterol secara ketat tetap tidak dapat menurunkan keadaan hiperkolesterol ke keadaan normal pada individu atau usia tertentu. Salah satu upaya untuk menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah ialah dengan cara memperbanyak konsumsi serat pangan (dietary fiber)

(Anderson et al. 2009). Serat pangan adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau analog karbohidrat yang resisten terhadap pencernaan dan penyerapan di usus kecil manusia dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar. Serat pangan meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin, dan zat tumbuhan lainnya yang terkait (AACC 2001). Serat pangan terbagi dalam dua kelompok, yaitu serat makanan tidak larut dan serat makanan larut. Serat pangan tidak larut dapat diperoleh dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang ditemukan pada serelia, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan, sedangkan serat pangan larut dapat diperoleh dari pektin, agar, karagenan, alginat, gum, dan musilage (Carvalho et al. 2009). Komponen serat pangan memiliki sifat-sifat fisiologis yang tidak sama, bergantung pada sifat fisik dan kimia dari serat tersebut. Suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dalam diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak tinggi disajikan pada Tabel 41.

Tabel 41. Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah, konsentrasi glukosa, kolesterol hati, dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul.

Parameter Agar Karagenan Bekatul Bobot badan (g) 35,44±1,34 10,64% menurun 35,95±2,99 7,99% menurun 34,70±1,04 10,31% menurun Kolesterol total serum (mg/dL) 188,57±11,72 17,24% menurun 176,72±15,79 18,78% menurun 168,25±10,34 10,31% menurun Trigliserida (mg/dL) 163,32±12,54 6,77% menurun 117,97±14,86 17,53% menurun 126,82±27,14 28,63% menurun HDL (mg/dL) 139,52±9,50 40,40% meningkat 130,55±13,37 15,59% meningkat 129,78±9,67 19,61% meningkat LDL (mg/dL) 16,39±5,49 83,47% menurun 22,58±8,52 71,33% menurun 13,12±4,40 79,18% menurun Glukosa (mg/dl) 44,02±9,03 33,81% menurun 38,76±4,17 5,37% menurun 45,46±8,65 0,08% meningkat Kolesterol hati (mg/dL) 1,19±0,20 18,49%) menurun 1,04±0,18 38,46% menurun 0,68±0,17 57,46% menurun Kolesterol feses (mg/dL) 1,69±0,18 56,80% meningkat 1,91±0,12 132,93% meningkat 0,88±0,17 28,47% meningkat

Peranan serat dalam penatalaksanaan kesehatan mempunyai mekanisme tersendiri baik pada saluran pencernaan maupun pada proses metabolisme di hati. Mekanisme kerja serat makanan dalam menurunkan kadar kolesterol terjadi

melalui beberapa cara. Pertama, serat makanan dapat menunda pengosongan lambung sehingga rasa kenyang bertahan lebih lama akibatnya masukan kalori menjadi berkurang. Pada keadaan ini, sekresi insulin berkurang yang diikuti dengan penghambatan kerja enzim HMG-KoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun (Lampe 1999; Lupton dan Turner 2000). Kedua, serat makanan mengikat lemak, protein, dan karbohidrat yang mengakibatkan proses pencernaan dan penyerapan lemak menjadi terganggu (Lupton dan Turner 2000). Ketiga, serat yang larut dalam air mengikat asam kenodeoksikolat ini menghambat kerja enzim HGM-KoA reduktase, sehingga pembentukan mevalonat juga dihambat pada akhirnya sintesis kolesterol menjadi berkurang (Groff dan Gropper 2000). Serat yang larut dalam air juga mengikat asam empedu dan membentuk formasi misel yang selanjutnya diekskresi bersama feses (Lupton dan Turner 2000). Keempat, serat yang larut dalam air bercampur dengan formasi misel di usus halus akan mengganggu kerja enzim pencernaan dalam menghidrolisis lemak, protein, dan karbohidrat (Lupton dan Turner 2000). Kelima, serat makanan di kolon akan difermentasi menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat, dan butirat. Setelah masuk sirkulasi darah dan sampai di hati, propionat dapat menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase yang pada akhirnya sintesis kolesterol menjadi berkurang (Lupton dan Turner 2000).

Penggunaan obat untuk membantu dalam penurunan lipid darah perlu dilakukan. Peran obat pada umumnya ditujukan untuk menurunkan produksi lipoprotein oleh jaringan, meningkatkan perombakan (katabolisme) lipoprotein dalam plasma, dan mempercepat pengeluaran kolesterol dari tubuh. Obat penurun kolesterol yang umum digunakan ialah dari kelompok statin, seperti lofastatin, simvastatin, fluvastatin, atorvastatin (lipitor), rosuvastatin, dan pravastatin.

Simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan mempunyai peran yang sama dalam menurunkan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Efektivitas simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan dapat dijelaskan sebagai berikut. Bobot badan mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (9,43%) dan atorvastatin (12,58%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,16%). Konsentrasi kolesterol total

serum mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (32,00%) dan atorvastatin (39,11%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,27%). Konsentrasi trigliserida mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (30,23%) dan atorvastatin (33,17%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (6,01%). Konsentrasi HDL mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (15,51%) dan atorvastatin (0,05%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (38,79%). Konsentrasi LDL mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (75,24%) dan atorvastatin (69,66%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (76,02%). Konsentrasi glukosa mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (21,50%) dan atorvastatin (17,93%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (35,67%). Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (50,61%) dan atorvastatin (50,84%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (128,24%). Konsentrasi kolesterol hati mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (45,28%) dan atorvastatin (35,16%), namun sebaliknya serat pangan karagenan meningkat sebesar 10,98%.

Simvastatin menurunkan lipid dengan cara menghambat 3-hydroxy-3- methylglutaryl koenzim A (HMG-CoA) reduktase. HMG-CoA reduktase melepaskan prekursor kolesterol asam mevalonik dari koenzim A. Kompetitif inhibisi oleh simvastatin menimbulkan respon kompensasi selular seperti peningkatan enzim HMG-CoA reduktase dan reseptor LDL-c. Akibat terjadi peningkatan HMG-CoA reduktase, sintesis kolesterol seluler hanya menurun sedikit, tetapi penghambatan sintesis kolesterol melalui mekanisme reseptor LDL meningkat secara signifikan (Page et al. 2006)

Setiap obat pasti mempunyai efek samping. Efek samping yang terjadi akibat obat statin adalah adanya miositis yang ditandai dengan nyeri otot dan meningkatnya kadar creatinin fosfatkinase. Efek samping lainnya ialah menimbulkan gangguan fungsi hati. Efek samping dari simvastatin adalah peningkatan serum aminotransferase pada beberapa pasien dan peningkatan minor plasma keratin kinase (Katzung 2002). Penurunan memori jangka pendek telah dilaporkan berkaitan dengan penggunaan simvastatin, baik yang berderajat ringan

sampai berat (Wagstaff et al. 2003). Tetapi hal ini belum ada penelitian lebih lanjut.

Cara kerja simvastatin sesuai golongannya adalah sebagai inhibitor kompetitif dari HMG KoA reduktase sehingga paling efektif dalam mengobati kondisi hiperlipidemia (Goodman dan Gilmans 2001). Obat golongan statin juga dapat menginduksi peningkatan kerja reseptor LDL sehingga meningkatkan katabolisme fraksional dari LDL dan ekstraksi prekursor LDL oleh hati atau VLDL sisa (Katzung 2002). Ada empat golongan obat antikolesterol yang beredar di pasaran, yaitu golongan resin yang mampu mengikat empedu dan meningkatkan pembuangan LDL-c dari darah, golongan penghambat sintesis lipoprotein yang mampu mengurangi sintesis VLDL dan meningkatkan HDL-c, golongan derivate asam fibrat yang mampu meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase, dan golongan statin yang dapat menghambat HMG-KoA reduktase (Dalimartha 2005).

Lovastatin dan simvastatin merupakan lactone yang tidak aktif yang dihidrolisis dalam saluran cerna menjadi turunan hidroksil- yang aktif, sedangkan pravastatin mempunyai satu cincin lakton terbuka. Atorvastatin, cerivastatin, dan fluvastatin mengandung fluorine, yang aktif ketika dicerna. Absorpsi penghambat/inhibitor reduktase terhadap dosis pemberian dapat berbeda dari sekitar 40% hingga 75% dengan pengecualian fluvastatin, yang hampir diabsorpsi dengan sempurna. Sebagian besar dosis yang diabsorpsi diekskresi dalam empedu; sekitar 5-20% diekskresi di dalam urin. Waktu paruh plasma obat tersebut berkisar dari 1 hingga 3 jam kecuali atorvastatin yang waktu paruhnya adalah 14 jam (Katzung 2002).

Penggunaan simvastatin dan atorvastatin perlu diperhatikan dosis dan waktu pemakaiannya. Hal tersebut berkaitan dengan efek samping yang ditimbulkan simvastatin dan atorvastatin terhadap kompleksitas metabolisme didalam tubuh. Bagi penderita hiperkolesterolemia penggunaan obat penurun lipid darah cukup efektif sebagai upaya tindakan kuratif atau pengobatan. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serat pangan mampu memperbaiki profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Penggunaan serat pangan sebagai tindakan preventif dipandang lebih aman dibandingkan dengan obat penurun lipid

darah, karena tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh. Oleh karena itu, sebagai upaya tindakan preventif dan kuratif penggunaan serat pangan agar, karagenan, dan bekatul lebih banyak direkomendasikan, yaitu dengan cara mengkonsumsi setiap hari secara simultan dengan kadar yang telah ditentukan.