PERAN BERBAGAI SUMBER SERAT PANGAN PADA
PERBAIKAN PROFIL LIPID DARAH MENCIT
HIPERKOLESTEROLEMIA
H E R N A W A T I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peran Berbagai Sumber Serat Pangan pada Perbaikan Profil Lipid Darah Mencit Hiperkolesterolemia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Hernawati
HERNAWATI. Roles of Various Dietary Fiber Sources on Improvement Blood Lipid Profiles of Hypercholesterolemic Mice. Under direction of WASMEN MANALU, AGIK SUPRAYOGI, DEWI APRI ASTUTI
Dietary fiber is widely used as a functional food and recommended to reduce blood lipid levels to prevent hypercholesterolemia. Agar, carrageenan, and rice bran, are examples of foods with high fiber content. These experiments were designed to study the effects of agar, carrageenan, and rice bran supplementations on blood lipid profiles of hypercholesterolemic male mice. The study was divided into three experiments. The first experiment was designed to formulate diet that could induce hypercholesterolemia in male mice as animal models in this study. The second experiment was designed to improve blood lipid profiles of hypercholesterolemic male mice by using agar, carrageenan, and rice bran as sources of dietary fiber. The third experiment was designed to study the effectiveness of dietary fiber as compared to standard drugs in lowering blood lipid profiles in hypercholesterolemic male mice. The experiments were conducted at Faculty of Veteriner Medicine, Bogor Agricultural University and Physiology Laboratory, Indonesia University of Education, in January 2011 until March 2012. The parameters measured were body weight, cholesterol concentrations in serum, liver, and feces, serum triglyceride, cholesterol high density lipoprotein (HD-c), cholesterol low density lipoprotein (LDL-c), and glucose concentrations. The first experiment showed that feeding a high-fat diet (12%) for 30 days could produce hypercholesterolemic conditions in male mice. The second experiment showed that supplementation of 18% agar, 46% carrageenan, and 57% rice bran (equivalent to insoluble dietary fiber content of 14%) in hypercholesterolemic mice fed with hypercholesterolemic diets could improve blood lipid profiles. Carrageenan as a source of dietary fiber showed the best effect on improvement of blood lipid profile in hypercholesterolemic male mice as compared to agar and rice bran, as indicated by the lower serum total cholesterol and triglyceride concentrations, higher serum HDL-c concentrations, and higher removal of cholesterol in feces. The third experiment showed that the effects of dietary fiber supplementation by agar, carrageenan and rice bran on lowering blood lipid profiles in hypercholesterolemic mice were lower than those of simvastatin and atorvastatin. Carrageenan as a source of functional dietary fiber had a potenstial to decrease LDL-c concentration, to increase HDL-c concentration, and to increase fecal cholesterol excretion with the final reduction in total serum cholesterol concentrations similar to simvastatin and atorvastatin. It was concluded that supplementation of agar, carragenan, and rice bran as a source of dietary fiber decreased body weight, serum and liver cholesterol concentrations, serum triglyceride and LDL-c concentrations, but increased serum HDL-c concentrations, and increased cholesterol excretion through feces, without a significant effect on blood glucose consentrations. Agar, carrageenan, and rice bran supplementation as sources of dietary fibers could improve lipid profiles in hypercholesterolemic mice.
HERNAWATI. Peran Berbagai Serat Pangan pada Perbaikan Profil Lipid Darah Mencit Hiperkolesterolemia. Dibimbing oleh WASMEN MANALU, AGIK SUPRAYOGI, DEWI APRI ASTUTI
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian orang di seluruh dunia, dan juga mempengaruhi kesehatan jutaan orang di negara-negara maju dan berkembang. Kandungan konsentrasi kolesterol darah yang tinggi atau hiperkolesterolemia telah diketahui meningkatkan risiko aterosklerosis yang berlanjut ke arah penyakit jantung koroner (PJK). Hiperkolesterolemia dapat terjadi gaya hidup yang tidak sehat, mulai dari pola makan yang tidak seimbang sampai kurangnya aktivitas olah raga. Pola makan tidak seimbang meliputi konsumsi makanan yang tinggi lemak, karbohidrat, dan garam namun rendah serat pangan. Tingginya kolesterol dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis kolesterol dan penyerapan kolesterol yang tinggi. Penurunan kolesterol darah ke tingkat normal dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu mengurangi konsumsi lemak atau kolesterol yang berasal dari makanan dan menghambat penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen dengan penggunaan obat. Salah satu upaya menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah ialah dengan cara memperbanyak konsumsi serat pangan. Serat pangan yang berpotensi menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah antara lain adalah agar, karagenan, dan bekatul.
Tujuan penelitian yaitu pertama, untuk mengevaluasi induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit sebagai hewan model hiperkolesterolemia. Kedua, menganalisis perbaikan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan penggunaan agar, bekatul, dan karagenan sebagai suplemen sumber serat. Ketiga, mengevaluasi efektivitas obat dan serat pangan dalam menurunkan profil lipid darah pada mencit hiperkolesterolemia.
kadar lemak 12% yang diberikan selama 30 hari dapat menyebabkan mencit jantan mengalami hiperkolesterolemia.
sebagai berikut. Mencit percobaan dibagi menjadi lima kelompok yaitu (1) mencit yang diberikan pakan standar (normokolesterol); (2) mencit yang diberikan pakan hiperkolesterol; (3) mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin; (4) mencit hiperkolesterolemia yang diberikan atorvastatin; (5) mencit jantan hiperkolesterolemia suplementasi serat pangan karagenan dengan kandungan serat pangan diet 14%. Pemberian perlakuan dilakukan selama 30 hari. Pada akhir masa percobaan, mencit dipuasakan selama 12 jam. Selanjutnya dengan metode yang sama pada penelitian pertama, serum darah mencit dianalisis untuk mengetahui konsentrasi total kolesterol, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa. Sampel organ hati dan feses diekstraksi untuk mengetahui konsentrasi kolesterol pada dua sampel tersebut. Bobot badan mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (9,43%) dan atorvastatin (12,58%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,16%). Konsentrasi kolesterol total serum mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (32,00%) dan atorvastatin (39,11%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,27%). Konsentrasi trigliserida mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (30,23%) dan atorvastatin (33,17%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (6,01%). Konsentrasi HDL-c mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (15,51%) dan atorvastatin (0,05%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (38,79%). Konsentrasi LDL-c mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (75,24%) dan atorvastatin (69,66%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (76,02%). Konsentrasi glukosa mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (21,50%) dan atorvastatin (17,93%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (35,67%). Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (50,61%) dan atorvastatin (50,84%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (128,24%). Konsentrasi kolesterol hati mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (45,28%) dan atorvastatin (35,16%), namun sebaliknya serat pangan karagenan meningkat sebesar 10,98%. Simpulan hasil penelitian di atas simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan dapat menurunkan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia.
Simpulan umum dari penelitian ini ialah suplementasi diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dapat menurunkan konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, LDL-c, dan kolesterol hati, serta meningkatkan konsentrasi HDL-c dan kolesterol feses. Serat pangan agar, karagenan, dan bekatul mempunyai peran yang sama dalam memperbaiki profil darah mencit jantan hiperkolesterolemia. Simvastatin, atorvastatin dan serat pangan karagenan efektif mampu menurunkan lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan mekanisme yang berbeda.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PERAN BERBAGAI SUMBER SERAT PANGAN PADA
PERBAIKAN PROFIL LIPID DARAH MENCIT
HIPERKOLESTEROLEMIA
H E R N A W A T I
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak FAPET IPB
Dr. drh. Sus Derthi Widhiari, M.S.
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH IPB
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.
Departemen Gizi Masyarakat, FEM IPB
Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto, M.S.
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2011−Maret 2012 ini ialah Peran Berbagai Sumber Serat Pangan pada Perbaikan Profil Lipid Darah
Mencit Hiperkolesterolemia.
Banyak pihak yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini perkenankan penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi S3 di Institut Pertanian Bogor.
2. Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa sekolah pascasarjana pada program studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) di Fakultas Kedokteran Hewan.
3. Prof. Ir. Wasmen Manalu, Ph.D. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr. drh. Agik Suprayogik, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, kepercayaan, kesabaran, bimbingan, arahan, wawasan ilmu yang diberikan, kritik, saran, tenaga, serta waktu yang disediakan selama penulisan proposal, sidang komisi, prelim, pelaksanaan penelitian, penulisan disertasi, mempersiapkan seminar dan ujian, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya disertasi ini serta menyelesaikan studi program doktor di Institut Pertanian Bogor.
4. Dr. Dra. Nastiti Kusumorini, Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) di Fakultas Kedokteran Hewan yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi pengarahan dan dukungan moril selama pendidikan.
6. Teman-teman seperjuangan Dr. Ir. Heni Syawal M.Si., dan Dr. Sunarno, SSi., M.Si., dan Dr. Wahyu Surakusumah, MSi. yang telah menjadi teman dalam suka dan duka dalam menjalani studi di program studi Pascasarjana IPB. Tidak lupa Bu Safrida, Pak Adri dan teman-teman IFO, serta Bu Esti, Bu Mimi, Bu Yulintine teman-teman dari Program Studi Akuakultur Fakultas Perikanan, yang selalu memberikan semangat, walaupun kedekatan kita di akhir-akhir studi namun berkesan buat penulis.
7. Bu Ida, Bu Sri, dan Pak Edi yang dengan sabar dan telaten telah banyak membantu penelitian di laboratorium maupun di kandang.
8. Bapak Drs. H. Mas Hidayat dan Ibu Hj. Nani Sumarni, orang tua tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan telah mengasuh, membesarkan, mendidik, dan menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab, serta memberikan dorongan, bantuan moral maupun material untuk penyelesaian studi S3 penulis.
9. Suami tercinta, Erik Hajana yang telah banyak membantu, terutama dalam menyelesaikan penelitian saya, serta kesabaran dan kesetiaannya mendampingi penulis dalam penyelesaian studi. Karya ini penulis persembahkan untuk
kedua orang tua dan suami tercinta.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis bangga dan merasa terhormat menjadi salah satu dari Keluarga Besar Alumni Institut Pertanian Bogor. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan Dosen-dosen kami di Institut Pertanian Bogor, serta semoga Allah SWT selalu berkenan memberikan berkat dan rahmat Nya kepada kita semua. Amin.
Bogor, Agustus 2012
Halaman
INDUKSI DIET HIPERKOLESTEROLEMIK PADA MENCIT JANTAN SEBAGAI HEWAN MODEL HIPERKOLESTEROLEMIA
PARAMETER LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA
Abstrak ………... 92
Abstract ……… 92
Pendahuluan ………. 93
Bahan dan Metode ………... 95
Hasil ………. 98
Pembahasan ………. 101
Simpulan ……….. 105
Daftar Pustaka ………. 105
PEMBAHASAN UMUM ………. 109
KESIMPULAN DAN SARAN ….……… 120
DAFTAR PUSTAKA ..……….. 122
Halaman
1 Komposisi kimia telur 17
2 Komposisi asam lemak minyak kelapa (CO) dan minyak kelapa
sawait (PKO) ………..….. 20
3 Standar mutu agar-agar menurut Food Chemical Codex ……… 31
4 Standar mutu agar-agar tepung menurut SNI 01-2802 1995 …… 32
5 Persyaratan mutu agar-agar ekspor Jepang ……….. 32
6 Kandungan agar-agar tepung ……… 30
7 Komposisi kimia bekatul ………. 39
8 Komposisi asam amino pada dedak dan bekatul……… 40
9 Komposisi vitamin dari fraksi-fraksi giling padi pada kadar
air 14% ……….. 41
10 Kandungan serat pangan pada bekatul ……….. 41
11 Komposisi diet hiperkolesterolemik ………. 47
12 Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik ……….. 47
13 Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik
(asfed) ……… 48
14 Rerata bobot badan (g) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet
berbeda ……….. 49
15 Rerata konsentrasi kolesterol total serum (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari
pemberian diet berbeda ………….………. 50
16 Rerata konsentrasi trigliserida (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari
pemberian diet berbeda ……….……….. 51
17 Rerata konsentrasi HDL (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet
berbeda ……….. 53
19 Rerata konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian
diet berbeda ………..……….. 54
20 Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi agar ... 67
21 Komposisi nutrien diet percobaan dengan suplementasi agar …. 68
22 Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan
suplementasi agar ……….. 68
23 Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi
karagenan ……….. 68
24 Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi
karagenan ………...…. 69
25 Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan ...……… 69
26 Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi
bekatul ………... 69
27 Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi
bekatul ………... 70
28 Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi bekatul ………. 70
29 Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar …….... 67
30 Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan agar ………...……... 69
31 Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan karagenan... 70
32 Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan karagenan ….……….. 72
34 Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan bekatul .………... 76
35 Komposisi pakan percobaan untuk pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ………….………….. 96
36 Komposisi nutrien pakan percobaan untuk pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ……... 96
37 Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan
karagenan ……….. 99
38 Perbandingan profil lipid darah, bobot badan, glukosa, kolesterol hati, dan kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan
………..
103
39 Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik
pada kadar lemak 12% ………... 110
40 Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik
selama 30 hari …………..………... 111
41 Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah, konsentrasi glukosa, kolesterol hati, dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah
Halaman
1 Skema kerangka pemikiran penelitian ……… 7
2 Skema alur penelitian ……….. 8
3 Jalur metabolisme kolesterol endogen dan eksogen ………... 12
4 Jalur Eksogen pada metabolisme kolesterol ……… 13
5 Klasifikasi serat pangan ……….. 21
6 Struktur agar-agar ……… 27
7 Struktur agarosa (1,4) -3,6 anhidro L-galaktosa dan (1,3)
D-galaktosa dan agaropektin ………...
28
8 Pembentukan gel agar-agar ………. 29
9 Rangkaian monomer galaktosa dan anhidrogalaktose pada
karagenan ……… 35
10 Struktur molekul kappa, iota, and lambda karagenan ……… 35
11 Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar ………... 72
12 Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar …..………... 74
13 Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan karagenan ………... 76
14 Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan karagenan ………. 77
15 Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan bekatul ………... 79
16 Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan bekatul ………. 81
17 Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ………... 98
18 Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah
setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan
karagenan ... ……… 101
20 Konsentrasi kolesterol feses (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan
karagenan ………... 101
21 Diagram mekanisme statin menurunkan tingkat kolesterol total
darah ……….. 104
22 Mekanisme penurunan kolesterol total serum darah oleh serat
pangan ………. 105
1 Hasil analisis statistik RAL faktorial bobot badan mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari
pemberian diet berbeda ………...………. 141
2 Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar
lemak dan hari pemberian diet berbeda ………...…………. 141
3 Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan
hari pemberian diet berbeda ……….. 142
4 Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ………..……..
142 5 Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi LDL mencit jantan
yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari
pemberian diet berbeda ……….…………...………. 143
6 Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan
hari pemberian diet berbeda ………...………….. 143
7 Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12%
(AG12), dan 18% (AG14) ………..……….….…. 144
8 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar
5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) …….………….….…. 144
9 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10),
hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12%
(AG12), dan 18% (AG14) ………..….…. 145
11 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12%
(AG12), dan 18% (AG14) ………..…………..….…... 146
12 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12%
(AG12), dan 18% (AG14) ……..……….………. 146
13 Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12%
(AG12), dan 18% (AG14) ………..…….………..………. 147
14 Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12%
(AG12), dan 18% (AG14) ……….……….…. 147
15 Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15%
(KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ……….…... 148
16 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46%
(K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi
karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………….. 149
18 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan
15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………..…….. 149
19 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan
15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………...……... 150
20 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan
15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) …………... 150
21 Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15%
(KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………….……….……….. 151
22 Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan
15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ……….. 151
23 Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10),
30% (BT12), dan 46% (BT14) ……… 152
24 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi
mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15%
(BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………..…… 153
26 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15%
(BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………..……… 153
27 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15%
(BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………..……… 154
28 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15%
(BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………..………… 154
29 Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10),
30% (BT12), dan 46% (BT14) ………..………. 155
30 Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15%
(BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ……….……….. 155
31 Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) …………. 156
32 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi
hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) …………. 157
34 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) …………. 157
35 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) …………. 158
36 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ……….. 158
37 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol hati mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) …..…….. 159
38 Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol feses mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini telah terjadi pergeseran atau perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas di kalangan masyarakat; ditandai dengan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik. Sebuah analisis terbaru menunjukkan bahwa 40% tren kematian yang terjadi di negara-negara berkembang, terutama yang mengalami transisi cepat (misalnya Brazil, Cina, Jepang, dan India) disebabkan penyakit tidak menular (Non Communicable Diseases) atau penyakit-penyakit degeneratif, sedangkan di negara-negara maju lebih dari 75% (Murray dan Lopez 1994). Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi polemik bagi masyarakat di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Catatan terakhir melaporkan bahwa tingginya angka kematian sekitar 80% di negara-negara maju dan 86% di negara-negara sedang berkembang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Tingginya persentase kematian akibat penyakit kardiovaskuler merupakan refleksi dari perubahan yang signifikan dalam kebiasaan pola makan, tingkat aktivitas fisik, dan merokok di seluruh dunia sebagai akibat dari industrialisasi, perkembangan urbanisasi, ekonomi, dan
globalisasi pasar makanan. Di negara-negara berkembang orang dapat terkena faktor-faktor risiko untuk waktu yang lebih lama dan proporsi yang tinggi
menyebabkan munculnya penyakit-penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, hipertensi, obesitas, diabetes tipe dua, dan hiperkolesterolemia.
Kandungan kolesterol serum yang tinggi di dalam tubuh atau hiperkolesterolemia telah diketahui meningkatkan risiko aterosklerosis yang mendasari penyakit jantung koroner (Milias et al. 2006). Tingginya kolesterol dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis kolesterol dan penyerapan kolesterol yang tinggi, juga karena asupan diet lemak dan karbohidrat yang tinggi (Sudha et al. 2009). Telah diketahui bahwa kolesterol merupakan substansi lemak hasil metabolisme yang banyak ditemukan dalam struktur tubuh manusia maupun hewan. Keberadaan kolesterol di dalam tubuh sangat esensial untuk kebutuhan hidup sel dan berfungsi sebagai bahan baku sintesis fosfolipid yang merupakan komponen dalam membran sel. Meskipun mempunyai peranan penting, kelebihan kolesterol berdampak buruk bagi kesehatan. Oleh karena itu, penurunan kolesterol darah ke tingkat normal dapat ditempuh dengan dua cara, ialah mengurangi konsumsi lemak atau kolesterol yang berasal dari makanan, dan menghambat penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen dengan penggunaan obat.
Pengurangan konsumsi lemak dan kolesterol secara ketat tetap tidak dapat
menurunkan keadaan hiperkolesterolemia ke keadaan normal pada individu dan usia tertentu. Salah satu upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah
Konsumsi serat pangan yang meningkat telah dilaporkan mengurangi tingkat sirkulasi C-reaktif protein (CRP), penanda peradangan dan prediktor penyakit
jantung koroner (Ma et al. 2006). Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian-penelitian yang berhubungan dengan serat pangan telah banyak dilakukan, sehingga serat pangan direkomendasikan untuk menjaga agar kolesterol tetap normal.
Serat pangan adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau analog karbohidrat yang resisten terhadap pencernaan dan penyerapan di usus kecil manusia dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar. Serat pangan meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin, dan zat tumbuhan lainnya yang terkait (AACC, 2001; Mongeau 2003). Komponen serat pangan terdiri atas komponen yang larut (Soluble Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF) (Harland dan Oberleas 2001; Esposito et al. 2005). Sekitar sepertiga dari serat pangan total (Total Dietary Fiber, TDF) adalah serat pangan yang larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (IDF) (Wong dan Jenkins 2007). Serat yang tidak larut dalam air terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang dapat ditemukan pada serelia, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan; sedangkan
yang larut dalam air ialah pektin, agar, karagenan, musilase, dan gum (Carvalho et al. 2009).
serat dari rumput laut ialah agar, karagenan, dan alginat. Ketiga komponen serat rumput laut tersebut tergolong jenis serat pangan yang larut dalam air. Hasil
penelitian dilaporkan bahwa agar-agar dapat menurunkan kolesterol darah sebesar 5% (Ren et al. 1994), alginat dapat mempunyai potensi tinggi dalam menurunkan
kolesterol darah melalui penghambatan absorpsi di usus (Suzuki et al. 1993), sedangkan karagenan memiliki efek hipoglikemik, karena kemampuan penyerapan asam empedu dalam lumen usus (Jiao et al. 2011).
Induksi diet tinggi lemak dan kolesterol merupakan salah satu faktor penyebab hiperkolesterolemia. Hal tersebut sangat perlu dikaji karena pengaruh serat pangan pada penurunan kolesterol endogen maupun eksogen, dan dampaknya pada kesehatan prosesnya tidak sederhana. Salah satu kesulitan membuka tabir misteri pengaruh serat pangan pada kesehatan adalah fakta bahwa serat pangan merupakan campuran substansi yang kompleks, sehingga proses pencernaannya pun tidak mudah. Di samping itu, tidak semua komponen serat pangan memiliki efek-efek fisiologis yang sama, bergantung pada sifat fisik dan kimia dari serat tersebut. Atas dasar hal tersebut di atas, dilakukan penelitian tentang “ Peran Berbagai Sumber Serat pada Perbaikan Profil Lipid Darah Jantan Hiperkolesterolemia.“
Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ialah untuk menganalisis peran berbagai sumber serat pangan pada profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Hal tersebut diimplementasikan dalam tujuan khusus ialah pertama, untuk mengevaluasi induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit sebagai hewan model
hiperkolesterolemia. Kedua, menganalisis perbaikan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan penggunaan agar, bekatul, dan karagenan sebagai suplemen sumber serat pangan. Ketiga, mengevaluasi efektivitas obat dan serat pangan dalam menurunkan profil lipid darah pada mencit hiperkolesterolemia.
Manfaat Penelitian
dapat mempopulerkan peran serat pangan sebagai komponen non-gizi dari bahan pangan fungsional yang berpotensi sebagai produk kesehatan. Pada akhirnya,
penggunaan berbagai serat pangan dapat dimanfaatkan bagi masyarakat umum dan atau khususnya penderita hiperkolesterolemia sebagai pencegahan dan terapi yang alami dengan memanfaatkan bahan yang murah dan mudah didapat.
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian yang diajukan adalah : (1) Diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak tinggi dapat meningkatkan
parameter lipid darah mencit normokolesterolemia.
(2) Suplementasi diet dengan berbagai sumber serat pangan dapat menurunkan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia.
(3) Obat komersil penurun lipid dan serat pangan dapat menurunkan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia.
Kerangka Pemikiran
Makanan umumnya terdiri atas nutrien dan nonnutrien. Serat pangan termasuk dalam komponen nonnutrien yang perannya dalam menunjang kesehatan manusia masih banyak diperdebatkan. Bahkan karena beberapa alasan, perhatian terhadap serat pangan menurun. Penyebab menurunnya perhatian
tersebut terutama disebabkan perubahan pola makan (diet) akibat kehidupan kota (urban) yang meningkat. Di samping itu, perhatian para ahli banyak terserap pada
masalah-masalah menarik dalam bidang gizi dengan adanya penemuan asam amino esensial, asam lemak, vitamin, dan unsur-unsur mikro, sehingga perhatian terhadap masalah serat menjadi berkurang.
penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen. Berkaitan dengan upaya penurunan kolesterol, saat ini serat pangan banyak
direkomendasikan untuk lebih banyak dikonsumsi, baik dalam makanan secara utuh, seperti buah-buahan dan sayuran maupun dalam sediaan berbagai olahan makanan.
Bahan pangan yang dikategorikan sebagai sumber serat pangan secara umum tidak hanya mengandung serat pangan, namun di dalamnya terdapat perpaduan yang unik dari berbagai komponen bioaktif, seperti pati, vitamin, mineral, fitokimia, dan antioksidan. Oleh karena adanya komponen bioaktif, maka serat pangan menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Bagaimana potensi serat pangan dapat menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah masih perlu dipelajari mekanismenya. Serat pangan memiliki beberapa sifat yang tidak dimiliki komponen nutrisi lainnya, seperti dapat meningkatkan viskositas substrat di dalam usus yang dapat mengganggu penyerapan kolesterol di usus, menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama karena sifat amba (bulky), serta meningkatkan emulsifikasi lemak di dalam usus dengan menarik banyak asam empedu ke dalam usus. Oleh karena sifat-sifat itu, maka diharapkan dengan semakin banyak menkonsumsi serat pangan akan semakin banyak pula kolesterol
yang ditarik keluar oleh serat dan terbawa terbuang melalui feses.
Penurunan kolesterol di dalam serum darah akibat peran serat pangan
Akibatnya kolesterol darah dalam tubuh akan berkurang. Kerangka pemikiran di atas disederhanakan dalam bentuk skema yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis peran berbagai macam serat pangan (agar, karagenan, dan bekatul) pada perbaikan profil darah mencit hiperkolesterolemia. Upaya menjelaskan tujuan tersebut di atas penelitian dilakukan menjadi tiga tahap seperti yang dapat dilihat pada alur penelitian di bawah ini (Gambar 2).
♠ Mengurangi konsumsi diet
berlemak dan/atau kolesterol tinggi ♠ Meningkatkan asupan serat pangan
Eksogen
Penghambatan prekursor
Bagaimana peran berbagai sumber serat pada perbaikan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia ?
Menghambat sintesis kolesterol
Pola makan yang kurang sehat (makanan berlemak/berkolesterol tinggi, dan kurang
asupan serat
HIPERKOLETEROLEMIA (Problematik Utama)
Penurunan konsentrasi kolesterol
Endogen
penghambatan sintesis dihati
* Menghambat sintesis kolesterol di hati * Menghambat penyerapan kolesterol di usus * Meningkatkan pengeluaran kolesterol
Obat
(simvastatin, atorvastatin) Arterosklerosis, jantung koroner, diabetes mellitus,
TINJAUAN PUSTAKA
Sintesis Kolesterol
Kolesterol merupakan sterol utama dalam jaringan manusia yang mempunyai formula C27H45OH, dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi-5,6
kolesten karena hanya mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan
rangkap pada C5 dan C6 serta percabangan pada C10, C13 dan C17 (Mayes 1995).
Kolesterol disintesis dari asetil-KoA yang dapat berasal dari perombakan karbohidrat, asam amino, dan lemak. Hati merupakan tempat utama sintesis kolesterol, di samping usus dan kelenjar-kelenjar yang memproduksi hormon steroid, seperti korteks adrenal, testis, dan ovarium. Semua reaksi sintesis
berlangsung dalam kompartemen sitoplasma sel (Montgomery et al. 1993). Selanjutnya asam empedu merupakan produk akhir dari metabolisme kolesterol
yang disintesis di dalam sel-sel hati.
Sintesis asam empedu primer dari kolesterol dimulai dengan reaksi hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim 7α-hidroksilase yang diaktifkan oleh vitamin C dan membutuhkan oksigen, NADPH, serta sitokrom P-450. Kolesterol bebas akan diubah menjadi 7α-hidroksikolesterol. Selanjutnya ikatan rangkapnya mengalami reduksi dan terjadi hidroksilasi tambahan sehingga dihasilkan dua asam empedu yang berbeda, ialah asam kenodeoksikolat, yang memiliki gugus A-hidroksi pada posisi 3, 7, dan 12. Asam kolat merupakan jenis asam empedu yang terbanyak di dalam tubuh (Marks et al. 1996). Garam empedu tersebut mengandung kalium dan natrium dalam jumlah yang cukup banyak dan mempunyai pH alkalis sehingga dapat disebut sebagai garam empedu (Mayes 1995). Garam empedu yang diproduksi disimpan di dalam kantung empedu dan dilepaskan ke dalam usus pada saat makan. Senyawa tersebut berfungsi sebagai emulsifier untuk membantu pencernaan lemak makanan (Almatsier 2002).
Sintesis mevalonat merupakan langkah kunci dalam pengaturan sintesis kolesterol. Mekanisme sintesis kolesterol dimulai dari Asetat(C2) − Mevalonat
(C30) − Isopentenil pirofosfat (C5) − Skualen (C30) − Kolesterol (C27). Enzim
3-hidroksi-3-metil-glutaril koenzim-A (HMG-CoA) sebagai kontrol penting di
pertama, asetil CoA diubah menjadi senyawa triester enam karbon, HMG-CoA. Dalam uraian reaksi tersebut, asetil CoA diubah menjadi HMG-CoA. Tingkat
kedua, melibatkan perubahan HMG-CoA menjadi skualen, suatu hidrokarbon asiklik yang mengandung 30 atom karbon. Tingkat ketiga, skualen dijadikan siklik dan diubah menjadi sterol dengan 27 atom karbon (kolesterol). Semua reaksi skualen menjadi kolesterol berlangsung dalam retikulum endoplasma (Stryer 2000).
Tubuh manusia mampu menghasilkan kebutuhan harian kolesterol dan karena itu tidak perlu kolesterol dari makanan sebagai sumber tambahan. Namun, pemasukan kolesterol dari makanan sangat efisien, pada saat pasokan makanan kolesterol tinggi, kelebihan kolesterol dapat disimpan sebagai kolesterol ester dalam hati. Kolesterol tidak dapat didegradasi, tetapi apabila tingkat kolesterol tinggi dapat memberikan sinyal umpan balik negatif untuk menghambat sintesis de novo, upaya mencegah kolesterol berlebih (Engelking et al. 2005). Biosintesis empedu mewakili utama lintasan katabolisme kolesterol. Sekitar 90% dari kolesterol yang diambil dari makanan atau yang dihasilkan de novo akhirnya diubah menjadi asam empedu, dengan cara tersebut, kolesterol berlebih dapat dihilangkan dari tubuh. Kolesterol dapat juga langsung dikeluarkan melalui jalur yang melibatkan transintestinal langsung ke sistem ekskresi (Kruit et al. 2005; van der Velde et al. 2007).
empedu berperan untuk mengatur energi homeostasis setidaknya pada tikus (Houten et al. 2006).
Empedu dibentuk oleh hati dan terdiri atas asam empedu, kolesterol, fosfolipid, dan produk-produk yang tidak terpakai. Setelah sintesis, asam empedu akan disimpan di kandung empedu. Hal ini terjadi pada spesies seperti tikus dan manusia. Ketika makanan tertelan masuk ke dalam aliran usus kecil, asam empedu membantu pencernaan. Pada akhir ileum, asam empedu direabsorpsi kembali melalui mekanisme transpor aktif dan kembali ke hati. Siklus enterohepatik asam empedu sangat efisien dan dapat berlangsung dua sampai tiga kali selama makan. Namun, sekitar 5% hilang diserap dalam usus dan terbuang dalam feses. Biosintesis asam empedu melibatkan berbagai enzim dalam retikulum endoplasma, mitokondria, sitosol dan sel (Hofmann dan Hagey 2008)
Metabolisme Kolesterol
Metabolisme kolesterol mengikuti beberapa jalur dari metabolisme lipoprotein. Secara garis besar ada tiga jalur metabolisme lipoprotein yang terjadi di dalam tubuh, yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport atau jalur balik kolesterol. Kedua jalur pertama lipoprotein berhubungan dengan metabolism LDL-c (low density lipoprotein cholesterol) dan trigliserida, sedangkan jalur terakhir berhubungan dengan
Sebagian lainnya akan dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa. Jika kosentrasi LDL dalam plasma
banyak, maka makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag (Kwiterovich 2000).
Gambar 3. Jalur metabolisme kolesterol endogen dan eksogen. HDL= high-density lipoprotein; VLDL = very lowhigh-density lipoprotein; IDL= intermediatedensity lipoprotein; LDL= low density lipoprotein; LDL-R=low-density lipoprotein receptor. (Sumber : Shepherd 2001).
molekul ini bersamaan dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang disebut kilomikron (Shepherd 2001).
Kilomikron ini kemudian masuk ke saluran limfe dan akhirnya menuju ke aliran darah. Dalam aliran darah, kilomikron dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas diserap oleh endotel pembuluh darah dan dapat disimpan sebagai trigliserida kembali pada jaringan adipose. Namun, bila terdapat dalam jumlah yang banyak, sebagian akan diambil oleh hati untuk membentuk trigliserida hati. Kilomikron sisa yang kaya kolesterol ester disebut kilomikron remnan dan akan dibawa ke hati. Apabila jumlah kilomikron sisa cukup kecil, maka akan menembus permukaan endotelium dari dinding arteri yang dapat menyebabkan pembentukan plak (Shepherd 2001).
Gambar 4. Jalur eksogen pada metabolisme kolesterol. ACAT=acyl CoA:
cholesterol acyltransferase; CE=cholesteryl ester; FC=free cholesterol. (Sumber : Shepherd 2001).
Jalur Reverse Cholesterol Transport
Kolesterol yang telah diambil HDL akan diesterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester ini
kemudian ditranspor dalam dua jalur. Pertama, jalur ke hati dan ditangkap oleh reseptor HDL. Jalur kedua, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transferase protein (CETP). Fungsi HDL sebagai pembersih kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur, ialah langsung ke hati atau tidak langsung melalui VLDL dan IDL yang akan kembali ke hati (Kwiterovich 2000).
Hiperkolesterolemia
Jumlah kolesterol dalam tubuh diatur dalam suatu perimbangan yang tetap, terutama antara penyerapan kolesterol dari diet, sintesis kolesterol endogen, dan ekskresi dalam feses berupa steroid dan asam empedu. Pada dasarnya, jumlah kolesterol dalam serum juga diatur melalui proses regulasi di atas, walaupun pengambilan dan pembebasan kolesterol jaringan sangat mempengaruhi kolesterol serum. Kadar kolesterol plasma ditentukan oleh berbagai faktor, seperti hormon tiroid, hormon estrogen, penyumbatan aliran empedu, hiperkolesterolemia herediter, dan diabetes mellitus yang tidak terkendali. Diet yang banyak
mengandung lemak netral meningkatkan kolesterol plasma, memperpendek masa pembekuan dan menurunkan fibronolitik. Bila lemak jenuh dalam makanan
diganti dengan lemak tidak jenuh, kolesterol darah akan menurun dan mempengaruhi terbentuknya pencegahan pembekuan darah (Guyton 1982). Kolesterol merupakan prekursor semua steroid, seperti kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Murray et al. 2003). Kolesterol dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan manusia karena fungsinya sebagai lipid amfipatik dan kompomen strukural esensial yang membentuk membran sel serat lapisan eksterna lipoprotein plasma (Murray et al. 2003).
dalam jaringan baru dan konsentrasi kolesterol tersebut meningkat sesuai dengan pertumbuhan tubuh. Bila pertumbuhan telah mencapai puncak, jumlah kolesterol
tubuh ditentukan oleh kesetimbangan antara kolesterol yang masuk dan keluar. Kolesterol yang masuk ke dalam tubuh bersumber pada penyerapan dari usus dan sintesis kolesterol dari berbagai organ tubuh. Kolesterol yang keluar dari tubuh melalui beberapa jalan, ialah kolesterol hati membentuk cairan empedu, dikeluarkan ke dalam usus kemudian dibuang lewat feses, hilang mukosa usus dan kulit, bergabung dengan hormon-hormon steroid, dan dikeluarkan dari tubuh bersama urin (Bijln 2009).
Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan kadar kolesterol di dalam darah melebihi batas yang diperlukan dengan meningkatnya kadar LDL dan kolesterol total. Menurut Herbey et al. (2005) tingginya total kadar kolesterol di dalam serum darah disebabkan perubahan dinding pembuluh darah, peningkatan hipoksia pada jaringan usus besar, perubahan homeostasis sel-sel, umur, hereditas, kesalahan pola makan, gaya hidup, polusi lingkungan, penggunaan alkohol, dan rokok dalam waktu lama. Kadar kolesterol normal dalam plasma orang yang dewasa sebesar 3,1 sampai 5,7 mmol/L atau 120 sampai 220 mg/dL. Adapun keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi kolesterol total lebih dari 240 mg/dL dan LDL-c lebih dari 160 mg/dL (Montgomery et al. 1993).
Konsentrasi kolesterol dalam plasma darah berkorelasi positif dengan
tidak hanya menurunkan LDL-c tetapi juga menurunkan HDL-c dan demikian pula sebaliknya (Wolf 1994).
Pada penderita hiperkolesterolemia upaya menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh harus dilakukan secara sinergis melalui aktivitas olah raga, diet makanan rendah lemak, penggunaan obat penurun kolesterol, serta pencegahan dan penurunan terjadinya penumpukan kolesterol dengan pangan fungsional penurun kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol oleh obat maupun pangan fungsional ada tiga, yaitu melalui penghambatan terhadap aktivitas enzim pembentuk kolesterol, menghambat pembentukan kolesterol melalui regulasi fungsi garam empedu, serta entrapping kolesterol dengan serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan 10 g serat pangan ke dalam pola makan, risiko penyakit jantung koroner mengalami penurunan sebesar 17-35% (Pereira et al. 2004; Streppel et al. 2008). Faktor risiko penyakit jantung koroner termasuk hiperkolesterolemia, hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus tipe dua. Apabila dengan terapi pengaturan makanan tidak memberikan respons positif, maka diperlukan bantuan dengan terapi obat (Simatupang 1997). Namun, bila mengkonsumsi diet yang mengandung kolesterol dikombinasikan dengan minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mengurangi kolesterol dalam darah (Murray et al. 2003).
Baik manusia maupun hewan yang memperoleh diet kolesterol baik yang
Telur sebagai Sumber Kolesterol
Telur merupakan salah satu bahan makanan produk ternak unggas yang
lengkap, serbaguna, dan tersedia. Telur terdiri atas tiga bagian, yaitu kulit telur (egg shell), putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) dengan struktur dan
komposisi kimia yang berbeda-beda (Leeson dan Summer 1991). Perbedaan komponen telur tersebut disebabkan oleh jenis dan jumlah yang dikonsumsi, umur unggas, suhu lingkungan, laju produksi telur, dan penyakit (Coutts dan Wilson 1990). Komposisi kimia telur dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia telur
Komponen Kulit Telur Albumen Kuning Telur
Berat (g) 6,2 - 18,7
Air (%) 1,6 - 48,7
Padatan (%) 98,4 - 51,3
Protein (%) 3,3 10,6 16,6
Karbohidrat (%) - 0,9 1,0
Lemak (%) 0,03 - 32,6
Mineral (%) 95,1 0,6 1,1
Sumber : Leeson dan Summer 1991.
Kuning telur segar mempunyai kadar air 77,44%, kolesterol 66,12% bahan kering, dan -karoten 0,04%, lebih tinggi dibadingkan dengan telur bubuk kering air 4,55%, kolesterol 5,6β%, dan -karoten 0,04% (Indratiningsih 1991). Perbedaan ini karena kolesterol sangat mudah teroksidasi baik oleh sinar, oksigen dan pemanasan. Oleh karena itu, akan terbentuk senyawa kolesterol oksida sebanyak 5 buah dan salah satu di antaranya adalag 5,5-epoksida (Morgan dan Armstong 1987). Kuning telur tidak saja sebagai sumber lemak (35%), tetapi juga sebagai sumber protein yang berkisar antara 15-16% dan vitamin A (40.000 IU per 100 g). Lipid dalam kuning telur tidak bersifat bebas, tetapi terikat dalam
16,58%, lemak 32,62%, karbohidrat 1,07%, bahan organik 1,07% (Romanoff dan Romanoff 1963).
Kolesterol kuning telur merupakan komponen lemak yang terdiri atas 65,5% trigliserida, 5,2% kolesterol, dan 28,3% fosfolipid (Sirait 1986). Kolesterol yang terdapat pada kuning telur 84% dalam bentuk bebas dan sisanya dalam bentuk ester. Lebih kurang 20% kolesterol dalam bentuk ester pada ayam karena diberikan makanan komersial (Noble 1987). Ayam petelur putih menghasilkan kolesterol telur yang berbeda dibandingkan dengan ayam petelur coklat. Ayam petelur cokelat menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol 17,08 mg/g telur atau 308.29 mg/g kuning telur dengan bobot kuning telur sebesar 18,05 g, sedangkan untuk ayam petelur putih menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol sebesar 17,41 mg/g telur atau sekitar 316.34 mg/g kuning telur dengan bobot kuning telur 18,17 g ( Han dan Lee 1992).
Hati dan ovarium adalah tempat utama dari biosintesis kolesterol pada ayam petelur. Sejumlah kolesterol yang ditemukan dalam kuning telur disintesis dalam hati ayam petelur, ditranspor oleh darah dalam bentuk lipoprotein dan dideposisi untuk perkembangan folikel. Konsentrasi kolesterol plasma secara tidak langsung berhubungan dengan konsentrasi kolesterol telur (Nimpf dan
Schneider 1991). Penambahan lemak dalam ransum (minyak nabati dan hewan, kolesterol dan -sitosterol) nyata meningkatkan kolesterol hati, serum, dan kuning
telur pada ayam petelur (Han et al. 1993). Kolesterol kuning telur dipengaruhi oleh lipoprotein kaya trigliserida dari ransum yang dikonsumsi dan saat sintesis kuning telur berlangsung (Griffin 1992). Lebih dari 95% kolesterol dari kuning telur bergabung dalam lipoprotein kaya trigliserida, sisanya mengelilingi lipovitelin sebagai protein atau lemak kompleks yang terdiri atas lebih kurang 20% lemak dan 4% kolesterol (Noble 1987).
Minyak Kelapa sebagai Sumber Lemak Jenuh
terdiri atas gliserol dan asam lemak yang disebut gliserida, serta larut dalam pelarut minyak atau lemak. Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan
tiga asam lemak jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4% trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh. Trigliserida terdiri atas 96% asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut, maka sifat fisikokimia minyak dapat ditentukan dari sifat fisikokimia asam lemaknya. Asam lemak yang menyusun minyak kelapa terdiri atas 80% asam lemak jenuh dan 20% asam lemak tidak jenuh. Hal tersebut menyebabkan minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif dibandingkan minyak lainnya yang mengandung asam lemak jenuh lebih sedikit (Canapi et al. 1996).
Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya yang paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu 45,4−46,4% sehingga sifat fisik dan kimia minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimia dari asam laurat (Tabel 2). Berdasarkan tingkat kejenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod, maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oil, karena bilangan Iod minyak kelapa tersebut berkisar 7,5−10,5% (Ketaren 2005). Sifat-sifat minyak, terutama titik lelehnya bergantung pada
susunan asam lemaknya. Tidak seperti minyak lainnya, minyak kelapa mempunyai titik leleh yang tinggi, yaitu 24,4−25,5 °C, karena kandungan asam
lemak berberat molekul rendah yang tinggi dibandingkan panjang rantainya (Lawson 1995).
Asam lemak jenuh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh. Asam lemak yang berasal dari minyak kelapa dan kelapa sawit
mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis minyak tumbuh-tumbuhan lainnya. Minyak kelapa termasuk minyak/lemak jenuh, dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa minyak kelapa memiliki asam lemak jenuh sekitar 92% mulai dari C6 (kaproat) sampai C18 (stearat). Hanya sekitar 8% berupa asam lemak tak jenuh berupa oleat dan linoleat (Gervajio 2005).
Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa (CO) dan minyak inti sawit (PKO)
Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat pangan terdiri atas total serat pangan (total dietary fiber),
Gambar 5. Klasifikasi serat pangan
Nilai gizi dari serat pangan semula dianggap tidak menyumbangkan energi karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencerna manusia. Akan tetapi, karena
serat pangan difermentasikan di dalam kolon dan menghasilkan hidrogen, metana, karbon dioksida, serta asam lemak rantai pendek, seperti propionat, butirat yang dapat diserap, dan menghasilkan sejumlah energi maka serat pangan dapat menghasilkan energi 0-3 kalori per gram (Muir 1999; Silalahi 2000; Lo et al. 1991).
Serat pangan dapat memberikan efek fisiologis dan metabolis karena sifatnya yang dapat larut dalam air, kemampuan mengikat air, viskositas, kemampuan mengikat molekul organik dan inorganik, dan daya cerna atau daya fermentasinya oleh bakteri (Groff dan Gropper 1999). Serat berperan dalam menghambat absorpsi kolesterol yang akhirnya berpengaruh pada penurunan konsentrasi kolesterol plasma, peningkatan sintesis kolesterol hepatik, sintesis empedu, dan ekskresi kolesterol feses (Hundermer et al. 1991; Horigome et al. 1992; Jonnatagadda et al. 1993). Hasil penelitian pada hewan dan manusia bahwa terdapat hubungan antara peningkatan serat pangan dan perbaikan profil plasma lipid, termasuk penurunan konsentrasi LDL-c (Fernandez 2001).
Serat pangan dapat mempengaruhi keberadaan asam empedu dalam usus.
Asam empedu efektif dalam pelarutan, pencernaan, dan penyerapan lemak makanan dan vitamin yang larut dalam lipid sepanjang usus kecil. Konsentrasi
asam empedu yang tinggi dipertahankan pada bagian usus duodenum, jejunum, Serat pangan
Gum
Serat pangan tidak larut Serat pangan larut
Inulin Pektin Selulo
sa
Lignin Hemiselulosa
s
Frukto-oligosakarida Musilage
dan ileum bagian proksimal di mana lemak pencernaan dan penyerapan terjadi (Ridlon et al. 2006). Secara normal, asam empedu diserap kembali di bagian
ileum (Hofmann 1994). Beberapa serat pangan dapat berinteraksi dengan asam empedu di usus kecil, yang mengakibatkan penurunan reabsorpsi, peningkatan transportasi menuju usus besar, dan akhirnya, ekskresi asam empedu lebih tinggi (Dongowski et al. 2003).
Beberapa serat larut dapat membentuk lapisan tebal pada dinding lumen usus yang dapat bertindak sebagai penghalang, yaitu mengurangi penyerapan lemak, termasuk kolesterol dan asam empedu. Hal ini akan mengakibatkan pengeluaran kolesterol dan asam empedu terbuang bersama feses semakin meningkat mengurangi jumlah yang akan diserap kembali (reabsorbsi) melalui sirkulasi enterohepatik. Akibat asam empedu banyak terbuang, maka proses sintesis kolesterol endogen dalam hati meningkat yang akan menkonversi kolesterol menjadi asam empedu untuk menggantikan kekurangan yang terjadi. Mekanisme ini merupakan jalur utama yang terjadi pada individu atau hewan hiperkolesterolemia untuk mencapai hipokolesterolemia (Garc´ıa-Diez et al. 1996; Theuwissen dan Mensink 2008).
Mekanisme lain dalam pengurangan penyerapan lemak, kolesterol dan
asam empedu, dengan dapat mengubah pembentukan misel dan mengurangi kemampuan kolesterol bergabung ke dalam misel-misel (Carr dan Jesch 2006).
Serat larut dapat membentuk suatu masa kental di usus kecil. Hal ini diyakini bahwa peningkatan viskositas menghambat gerakan kolesterol, asam empedu, dan lipid lain dan menghalangi pembentukan misel, dengan demikian mengurangi penyerapan kolesterol dan mempromosikan kolesterol ekskresi dari tubuh (Carr dan Jesch 2006). Pektin, -glucans, fructans, dan gum telah diidentifikasi sebagai agen yang dapat bekerja melalui produksi matriks kental yang menghalangi gerakan kolesterol dan asam empedu ke misel serta penyerapan berikutnya misel-misel ke enterosit (Jones 2008).
Dengan demikian, peristaltik pengadukan menurun, kontak antara substrat dengan enzim dan pembentukan misel berkurang, sehingga penyerapan diperlambat. Serat
tidak larut, seperti selulosa, akan menambah volume dan memperlunak feses, serta mengurangi waktu transit isi kolon. Serat larut yang difermentasikan hanya sedikit mempengaruhi volume feses di kolon (Muir 1999; Silalahi 2000; Kritchevsky, 1999). Serat terlarut mengurangi kadar gula sesudah makan dan memperbaiki profil insulin. Serat larut bersifat hipoglikemik melalui beberapa mekanisme. Peningkatan viskositas dalam saluran pencernaan dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi kecepatan penyerapan glukosa (Lattimer dan Haub 2010). Keberadaan serat dapat memperlambat waktu transit dari lambung ke usus, sehingga dapat mengurangi absorpsi zat gizi (makronutrien) seperti pati dan gula, akibatnya glukosa dalam darah menurun.
Hasil penelitian cenderung menunjukkan adanya penurunan kanker kolon dengan konsumsi serat pangan tidak terlarut yang tinggi, sedangkan serat terlarut belum dapat dipastikan pengaruhnya. Banyak mekanisme yang dikemukakan, tetapi mekanisme yang utama ialah bahwa serat pangan akan menambah volume feses. Dengan demikian, akan mengencerkan isi usus sehingga interaksi mukosa dengan karsinogenik berkurang (Kritchevsky 1999; Ferguson dan Harris 1999).
Rekomendasi jumlah serat pangan yang dikonsumsi pada orang dewasa yaitu dalam kisaran 20 sampai 30 g/hari. Rekomendasi lain untuk jumlah
sehari untuk anak adalah jumlah umur (tahun) ditambah dengan 5 g (Nainggolan dan Adimunca 2005).
Serat pangan yang diperoleh dari tanaman dapat digunakan sebagai bahan-bahan fungsional (Fern´andez-L´opez et al. 2007; Sendra et al. 2008) karena serat
dapat berinteraksi secara fisiologis untuk memberikan banyak manfaat yang mendukung pengaturan dalam usus. Manfaat tersebut tidak hanya untuk kesehatan pencernaan, tetapi manajemen bobot badan, kesehatan jantung, dan juga kesehatan secara umum. Bagi penderita hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, mengkonsumsi diet tinggi serat dapat memberikan efek fisiologis, seperti (i) peningkatan kesehatan saluran pencernaan; (ii) peningkatan toleransi glukosa dan respons insulin; (iii) pengurangan risiko kanker; dan (iv) pengaturan pencernaan lemak dan dan bobot badan (Lunn dan Buttriss 2007). Jenis, sumber, dan jumlah serat mempengaruhi fungsi usus dalam cara yang berbeda. Secara umum, serat yang resisten terhadap fermentasi di kolon, seperti kulit gandum, sebagian besar meningkatkan volume isi usus (Border´ıas et al. 2005).
Peranan serat dianggap penting karena mempunyai efek perlindungan bagi beberapa penyakit. Serat larut memiliki dampak positif pada kesehatan kolon dengan meningkatkan tingkat produksi sel crypt, atau penurunan atrofi epitel kolon dibandingkan dengan makanan non serat (Slavin et al. 2009). Serat pangan dapat mengurangi risiko kanker kolorektal dengan meningkatkan kecepatan transit
bahan makanan melalui usus besar, fermentasi di usus besar, dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) yang tinggi (Sharma et al. 2008; Topping et al. 2008). Asam butirat dapat mempromosikan diferensiasi sel, mendorong apoptosis, dan/atau menghambat produksi asam empedu sekunder dengan mengurangi pH luminal (Nagengast et al. 1995; Potter 1999). Peneliti lain melaporkan asam butirat dapat mengurangi risiko ganas perubahan dalam sel. Tikus yang mengalami gangguan pencernaan diberikan serat pangan memperlihatkan massa feses meningkat, pH feses rendah, dan produksi SCFA meningkat. Hal tersebut berhubungan dengan insiden penurunan kanker usus besar, akibat efek peran serat pangan larut (Tharanathan dan Mahadevamma 2003).