• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Kolesterol

Kolesterol merupakan sterol utama dalam jaringan manusia yang mempunyai formula C27H45OH, dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi-5,6

kolesten karena hanya mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan

rangkap pada C5 dan C6 serta percabangan pada C10, C13 dan C17 (Mayes 1995).

Kolesterol disintesis dari asetil-KoA yang dapat berasal dari perombakan karbohidrat, asam amino, dan lemak. Hati merupakan tempat utama sintesis kolesterol, di samping usus dan kelenjar-kelenjar yang memproduksi hormon steroid, seperti korteks adrenal, testis, dan ovarium. Semua reaksi sintesis berlangsung dalam kompartemen sitoplasma sel (Montgomery et al. 1993). Selanjutnya asam empedu merupakan produk akhir dari metabolisme kolesterol yang disintesis di dalam sel-sel hati.

Sintesis asam empedu primer dari kolesterol dimulai dengan reaksi hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim 7α-hidroksilase yang diaktifkan oleh vitamin C dan membutuhkan oksigen, NADPH, serta sitokrom P-450. Kolesterol bebas akan diubah menjadi 7α-hidroksikolesterol. Selanjutnya ikatan rangkapnya mengalami reduksi dan terjadi hidroksilasi tambahan sehingga dihasilkan dua asam empedu yang berbeda, ialah asam kenodeoksikolat, yang memiliki gugus A- hidroksi pada posisi 3, 7, dan 12. Asam kolat merupakan jenis asam empedu yang terbanyak di dalam tubuh (Marks et al. 1996). Garam empedu tersebut mengandung kalium dan natrium dalam jumlah yang cukup banyak dan mempunyai pH alkalis sehingga dapat disebut sebagai garam empedu (Mayes 1995). Garam empedu yang diproduksi disimpan di dalam kantung empedu dan dilepaskan ke dalam usus pada saat makan. Senyawa tersebut berfungsi sebagai emulsifier untuk membantu pencernaan lemak makanan (Almatsier 2002).

Sintesis mevalonat merupakan langkah kunci dalam pengaturan sintesis kolesterol. Mekanisme sintesis kolesterol dimulai dari Asetat(C2) − Mevalonat

(C30) − Isopentenil pirofosfat (C5) − Skualen (C30) − Kolesterol (C27). Enzim 3-

hidroksi-3-metil-glutaril koenzim-A (HMG-CoA) sebagai kontrol penting di dalam biosintesis kolesterol. Sintesis kolesterol terdiri atas tiga tingkat. Tingkat

pertama, asetil CoA diubah menjadi senyawa triester enam karbon, HMG-CoA. Dalam uraian reaksi tersebut, asetil CoA diubah menjadi HMG-CoA. Tingkat kedua, melibatkan perubahan HMG-CoA menjadi skualen, suatu hidrokarbon asiklik yang mengandung 30 atom karbon. Tingkat ketiga, skualen dijadikan siklik dan diubah menjadi sterol dengan 27 atom karbon (kolesterol). Semua reaksi skualen menjadi kolesterol berlangsung dalam retikulum endoplasma (Stryer 2000).

Tubuh manusia mampu menghasilkan kebutuhan harian kolesterol dan karena itu tidak perlu kolesterol dari makanan sebagai sumber tambahan. Namun, pemasukan kolesterol dari makanan sangat efisien, pada saat pasokan makanan kolesterol tinggi, kelebihan kolesterol dapat disimpan sebagai kolesterol ester dalam hati. Kolesterol tidak dapat didegradasi, tetapi apabila tingkat kolesterol tinggi dapat memberikan sinyal umpan balik negatif untuk menghambat sintesis de novo, upaya mencegah kolesterol berlebih (Engelking et al. 2005). Biosintesis empedu mewakili utama lintasan katabolisme kolesterol. Sekitar 90% dari kolesterol yang diambil dari makanan atau yang dihasilkan de novo akhirnya diubah menjadi asam empedu, dengan cara tersebut, kolesterol berlebih dapat dihilangkan dari tubuh. Kolesterol dapat juga langsung dikeluarkan melalui jalur yang melibatkan transintestinal langsung ke sistem ekskresi (Kruit et al. 2005; van der Velde et al. 2007).

Keseimbangan kolesterol dalam tubuh dapat dipertahankan oleh peranan hati. Bergantung pola makan, manusia umumnya mengkonsumsi sekitar 300-700 mg kolesterol setiap hari. Sekitar 1000 mg disekresikan ke dalam empedu dan selanjutnya masuk ke usus. Oleh karena itu, manusia memetabolisme sekitar 1300-1700 mg kolesterol setiap hari dalam usus (Sherperd 2001). Dalam kondisi normal, bergantung pada spesies, sekitar 50% kolesterol adalah diserap (Wang et al. 2001). Asam empedu memainkan peran dalam penyerapan kolesterol dengan cara mengemulsifikasi lemak yang dibawa dalam aliran lumen usus ke membran “brush border” enterosit. Asam empedu tidak hanya berperan sebagai deterjen fisiologis dalam usus, tetapi berperan pula dalam mengatur ekspresi gen penting dalam homeostasis lipid, glukosa, kolesterol, dan sintesis asam empedu (Scotti et al. 2007; Thomas et al. 2008; Zimber dan Gespach 2008). Selain itu, asam

empedu berperan untuk mengatur energi homeostasis setidaknya pada tikus (Houten et al. 2006).

Empedu dibentuk oleh hati dan terdiri atas asam empedu, kolesterol, fosfolipid, dan produk-produk yang tidak terpakai. Setelah sintesis, asam empedu akan disimpan di kandung empedu. Hal ini terjadi pada spesies seperti tikus dan manusia. Ketika makanan tertelan masuk ke dalam aliran usus kecil, asam empedu membantu pencernaan. Pada akhir ileum, asam empedu direabsorpsi kembali melalui mekanisme transpor aktif dan kembali ke hati. Siklus enterohepatik asam empedu sangat efisien dan dapat berlangsung dua sampai tiga kali selama makan. Namun, sekitar 5% hilang diserap dalam usus dan terbuang dalam feses. Biosintesis asam empedu melibatkan berbagai enzim dalam retikulum endoplasma, mitokondria, sitosol dan sel (Hofmann dan Hagey 2008)

Metabolisme Kolesterol

Metabolisme kolesterol mengikuti beberapa jalur dari metabolisme lipoprotein. Secara garis besar ada tiga jalur metabolisme lipoprotein yang terjadi di dalam tubuh, yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport atau jalur balik kolesterol. Kedua jalur pertama lipoprotein berhubungan dengan metabolism LDL-c (low density lipoprotein cholesterol) dan trigliserida, sedangkan jalur terakhir berhubungan dengan metabolisme HDL-c (high density lipoprotein cholesterol) (Kwiterovich 2000).

Sintesis kolesterol melalui jalur metabolisme endogen, kolesterol bersama dengan trigliserida yang disintesis oleh hati dan jaringan ekstrahepatik, akan dibawa ke dalam sirkulasi sebagai komponen lipoprotein atau disekresikan ke dalam empedu. Kedua produk ini disekresikan ke dalam sirkulasi dalam bentuk lipoprotein VLDL (very low density lipoprotein) (Gambar 3). Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) sehingga VLDL berubah menjadi IDL (intermediate density lipoprotein). IDL sebagian kembali ke hati dan sebagian lainnya akan dihidrolisis kembali oleh LPL sehingga berubah menjadi LDL, lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya, seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang memiliki reseptor untuk LDL.

Sebagian lainnya akan dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR- A) di makrofag dan akan menjadi sel busa. Jika kosentrasi LDL dalam plasma banyak, maka makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag (Kwiterovich 2000).

Gambar 3. Jalur metabolisme kolesterol endogen dan eksogen. HDL= high- density lipoprotein; VLDL = very lowdensity lipoprotein; IDL= intermediatedensity lipoprotein; LDL= low density lipoprotein; LDL- R=low-density lipoprotein receptor. (Sumber : Shepherd 2001).

Sintesis kolesterol melalui metabolisme eksogen (Gambar 4), pada metabolisme ini trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan berlemak masuk ke usus dan dicerna. Selain itu, dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal dari hati yang disekresikan bersama dengan empedu ke usus halus. Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dan hati yang terdapat di usus halus disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida diserap dalam bentuk asam lemak bebas, sedangkan kolesterol diserap sebagai kolesterol. Setelah melewati mukosa usus halus, asam lemak bebas diubah kembali menjadi trigliserida dan kolesterol diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kedua jenis

molekul ini bersamaan dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang disebut kilomikron (Shepherd 2001).

Kilomikron ini kemudian masuk ke saluran limfe dan akhirnya menuju ke aliran darah. Dalam aliran darah, kilomikron dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas diserap oleh endotel pembuluh darah dan dapat disimpan sebagai trigliserida kembali pada jaringan adipose. Namun, bila terdapat dalam jumlah yang banyak, sebagian akan diambil oleh hati untuk membentuk trigliserida hati. Kilomikron sisa yang kaya kolesterol ester disebut kilomikron remnan dan akan dibawa ke hati. Apabila jumlah kilomikron sisa cukup kecil, maka akan menembus permukaan endotelium dari dinding arteri yang dapat menyebabkan pembentukan plak (Shepherd 2001).

Gambar 4. Jalur eksogen pada metabolisme kolesterol. ACAT=acyl CoA:

cholesterol acyltransferase; CE=cholesteryl ester; FC=free cholesterol. (Sumber : Shepherd 2001).

Jalur Reverse Cholesterol Transport

Jalur ini berkaitan dengan metabolisme HDL. HDL dilepaskan sebagai partikel kecil yang miskin kolesterol dan mengandung apolipoprotein (apo) A, C, dan E, selanjutnya disebut HDL nascent. HDL ini berasal dari usus halus dan hati. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag dan kemudian berubah menjadi HDL dewasa (Gambar 3).

Kolesterol yang telah diambil HDL akan diesterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester ini kemudian ditranspor dalam dua jalur. Pertama, jalur ke hati dan ditangkap oleh reseptor HDL. Jalur kedua, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transferase protein (CETP). Fungsi HDL sebagai pembersih kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur, ialah langsung ke hati atau tidak langsung melalui VLDL dan IDL yang akan kembali ke hati (Kwiterovich 2000).

Hiperkolesterolemia

Jumlah kolesterol dalam tubuh diatur dalam suatu perimbangan yang tetap, terutama antara penyerapan kolesterol dari diet, sintesis kolesterol endogen, dan ekskresi dalam feses berupa steroid dan asam empedu. Pada dasarnya, jumlah kolesterol dalam serum juga diatur melalui proses regulasi di atas, walaupun pengambilan dan pembebasan kolesterol jaringan sangat mempengaruhi kolesterol serum. Kadar kolesterol plasma ditentukan oleh berbagai faktor, seperti hormon tiroid, hormon estrogen, penyumbatan aliran empedu, hiperkolesterolemia herediter, dan diabetes mellitus yang tidak terkendali. Diet yang banyak mengandung lemak netral meningkatkan kolesterol plasma, memperpendek masa pembekuan dan menurunkan fibronolitik. Bila lemak jenuh dalam makanan diganti dengan lemak tidak jenuh, kolesterol darah akan menurun dan mempengaruhi terbentuknya pencegahan pembekuan darah (Guyton 1982). Kolesterol merupakan prekursor semua steroid, seperti kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Murray et al. 2003). Kolesterol dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan manusia karena fungsinya sebagai lipid amfipatik dan kompomen strukural esensial yang membentuk membran sel serat lapisan eksterna lipoprotein plasma (Murray et al. 2003).

Kolesterol yang berasal dari makanan memberikan kontribusi sekitar 50% dari kolesterol yang beredar dalam tubuh pada manusia dan sekitar 30% yang beredar pada tikus (Dawson dan Rudel 1999; Osono et al. 1995). Jumlah kolesterol dalam tubuh bergantung pada keadaan individu, dalam masa pertumbuhan atau tidak. Selama masa pertumbuhan, kolesterol banyak terdapat

dalam jaringan baru dan konsentrasi kolesterol tersebut meningkat sesuai dengan pertumbuhan tubuh. Bila pertumbuhan telah mencapai puncak, jumlah kolesterol tubuh ditentukan oleh kesetimbangan antara kolesterol yang masuk dan keluar. Kolesterol yang masuk ke dalam tubuh bersumber pada penyerapan dari usus dan sintesis kolesterol dari berbagai organ tubuh. Kolesterol yang keluar dari tubuh melalui beberapa jalan, ialah kolesterol hati membentuk cairan empedu, dikeluarkan ke dalam usus kemudian dibuang lewat feses, hilang mukosa usus dan kulit, bergabung dengan hormon-hormon steroid, dan dikeluarkan dari tubuh bersama urin (Bijln 2009).

Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan kadar kolesterol di dalam darah melebihi batas yang diperlukan dengan meningkatnya kadar LDL dan kolesterol total. Menurut Herbey et al. (2005) tingginya total kadar kolesterol di dalam serum darah disebabkan perubahan dinding pembuluh darah, peningkatan hipoksia pada jaringan usus besar, perubahan homeostasis sel-sel, umur, hereditas, kesalahan pola makan, gaya hidup, polusi lingkungan, penggunaan alkohol, dan rokok dalam waktu lama. Kadar kolesterol normal dalam plasma orang yang dewasa sebesar 3,1 sampai 5,7 mmol/L atau 120 sampai 220 mg/dL. Adapun keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi kolesterol total lebih dari 240 mg/dL dan LDL-c lebih dari 160 mg/dL (Montgomery et al. 1993).

Konsentrasi kolesterol dalam plasma darah berkorelasi positif dengan risiko terbentuknya aterosklerosis. Konsentrasi kolesterol yang diinginkan untuk menurunkan risiko terbentuknya atersoklerosis pada manusia adalah kolesterol total<200 mg/dL, LDL-c<130 mg/dl dan HDL-c 50-60 mg/dL. Kisaran konsentrasi kolesterol total 200-239 mg/dl dan LDL-c 130-159 mg/dL adalah batas antara keadaan berisiko rendah dan tinggi untuk terbentuknya aterosklerosis (Grundy 1991). Nisbah kolesterol LDL-c/HDL-c dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahtui tingkat aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner (Sitepoe 1993). Nisbah kolesterol LDL-c/ HDL-c yang berisiko tinggi mengidap penyakit jantung koroner adalah ≥ 5 pada pria dan ≥ 4,4 pada wanita. Oleh karena itu, dalam merekomendasikan suatu diet aterogenik lebih ditekankan pada penurunan kadar LDL-c daripada menghindari penurunan HDL-c, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah kolesterol

tidak hanya menurunkan LDL-c tetapi juga menurunkan HDL-c dan demikian pula sebaliknya (Wolf 1994).

Pada penderita hiperkolesterolemia upaya menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh harus dilakukan secara sinergis melalui aktivitas olah raga, diet makanan rendah lemak, penggunaan obat penurun kolesterol, serta pencegahan dan penurunan terjadinya penumpukan kolesterol dengan pangan fungsional penurun kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol oleh obat maupun pangan fungsional ada tiga, yaitu melalui penghambatan terhadap aktivitas enzim pembentuk kolesterol, menghambat pembentukan kolesterol melalui regulasi fungsi garam empedu, serta entrapping kolesterol dengan serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan 10 g serat pangan ke dalam pola makan, risiko penyakit jantung koroner mengalami penurunan sebesar 17-35% (Pereira et al. 2004; Streppel et al. 2008). Faktor risiko penyakit jantung koroner termasuk hiperkolesterolemia, hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus tipe dua. Apabila dengan terapi pengaturan makanan tidak memberikan respons positif, maka diperlukan bantuan dengan terapi obat (Simatupang 1997). Namun, bila mengkonsumsi diet yang mengandung kolesterol dikombinasikan dengan minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mengurangi kolesterol dalam darah (Murray et al. 2003).

Baik manusia maupun hewan yang memperoleh diet kolesterol baik yang tinggi maupun rendah mengekskresikan steroid-steroid dan asam empedu yang berbeda-beda. Tidak semua hewan dapat menstimulasi ekskresi asam empedu yang berasal dari kolesterol yang ada dalam dietnya. Manusia, babi, kelinci dan primata tidak dapat menstimulasi asam empedu dari kolesterol dietnya. Sebaliknya, tikus dan anjing dapat mengekskresikan dengan baik. Efisiensi penyerapan kolesterol pada manusia bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya dengan mengkonsumsi makanan yang sama (Sehayek et al. 1998). Penyerapan kolesterol pada manusia dan primata masing-masing adalah 45% dan 51% (Beynen 1988).

Telur sebagai Sumber Kolesterol

Telur merupakan salah satu bahan makanan produk ternak unggas yang lengkap, serbaguna, dan tersedia. Telur terdiri atas tiga bagian, yaitu kulit telur (egg shell), putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) dengan struktur dan komposisi kimia yang berbeda-beda (Leeson dan Summer 1991). Perbedaan komponen telur tersebut disebabkan oleh jenis dan jumlah yang dikonsumsi, umur unggas, suhu lingkungan, laju produksi telur, dan penyakit (Coutts dan Wilson 1990). Komposisi kimia telur dapat dilihat padaTabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia telur

Komponen Kulit Telur Albumen Kuning Telur

Berat (g) 6,2 - 18,7 Air (%) 1,6 - 48,7 Padatan (%) 98,4 - 51,3 Protein (%) 3,3 10,6 16,6 Karbohidrat (%) - 0,9 1,0 Lemak (%) 0,03 - 32,6 Mineral (%) 95,1 0,6 1,1

Sumber : Leeson dan Summer 1991.

Kuning telur segar mempunyai kadar air 77,44%, kolesterol 66,12% bahan kering, dan -karoten 0,04%, lebih tinggi dibadingkan dengan telur bubuk kering air 4,55%, kolesterol 5,6β%, dan -karoten 0,04% (Indratiningsih 1991). Perbedaan ini karena kolesterol sangat mudah teroksidasi baik oleh sinar, oksigen dan pemanasan. Oleh karena itu, akan terbentuk senyawa kolesterol oksida sebanyak 5 buah dan salah satu di antaranya adalag 5,5-epoksida (Morgan dan Armstong 1987). Kuning telur tidak saja sebagai sumber lemak (35%), tetapi juga sebagai sumber protein yang berkisar antara 15-16% dan vitamin A (40.000 IU per 100 g). Lipid dalam kuning telur tidak bersifat bebas, tetapi terikat dalam bentuk partikel lipoprotein. Lipoprotein kuning telur terdiri atas 85% lemak dan 15% protein. Lemak dari lipoprotein mengandung 20% fosfolipid, 60% trigliserida, dan 5% kolesterol ester (Burley 1987). Komposisi kimia kuning telur terdiri atas air 48,66%, bahan padat 51,34%, bahan organik 50,27%, protein

16,58%, lemak 32,62%, karbohidrat 1,07%, bahan organik 1,07% (Romanoff dan Romanoff 1963).

Kolesterol kuning telur merupakan komponen lemak yang terdiri atas 65,5% trigliserida, 5,2% kolesterol, dan 28,3% fosfolipid (Sirait 1986). Kolesterol yang terdapat pada kuning telur 84% dalam bentuk bebas dan sisanya dalam bentuk ester. Lebih kurang 20% kolesterol dalam bentuk ester pada ayam karena diberikan makanan komersial (Noble 1987). Ayam petelur putih menghasilkan kolesterol telur yang berbeda dibandingkan dengan ayam petelur coklat. Ayam petelur cokelat menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol 17,08 mg/g telur atau 308.29 mg/g kuning telur dengan bobot kuning telur sebesar 18,05 g, sedangkan untuk ayam petelur putih menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol sebesar 17,41 mg/g telur atau sekitar 316.34 mg/g kuning telur dengan bobot kuning telur 18,17 g ( Han dan Lee 1992).

Hati dan ovarium adalah tempat utama dari biosintesis kolesterol pada ayam petelur. Sejumlah kolesterol yang ditemukan dalam kuning telur disintesis dalam hati ayam petelur, ditranspor oleh darah dalam bentuk lipoprotein dan dideposisi untuk perkembangan folikel. Konsentrasi kolesterol plasma secara tidak langsung berhubungan dengan konsentrasi kolesterol telur (Nimpf dan Schneider 1991). Penambahan lemak dalam ransum (minyak nabati dan hewan, kolesterol dan -sitosterol) nyata meningkatkan kolesterol hati, serum, dan kuning telur pada ayam petelur (Han et al. 1993). Kolesterol kuning telur dipengaruhi oleh lipoprotein kaya trigliserida dari ransum yang dikonsumsi dan saat sintesis kuning telur berlangsung (Griffin 1992). Lebih dari 95% kolesterol dari kuning telur bergabung dalam lipoprotein kaya trigliserida, sisanya mengelilingi lipovitelin sebagai protein atau lemak kompleks yang terdiri atas lebih kurang 20% lemak dan 4% kolesterol (Noble 1987).

Minyak Kelapa sebagai Sumber Lemak Jenuh

Sampai saat ini, hasil utama dari tanaman kelapa adalah kopra atau minyak. Komposisi bahan organik dari daging kelapa segar adalah : air (55%), minyak (34%), abu (2,2%), serat (3,0%), protein (3,0%), dan karbohidrat (7,3%) (Banzon dan Velasco 1982). Minyak kelapa merupakan senyawa organik yang

terdiri atas gliserol dan asam lemak yang disebut gliserida, serta larut dalam pelarut minyak atau lemak. Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga asam lemak jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4% trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh. Trigliserida terdiri atas 96% asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut, maka sifat fisikokimia minyak dapat ditentukan dari sifat fisikokimia asam lemaknya. Asam lemak yang menyusun minyak kelapa terdiri atas 80% asam lemak jenuh dan 20% asam lemak tidak jenuh. Hal tersebut menyebabkan minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif dibandingkan minyak lainnya yang mengandung asam lemak jenuh lebih sedikit (Canapi et al. 1996).

Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya yang paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu 45,4−46,4% sehingga sifat fisik dan kimia minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimia dari asam laurat (Tabel 2). Berdasarkan tingkat kejenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod, maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oil, karena bilangan Iod minyak kelapa tersebut berkisar 7,5−10,5% (Ketaren 2005). Sifat-sifat minyak, terutama titik lelehnya bergantung pada susunan asam lemaknya. Tidak seperti minyak lainnya, minyak kelapa mempunyai titik leleh yang tinggi, yaitu 24,4−25,5 °C, karena kandungan asam lemak berberat molekul rendah yang tinggi dibandingkan panjang rantainya (Lawson 1995).

Lipida yang paling banyak terkandung dalam bahan makanan adalah trigliserida atau triasilgliserol. Gliserida ini adalah senyawa ester antara gliserol dan asam lemak. Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang dengan atom karbon C4 sampai C24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal yang terikat pada ujungnya dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Perbedaan asam lemak yang satu dengan yang lainnya terdapat pada panjang rantai hidrokarbon dan dalam jumlah serta letak ikatan rangkapnya. Jika jumlah atom C umumnya genap, maka C16 dan C18 biasanya dominan. Asam lemak jenuh dari C12 sampai C24 bersifat padat, dan mempunyai konsistensi seperti lilin. Sebaliknya asam lemak tidak jenuh pada suhu tubuh bersifat cairan berminyak.

Asam lemak jenuh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh. Asam lemak yang berasal dari minyak kelapa dan kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis minyak tumbuh-tumbuhan lainnya. Minyak kelapa termasuk minyak/lemak jenuh, dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa minyak kelapa memiliki asam lemak jenuh sekitar 92% mulai dari C6 (kaproat) sampai C18 (stearat). Hanya sekitar 8% berupa asam lemak tak jenuh berupa oleat dan linoleat (Gervajio 2005).

Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa (CO) dan minyak inti sawit (PKO)

No Asam Lemak Formula Minyak Kelapa (Coconut Oil-%) Palm Kernel Oil (%) 1 Kaproat C 6H12O2 0,2 - 0,8 0 - 1 2 Kaprilat C 8H16O2 6 - 9 3 - 5 3 Kaprat C 10H20O2 6 - 10 3 - 5 4 Laurat C 12H24O2 46 - 50 44 - 51 5 Misistat C 14H28O2 17 - 19 15 - 17 6 Palmitat C 16H32O2 8 - 10 7 - 10 7 Stearat C 18H36O2 2 - 3 2 - 3 8 Oleat C 18H34O2 5 - 7 12 - 19 9 Linoleat C 18H32O2 1 - 2,5 1 - 2 Sumber: Gervajio 2005. Serat Pangan

Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat pangan terdiri atas total serat pangan (total dietary fiber), yang mencakup serat pangan larut (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber). Serat yang tidak larut dalam air terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang dapat ditemukan pada serelia, kacang- kacangan, sayuran dan buah-buahan; sedangkan yang larut dalam air ialah pektin, agar, karagenan, musilase, dan gum (Carvalho et al. 2009; Viuda-Martos et al. 2010). Klasifikasi serat pangan berdasarkan kelarutannya dalam air dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Klasifikasi serat pangan

Nilai gizi dari serat pangan semula dianggap tidak menyumbangkan energi karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencerna manusia. Akan tetapi, karena serat pangan difermentasikan di dalam kolon dan menghasilkan hidrogen, metana, karbon dioksida, serta asam lemak rantai pendek, seperti propionat, butirat yang dapat diserap, dan menghasilkan sejumlah energi maka serat pangan dapat menghasilkan energi 0-3 kalori per gram (Muir 1999; Silalahi 2000; Lo et al. 1991).

Serat pangan dapat memberikan efek fisiologis dan metabolis karena sifatnya yang dapat larut dalam air, kemampuan mengikat air, viskositas, kemampuan mengikat molekul organik dan inorganik, dan daya cerna atau daya fermentasinya oleh bakteri (Groff dan Gropper 1999). Serat berperan dalam menghambat absorpsi kolesterol yang akhirnya berpengaruh pada penurunan