• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.5. Pemodelan Sistem dan Teknik Analisis

Mengingat kebijakan publik merupakan pengetahuan yang bersifat multidisipliner, maka untuk menghasilkan sintesa yang mendalam dan komprehensif digunakan kombinasi teknik analisis. Hal ini bertujuan untuk mempetajam analisis, meningkatkan mutu rancangan dan minimalisasi bias dalam penelitian. Teknik pemodelan sistem pada penelitian ini menggunakan tiga metode analisis, yaitu interpretative structural modeling (ISM), strategic assumption surfacing and testing (SAST) dan issue management technology (IMT).

Teknik analisis situasional kegiatan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dilakukan dengan pendekatan ratio manfaat terhadap biaya lingkungan, evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan berdasarkan kebijakan yang berlaku. Selain itu, juga dilakukan analisis usaha untuk evaluasi peluang usaha UMK di sekitar lokasi studi. Analisis deskriptif juga digunakan untuk memberikan gambaran dan mendeskripsikan setiap persepsi stakeholders dan masyarakat dalam pengelolaan limbah pertambangan mineral, berupa kebijakan publik dalam kerangka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan serta kemungkinan adanya alternatif kebijakan.

3.5.1. Interpretative Structural Modeling (ISM)

Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model- model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim atau bisa juga dipakai oleh seorang peneliti. Tahapan analisis menggunakan teknik ISM disajikan pada Gambar 13 (Eriyatno 1999).

ISM menganalisis elemen sistem dan menyajikan dalam grafikal setiap hubungan langsung dan tingkat hirarkinya. Elemen sistem dapat berupa objek kebijakan, tujuan organisasi, faktor-faktor penilaian, perihal kebijakan dan lain- lain. Hubungan langsung dapat bervariasi dalam suatu konteks yang mengacu pada hubungan kontekstual, seperti elemen (i) ”lebih baik dari” atau ”adalah keberhasilan melalui” atau ”akan membantu keberhasilan” atau ”lebih penting dari” elemen (j). Langkah-langkah analisis dengan teknik ISM adalah sebagai berikut (Kanungo & Batnagar 2002).

1) Identification of element, yaitu setiap elemen dari suatu sistem akan diidentifikasi dan didaftarkan. Hal ini mungkin akan mensukseskan keseluruhan penelitian, brain storming dan lain-lain.

2) Contextual relationship, yaitu sebuah hubungan kontekstual antara elemen- elemen yang dikembangkan dan tergantung pada obyek model latihan. 3) Structural Self Interaction Matrix (SSIM), yaitu matrik yang menyajikan

persepsi responden dari setiap elemen sampai dengan hubungan langsung antar elemen. Empat simbol yang digunakan untuk menyajikan tipe hubungan tersebut dapat berada diantara dua elemen dari sistem dengan sebuah pertimbangan, keempat simbol tersebut adalah:

V : menyatakan relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untuk

kebalikannya.

A : menyatakan relasi dari elemen Ej sampai Ei, tetapi tidak berlaku untuk

kebalikannya.

X :menyatakan inter-relasi antara elemen Ei dan Ej, dan berlaku untuk

kedua arah

O : merepresentasikan bahwa elemen Ei dan Ej adalah tidak berkaitan.

4) Reachability Matrix (RM), yaitu menyediakan perubahan simbolik SSIM menjadi matrik biner. Penggunaan aturan konversinya adalah sebagai berikut:

Jika relasi Ei sampai Ej adalah V dalam SSIM, maka elemen Eij=1 dan

Eji=0 dalam RM.

Jika relasi Ei sampai Ej adalah A dalam SSIM, maka elemen Eij=0 dan

Eji=1 dalam RM.

Jika relasi Ei sampai Ej adalah X dalam SSIM, maka elemen Eij=1 dan

Eji=1 dalam RM.

Jika relasi Ei sampai Ej adalah O dalam SSIM, maka elemen Eij=0 dan

Eji=0 dalam RM.

Initial RM kemudian memodifikasi untuk menunjukkan semua pencapaian langsung atau tidak langsung, semuanya jika Eij=1 dan Ejk=1 maka Eik=1.

5) Level Partitioning, yaitu melakukan perintah untuk mengklasifikasikan elemen-elemen ke dalam level yang berbeda dari sebuah struktur ISM. Maksudnya dua set digabungkan dengan setiap elemen Ei dari sistem.

Reachability Set (Ri) adalah sebuah set dari semua elemen dapat dicapai

dari elemen Ei dan Antecedent Set (Ai) adalah set dari semua elemen yang

dapat dicapai Ei.

6) Canonical Matrix, yaitu pengelompokan bersama elemen dalam level yang sama dikembangkan dalam matrik ini. Keberhasilan matrik ini hampir dari segitiga bagian atas elemennya adalah 0 dan segitiga bagian bawah elemennya adalah 1. Matrik ini kemudian digunakan untuk mempersiapkan sebuah digraph.

7) Digraph, yaitu sebuah pola (term) yang diperoleh dari directional graph dan sebagai rujukan adalah sebuah representasi grafikal dari elemen, hubungan langsungnya dan level hirarkinya. Initial graph disediakan dalam basis

canonical matrix. Ini kemudian dipendekkan melalui pemindahan semua transitivitas menjadi bentuk digraph akhir.

8) Model Structural, yaitu model ISM yang dihasilkan melalui pemindahan semua nomor elemen dengan deskripsi elemen yang aktual. Oleh karena itu, ISM dapat memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai sebuah sistem dari elemen dan aliran hubungannya.

Tidak Ya Program

Uraikan program menjadi perencanaan program

Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen

Tentukan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen

Susunlah SSIM untuk setiap elemen

Bentuk Reachability Matrix setiap elemen

Uji matriks dengan aturan transivity

OK? Modifikasi SSIM

Tentukan level melalui pemiilihan

Susun ISM dari setiap elemen

Ubah RM menjadi format lower triangular RM

Susun digraph dari lower triangular

Tetapkan Drive dan Drive Power setiap sub elemen

Tentukan rank dan hirarki dari subelemen

Tetapkan Drive Dependence Matriks setiap elemen

Plot Subelemen pada empat sektor

Klasifikasi subelemen pada empat peubah kategori

Gambar 13. Diagram Teknik ISM (Saxena, 1992)

3.5.2. Strategic Assumption Surfacing and Testing (SAST)

SAST sebagai salah satu teknik analisis dalam pemikiran sistem lunak (soft systems thinking), karena menekankan pada asumsi yang melatar-belakangi

kejadian dibanding dengan memperhatikan rancangan dan sistem yang efisien. Konsekuensinya model SAST memiliki ciri memakai pemikiran sistem bebas (tidak terikat) atau bersifat melawan (tidak selalu sama) dan mencakup pendekatan sistem multidimensional. Dengan demikian teknik SAST sangat membantu untuk membuka asumsi kritis yang melandasi kebijakan, rencana atau strategi (Mason & Mitroff 1981).

Menurut Mason dan Mitroff (1981) tahapan yang dilakukan dalam teknik SAST untuk merumuskan alternatif asumsi yang menjadi dasar penyusunan kebijakan adalah sebagai berikut:

1) Tahap pembentukan kelompok (group formation), bertujuan membentuk kelompok dengan melibatkan pihak-pihak yang memahami masalah dalam kebijakan lingkungan hidup dan pertambangan. Pihak yang terlibat adalah pakar kebijakan, pakar lingkungan hidup, pakar pertambangan, praktisi lingkungan dan pertambangan.

2) Tahap pengedepanan (memunculkan) asumsi (assumption surfacing), dimaksudkan untuk menggali berbagai asumsi yang paling signifikan melalui diskusi kelompok untuk mendukung kebijakan dan strategi yang diinginkan. Dalam tahap ini peserta melakukan analisis melalui focus group discussion (FGD) terhadap perilaku perusahaan pertambangan mineral dalam hal penerapan pengelolaan lingkungan bio-fisik, pelaksanaan kebijakan yang ada, pemberdayaan masyarakat dan peran serta pemerintah, sehingga diperoleh asumsi-asumsi dasar yang secara signifikan berpengaruh terhadap penyusunan kebijakan.

Selanjutnya hasil analisis berupa alternatif asumsi dinilai tingkat kepentingan dan kepastiannya dengan menggunakan teknik peringkatan asumsi yang melibatkan beberapa pakar. Pada penerapan teknik peringkatan asumsi diajukan pertanyaan kepada masing-masing pakar tentang tingkat kepentingan asumsi tersebut terhadap keberhasilan dan kegagalan strategi yang dimaksud (memakai skala jawaban “paling tidak penting” sampai “paling penting”) dan tingkat keyakinan bahwa asumsi tersebut dapat dibenarkan (memakai skala jawaban “paling tidak pasti” sampai paling pasti).

3) Tahap pembahasan dialektik, dimaksudkan untuk mengungkapkan kasus- kasus yang diinginkan melalui diskusi pakar. Proses ini dilakukan melalui

perdebatan terbuka untuk membahas: (a) asumsi-asumsi mana yang berbeda, (b) asumsi-asumsi mana yang diberi peringkat berbeda, dan (c) asumsi-asumsi mana yang dianggap oleh setiap anggota kelompok sebagai asumsi yang paling bermasalah. Proses modifikasi asumsi ini tetap berlanjut selama masih dapat dicapai kemajuan melalui perdebatan terbuka.

4) Tahap sintesis, untuk mencapai kompromi atas asumsi-asumsi yang dapat menghasilkan strategi baru yang harus mampu menjembatani atau mengungguli strategi lama.

3.5.3. Issue Management Technology (IMT)

Dalam merumuskan model konseptual dari suatu kebijakan publik, maka pada proses pengembangan dapat menggunakan:

1) Skenario kebijakan yang kemudian diuji melalui expert judgment dengan memperhitungkan inconsistency index.

2) Teknik IMT (Issue Management Technology) untuk memplot pada matrik kebijakan.

Teknik IMT makin banyak digunakan dengan menfaatkan FGD atau tim-inti (expert panel) dengan tahapan penyusunan analisa perihal dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan 5-10 perihal yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi realisasi tujuan serta memenuhi kriteria logika kritis,

2) Setiap perihal dispesifikasikan sejelas mungkin dan dijauhkan dari perihal yang semua ataupun penyelesaiannya pada tahap ini (umumnya digunakan kalimat tanya mengapa),

3) Jelaskan alasan dan nalar dari pemilihan setiap perihal, 4) Lakukan debat tentang posisi prioritas setiap perihal,

5) Sesuaikan setiap perihal dengan tujuan, strategi dan tindakan kemudian didiskripsikan setiap tindakan dalam setiap kotak pada matriks perihal. Setelah langkah tersebut selesai, para pengambil keputusan diharapkan telah mendapatkan snapshots dari seluruh permasalahan. Makin terlambat suatu perihal diidentifikasikan posisinya, semakin mahal dan sulit dalam penyelesaiannya. Dengan demikian, IMT memberikan solusi agar dimungkinkan bolak-balik antara kerja jangka pendek dengan sasaran jangka panjang dalam penetapan prioritas, dimana fokus diarahkan pada kotak tindakan segera.

3.5.4. Analisis Usaha

Analisis usaha dinilai berdasarkan analisis keuangan dan ekonomi yang memperbandingkan investasi dan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat atau nilai-tambah (value added) yang dihasilkan dari suatu usaha. Biaya dan manfaat diidentifikasikan, diperbandingkan kemudian keduanya harus dinilai. Analisis keuangan dan ekonomi menggunakan asumsi bahwa harga merupakan gambaran nilai (value) (Gittinger 1986).

Penilaian hasil usaha mikro dan kecil (UMK) biasanya dilakukan secara sederhana sehingga memudahkan pemahaman pengusaha. Oleh karena itu perhitungan laba/rugi dilaksanakan dengan metode cash-basis, artinya penerimaan (cash in) diperlakukan sebagai pendapatan (sales), demikian pula pengeluaran (cash out) diperlakukan sebagai biaya (cost). Metode ini tidak sempurna namun mampu memberikan gambaran prospek usaha yang dianalisis. Analisis penilaian tingkat laba usaha dilakukan dengan perhitungan:

% 100 x Penjualan Biaya Penjualan Usaha Laba = −

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah pembandingan antara Present Value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif terhadap PV total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt-

Ct bersifat negatif. Persamaan yang digunakan dalam menghitung Net B/C

adalah:

[

]

[

]

= = < + > = n 1 t t t n 1 t t t t 0 Ct - (Bt untuk ) i 1 ( ) C - (B 0 Ct) - (Bt untuk i) - 1 ( ) C - B ( C / B Net

Jika Net B/C > 1 maka proyek dinyatakan layak, jika Net B/C = 1, maka proyek mencapai titik impas dan jika Net B/C < 1 maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dikembangkan.

Pay Back Period (PBP) digunakan guna menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang ditanamkan. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan. Persamaan yang digunakan guna menghitung PBP adalah :

tahun 1 x Periodik Penerimaan Awal Investasi PBP=

Break Even Point (titik Pulang Pokok) menunjukkan tingkat penjualan perusahaan yang tidak menghasilkan untung maupun menimbulkan kerugian. Rumus yang digunakan adalah:

Penjualan) Jumlah / Variabel Biaya - (1 Tetap Biaya BEP=

Melalui beberapa analisis tersebut di atas, kemudian dapat dinilai dan disimpulkan prospek usaha mikro dan kecil (UMK) di lokasi studi.