• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. ANALISIS SITUASIONAL

4.2. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Mod-ADA

Modified Ajkwa Deposition Area (Mod-ADA) atau modifikasi daerah pengendapan Ajkwa adalah daerah yang direkayasa dan dikelola untuk pengendapan limbah pertambangan mineral tembaga yang berupa pasir sisa tambang. Aliran air di lokasi pengendapan diteruskan ke daerah muara sampai dengan laut Arafura seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Pengelolaan pasir sisa tambang dan sungai merupakan salah satu upaya untuk pengendalian kualitas air, pengaturan aliran dan pengendapan pasir sisa tambang agar tidak terjadi degradasi lingkungan wilayah pengendapan.

Lahan yang digunakan sebagai daerah pengendapan Mod-ADA seluas kurang lebih 230 km2 yang dibatasi oleh tanggul barat dan timur. Pada akhir

masa pertambangan, ketinggian tanggul diperkirakan mencapai 20-25 m pada daerah-daerah dengan pengendapan paling tinggi. Namun rata-rata pengendapan terjadi pada ketinggian tanggul tidak melebihi 5-10 m (PTFI 2006). Oleh karena itu, dilakukan evaluasi terhadap jumlah sedimen yang diendapkan dan ditransportasikan melalui Mod-ADA. Evaluasi didasarkan pada perkiraan debit aliran dan pengukuran banyaknya konsentrasi sedimen yang tersuspensi yang dialirkan melalui saluran keluar timur dari Mod-ADA dan saluran keluar barat. Pembangunan bronjong (gabion groundsill layer) pertama pada tahun 2006 meningkatkan pengendapan secara signifikan. Sejak Januari 1997 setelah selesai pembangunan tanggul timur dan terbatasinya semua aliran ke arah muara Sungai Ajkwa, secara kumulatif telah terendapkan sekitar 85 persen sedimen di dalam Mod-ADA (PTFI 2007).

Jumlah pasir sisa tambang yang mencapai 230.000 ton per hari dengan aliran yang terus menerus dapat menyebabkan perubahan kondisi air dan tanah di daerah pengendapan. Untuk itu, dalam kaitan pelaksanaan RKL-RPL, perusahaan pertambangan melakukan pemantauan lingkungan daerah dataran rendah, dimana pasir sisa tambang diendapankan. Kegiatan pemantauan lingkungan diantaranya dilakukan untuk pemantauan kualitas air permukaan seperti air sungai dan muara, serta kualitas air tanah (sumur sumber air).

Gambar 16. Citra satelit daerah Mod-ADA pada September 2007 (PTFI 2007).

Selain itu, pertambangan PTFI berada di daerah dengan rata-rata curah hujan yang tinggi, yaitu sebesar 6.793 mm. Sepanjang tahun 2007 jumlah hari hujan di daerah pertambangan sebesar 338 hari, dataran tinggi adalah 348 hari, dataran rendah sebesar 319 hari dan daerah pelabuhan Amamapare selama 235

hari (Tabel 9). Suhu udara di daerah pertambangan berkisar antara 1oC sampai

12,8oC dengan rata-rata 5,8oC.

Tabel 9. Curah hujan dan suhu udara di daerah pertambangan PTFI (2007) Stasiun Total curah hujan (mm) Suhu udara (oC)

Daerah tambang 253,4 6,0

Pabrik pengolahan bijih 388,2 11,1

MP50 1.147,8 21,4 Kuala Kencana 700,8 26,4 Timika 448,6 26,4 Pelabuhan Amamapare 134,6 27,5 MP21 226,6 27,1 Sumber: PTFI (2007)

Dalam RKL-RPL tahun 2007, pengelolaan dan pemantauan kualitas air dilakukan pada sungai pengaliran pasir sisa tambang di dataran rendah, yaitu: 1) hilir Sungai Ajkwa yang dialiri pasir sisa tambang, 2) hilir Sungai Minajerwi sebelum bertemu dengan Sungai Ajkwa yang pernah dialiri pasir sisa tambang sebelum tahun 1997, 3) bekas anak Sungai Ajkwa yang menerima aliran pasir sisa tambang dalam jumlah sedikit, 4) hilir Sungai Kamora sebagai sungai acuan, 5) hilir Sungai Minajerwi, pernah dialiri pasir sisa tambang pada tahun 1990 hingga Januari 1997, 6) hilir Sungai Mawati sebagai sungai acuan, dan 7) hilir Sungai Otakwa sebagai sungai acuan.

Hasil pemantauan kualitas air sungai yang dialiri pasir sisa tambang dan sungai acuan berdasarkan RKL-RPL tahun 2007 disajikan pada Lampiran 23 dan Lampiran 24. Pengaliran pasir sisa tambang di sungai menyebabkan perubahan kualitas air sampai ambang batas tertentu. Perubahan kualitas air dipengaruhi oleh derajat keasaman yang dinyatakan dalam satuan pH. Makin rendah nilai pH, makin tinggi derajat keasamannya, sedangkan pH 7 menunjukkan netral dan pH diatas 7 bersifat basa (Sumarwoto 2004). Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dialiri pasir sisa tambang pada Gambar 17 terlihat bahwa nilai pH air dalam kategori normal, karena masih di antara ambang batas baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 2005 2006 2007 Tahun p H

Batas bawah Batas atas

Baku Mutu (batas bawah) Baku Mutu (Batas atas) Gambar 17. pH air sungai aliran pasir sisa tambang

Padatan tersuspensi total dalam air sungai yang dialiri pasir sisa tambang dan sungai acuan disajikan pada Lampiran 23 dan Lampiran 24. Berdasarkan RKL-RPL tahun 2007, di lokasi pemantauan kisaran padatan tersuspensi total untuk batas atas lebih besar nilai baku mutu air, sedangkan pada sungai acuan nilainya berkisar antara lebih kecil 1 mg/l sampai dengan 731 mg/l dari nilai baku mutu air. Hal ini disebabkan adanya limbah pasir sisa tambang yang memiliki ukuran partikel kecil sekitar 2-63 µm. Dengan ukuran partikel tersebut pasir sisa tambang perlu dilakukan pengendapan agar tidak terbawa ke daerah estuari. Adanya lumpur di daerah perairan menyebabkan penurunan laju fotosintesis fitoplankton. Karena fitoplankton merupakan permulaan rantai makanan dari seluruh mata rantai makanan perairan terpengaruh, sehingga keseimbangan habitat terganggu secara fisik dan biologik.

Salah satu logam terlarut dalam air yang berbahaya adalah Arsen (As). Pada lokasi pemantauan kandungan logam Arsen lebih kecil 0,002 mg/l sampai dengan 0,008 mg/l lebih kecil dari nilai baku mutu air, demikian juga pada sungai acuan (Lampiran 24) nilainya berkisar antara lebih kecil 0,002 mg/l sampai dengan 0,005 mg/l. Kandungan logam lainnya seperti raksa (merkuri) juga terdapat dalam air sungai pasir sisa tambang tetapi dengan jumlah yang kecil di bawah baku mutu. Merkuri biasanya banyak digunakan dalam pertambangan informal untuk mengikat emas dalam bentuk amalgam. Prosesnya dilakukan dengan pemanasan agar mineral berharga dalam amalgam terpisah dari bahan pengotornya. Dalam air sungai yang dialiri dengan pasir sisa tambang

menunjukkan bahwa kandungan raksa lebih kecil dari 0,0003 mg/l. Nilai tersebut jauh lebih kecil dari baku mutu sebesar 0,002 mg/l. Berdasarkan hasil wawancara dengan pertambangan informal tidak ditemukan upaya penggunaan raksa (merkuri) untuk penambangan emas di sungai aliran pasir sisa tambang. Menurut Sumarwoto (2004) merkuri dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Penambangan emas dapat mengalami keracunan uap merkuri dan merkuri anorganik. Uap merkuri merusak sistem syaraf dan ginjal serta dalam dosis yang tinggi merkuri anorganik dapat menyebabkan kematian.

Pemantauan kualitas air juga dilakukan di lokasi muara yang dialiri pasir sisa tambang. Lokasi pemantauan menurut RKL-RPL 2007 meliputi muara Sungai Ajkwa dan Minajerwi yang pernah dialiri pasir sisa tambang serta muara acuan di lokasi muara Tipoeka, Kamora, Mawati dan Otakwa. Berdasarkan hasil pemantauan tiga tahun terakhir seperti disajikan dalam Lampiran 26 dan ditunjukkan pada Gambar 18. Kualitas air muara belum ada ketentuan yang baku. Jika nilai pH air muara sungai pasir sisa tambang dibandingkan dengan ambang batas menurut PP No.82 tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, nilai tersebut masih sesuai ketentuan. Demikian juga, untuk kandungan tembaga terlarut dalam air muara sungai pasir sisa tambang belum ada ketentuan ambang batasnya. Hasil pemantauan menunjukkan kandungan tembaga terlarut mencapai 0,025 mg/l, sedangkan pada air muara acuan mencapai 0,0098 mg/l jauh lebih kecil dari baku mutu air.

5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 2005 2006 2007 Tahun p H

Batas bawah Batas atas

Batas bawah baku mutu Batas atas baku mutu

Tujuan pengelolaan pengendapan pasir sisa tambang di lokasi yang sudah ditentukan peruntukannya, yaitu Mod-ADA adalah mengkondisikan proses pengendapan terjadi di lokasi yang ditentukan tersebut. Air aliran sungai dapat diteruskan sampai muara menuju ke lautan dengan kandungan polutan yang minimal sesuai ketentuan yang berlaku. Pada pemantauan muara sungai pasir sisa tambang (Gambar 19) terlihat bahwa padatan tersuspensi total lebih kecil dari baku mutu air, demikian juga di lokasi muara acuan pada tahun 2006 mencapai 105 mg/l. - 200 400 600 800 1,000 1,200 2005 2006 2007 Tahun P a d a ta n t e rs u s p e n s i to ta l (m g /L )

Batas bawah Batas atas Baku Mutu

Gambar 19. Padatan tersuspensi total dalam air muara sungai pasir sisa tambang

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Pelestarian fungsi air perlu dilakukan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, kualitas air tawar dikelompokan menjadi 4 kelas. Dalam kasus pengelolaan kualitas air di lokasi pertambangan mineral, Kabupaten Mimika-Papua, acuan kualitas air pada kelas 2 yaitu air yang digunakan untuk perikanan, peternakan, perkebunan dan rekreasi.

Selain itu, penggunaan air untuk minum harus memenuhi kualitas dengan baku mutu yang lebih ketat. Pemantauan pasokan air minum di daerah dataran rendah didasarkan pada baku mutu kualitas air bersih menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990. Berdasarkan ketentuan tersebut, kualitas air bersih sumur pemasok air minum untuk karyawan perusahaan pertambangan memiliki rata-rata pH di antara 6,5 – 9 (Gambar 20).

Menurut RKL-RPL tahnu 2007, padatan terlarut total tidak melebihi ambang batas baku mutu air bersih sebesar 1.500 mg/l. Hal ini berarti sumber air minum karyawan tidak tercemar oleh partikel tanah yang berasal dari erosi atau partikel-partikel pasir sisa tambang (Gambar 21).

5 6 7 8 9 10 2005 2006 2007 Tahun p H

Batas bawah Batas atas

Baku mutu batas bawah Baku mutu batas atas Gambar 20. pH air sumur pemasok air minum karyawan

5 205 405 605 805 1,005 1,205 1,405 1,605 2005 2006 2007 Tahun P a d a ta n t e rl a ru t to ta l (m g /L )

Batas bawah Batas atas Baku Mutu

Gambar 21. Padatan terlarut total dalam air sumur pemasok air minum karyawan

Perusahaan pertambangan juga harus memiliki komitmen menjaga kualitas air kebutuhan masyarakat sekitar dengan pemantauan sumber air

minum masyarakat. Lokasi pemantauan dilakukan di sumur artesis di Desa Iwaka, Nayaro dan Banti. Berdasarkan pemantauan pH sumur pengamatan (Gambar 22) menunjukkan bahwa batas bawah kisaran analisis lebih kecil dari baku mutu, sedangkan batas atas berada di antara baku mutu air. Hal ini berarti kualitas air sumber air minum masyarakat bersifat asam yang dapat menyebabkan kerusakan biologik kehidupan organisme yang peka tehadap pH. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengapuran untuk meningkatkan pH menjadi normal. 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 2005 2006 2007 Tahun p H

Batas bawah Batas atas

Batas bawah baku mutu Batas atas baku mutu Gambar 22. pH sumber air bagi masyarakat

Padatan terlarut total sumber air bagi masyarkat lebih kecil dari baku mutu air (Gambar 23). Lampiran 24 menunjukkan parameter kualitas air sumur secara keseluruhan dalam kondisi layak, tetapi tingkat kekeruhannya lebih besar dari baku mutu yang dipersyaratkan. Dengan demikian diperlukan teknologi filtrasi dan penjernihan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik.

Pasir sisa tambang yang diendapkan di Mod-ADA mengandung komponen yang dapat membentuk air asam tambang. Hal ini dapat terjadi jika kemampuan pasir sisa tambang membentuk asam lebih tinggi daripada kemampuan untuk menetralkan asam, maka pasir sisa tambang akan berpotensi menurunkan pH air dan meningkatkan kandungan logam-logam terlarut dalam air.

Pengangkutan pasir sisa tambang melalui sistem sungai Agawagon, Otomona dan Ajkwa dapat merubah pola aliran sungai dan mengakibatkan terjadinya erosi badan sungai serta meninggikan permukaan air tanah. Akibat peninggian tersebut dapat menyebabkan banjir, sehingga sistem tanggul sangat

diperlukan. Perubahan air tanah akibat perembesan air dari daerah pengendapan dapat terjadi dan mengakibatkan pencemaran air tanah dan air permukaan karena adanya air asam batuan.

5 205 405 605 805 1005 1205 1405 1605 2005 2006 2007 Tahun P a d a ta n t e rl a ru t to ta l (m g /L )

Batas bawah Batas atas Baku Mutu

Gambar 23. Padatan terlarut total dalam sumber air bagi masyarakat

Hasil pemantauan kualitas air tanah terhadap sumur-sumur di sepanjang sisi tanggul barat dan timur disajikan pada Lampiran 23. Pada tahun 2005 dan 2006 pH air tanah sekitar tanggul Mod-ADA (Gambar 24) batas bawah hasil analisis lebih kecil dari baku mutu air. Hal ini mengindikasikan bahwa air sekitar tanggul bersifat asam akibat perembesan tanggul tersebut. Pada tahun 2007 terlihat terjadi peningkatan pH air sekitar tanggul, artinya upaya pengelolaan pasir sisa tambang dengan sistem tanggul berjalan dengan baik.

5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 2005 2006 2007 Tahun p H

Batas bawah Batas atas

Batas bawah baku mutu Batas atas baku mutu Gambar 24. pH air sekitar tanggul Mod-ADA

Perusahaan pertambangan juga melakukan pemeliharaan lingkungan fisik daerah pengendapan Mod-ADA dengan kegiatan utamanya, yaitu pembuatan gabion atau bronjong kawat berisi batu-batuan yang dibangun sebagai penghambat aliran Pasir sisa tambang (Lampiran 40). Berdasarkan wawancara dengan tim tailing and river management project (TRMP), diperoleh informasi bahwa pelaksanaannya ditargetkan 63.700 unit dengan anggaran sebesar US$ 12,5 juta, sedangkan target pemeliharaan tanggul barat dan timur sepanjang 20 km diperlukan anggaran sebesar US$ 8-12 juta per tahun dari total panjang tanggul barat 50 km dan tanggul timur sepanjang 54 km. Pencapaian target pemeliharaan tanggul pada tahun 2007 sekitar 40 persen (Tabel 10) dengan rincian biaya pembersihan saluran air dan kolam penampungan air disajikan pada Lampiran 8.

Tabel 10. Analisis biaya pengelolaan lingkungan fisik (rehabilitasi) No. Kegiatan Target Tenaga kerja

(orang)

Biaya efektif

1. Pembersihan

saluran air dan kolam 1.421 ha 6 92.008.641 Rp/ha 2. Pembuatan gabion/bronjong 63.700 unit 50 12.5000.000 US$ 3. Pemeliharaan Tanggul 20 km 250 8.000.000 – 12.000.000 US$/tahun

Pengelolaan lingkungan fisik juga dilakukan dengan penguatan sistem stabilisasi tanggul. Upaya pengelolaan tanggul tersebut untuk mengurangi tingkat kerusakan atau kegagalan fungsi tanggul. Pengelolaan stabilitas tanggul dilakukan dengan pembuatan konstruksi tanggul yang kuat dan tahan terhadap tekanan aliran pasir sisa tambang dan erosi. Menurut Asosiasi Pertambangan Canada (The Mining Association of Canada) (1998) bahwa petunjuk fasilitas pengelolaan pasir sisa tambang adalah komplek dan tempat yang khusus, melibatkan pengaturan lingkungan yang unik dan karakteristik fisik.

Untuk itu, kegiatan pengelolaan tanggul dengan peninggian dan pelebaran berfungsi untuk memelihara tinggi permukaan air dan pasir sisa tambang agar tidak meluap ke luar wilayah pengendapan. Pembuatan konstruksi tanggul dilakukan dengan meninggikan dan melebarkan tanggul serta membuat dan memperbaiki krib penahan erosi pada kaki tanggul. Selain itu, juga dibuat permeabel dikes untuk meningkatkan retensi sedimen di wilayah pengendapan.

Konstruksi tanggul dibuat dari material padatan dan batu-batuan, sampai dengan tahun 2007 material yang digunakan mencapai 35,08 juta m3 yang terdiri atas 20,35 juta m3 untuk tanggul barat, 14,11 juta m3 untuk tanggul timur, 0,62 juta m3 untuk Monitoring Access (MA) di lokasi pembuatan gabion serta 2,57 juta

m3 untuk perbaikan erosi kecil dan penurunan/perluasan tempat pengambilan

material (PTFI 2007). Peningkatan konstruksi tanggul juga dilakukan dengan penanaman rumput Phragmintes karka sp yang dapat menahan erosi dan meningkatkan pengendapan Pasir sisa tambang. Untuk meningkatkan sedimentasi di wilayah pengendapan dibangun gabion (konstruksi kawat bronjong) dengan arah melintang di antara dua tanggul (tanggul barat dan timur) sepanjang 2 km dengan konstruksi setebal 50 cm dan lebar 8 m.

Untuk mengoptimalkan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan Mod-ADA, perusahaan pertambangan mengalokasi dana operasional yang tinggi. Gambar 25 menunjukkan bahwa alokasi dana pengelolaan pasir sisa tambang dan aliran sungai sebesar 14,11 persen serta anggaran pemantauan lingkungan sebesar 3,83 persen dari total anggaran kegiatan lingkungan. Proporsi anggaran kegiatan lingkungan sebesar 27,62 persen dari total anggaran pengelolaan dan pemantauan lingkungan, rincian alokasi dana kegiatan lingkungan disajikan pada Lampiran 30.

51.1%

1.8% 13.9%

9.6%

16.3% 7.3%

Pengelolaan sirsat dan sungai Penanganan aliran air asam batuan Pemantauan lingkungan Reklamasi

Pelayanan perkotaan Modal lingkungan

Gambar 25. Alokasi dana kegiatan lingkungan (PTFI 2007)