• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN

6.5. Prioritas Tindakan Solusi Dampak Lingkungan

Dalam menghadapi persoalan lingkungan pertambangan mineral yang kompleks transparansi informasi diperlukan sebagai masukkan, namun penyediaan informasi sangat sulit karena tingginya kompleksitas faktor yang berinteraksi satu sama lainnya. Oleh karena itu, pengambil keputusan membutuhkan mekanisme yang praktis untuk menghasilkan kebijakan yang tepat, berdayaguna serta mampu berperan dalam formulasi strategi maupun pengambilan keputusan yang cepat.

Menurut Salya (2006) diperoleh kesepakatan dalam penentuan matrik perihal solusi sebagai berikut:

1) Dampak (lajur mendatar), yaitu strata penilaian solusi terhadap dampak diukur berdasarkan atas dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan kepada masyarakat. Semakin tinggi klasifikasi yang diberikan maka makin tinggi resiko dampak yang akan diberikan kepada masyarakat. Dengan demikian, orientasi penilaian dampak ini adalah upaya meminimumkan (how to minimize) dampak sosial dan ekonomi suatu solusi kebijakan terhadap masyarakat.

2) Kepentingan (kolom menurun), yaitu strata penilaian terhadap kepentingan yang diukur berdasarkan atas manfaat yang dapat diterima masyarakat akibat dari suatu kebijakan. Semakin mendesak tingkat kepentingan perihal yang diidentifikasi, semakin besar manfaat yang diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, orientasi penilaian kepentingan adalah upaya memaksimalkan (how to maximize) manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kebijakan yang diambil pemerintah.

Berkembangannya isu pencemaran yang disebabkan oleh pengaliran limbah pasir sisa tambang melalui aliran sungai dan pengendapan dengan jumlah yang sangat besar, serta adanya anggapan bahwa pasir sisa tambang beracun dan tidak dapat dimanfaatkan. Isu lain yang berkembang sampai saat ini adalah pelaksanaan CSR oleh perusahaan yang belum optimal dan tidak diarahkan pada upaya-upaya pengelolaan lingkungan.

Berdasarkan FGD terhadap isu-isu yang berkembang tersebut diperoleh 10 (sepuluh) perihal. Perihal yang terkait dengan isu lingkungan, yaitu: (1) reklamasi lahan pengendapan pasir sisa tambang, (2) pengendalian pasir sisa tambang pada aliran sungai dengan river training, (3) penyesuaian Perda dengan manajemen Lingkungan Mod-ADA. Sementara itu, perihal isu ekonomi yang merupakan bagian dari upaya solusi terhadap dampak pengelolaan lingkungan pertambangan mineral, yaitu: (1) pembangunan pabrik pengolahan limbah pasir sisa tambang untuk meningkatkan nilai tambah seperti semen, (2) pengembangan Usaha Mikro Lingkungan (UML), (3) penataan Pertambangan Informal (PI), dan (4) penguatan program kredit mikro untuk UMK lokal. Sedangkan perihal isu sosial kemasyarakatan yang terkait dengan solusi dampak

lingkungan, yaitu: (1) optimalisasi program CSR, (2) pembentukan Lembaga Masyarakat Lokal (LML) untuk pengelolaan lingkungan, (3) penguatan kegiatan peningkatan kesadaran dan partisipasi dalam pengelolaan lingkungan.

Tabel 34. Matrik perihal solusi untuk dampak lingkungan

Dampak Kepentingan/

Manfaat

Rendah Cukup Tinggi

Rendah - - -

Ada

-

1. Pengendalian pasir sisa tambang pada aliran sungai dengan river training

2. Pengembangan Usaha Mikro Lingkungan (UML) 3. Penguatan kredit mikro

untuk UMK lokal 4. Pembentukan Lembaga Masyarakat Lokal (LML) untuk pengelolaan lingkungan 5. Penguatan kegiatan peningkatan kesadaran dan partisipasi terhadap lingkungan 1. Reklamasi lahan pengendapan pasir sisa tambang 2. Penyesuaian Perda dengan manajemen lingkungan Mod-ADA Mendesak - 1. Penataan Pertambangan Informal 2. Optimalisasi program CSR Pembangunan industri pengolahan pasir sisa tambang untuk meningkatkan nilai tambah seperti semen

Masing-masing dampak dan manfaat dari ketiga kelompok perihal tersebut dibagi dalam 3 tingkat penilaian. Penilaian dampak yang ditimbulkan dengan tingkat nilai, yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Penilaian tingkat kepentingan atau manfaat kebijakan pada masyarakat dengan tingkat penilaiannya, yaitu: rendah, ada dan mendesak. Berdasarkan indepth interview dengan pakar dan perdebatan perihal untuk mendapatkan solusi dampak lingkungan dengan tindakan yang logis (Lampiran 22). Melalui perbandingan dengan kotak tindakan (Tabel 34) maka penyelesaian untuk dampak lingkungan dapat disampaikan bahwa tindakan segera adalah pembangunan industri pengolahan pasir sisa tambang seperti industri semen.

Dalam proses akuisis pengetahuan, pola pikir dan pendapat para pakar dalam mengisi setiap solusi permasalahan dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Reklamasi lahan pengendapan pasir sisa tambang dan penyesuaian Perda dengan manajemen lingkungan Mod-ADA.

Solusi ini ditujukan untuk memulihkan ekologi lingkungan pertambangan mineral melalui suksesi alami yang didukung dengan revegetasi. Dalam pelaksanaan reklamasi tersebut dilakukan konsensus Perda dan kebijakan perusahaan dalam manajemen lingkungan Mod-ADA.

(2) Pengendalian pasir sisa tambang pada aliran sungai dengan river training, pengembangan usaha mikro lingkungan (UML), penguatan kredit mikro untuk UMK lokal, pembentukan lembaga masyarakat lokal (LML) untuk pengelolaan lingkungan dan penguatan kegiatan peningkatan kesadaran dan partisipasi terhadap lingkungan.

Solusi ini ditujukan untuk mencegah kerusakan lahan di wilayah pengendapan dan meningkatkan proses sedimentasi pasir sisa tambang di wilayah peruntukannya. Kegiatan pengendalian pasir sisa tambang dapat menumbuhkan usaha produktif sehingga mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan pertambangan. Pembentukan kelembagaan masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan berfungsi untuk sosialisasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta mediasi peran serta masyarakat dalam kegiatan lingkungan.

(3) Penataan pertambangan informal serta optimalisasi program CSR.

Solusi tersebut ditujukan untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan adanya aktivitas pertambangan informal, karena penggunaan teknologi sederhana yang tidak ramah lingkungan. Penataan pertambangan juga digunaka untuk mengalihkan menjadi usaha produktif lainnya yang dapat menjalin kemitraan dengan perusahaan pertambangan. Penataan dimaksudkan secara substansial menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah-wilayah tersebut. Karena kebanyakan operasi penambangan menimbulkan kerusakan lingkungan atau tata ruang penggunaan lahan serta mengabaikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

Solusi optimalisasi program CSR ditujukan untuk mengarahkan alokasi dana CSR dalam kegiatan pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini untuk mengurangi keresahan, kesenjangan dan menumbuhkan kepedulian masyarakat.

(4) Pembangunan pabrik pengolahan pasir sisa tambang untuk meningkatkan nilai tambah.

Solusi ini ditujukan untuk mengurangi keresahan masyarakat terhadap anggapan pasir sisa tambang (Lampiran 34) yang mengandung racun dan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Menurut LAPI ITB (2006) menyatakan bahwa limbah pasir sisa tambang memiliki prospek sebagai bahan dasar pembuatan material seperti mortar struktur (beton) cetak setempat dan pracetak, semen portland (bahan pengikat), kaca, polymer modified tailing-asbuton sheet (bahan pembuat jalan), dan material lainnya. Keunggulan beton pasir sisa tambang adalah: 1) hemat waktu pelaksanaan, 2) dimensi lebih ekonomis, 3) tanpa perawatan rutin, 4) tidak memerlukan penulangan susut, 5) modulus elastisitas lebih rendah sehingga tahan retak, 6) dapat dibuat tanpa agregat kasar sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah termasuk yang sulit dijumpai batu, 7) dapat diaplikasikan sebagai material gedung, jalan, dermaga, pelabuhan udara dan pengairan, serta 8) lebih murah daripada beton biasa. Keunggulan teknik beton pasir sisa tambang memiliki kekuatan tekan yang lebih tinggi dibandingkan beton konvensional (Gambar 60).

Berdasarkan sertifikasi pengujian Departemen PU tahun 2004 terhadap pasir sisa tambang sebagai bahan campuran beton di Kabupaten Mimika dinyatakan bahwa bahan pasir sisa tambang dapat digunakan sebagai bahan campuran beton dengan menggunakan bahan tambahan yang berupa polimer JDB-CTPMC 30. Komposisi beton pasir sisa tambang dalam meter kubik yang disarankan adalah: semen maksimal 450 kg, polimer 10 liter, WCF 0,58 dan sisanya bahan pasir sisa tambang. Beton pasir sisa tambang dengan komposisi tersebut dinyatakan layak digunakan sebagai beton struktur (LAPI ITB 2006).

Berdasarkan kajian LAPI ITB (2006) perbandingan biaya pembuatan beton untuk aplikasi jalan di Timika menunjukkan bahwa beton biasa dengan komposisi semen 30 persen, pasir 30 persen dan kerikil 40 persen diperlukan biaya sebesar Rp 1,5 juta/m3, sedangkan beton pasir sisa

tambang (mortar struktur) dengan komposisi semen 29,4 persen, polimer 0,6 persen dan pasir sisa tambang 70 persen kebutuhan biayanya sebesar Rp 0,8 juta/m3.

y = 5.194Ln(x) + 11.894 R2 = 0.9803 y = 12.146Ln(x) + 12.11 R2 = 0.994 0 10 20 30 40 50 60 0 5 10 15 20 25 30 umur (hari) K e k u a ta n t e k a n ( M p a )

Beton Sirsat Beton Biasa

Gambar 60. Perbandingan Kekuatan tekan beton

Pendapat pakar terhadap perihal pembangunan industri pengolahan pasir sisa tambang seperti semen tersebut, dinyatakan bahwa 67 persen berpendapat upaya tersebut dapat meningkatkan nilai tambah limbah pertambangan mineral. Oleh karena itu, upaya tersebut mengurangi dampak negatif terhadap degradasi kualitas lingkungan pengendapan pasir sisa tambang. Dilihat dari tingkat kepentinganya, 60 persen pakar dalam FGD menyatakan bahwa perihal tersebut mendesak untuk dilakukan sebagai solusi untuk dampak lingkungan.

Solusi dampak lingkungan dengan pembangunan industri pengolahan pasir sisa tambang sebagai bahan baku semen perlu memperhatikan kemungkinan dampak lingkungan. Selain nilai ekonomisnya, rencana pengembangan industri semen perlu memperhatikan kebijakan yang ada. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 mengenai jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Berdasarkan ketentuan tersebut, industri semen merupakan proses produksi klinker dengan kegiatan yang bersatu dengan kegiatan pertambangan, dimana terdapat proses penyiapan bahan baku, penggilingan bahan baku (raw mill process), penggilingan batubara (coal mill) serta proses pembakaran dan pendinginan klinker (rotary kiln dan clinker cooler). Dengan demikian, pada umumnya dampak lingkungan yang terjadi disebabkan oleh: (1) debu yang keluar dari cerobong, (2) penggunaan lahan yang luas, (3) kebutuhan air yang sangat

besar (3,5 ton semen membutuhkan 1 ton air), (4) kebutuhan energi cukup besar, baik energi listirik (110-140 kWh/ton) dan tenaga panas (800-900 Kcal/ton), (5) kebutuhan tenaga kerja yang banyak (1-2 tenaga kerja per 3000 ton produk) serta (6) potensi terjadinya limbah, seperti: tailing (limbah padat), debu (CaO, SiO2, Al2O3, FeO2 dengan radius 2-3 km, limbah cair (sisa cooling yang

mengandung minyak pelumas), limbah gas (CO2, Sox, NOx) dari pembakaran

batubara, minyak dan gas.

Oleh karena itu, pembangunan industri semen harus dibuat dengan prinsip produksi bersih dengan audit lingkungan serta AMDAL yang terintegrasi yang sejalan dengan clean development mechanism (CDM) principles.