• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORUPSI LUTHFI HASAN ISHAAQ

D. Pemutusan Informasi yang Berasal dari Luar Gerakan

Untuk menjaga kadernya untuk tetap melakukan tetap loyal dalam gerakan, PKS melakukan sebuah proses yang disebut Spiral of Encapsulation.

Yaitu, gerakan melakukan proses menarik diri dan mengisolasi anggota gerakan dari-informasi- dunia luar, sehingga mereka memandang tujuan dan strategi gerakan dalam kerangka yang lebih emosional.141 Hal ini dapat di buktikan, bahwa kader gerakan diintruksikan untuk tidak berinteraksi dan mempercayai media massa terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq.

138

Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151-152.

139

Lihat Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. Dapat diakses di http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE. Diunduh pada 10 Agustus 2014.

140

Wawancara dengan Sugianto. 141

Mohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 120.

Menurut Aan Rohana, dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Pada level Majelis Syuro PKS atau DPP (Dewan Pengurus Pusat) PKS, mereka diintruksikan untuk tidak menjawab pertanyaan atau membuat pernyataan di media.142 Menurut penulis, fenomena ini bertujuan: (1) agar penjelasan kasus Luthfi Hasan Ishaaq terhadap kader hanya melalui mekanisme internal gerakan, seperti dalam halaqoh atau satu arah (top-down), (2) menghindari pernyataan kader yang mengeluarkan pernyataan “dipelintir (bad news is good news)” oleh media, yang akan membuat

gaduh anggota gerakan.

Hal di atas berbeda pada level bawah, seperti tingkat DPD, DPC, dan DPRa. Dari ketiga level struktur PKS yang penulis wawancara, semuanya di intruksikan untuk tidak mempercayai berita oleh media massa. Mereka berpandangan bahwa berita dari media terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq sudah

“digoreng” dan tidak menggambarkan kebenaran. Untuk itu, semua penjelasan (framing) tentang kasus Luthfi Hasan Ishaaq, mewajibkan setiap kader PKS menunggu penjelasan dari struktur dalam gerakan yang lebih tinggi, dalam hal ini Majelis Syuro. Suhada menjelaskan:

“Saya sebagai penanggung jawab, maka dalam kasus Ustad Luthfi ini semua kader menanyakan kepada saya, karena saya tidak punya jawaban sendiri, saya harus menunggu informasi dari struktur yang di atas saya, dan informasi dari struktur itu, baru saya sampaikan kepada kader-kader dibawah saya. Yang saya sampaikan kepada kader-kader dibawah saya: jangan nonton berita dulu, berita bukan menjadi rujukan utama atau hanya sebagai hiburan, jangan jadi konsumsi utama mereka, terimalah informasi dari saya, yang saya terima dari struktur yang

lebih tinggi”143

142

Wawancara dengan Aan Rohana. 143

Wawancara dengan Suhada. Ketua Dpra (Dewan Pengurus Ranting) PKS Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tanggal 25 Juli 2014.

Untuk memastikan proses encapsulation berjalan baik, penulis mencatat bahwa halaqoh/liqo menjadi sarana yang efektif. Karena menurut para informan di setiap level, bahwa keterlibatan dalam halaqoh/liqo itu merupakan bukti bahwa seorang adalah kader gerakan PKS.144 Artinya apabila seorang kader sudah tidak terlibat lagi dalam aktifitas halaqoh/liqo, maka dia sudah dianggap keluar dari gerakan.

Keterlibatan dalam halaqoh mempunyai konsekuensi tertentu bagi seorang kader. Pada bab IV poin A penulis menjelaskan adanya insentif selektif dan

insentif solider yang didapatkan seorang kader ketika terlibat dalam gerakan.

Selain mendapatkan insentif-insentif tersebut, anggota gerakan diwajibkan untuk mengikuti ideologi dan aturan perilaku yang ditetapkan oleh gerakan. Fenomena ini dalam kajian gerakan sosial disebut organisasi yang ekslusif. Yaitu organisasi yang menetapkan kriteria yang sangat ketat bagi anggotanya, dan orang-orang yang meyakini sebuah keyakinan yang sama dan memenuhi tuntutan standar perilaku tertentu yang bisa diterima sebagai anggota.145

Sebagai organisasi yang ekslusif terdapat konsekuensi apabila seorang anggota keluar dari gerakan PKS. Alasan yang umum adalah mereka tidak bisa lagi berhubungan secara emosional yang intim dengan teman-teman mereka sesama anggota gerakan. Selain itu apabila seorang kader dikeluarkan dari gerakan karena melanggar ideologi atau aturan perilaku dalam gerakan, ada mekanisme pemutusan hubungan secara total dengan kader yang dianggap bermasalah tersebut. Obi Alim menjelaskan pengalamannya tentang hal ini:

144

Hasil wawancara dengan Aan Rohana, Rahmat Aziz, Sugianto, Suhada, dan Sutrisna. 145

Hohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 118.

“Misalkan ada orang yang sudah keluar karena bermasalah, maka ada intruksi (dari struktur PKS) untuk tidak bermuamalah atau berhubungan secara sosial kepada dia (kader yang bermasalah). Ane tau itu waktu terjadi di LT3Besar (Liqo Tarbawi 3 Besar)....Tidak dijelaskan alasannya...Yang menyampaikan adalah Akh Ero Sukarna; Ketua DPRa PKS Semanan, Kalideres”146

Melalui halaqoh/liqo, proses framing dapat berjalan dengan efektif. Halaqoh juga menjadi sarana spiral of encapsulation (spiral pengucilan diri), dimana hubungan para aktivis dengan dunia luar sepenuhnya terputus seiring dengan semakin kuatnya ikatan di dalam kelompok.147 Halaqoh/liqo digunakan sebagai sarana mobilisasi oleh struktur/elit PKS untuk mem-framing kadernya dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Sugianto menjelasakan bagaimana halaqoh menjadi tempat framing dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq:

“Memang kasus tersebut sudah di sampaikan oleh pimpinan-pimpinan partai dan juga melalui halaqoh-halaqoh, bahwa itu merupakan bagian dari upaya pendeskriditkan PKS, karena pada saat ini Islam secara umum dan PKS sedang mengalami peningkatan dalam hal kedekatan dengan masyarakat dalam menghadapi pemilu, sehingga ada upaya-upaya dari pihak luar PKS untuk

menjatuhkan PKS.”148

Beberapa alasan psikologis juga menjadikan halaqoh/liqo dianggap penting bagi kehidupan kader gerakan PKS. Kader gerakan PKS merasa bahwa dengan mengikuti halaqoh/liqo, mereka merasa terbentengi dari perilaku-perilaku yang buruk. Selain itu, kepercayaan dan kepatuhan penuh kepada murabbi/ustad dalam halaqoh/liqo menjadi kewajiban bagi setiap anggota gerakan, karena terdapat rukun bai‟at yaitu tsiqoh (percaya) dan taat (patuh). Sehingga informasi yang kader PKS dapatkan dalam halaqoh/liqo menjadi sangat berpengaruh

146

Wawancara dengan Obi Alim. 147

Hohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 120.

148

terhadap kognisi anggota gerakan. Mengenai hal ini, Sutrisna memaparkan pengalamannya:

“Kalau bisa dibilang liqo itu merupakan benteng terakhir untuk menjaga dari hal-hal yang kurang baik. Karena kalau kita orang Islam biasa, kan benteng terakhirnya sholat, kalau kita disini benteng terakhirnya di liqo-an. Karena kalau lepas dari liqo berarti kan dia akan mencari informasi dari mana saja....Maksudnya kalau orang liqo itu kan informasi yang didapatkan bisa di filter lagi, kemudian bisa ditanyakan ke ustad yang lebih paham tentang informasi-informasi yang didapat. Jadi jangan mentah-mentah ditelan semua, karena kan informasi juga ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang membangun dan ada yang merusak, kita tahu itu bahwa tidak mungkinlah informasi yang datang ke kita benar semua.... Untuk itulah, karena kekurangan ilmu kita, kita membutuhkan orang lain yang lebih paham –yaitu murabbi

/ustad-”.149

Faktor pemutusan informasi dari dunia luar dan didukung pengaruh

halaqoh/liqo, membuat framing menjadi sangat berpengaruh terhadap kader gerakan. Keduanya membuat kognisi/pengetahuan anggota gerakan sepenuhnya dikendalikan oleh gerakan (struktur/elit) PKS. Interpretasi terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq, menjadi sah menurut versi gerakan, dan menganggap informasi selain dari gerakan menjadi tidak benar. Ini menyebabkan kader PKS tidak terpengaruh secara kognisi terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq, dan tetap melaksanakan kerja-kerja untuk gerakan.