• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 131-140)

BAB VII ANALISIS TEMATIK

7.2 PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH

Belanja Penanganan Stunting dalam APBN Tahun 2019 Pada tahun 2019, pemerintah pusat

telah mengalokasikan anggaran Belanja APBN untuk penanganan stunting sejumlah Rp86,48 miliar dengan serapan sebesar Rp81,15 miliar atau 94,55 persen. Pagu tersebut terbagi ke dalam tiga kelompok penangan dengan alokasi terbesar pada aksi Intervensi Gizi Sensitif.

Intervensi Gizi Spesifik

Pada tahun 2019, pagu Belanja APBN lingkup Sulbar yang tersedia untuk kelompok penanganan Intervensi Gizi Spesifik tercatat sebesar Rp5,31 miliar atau 6,1 persen dari total alokasi belanja stunting APBN. Anggaran tersebut dipergunakan oleh satker Dinas Kesehatan untuk menangani tiga sasaran utama yakni: (1) Kecukupan Asupan Makanan

25Berdasarkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kersil (Stunting) Periode 2018-2024, hlm. 33-35.

Grafik 7.2 Belanja Penanganan Stunting APBN di Sulbar Tahun 2019

Sumber: MEBE, 2020 (diolah)

5,31 71,92 9,25 4,94 67,26 8,95 93,03% 93,52% 96,76%

Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif Pendampingan dan Duktek Pagu Realisasi % Realisasi

Alokasi Belanja APBN untuk penanganan stunting sebesar Rp86,48 miliar dengan serapan 94,55%

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 109

dan Gizi; (2) Pemberian Makanan, Perawatan dan Pola Asuh; dan (3) Pengobatan infeksi/penyakit.

Pagu untuk urusan Pengobatan Infeksi/Penyakit paling dominan di Sulbar yakni sebesar Rp2,29 miliar. Namun capaian realisasinya sebesar 89,74 persen menjadi yang terkecil di antara belanja sasaran lainnya. Hal tersebut dipicu oleh rendahnya penyerapan pada Layanan Penggendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan yang terealisasi sebesar 88,93 persen dari pagu.

Secara total nilai realisasi belanja Intervensi Gizi Spesifik mencapai Rp4,94 persen atau 93,03 persen dari total alokasi pagu kegiatan tersebut. Sementara itu, output pada program Intervensi Gizi Spesifik dari belanja APBN Sulbar Tahun 2019 mencapai rata-rata 99,13 persen dari total 574 output yang ditargetkan26. Capaian output terendah berasal dari kegiatan Layanan Respon KLB dan Wabah yang terealisasi sejumlah tiga dari tujuh target layanan. Hal ini terkorelasi dengan minimnya KLB penyakit di Sulbar sepanjang tahun 2019.

Intervensi Gizi Sensitif

Kelompok penanganan Intervensi Gizi Sensitif merupakan program penanganan stunting yang mendapat alokasi anggaran terbesar dalam APBN Sulbar Tahun 2019 yakni sebesar Rp71,92 miliar atau 83,2 persen dari total pagu APBN untuk belanja stunting. Anggaran tersebut tersebar di beberapa satker antara lain

Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pertanian, BPOM, BKKBN, serta unit vertikal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenag, dan Kementerian PUPR. Pagu tersebut dianggarkan untuk menangani empat sasaran sebagaimana tampak pada grafik di samping.

Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sarana Sanitasi mendapat kue alokasi terbesar yakni sebesar Rp61,43 miliar atau 85,41 persen dari total pagu Intervensi Gizi Sensitif. Secara total, pagu belanja penanganan Intervensi Gizi Sensitif berhasil terserap

26Satuan Output berbeda-beda sesuai jenis kegiatan penanganan stunting. Grafik 7.3 Belanja Intervensi Gizi Spesifik

APBN per Sasaran di Sulbar Tahun 2019

Sumber: MEBE, 2020 (diolah)

0,93 2,10 2,29 0,89 2,00 2,05 95,98% 95,31% 89,74% Kecukupan Asupan Makanan dan Gizi

Perawatan dan Pola Asuh

Pengobatan Infeksi/Penyakit Rp miliar Pagu Realisasi % Realisasi

Grafik 7.4 Belanja Intervensi Gizi Sensitif APBN di Sulbar Tahun 2019

Sumber: MEBE, 2020 (diolah) 6,36 2,39 1,75 61,43 6,11 2,37 1,69 57,09 96,22% 99,08% 96,93% 92,93% Peningkatan Akses Pangan Bergizi Peningkatan Pengasuhan Gizi Ibu & Anak

Peningkatan Akses Gizi & Kesehatan

Penyediaan Air dan Sanitasi

Pagu Realisasi % Realisasi

Tingkat pengerapan alokasi belanja APBN intervensi gizi spesifik 93,03% dengan rata-rata capaian output 99,13% Rata-rata capaian output belanja intervensi gizi sensitif adalah 99,44%

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 110

93,52 persen. Sumbangan terbesar berasal dari kegiatan Pembangunan SPAM Berbasis Masyarakat senilai Rp19,56 miliar. Dari sisi efektivitas pencapaian output, hampir seluruh ouput kegiatan penanganan Intervensi Gizi Sensitif dapat diselesaikan dengan rasio capaian output rata-rata sebesar 99,44 persen.

Pendampingan, Koordinasi, dan Dukungan Teknis

Kinerja realisasi APBN pada belanja kegiatan Pendampingan, Koordinasi, dan Dukungan Teknis penanganan stunting tercatat sebesar 96,76 persen dari total alokasi yang tersedia atau setara Rp8,95 miliar. Serapan tertinggi berasal dari urusan pendampingan penanganan stunting terutama pada kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Pengembangan SPAM senilai Rp2,28 miliar selaras dengan tingginya penyerapan pada kegiatan Pembangunan SPAM Berbasis Masyarakat.

Dari segi capaian output, target output penangan stunting dari kegiatan Pendampingan, Koordinasi, dan Dukungan Teknis berhasil terealisasi rata-rata 91,87 persen. Kinerja capaian output terendah berasal dari kegiatan Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah yang hanya terselesaikan dua dari lima output yang ditargetkan.

Belanja Penanganan Stunting dalam Transfer Ke Daerah dan Dana Desa

Belanja DAK Fisik untuk Mengatasi Stunting

Belanja DAK Fisik yang digunakan untuk penanganan stunting tercakup dalam Belanja DAK Fisik Bidang Kesehatan, Bidang Sanitasi, Bidang Air Minum, dan Bidang Pendidikan. Total nilai kontrak DAK Fisik Bidang Kesehatan lingkup Sulbar Tahun 2019 yang digunakan untuk pengentasan Stunting sebesar Rp23,67 miliar. Terdapat tiga kelompok kegiatan pengentasan Stunting pada Bidang Kesehatan yaitu (1) Pemberian Makanan Tambahan (PMT), Penyediaan obat gizi, dan alat antropometri dengan nilai kontrak sebesar sebesar Rp3,45 miliar; (2) Penyediaan Sanitarian kit dengan nilai kontrak sebesar Rp3,67 miliar, dan (3) Pengadaan sarpras penyuluhan kesehatan, gizi, dan KB sebesar 16,54 miliar.

Program pengentasan Stunting pada Bidang Sanitasi difokuskan pada kegiatan Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat dan Terpusat (SPALD-S dan SPALD-T). Nilai kontrak DAK Fisik yang digunakan untuk pelaksaan program ini tercatat sebesar Rp38,60 miliar, dengan rerata per pemda sebesar Rp6,43 miliar.

Grafik 7.5 Belanja APBN untuk Pendampingan dan Duktek Stunting di

Sulbar Tahun 2019

Sumber: MEBE, 2020 (diolah) 5,97

0,63 5,70

0,62

Pendampingan Daerah Monev Rp miliar Pagu

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 111

Pada Bidang Air Minum, program pengentasan stunting difokuskan pada dua kegiatan yaitu sistem penyediaan air minum dan sambungan regional air minum. Kabupaten Mamasa tidak memiliki anggaran pada bidang ini sehubungan dengan tidak disetujuinya Rencana Kerja pada Bidang Air Minum yang dipicu oleh keterlambatan pemda dalam pemenuhan persyaratan administratif ke Kementerian/Lembaga teknis terkait. Sehingga total nilai kontrak DAK Fisik untuk bidang ini sebesar Rp22,12 miliar dengan rerata per pemda sebesar Rp4,42 miliar.

Selanjutnya, program pengentasan stunting pada Bidang Pendidikan terkonsentrasi pada kegiatan penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana PAUD. Kegiatan yang dilakukan yaitu Pembangunan ruang kelas baru (RKB) beserta perabotannya, pengadaan alat permainan edukatif (APE) PAUD, Rehabilitasi Ruang Kelas dengan Tingkat Kerusakan Sedang atau Berat Beserta Perabotnya, dan pengadaan buku koleksi PAUD. Kegiatan ini diselesaikan dengan nilai kontrak sebesar Rp4,29 miliar.

Belanja Dana Desa untuk Mengatasi Stunting

Belanja Dana Desa lingkup Sulbar Tahun 2019 dalam rangka pengentasan stunting dibagi ke dalam dua bidang yakni Bidang Pembangunan Desa dan Bidang Pemberdayaan masyarakat dengan realisasi masing-masing sebesar Rp70,82 miliar dan Rp637 juta. Belanja bidang pemberdayaan masyarakat fokus pada penguatan ketahanan pangan tingkat desa (lumbung desa dll), dengan jumlah belanja terbesar di pemda Mamasa sebesar Rp297 juta. Proporsi realisasi belanja terbesar pada Bidang Pembangunan Desa berasal dari kegiatan Pembangunan/Rehabilitas/Peningkatan Fasilitas Jamban Umum/MCK sebesar 26,82 persen dan kegiatan Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa sebesar Rp11,14 persen dari total serapan belanja tersebut. Dari sisi capaian output, kegiatan penanganan stunting di Sulbar yang didanai dari DAK Fisik tercatat sebesar 62,62

Grafik 7.7 Belanja Dana Desa untuk Penanganan Stunting di Sulbar Tahun 2019

Sumber: OMSPAN, 2020 (diolah)

4.169,64 9.891,63 2.437,97

19.237,51 28.978,26

6.105,64

0,00 234,50 0,00 104,08 297,20 1,40

Majene Mamuju Pasangkayu Polman Mamasa Mateng

Bidang Pembangunan Desa Bidang Pemberdayaan Masyarakat

Grafik 7.6 Belanja DAK Fisik untuk Penanganan Stunting di Sulbar Tahun 2019

Sumber: OMSPAN, 2020 (diolah)

5.000 10.000 15.000

Polman Mamasa Majene Mamuju Mateng Pasangkayu Pemprov Sulbar Kesehatan Sanitasi Air Minum Pendidikan

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 112

persen meskipun kinerja tersebut belum menggambarkan kondisi sebenarnya di tataran desa. Keterlambatan penginputan data realisasi masih menjadi kendala dalam tata kelola dan pelaporan Dana Desa di Sulbar.

Belanja DAK Non Fisik untuk Mengatasi Stunting di Sulbar Tahun 2019

Selain alokasi DAK Fisik dan Dana Desa, pendanaan pemerintah pusat yang turut berkontribusi dalam konvergensi stunting di Sulbar adalah belanja DAK Non Fisik. Alokasi DAK Non Fisik Sulbar untuk konvergensi stunting sebesar Rp172,95 miliar terbagi ke dalam tiga kelompok belanja yaitu Dana Bantuan Operasional Kesehatan dan KB (BOKB), Dana Peningkatan Kapasitas Kependudukan, dan Dana Bantuan Operasional Sekolah PAUD.

Realisasi tertinggi bersumber pada kelompok Belanja BOKB dengan capaian sebesar Rp132,84 miliar. Dari nilai tersebut, Belanja Bantuan Operasional Kesehatan menyumbang realiasi sebesar 92,45 persen atau setara. Rp114,75 miliar

Belanja Penanganan Stunting dalam APBD Sulbar Tahun 2019

Pempda lingkup Sulbar telah menjalankan program dengan dukungan penganggaran pada beberapa OPD terkait. Total pagu APBD tahun 2019 untuk penanganan stunting tersebut sebesar Rp4,62 miliar dengan rasio penyerapan anggaran 83,28 persen.

Intervensi Gizi Spesifik

Jumlah anggaran yang dialokasikan dalam APBD untuk intervensi gizi spesifik adalah Rp1,07 miliar. Dari jumlah tersebut, realisasinya sebesar Rp0,99 miliar dengan tingkat serapan pagunya mencapai 92,55 persen. Anggaran intervensi gizi spesifik yang bersumber dari APBD ditujukan pada dua kelompok sasaran dengan tingkat capaian output yang berbeda.

Pertama, kelompok sasaran Ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan. Pada kelompok ini, pemda Sulbar melaksanakan dua program kegiatan, yakni pendampingan balita gizi buruk dan kurang dengan menyasar 1.000 bayi dan peningkatan pelayanan gizi ibu dan anak

Grafik 7.9 Anggaran Belanja Intervensi Gizi Spesifik APBD Sulbar Tahun 2019

Sumber: Bappeda Provinsi Sulbar, 2020 (diolah)

990,07

80,00

910,75

79,60 91,99% 99,50%

Ibu Menyusui dan Anak Baduta

Anak Balita Rp Juta

Pagu Realisasi Tingkat Penyerapan Pagu

Grafik 7.8 Anggaran Belanja DAK Non Fisik untuk Stunting Sulbar Tahun 2019

Sumber: SIMTRADA DJPK, 2020 (diolah)

143,43 8,57 20,96 132,85 8,49 19,38 92,62% 99,01% 92,46%

Dana BOKB Peningkatan Kependudukan

Dana BOS PAUD Rp miliar

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 113

berkelanjutan melalui penyelamatan 1.000 hari pertama kelahiran yang juga menyasar 1.000 orang.

Capaian output pada masing-masing program adalah 977 bayi dan 980 orang dengan tingkat realisasi anggaran 93,88 persen dan 90,30 persen. Kedua, pada kelompok sasaran Anak Balita pemda Sulbar menjalankan program kegiatan pemberian makanan tambahan anak PAUD dengan menarget 150 anak. Capaian output program ini mencapai 100 persen.

7.2.3.1.1 Intervensi Gizi Sensitif

Pada intervensi gizi spesifik, pemerintah menjalankan tiga program kegiatan dengan total alokasi anggaran Rp920,77 juta dan terealisasi 69,55 persen. Ketiga program tersebut adalah (1) penyediaan prasarana dan sarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah; (2) koordinasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Program Keluarga Harapan; dan (3) pengembangan kawasan mandiri pangan dan gizi, dengan masing-masing kelompok sasaran yng tergambar pada grafik di atas. Tingkat penyerapan program-program tersebut hampir sempurna, kecuali pada program pertama yang hanya mencapai 47,89 persen.

Dari segi output, capaian program pertama dan kedua sesuai target, yakni berupa dua dokumen RISPAM Provinsi Sulawesi Barat, AMDAL SPAM Regional S. Mandar dan Rencana Aksi Daerah (RAD) serta satu laporan verifikasi bagi keluarga penerima PKH. Sedangkan output program ketiga berupa

pengembangan kawasan dalam mewujudkan kemandirian pangan masyarakat miskin di desa rawan pangan tercapai delapan kawasan dari target 10 kawasan.

7.2.3.1.2 Pendampingan, Koordinasi, dan Dukungan Teknis

Anggaran belanja APBD Sulbar yang dianggarkan bagi kegiatan pendampingan, koordinasi dan dukungan teknis sebesar Rp2,63 miliar dan terealisasi 84,31 persen. Pada kelompok pendampingan ini, anggaran terbesar dialokasikan pada program kegiatan pengembangan pemasaran sistem rantai dingin sebesar Rp1,97 miliar namun hanya terealisasi sebesar 81,90 persen. Target output berupa tiga unit sarpras pemasaran hingga akhir tahun hanya tercapai dua unit.

Grafik 7.10 Anggaran Belanja Intervensi Gizi Sensitif APBD Sulbar Tahun 2019

Sumber: Bappeda Provinsi Sulbar, 2020 (diolah) 535,88 313,19 71,70 256,65 312,47 71,30 47,89% 99,77% 99,44% Peningkatan penyediaan air minum

dan sanitasi

Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi

dan kesehatan

Peningkatan akses pangan bergizi Rp Juta Pagu Realisasi Tingkat Penyerapan Pagu

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 114

Program lain yang masih terkait dengan pemasaran adalah sosialisasi akses permodalan untuk pengolah dan pemasar yang dianggarkan sebesar Rp200 juta dengan tingkat penyerapan mencapai 99,31 persen dan capaian output sesuai target, 70 orang peserta UMKM. Sementara untuk program peningkatan pengawasan peredaran barang dan jasa dialokasikan pagu anggaran Rp457,99 juta dan terealisasi 88,11 persen, dengan capaian output sesuai dengan target yakni lima kabupaten yang diawasi dan kasus sengketa konsumen yang ditangani.

Analisis Penanganan Stunting Sulbar Tahun 2019 7.2.4.1.1 Efektivitas Pencapaian Target Capaian Output

Dari sisi penyerapan, belanja konvergensi stunting di Sulbar stunting pelaksanaan secara total berhasil diserap sebesar Rp406,48 miliar. Penanganan stunting yang bersumber dari APBD mencatatkan daya serap yang belum optimal sebesar 83,28 persen. Upaya dan sinergi antar OPD di lingkup Sulbar perlu ditingkatkan agar pada periode fiskal selanjutnya penyerapan belanja stunting lebih optimal. Dari sisi pencapaiaan output, secara umum penanganan konvergensi stunting di Sulbar telah dilaksanakan dengan hasil output yang optimal. Sebagai gambaran, rerata capaian output pada belanja APBN untuk penangan stunting mencapai 99,4 persen.

Gambar 7.1 Beberapa Capaian Output Belanja Penanganan Stunting di Sulbar Tahun 2019

Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif Pendampingan dan Duktek

Pendampingan Balita Gizi Buruk 977 dari 1000 balita

Pembangunan SPAM 6 dari 8 Unit

Pelatihan SDM Kesehatan 112 dari 120 orang

Peningkatan Layanan Kesehatan Ibu dan Anak

980 dari 1000 orang

Sekolah yang Diintervensi Keamanan Pangan 276 dari 284 sekolah

Pengembangan Pemasaran Sistem Rantai Dingin

2 dari 3 unit

Sumber: OMSPAN, MEBE, SIMTRADA, Bappeda Provinsi Sulbar, 2020 (diolah)

Grafik 7.11 Anggaran Belanja Intervensi Gizi Spesifik APBD Sulbar Tahun 2019

Sumber: OMSPAN, MEBE, SIMTRADA, Bappeda Provinsi Sulbar, 2020 (diolah) Keterangan:

1) Diasumsikan nilai realisasi DAK Fisik untuk Stunting sebesar nilai kontrak; Nilai pagu Dana Desa untuk Stuning sama dengan nilai realisasi.

2) Belanja stunting APBD yang digunakan adalah alokasi belanja APBD Pemprov Sulbar.

81,15 89,30 71,46 160,72 3,85

93,84% 100,00% 100,00% 92,92% 83,28%

Belanja Pemerintah Pusat DAK Fisik Dana Desa DAK Non Fisik APBD

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 115

7.2.4.1.2 Kendala dan Permasalahan Pelaksanaan Kebijakan Penanganan

Stunting

Beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan berbagai program yang diarahkan bagi penanganan stunting antara lain27:

a. Penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif masih belum terpadu, baik dari proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, maupun evaluasi.

b. Kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh berbagai sektor belum memprioritaskan intervensi yang terbukti efektif. Stunting yang telah ditetapkan sebagai prioritas nasional di dalam RPJMN 2015-2019 belum dijabarkan menjadi program dan kegiatan prioritas oleh sektor/lembaga terkait.

c. Pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya belum efektif dan efisien. Belum ada kepastian pemenuhan kebutyuhan sumber dana untuk pencegahan stunting di tingkat kabupaten. Potensi sumber daya tersedia dari berbagai sumber, namun belum diidentifikasi dan dimobilisasi secara optimal.

d. Terdapat keterbatasan kapasitas penyelenggara program, ketersediaan, kualitas, dan pemanfaatan data untuk mengembangkan kebijakan. Program advokasi, sosialisasi, kampanye stunting, konseling, dan keterlibatan masyarakat masih sangat terbatas.

e. Di tingkat lapangan (desa) berbagai kegiatan yang terkait dengan stunting belum terpadu, baik dalam penetapan sasaran, perencanaan kegiatan, peran dan tugas antar pihak. Akibatnya cakupan dan kualitas berbagai pelayanan kurang optimal. f. Secara umum, koordinasi program di berbagai tingkat administrasi masih lemah. g. Pada daerah terpencil masyarakat susah dalam mengakses layanan kesehatan. 7.2.4.1.3 Rekomendasi

Dalam rangka menunjang penanganan stunting di provinsi Sulbar diperlukan langkah strategis melalui pendekatan intervensi yang dilaksanakan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama pada target sasaran desa penanganan stunting. Beberapa rekomendasi yang dapat diperhatikan antara lain:

a. Percepatan penurunan jumlah balita stunting dilaksanakan secara sistematis dan terintegrasi baik secara intervensi gizi spesifik maupun sensitif dan lintas sektor. b. Kementerian/Lembaga teknis yang mendukung penyelenggaraan intervensi gizi

spesifik dan sensitif perlu memprioritaskan secara berkesinambungan pencegahan

27 Bappeda Provinsi Sulbar. Laporan Kegiatan Konvergensi Stunting di Provinsi Sulawesi Barat. (Mamuju: Bappeda Provinsi Sulbar, 2020) hlm.48

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 116

stunting dalam perencanaan dan penganggaran tahunan, serta menyediakan dukungan pengembangan kapasitas dan dukungan teknis yang tepat.

c. Seluruh stakeholders berkomitmen mengawal kegiatan yang terkait sengan penurunan balita stunting, sehingga dapat terlaksana.

d. Diperlukan perbaikan dalam pengumpulan dan penginputan data yang valid agar intervensi yang dilakukan tepat sasaran.

e. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan terkait penurunan balita stunting, diperlukan peningkatan kapasitas SDM serta sarana dan prasarana yang diwujudkan dalam keberpihakan anggaran.

f. Pemerintah Provinsi perlu mengkompilasi data prevalensi stunting secara agrerat dari seluruh pemerintah kabupaten di wilayah Sulbar sehingga dapat memonitor dan memberikan dukungan sesuai kebutuhan masing-masing daerah.

g. Peningkatan akses layanan kesehatan dan penanganan gizi buruk di daerah terpencil di Sulbar dapat diupayakan melalui penyediaan puskesmas keliling atau pos bantu penanganan stunting dengan sumber daya dan tenaga kesehatan dan gizi dari daerah dengan fasilitas yang lebih lengkap.

Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 117

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 131-140)