• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uraian dalam bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang diharapkan dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Pembelajaran Bahasa Indonesia lebih menekankan pada upaya meningkatkan kemampuan siswa agar mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulis. Hal tersebut ditegaskan oleh Werdiningsih (dalam Solchan, 2008: 11.6) dengan memaparkan bahwa Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia bersumber pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa adalah berkomunikasi. Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki ruang lingkup yang mencakup komponen kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi empat aspek antara lain mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (BNSP, 2006: 318). Keempat aspek tersebut dilaksanakan secara terpadu. Akan tetapi, pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 1 dan 2 menekankan pada aspek peningkatan membaca dan menulis permulaan.

Membaca dan menulis merupakan sajian pembelajaran yang utama di awal-awal pembelajaran kelas 1 SD. Kedua jenis keterampilan ini dikemas dalam satu paket pembelajaran yang disebut pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP). Peralihan dari masa bermain di TK atau dari lingkungan rumah ke dunia sekolah merupakan hal baru bagi anak. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah (Mulyati, dalam Slochan, 2008: 6.5). Membaca dan menulis permulaan masing-masing memiliki tujuan. Tujuan dari membaca permulaan adalah untuk membinakan dasar mekanisme membaca, seperti kemampuan mengasosiasikan huruf dengan bunyi-bunyi bahasa yang diwakilinya, membina gerakan mata membaca dari kiri ke kanan, membaca kata-kata dan kalimat sederhana (Solchan, 2008: 8.5).

Sedangkan menulis permulaan memiliki tujuan lain yaitu (a) bersikap dengan benar dalam menulis garis putus-putus, garis lurus, garis lengkung, lingkaran, garis pembentuk huruf, (b) menjiplak dan menebalkan (gambar, lingkaran, bentuk lurus), (c) menyalin (huruf, kata, kalimat, angka arab, kalimat, atau beberapa kalimat), (d) menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana dengan huruf lepas, (e) menulis beberapa kalimat sederhana (terdiri atas 3-5 kata) dengan huruf sambung, (f) menulis kalimat yang didiktekan guru menggunakan huruf sambung dan menuliskannya dengan benar, dan (g) menulis rapi kalimat dengan huruf sambung (Solchan, 2008: 9.6).

Dari penjabaran di atas, membaca dan menulis memiliki tujuan masing-masing. Kenyataan di lapangan, terdapat permasalahan-permasalahan yang menghambat tercapainya tujuan tersebut. Slamet (2014: 107-108) menyebutkan permasalahan umum yang dihadapi anak dalam membaca antara lain, (1) kesulitan anak dalam mengenali huruf; (2) membaca suara, kesulitannya pada (a) membaca kata demi kata, (b) pemarafrasean yang salah, (c) kesalahan pengucapan, (d) penghilangan, (e) pengulangan, (f) pembalikan, (g) penyisipan, (h) penggantian, dan (i) menggunakan gerak bibir, menggunakan jari telunjuk, dan menggerakkan kepala; dan (3) pemecahan kode yang meliputi (a) kesulitan konsonan, (b) kesulitan vokal, (c) kesulitan kluster, diftong, disgraph, (d) kesulitan menganalisis struktur kata, dan (e) tidak mengenali kata dalam kalimat.

Selain permasalahan yang diungkapkan oleh Slamet (2014: 107-108) permasalahan dalam membaca dan menulis ternyata terjadi di salah satu sekolah. Salah satu kasus permasalahan dalam membaca dan menulis dialami oleh siswa kelas I SD N Karangwuni. Peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas I untuk mengetahui sejauh mana permasalahan dalam membaca dan menulis yang dialami. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 50% siswa (jumlah keseluruhan 11 siswa) mengalami kesulitan membaca dan menulis. Hal ini disebabkan karena 50% siswa tidak mengalami masa Taman Kanak-Kanak (TK). Maka siswa belum mengenal huruf apalagi membaca dan menulis. Selain itu, kurangnya minat siswa dalam membaca yang menyebabkan rendahnya konsentrasi siswa ketika pelajaran membaca. Permasalahan tersebut diperkuat

dengan observasi pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan pada bulan September 2015. Permasalahan yang muncul dari hasil observasi antara lain 1) Siswa kesulitan merangkai huruf, 2) Penulisan huruf b dan d masih terbalik. Masalah ini terjadi pula pada saat siswa membaca, 3) Penulisan huruf yang kurang atau melebihi huruf yang seharusnya (contoh: “mangga” menjadi “manga”, 4) Salah seorang siswa bahkan belum hafal huruf alphabet, 5) Cara penulisan huruf yang tidak sesuai urutan yang benar. Ketika menyalin huruf atau kata, siswa cenderung menyalin dengan melihat bentuk hurufnya tanpa memperhatikan cara penulisan yang benar, 6) Kurangnya konsentrasi siswa pada saat pelajaran membaca dan menulis. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang melakukan aktivitas lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran membaca dan menulis, 7) Gerak bibir belum memperlihatkan pelafalan huruf/kata yang diucapkan, dan 8) Gerakan kepala dan jari telunjuk yang masih mengikuti ketika membaca. Oleh karena itu, jelas bahwa masih ada permasalahan-permasalahan dalam membaca dan menulis yang perlu ditangani. Maka, dibutuhkan suatu metode yang mudah, menarik minat siswa, membuat siswa aktif sekaligus dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis.

Metode pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi permasalahan dalam membaca dan menulis adalah metode pembelajaran dengan menggunakan alat peraga. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Asyhar (dalam Prastowo, 2015: 298) yang mengungkapkan bahwa alat peraga adalah media yang memiliki ciri dan/atau bentuk dari konsep materi ajar yang digunakan untuk memperagakan materi tersebut sehingga materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Salah satu metode pembelajaran yang khas dengan penggunaan alat peraga adalah metode pembelajaran Montessori. Pembelajaran ini diciptakan oleh dokter Maria Montessori (1870-1952). Alat peraga dalam pembelajaran Montessori memiliki ciri-ciri yaitu, 1) menarik, 2) bergradasi, 3) auto-correction 4) auto-education. Alat peraga dapat menarik perhatian siswa. Alat peraga bergradasi dalam warna, kekerasan, berat, dan rangsangan-rangsangan yang rasional. Terdapat control of error dalam alat peraga sehingga siswa dapat memperbaiki kesalahannya sendiri. Dalam penggunaan alat peraga tersebut, dapat memungkinkan terjadinya

pembelajaran sendiri (Montessori, 2002: 169-174). Alat peraga Montessori sangat cocok diberikan untuk siswa kelas I karena sangat kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain itu alat peraga Montessori merupakan sesuatu yang konkret bagi siswa sehingga sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget, anak usia 7-12 tahun (usia anak Sekolah Dasar) masuk dalam tahapan operasional konkret (Salkind, 2004 : 326). Selama tahap ini, proses pemikiran diarahkan pada kejadian riil yang diamati oleh siswa. Siswa dapat melakukan operasi problem yang agak kompleks selama problem itu konkret dan tidak abstrak (Hergenhahn & Olson, 2008: 320).

Selain sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa, alat peraga dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan belajar. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Murti (2015) dan Ratri (2014) mengenai alat peraga berbasis metode Montessori. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murti (2015) menunjukkan bahwa alat peraga yang dikembangkan dapat mengatasi kesulitan belajar siswa dalam operasi hitung pembagian. Penelitian tersebut menunjukkan perbedaan rerata prestest dan postets. Rerata hasil pretest adalah 4,62 sedangkan hasil posttest adalah 8,9. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ratri (2014) menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa dalam materi operasi bilangan bulat melalui alat peraga papan bilangan bulat. Peningkatan tersebut sebesar 71% dilihat dari hasil pretest dan posttest. Maka alat peraga berbasis metode Montessori dapat membantu mengatasi kesulitan siswa dalam belajar.

Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam kegiatan membaca dan menulis, kebutuhan alat peraga pada pembelajaran, dan keefektifan alat peraga Montessori, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan (Research and Development). Peneliti melakukan penelitian dan pengembangan alat peraga membaca dan menulis permulaan. Alat peraga ini merupakan pengembangan dari Large Movable Alphabets (LMA) yang merupakan alat peraga Montessori untuk pembelajaran bahasa. Pengembangan memperhatikan lima ciri alat peraga Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education. Penelitian ini dibatasi pada tahapan menghasilkan prototipe atau bentuk dasar dari produk alat peraga membaca dan menulis permulaan. Produk ini

diujikan secara ilmiah oleh ahli dan melalui tahap uji coba lapangan terbatas di SD N Karangwuni.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan dua rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana pengembangan alat peraga membaca dan menulis permulaan berbasis metode Montessori untuk siswa kelas I Sekolah Dasar dengan konsep alat peraga Montessori yang sudah ada?

1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga membaca dan menulis permulaan berbasis metode Montessori yang dikembangkan untuk siswa kelas I Sekolah Dasar?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dalam pelaksanaannya. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut.

1.3.1 Mengembangkan alat peraga membaca dan menulis permulaan berbasis metode Montessori untuk siswa kelas I Sekolah Dasar dengan konsep alat peraga Montessori yang sudah ada.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas alat peraga membaca dan menulis permulaan berbasis metode Montessori untuk siswa kelas I Sekolah Dasar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut.

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keterampilan dalam melakukan penelitian terlebih mengenai pembuatan alat peraga. Selain dalam pembuatannya, diharapkan peneliti mampu memaksimalkan dalam penggunaan alat peraga, khususnya untuk membaca dan menulis permulaan di Sekolah Dasar.

1.4.2 Bagi Guru

Guru mendapatkan pengalaman dan referensi baru mengenai pengadaan, pengembangan, dan penggunaan alat peraga untuk pembelajaran. Sehingga

akhirnya guru menyadari pentingnya alat peraga dalam pembelajaran untuk mempermudah siswa bahkan mampu mengatasi kesulitan belajar siswa.

1.4.3 Bagi Siswa

Siswa memperoleh pengalaman belajar yang baru dan menyenangkan mengenai penggunaan alat peraga membaca dan menulis. Kesulitan siswa dalam membaca dan menulis terbantu dengan adanya alat peraga tersebut.

1.4.4 Bagi Sekolah

Sekolah dapat mempertimbangkan mengenai pengadaan alat peraga untuk pembelajaran. Sehingga sekolah memperoleh wawasan baru mengenai berbagai macam alat peraga terlebih alat peraga berbasis Montessori beserta manfaatnya dalam pembelajaran.

1.4.5 Bagi Prodi PGSD

Menambah referensi alat peraga yang ada dapat dikembangan di PGSD dan menambah pengalaman penelitian research and development mengenai alat peraga. Disamping itu, memperluas kerjasama dengan pihak SD mitra (kepala sekolah, guru, dan siswa).

1.5 Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang dikembangkan adalah alat peraga membaca dan menulis permulaan berbasis metode Montessori beserta album penggunaannya. Alat ini dikembangkan dari alat peraga Montessori yang berupa Large Movable Alphabets (LMA). Aktivitas pokok dari perkenalan menulis adalah penggunaan LMA Presentasi dari LMA menekankan bahwa menulis digunakan untuk mencatat pikiran, dan pikiran dapat dituliskan selain diucapkan (Gettman, 1987: 133). Alat peraga membaca dan menulis permulaan berfungsi untuk membantu kesulitan membaca dan menulis permulaan untuk siswa kelas 1. Indikator membaca yang dimasukkan dalam alat peraga ini adalah 3.1.1 Membaca suku kata yang bentuknya hampir mirip; 3.1.2 Membaca suku kata yang artikulasi bunyinya hampir sama; 3.1.3 Membaca kata dengan dua suku kata yang sama; 3.1.4 Membaca kata dengan dua suku kata yang berbeda; dan 3.2.1 Membaca kalimat pendek yang terdiri dari 2-3 kata. Sedangkan indikator untuk menulis antara lain; 4.3.1 Menulis sesuai garis kata dengan suku kata sama; 4.3.2 Menulis sesuai garis

kata dengan suku kata berbeda; 4.3.3 Menulis sesuai garis kata dengan tiga suku kata; 4.3.4 Menulis sesuai garis kata yang terdapat huruf mati; 4.3.5 Menulis sesuai garis kalimat pendek yang terdiri dari 2-3 kata. Alat peraga ini terdiri dari kotak huruf, kartu huruf diftong, kartu suku kata, kartu kata, kartu gambar, kotak garis, papan petunjuk penulisan huruf, dan papan tulis.

Gambar 1.1 Disain Kotak Huruf (tampak depan)

Gambar 1.2 Disain Kotak Huruf (tampak atas)

Kotak huruf terdiri dari 26 kotak kecil yang berisi huruf alfabet, dua kotak tanda titik untuk huruf i dan j, satu kotak kartu gambar, dan satu kotak kartu kata. Bahan pembuatan kotak ini adalah kayu pinus. Setiap kotak huruf a-z memiliki huruf berjumlah lima untuk setiap hurufnya. Huruf vokal berwarna biru sedangkan huruf konsonan berwarna merah. Warna tersebut berlaku untuk warna tanda titik. Tanda titik huruf i berwarna biru dan huruf j berwarna merah. B A

Pembedaan warna tersebut berdasarkan prinsip Montessori pada alat peraga LMA. Huruf-huruf ini dibuat dengan bahan acrylic. Tata letak huruf disusun berdasarkan ukuran tingginya dan dibedakan menjadi daerah A dan daerah B. Daerah A terdiri dari huruf b, d, f, g, h, j, k, l, p, q, t, dan y. Masing-masing kotak pada daerah A memiliki ukuran 10 cm x 7,5 cm. Ukuran tinggi huruf pada daerah A adalah 9 cm kecuali untuk huruf t. Selanjutnya huruf a, c, e, i, m, n, o, r, s, u, v, w, x, dan z merupakan huruf daerah B yang memiliki tinggi 4 cm. Masing-masing kotak huruf daerah B berukuran 5cm x 7,5 cm. Di bawah daerah B terdapat dua kotak masing-masing berukuran 5 cm x 4 cm untuk kotak tanda titik huruf i dan j. Huruf-huruf tersebut berfungsi sebagai alat untuk menyusun suku kata, kata, maupun kalimat yang kemudian akan dibaca dan ditulis oleh siswa. Kotak huruf beserta huruf-hurufnya memiliki berat 1,5 kg.

Selain kotak huruf, komponen lain dari alat peraga ini adalah kartu gambar, kartu suku kata, dan kartu kata. Kartu-kartu yang dibuat dengan bahan Ivory 260 ini dimasukkan dalam dua kotak yang berukuran 7,5 cm x 7,5 cm untuk setiap kotaknya. Letak kotak ini berada di samping kotak tanda titik. Melalui kartu-kartu ini, siswa dapat menyusun suku kata, kata, maupun kalimat. Pada sisi belakang kartu gambar terdapat pengendali kesalahan berupa nama benda tersebut yang digunakan pada saat siswa menyusun huruf. Kartu suku kata terdiri dari ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co, dan seterusnya sampai huruf z untuk setiap huruf konsonan. Sedangkan untuk kartu kata terdiri dari kata yang merupakan nama benda pada kartu gambar, kata dengan tiga suku kata, kata berimbuhan huruf mati, dan nama orang sebagai pelengkap dalam menyusun kalimat. Berikut adalah disain kartu-kartu tersebut.

Gambar 1.3 Disain kartu gambar tampak depan (kiri) dan tampak belakang (kanan)

Gambar 1.4 Disain kartu suku kata Gambar 1.5 Disain kartu kata

Komponen lain selain kotak huruf dan kartu-kartu di atas adalah kotak garis dan papan tulis. Peneliti memanfaatkan tutup kotak huruf sebagai papan untuk menyusun huruf. Tutup tersebut berukuran 50 cm x 38 cm. Tinggi luar 4 cm sedangkan tinggi dalam 3,5 cm. Bagian dalam tutup dibuat kotak bergaris empat dengan dua garis utama dan dua garis bayangan (garis putus-putus). Kotak garis ini ada dua dan masing-masing berukuran 48 cm x 12 cm. Fungsi dari kotak garis tersebut adalah untuk meletakkan kartu-kartu dan menyusun huruf. Berikut adalah disain kotak garis.

Gambar 1.6 Disain kotak garis (tampak depan)

Setelah kotak garis, komponen terakhir ialah papan tulis. Papan tulis bentuknya sama dengan kotak garis. Berikut adalah gambar 1.6 disain papan tulis.

Gambar 1.6 Disain papan tulis

Papan ini berukuran 47 cm x 29 cm berfungsi sebagai tempat latihan menulis sesuai dengan garis yang tersedia. Alat untuk menulis di papan tulis ini adalah boardmarker yang mudah dihapus dengan penghapus papan white board. 1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Pembelajaran adalah interaksi antara guru dengan peserta didik dan sumber belajar untuk mencapai tujuan belajar dan dilaksanakan secara terkendali dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dalam pembelajaran. 1.6.2 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD adalah pembelajaran dengan

pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan komunikasi lisan dan tulis yang melibatkan aspek keterampilan berbahasa, kebahasaan, dan sastra. 1.6.3 Membaca permulaan adalah pembelajaran membaca tahap awal di kelas I

dan II dengan menggunakan metode-metode membaca yang disesuaikan dengan kemampuan membaca yang akan dicapai.

1.6.4 Menulis permulaan adalah pembelajaran menulis tahap awal di kelas I dan II dengan penguasaan kegiatan pramenulis yang berkembang menjadi kegiatan menulis yang lebih kompleks dan bertahap.

1.6.5 Membaca dan menulis permulaan adalah kemampuan membaca dan menulis yang diorientasikan pada kemampuan membaca dan menulis tingkat dasar.

1.6.6 Metode Montessori adalah metode yang menekankan pada kebebasan, kemandirian, yang melatih dan mengembangkan indra-indra dan pemikiran anak dengan menggunakan prinsip-prinsip dalam Montessori. 1.6.7 Perkembangan anak adalah serangkaian perubahan yang berlangsung

secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.

1.6.8 Alat peraga adalah media yang menggambarkan, mengilustrasikan, atau mencirikan tentang konsep materi ajar yang diajarkan, sehingga siswa lebih mudah memahami materi tersebut.

1.6.9 Alat peraga berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang memiliki ciri-ciri menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan kontekstual.

12