• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Sanjaya (2011), pembelajaran (instruction) itu menunjuk pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Dalam pembelajaran, guru harus berperan secara optimal, demikian juga dengan siswa. Perbedaan dominasi dan aktivitas guru dan siswa hanya menunjuk pada perbedaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa tersebut terhadap materi dan proses pembelajaran.

3. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran adalah sudut pandang kita terhadap proses usaha siswa untuk belajar sebagai akibat perlakuan guru yang masih bersifat umum.

C. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Landasan Teoritis

Pembelajaran berbasis masalah berlandaskan pada psikologi kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Peran guru dalam pelajaran yang berbasis masalah kadang-kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lebih sering memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikankan masalah oleh mereka sendiri. (Arends, 2008).

Menurut Schunk (2012), teori-teori kognitif memberikan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan, pembentukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

struktur mental, dan pengolahan informasi siswa sebagai penyebab utama dari pembelajaran.

Di samping teori kognitif, teori konstruktivisme mendasari pembelajaran berbasis masalah. Keterkaitan konstruktivisme dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah terdapat proses konstruksi pengetahuan untuk menyelesaikan masalah.

PBL is in the vein of constructivist learning genre (Jonnasen, 1998) as it is found to be consistent with constructivism (Savery & Duffy, 1995). The term refers to the idea that learners construct knowledge for themselves: each learner individually (and socially) constructs meaning as she or he learns. The learner is viewed as an active participant in learning rather than a passive recipient of knowledge.”(Ee & Tan, 2009)

Pembelajaran berbasis masalah ada dalam arus utama pembelajaran konstruktivis seperti yang ditemukan untuk konsisten dengan konstruktivisme. Istilah ini mengacu pada ide bahwa siswa membangun pengetahuan untuk diri mereka sendiri: setiap siswa secara individual (dan sosial) membangun makna sebagai dia belajar. Siswa dipandang sebagai peserta aktif dalam belajar daripada penerima pasif pengetahuan.

Dengan pembelajaran berbasis masalah siswa mempelajari materi pelajaran dengan upaya sendiri dan diharapkan bisa menyelesaikan berbagai masalah. Tujuannya supaya siswa memahami konsep baru yang menjadi tujuan pembelajaran dengan upaya dari diri sendiri yang serius,

18

sehingga konsep yang baru tersebut dapat dipahami dengan lebih baik daripda jika konsep tersebut langsung diberitahukan oleh guru tanpa upaya yang serius dari siswa sendiri.

Pengetahuan tidak ditentukan dari luar diri manusia, tapi terbentuk di dalam diri mereka. Seseorang menghasilkan pengetahuan berdasarkan keyakinan-keyakinan dan pengalaman-pengalaman mereka sendiri dalam situasi-situasi yang dihadapi.

2. Pengertian

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Pendekatan ini berfokus pada keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada pembelajaran yang konvensional. Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya (Suyatno, 2010).

Pembelajaran berbasis masalah adalah proses pembelajaran yang diawali dengan menggunakan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merupakan poin utama dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah (Suyatno, 2010).

Menurut Gagne dalam Wena (2012), dalam memecahkan masalah siswa berproses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir.

3. Karakteristik

Menurut Suyatno (2009), dalam melaksanakan proses pembelajaran berbasis masalah ini, beberapa ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran berpusat dengan masalah.

b. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.

20

c. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.

d. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.

e. Siswa aktif dengan proses bersama.

f. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru. g. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.

h. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.

i. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil. 4. Sintaks

Menurut Ibrahim dan Nur (2001), pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari 5 tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan pada Tabel Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Perilaku Guru

Tahap 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menyajikan masalah, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap 2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).

Tahap 3 Membimbing

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penyelidikan individual maupun kelompok

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesa, dan pemecahan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

(Ibrahim & Nur, 2001: 13) Perilaku yang diinginkan dari guru dan siswa yang berhubungan dengan masing-masing tahap, dideskripsikan dengan lebih terperinci sebagai berikut.

a. Orientasi Siswa pada Masalah

Pada awal pembelajaran, guru mengomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun sikap positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Guru menyodorkan masalah dengan hati-hati atau memiliki prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi permasalahan. Guru seharusnya menyuguhkan masalah kepada siswa dengan semenarik dan seakurat mungkin (Arends, 2008).

b. Mengorganisasi Siswa untuk Belajar

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pembelajaran berbasis masalah juga mengaharuskan guru untuk

22

membantu siswa untuk merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya (Arends, 2008).

c. Membimbing Penyelidikan Individual maupun Kelompok

Penyelidikan yang dilakukan secara individual, berpasangan, atau dalam kelompok-kelompok kecil adalah inti pembelajaran berbasis masalah. Meskipun setiap masalah membutuhkan teknik penyelidikan yang agak berbeda, kebanyakan melibatkan proses mengumpulkan data dan eksperimentasi, pembuatan hipotesis dan penjelasan, dan memberikan solusi. Guru seharusnya membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan menyodorkan berbagai pertanyaan untuk membuat siswa memikirkan tentang permasalahan itu dan tentang jenis informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi yang dapat dipertahankan (Arends, 2008).

d. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya

Hasil karya lebih dari sekadar laporan tertulis. Hasil karya termasuk hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya, dan program komputer serta presentasi multimedia (Arends, 2008).

e. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah

Tahap terakhir pembelajaran berbasis masalah melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

investigatif dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai tahap pelajaran (Arends, 2008).

5. Hambatan

Ada beberapa hambatan yang yang dapat muncul selama proses belajar dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah :

a. Hambatan yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya siswa dan pengajar dengan metode ini. Siswa dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, yaitu pemberian materi terjadi secara satu arah (Suyatno, 2009).

b. Kurangnya waktu. Proses pembelajaran berbasis masalah terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Siswa terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah harus disesuaikan dengan beban kurikulum (Suyatno, 2009).