• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Belajar

2. Teori Belajar

Menurut Trianto (2010) teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berikut dijabarkan beberapa teori belajar.

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Trianto (2010), teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.

b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Sanjaya (2011), Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya

10

diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

Menurut Piaget, sejak kecil setiap anak sudah memiliki skema, yaitu struktur kognitif yang terbentuk karena pengalaman anak. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses mengkonstruksi pengetahuan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru (Sanjaya, 2011).

Dalam Trianto (2010), menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Tingkatan-tingkatan perkembangan kognitif tersebut meliputi:

1) Sensorimotor

Tahap ini diperkirakan berlangsung dari usia kelahiran sampai 2 tahun. Tindakan-tindakan anak spontan dan menunjukkan usaha untuk memahami dunia. Pemahaman bersumber dari tindakan di saat sekarang.

2) Pra-operasional

Tahap ini diperkirakan berlangsung dari usia 2 sampai 7 tahun. Anak mampu membayangkan masa mendatang dan berpikir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tentang masa yang sudah lewat, meskipun persepsi mereka masih sangat berorientasi pada masa sekarang. Mereka juga belum mampu berpikir dengan lebih dari satu dimensi pada satu saat. 3) Operasional konkret

Tahap ini diperkirakan berlangsung dari usia 7 sampai 11 tahun. Tahapan ini ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan merupakan tahapan formatif dalam pendidikan sekolah, karena ini masanya bahasa dan penguasaan keterampilan-keterampilan dasar anak-anak bertambah cepat secara dramatis. Anak-anak mulai menunjukkan beberapa pemikiran abstrak meskipun biasanya didefinisikan dengan karakter-karakter atau tindakan-tindakan.

4) Operasional formal

Tahap ini diperkirakan berlangsung dari usia 11 tahun sampai dewasa. Tahapan ini mengembangkan pikiran operasional konkret. Pikiran anak-anak tidak lagi hanya terfokus pada hal-hal yang dapat dilihat; anak-anak mampu berpikir tentang situasi-situasi hipotesis atau pengandaian. Kapabilitas penalaran mereka meningkat dan mereka dapat berpikir tentang lebih dari satu dimensi dan karakter-karakter abstrak.

Dalam Trianto (2010), berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, sebagai contoh untuk siswa pada rentang usia 11 –

12

ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja. Di mana remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam bernalar. Remaja mulai menyadari keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, di mana mereka mulai bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka sendiri.

c. Teori Pengajaran John Dewey

John Dewey menekankan pentingnya metode reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah (Trianto, 2010).

1) Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri.

2) Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya.

3) Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.

4) Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.

5) Selanjutnya ia mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah itulah yang benar, yaitu yang berguna untuk hidup.

d. Teori Belajar Bermakna David Ausubel

Menurut Dahar (2011), belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Trianto (2010), berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, di mana siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

e. Teori Penemuan Jerome Bruner

Menurut Dahar (2011), Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

14

bermakna. Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Belajar menemukan mengacu pada penguasaan pengetahuan untuk diri sendiri. Penemuan melibatkan perumusan dan pengujian hipotesis, bukan sekedar membaca dan mendengarkan guru menerangkan. Guru mengatur aktivitas di mana siswa mencari, mengolah, menelusuri, dan menyelidiki. Pembelajaran berdasarkan aktivitas di mana siswa-siswa diharapkan menggunakan pengalaman dan observasi langsung mereka sendiri untuk memperoleh informasi dan memecahkan masalah-masalah ilmiah.

f. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky

Menurut Trianto (2010), Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagaai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respons, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

B. Pendekatan Pembelajaran