• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Terdahulu yang Relevan

BAB I : PENDAHULUAN

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Ada beberapa tulisan yang membahas tentang kajian al-Qur‘an oleh non -Muslim, di antaranya adalah:

Pertama, Muẖammad Husain ‗Alî al-Shaghîr, Mustasyriqûn wa Dirâsât

al-Qur‟âniyah, (Beirut: Dâr al-Muarrikh al-‗Arabi, 1999). Buku ini menguraikan aktivitas orientalis dalam kajian yang bermacam-macam mengenai al-Qur‘an dan mendiskusikan kajian tematis yang mereka lakukan. Menurutnya, kajian al-Qur‘an oleh orientalis dilakukan di samping karena motivasi-motivasi negatif terhadap Islam, seperti upaya agar orang-orang Muslim meninggalkan agamanya dan imperialisme, juga karena murni motivasi ilmiah.

Kedua, Muẖammad Muẖammad Abû Lailah, al-Qur‟ân al-Karîm min al-Manzhûr al-Istisyrâqî: Dirâsah Naqdiyah Talîliyah, (Kairo: Dâr Nasyr li al-Jâmi‗ât, 2002). Dalam tulisannya, Muẖammad Muẖammad Abû Lailah menunjukkan bahwa kajian terhadap al-Qur‘an oleh para orientalis dilakukan dengan tujuan untuk mendistorsi dan mereduksi pemahaman terhadap al-Qur‘an.

Ketiga, Fazlur Rahman, dalam pendahuluan bukunya Tema Pokok al-Qur‟an,

terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1996), Cet. II, h. x-xi, menyebutkan tipologi kajian orientalis tentang al-Qur‘an, yaitu: pertama, kajian yang berusaha untuk membuktikan adanya pengaruh tradisi Yahudi dan Kristen terhadap al-Qur‘an; kedua, kajian yang menekankan pada pembahasan sejarah dan kronologi turunnya al-Qur‘an; dan ketiga, kajian tentang tema-tema tertentu dari al-Qur‘an.

Keempat, Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur‟an: Kajian

Kritis, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005). Dalam tulisannya, Adnin Armas memaparkan hujatan tokoh-tokoh Kristen terkemuka – dan juga Yahudi –kepada al-Qur‘an. Hujatan yang dilontarkan sejak abad ke-8 Masehi tersebut didasari oleh keinginan untuk mempertahankan keyakinan mereka terhadap Bibel sebagai God‟s

word. Menurut mereka, jika al-Qur‘an mengkritik Bibel, maka al-Qur‘an adalah karya setan; jika ada hal-hal dalam al-Qur‘an yang bertentangan dengan Bibel, maka

al-Qur‘an yang salah. Dengan demikian mereka menjadikan Bibel sebagai tolok ukur untuk menilai al-Qur‘an.

Adnin Armas juga berusaha menolak penerapan metode-metode non „Ulum

al-Qur‟ân yang disebutnya sebagai metodologi Bibel terhadap al-Qur‘an serta mengkritik sarjana-sarjana Muslim yang berusaha mengaplikasikannya seperti Mohammed Arkoun dan Nashr Hâmid Abû Zaid. Selain itu, Adnin Armas juga berusaha menanggapi kritikan para orientalis modern dan kontemporer yang menggunakan metodologi Bibel untuk mengkaji al-Qur‘an. Berdasarkan metodologi Bibel, mereka berkesimpulan bahwa al-Qur‘an Mushẖaf ‗Utsmânî telah mengalami berbagai tarîf (penyimpangan). Oleh sebab itu, menurut mereka, al-Qur‘an edisi kritis diperlukan. Terakhir, Adnin Armas juga memaparkan kajian-kajian sarjana-sarjana Yahudi dan Kristen mengenai adanya kosakata asing dalam al-Qur‘an yang dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa ajaran-ajaran al-Qur‘an merupakan jiplakan dari ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen yang disusun oleh Muhammad.

Kelima, Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat

(Sebuah Studi Evaluatif), (Semarang: Dina Utama, 1997). Tulisannya mencoba untuk mengemukakan pandangan Barat tentang al-Qur‘an dengan menganalisis tiga metode pendekatan yang digunakan, yaitu: (1) pendekatan historisisme, (2) pendekatan fenomenologi, dan (3) pendekatan historisisme-fenomenologi. Ketiga metode pendekatan tersebut dianalisis dan dievaluasi dalam tiga segi, yaitu: (1) evaluasi historis, (2) evaluasi konsep-substansial, dan (3) evaluasi metodologis. Tujuan yang ingin dicapai dengan penulisan tersebut adalah untuk memahami perspektif Barat tentang al-Qur‘an yang menggunakan ketiga metode pendekatan tersebut di atas, kemudian melihat sisi perbedaan pandangan Islam dan Barat melalui studi evaluatif.

Keenam, Andrew Rippin, ―Western Scholarship and the Qur‘ān,‖ dalam Jane Dammen McAuliffe, The Cambridge Companion to the Qur‟ān, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007). Dalam tulisannya, Andrew Rippin

mendiskusikan term kesarjanaan Barat dalam kajian al-Qur‘an dengan mengemukakan kajian sarjana-sarjana Barat mulai dari abad pertengahan sampai dengan abad kontemporer. Menurutnya, pendekatan terhadap al-Qur‘an yang dapat diidentifikasi memiliki nilai kesarjanaan baru menemukan karakternya pada abad kesembilan belas.

Ketujuh, Dadan Rusmana, Al-Qur‟an dan Hegemoni Wacana Islamologi

Barat, (Bandung: Pustaka Setia, 2006). Dalam buku ini, Dadan Rusmana memaparkan metodologi kajian al-Qur‘an oleh sarjana-sarjana Barat. Tujuan yang hendak dicapai adalah menarik peneliti untuk mengembangkan kajian lebih lanjut mengenai studi al-Qur‘an di Barat, baik dari segi substansi maupun metodologi.

Kedelapan, Parvez Manzoor, ―Method Vis Á Vis Truth: Orientalisme dan Studi al-Qur‘an‖ terj. Eva F. Amrullah dan Faried F. Saenong, dalam Jurnal Studi

al-Qur‟an, Vol. I, No. 2, 2006, h. 45-74. Dalam artikel tersebut, S. Parvez Manzoor mengkritik habis-habisan kajian al-Qur‘an yang dilakukan oleh para orientalis. Ia menyatakan bahwa kajian mereka, terlepas dari manfaat yang dihasilkannya, merupakan proyek yang dilatarbelakangi oleh rasa kedengkian, superioritas, dan dendam terhadap umat Muslim. Tujuan yang ingin dicapai dari proyek tersebut adalah melemahkan keyakinan umat Muslim terhadap kitab sucinya (al-Qur‘an).

Kesembilan, M. Quraish Shihab, ―Orientalisme‖ dalam Jurnal Studi

al-Qur‟an, Vol. I, No. 2, 2006, h. 21-44. Dalam artikel ini, M. Quraish Shihab mengungkapkan bahwa orientalis, berdasarkan pandangan dan hasil penelitian mereka, terbagi kepada dua kelompok, yaitu: (1) para orientalis yang melakukan penelitian secara obyektif ilmiah. Mereka ini terbagi lagi menjadi dua: yang berhasil menemukan kebenaran bahkan menganut ajaran Islam dan yang gagal karena keterbatasan pengetahuan atau penggunaan kacamata yang keliru; (2) para orientalis yang melakukan penelitian secara subyektif, sehingga hasil yang mereka dapatkan tidak benar. Kelompok ini juga dapat dibagi menjadi dua: yang pertama seluruh hasil karyanya keliru dan yang kedua hasil karyanya sebagian keliru dan sebagian yang

lain benar. Keadaan ini memang mereka sadari, bahkan mereka pergunakan untuk memperdaya pembacanya dengan cara menonjolkan kebenaran yang mereka dapatkan, sehingga seolah-olah hasil penelitian mereka secara keseluruhan bersifat obyektif dan benar.

Jika kekeliruan orientalis yang termasuk kelompok pertama adalah perbedaan kacamata yang digunakan dan kelemahan ilmu bantu, maka kekeliruan orientalis kelompok kedua adalah adanya pra-konsepsi. Orientalis kelompok kedua ini menarik simpulan dengan cara: pertama, menukil pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan sarjana Muslim, tetapi memilih apa yang dapat mereka jadikan bukti keinginan mereka; kedua, menukil dalam bentuk yang secara selintas terlihat sempurna, tetapi pada hakikatnya mengabaikan satu atau dua huruf yang amat berpengaruh dalam makna; ketiga, mengemukakan kritik-kritik yang terlihat sebagai kritik mereka, padahal sesungguhnya apa yang mereka kemukakan tersebut telah dikemukakan oleh para sarjana Muslim dan telah pula diberi jawabannya yang tepat.

Berdasarkan pengamatan penulis, karya-karya di atas secara garis besar merefleksikan dua arus utama respon sarjana Muslim terhadap kajian al-Qur‘an oleh non-Muslim, yaitu: pertama, pendapat yang tidak memperbolehkan non-Muslim mengkaji al-Qur‘an; dan kedua, pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur‘an terbuka bagi siapa saja yang mau mengkajinya. Adapun tesis ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung pendapat kedua, dengan meneliti pandangan dan metode Toshihiko Izutsu dalam mengkaji al-Qur‘an.