• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-qur’an dan tafsirnya dalam perspektif Toshihiko Izutsu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Al-qur’an dan tafsirnya dalam perspektif Toshihiko Izutsu"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Agama dalam

Bidang Pendidikan Bahasa Arab

Oleh:

FATHURRAHMAN

NIM. 07.2.00.1.13.08.0040

Pembimbing:

Dr. Yusuf Rahman, M.A.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : Fathurrahman

NIM : 07.2.00.1.13.08.0040

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul: Al-Qur‟an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu‖ adalah benar merupakan hasil karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.

Jakarta, 25 Pebruari 2010 Penulis,

Fathurrahman

(3)

Tesis dengan judul ―Al-Qur‟an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu‖ yang ditulis oleh:

nama : Fathurrahman

NIM : 07.2.00.1.13.08.0040

telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dibawa ke sidang ujian/penilaian tesis.

Jakarta, 25 Pebruari 2010 Pembimbing,

Dr. Yusuf Rahman, M.A.

(4)

Tesis dengan judul ―Al-Qur‟an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko

Izutsu‖ yang ditulis oleh Fathurrahman, NIM. 07.2.00.1.13.08.0040, telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, tanggal 8 Maret 2010, dan telah diperbaiki sesuai saran dan rekomendasi dari Tim Penguji Tesis.

TIM PENGUJI

Ketua Sidang/Penguji,

Dr. Udjang Tholib, M.A. Tanggal: _______ 2010

Pembimbing/Penguji,

Dr. Yusuf Rahman, M.A. Tanggal: _______ 2010

Penguji I,

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Tanggal: _______ 2010

Penguji II,

Prof. Dr. Suwito, M.A. Tanggal: _______ 2010

(5)

Tesis ini membuktikan bahwa menjadi Muslim bukanlah merupakan syarat utama bagi seseorang untuk dapat mengkaji al-Qur‘an.

Kesimpulan tesis ini pada dasarnya menolak pendapat yang menyatakan bahwa non-Muslim tidak boleh mengkaji al-Qur‘an. Pendapat ini dikemukakan oleh Muammad Nabîl Ghanâim, Dirâsât fî al-Tafsîr, (1987), Khâlid ʻAbd Rahmân al-ʻAk, Ushûl al-Tafsîr wa Qawâʻiduhu, (1986), dan ‗Abd al-Hay al-Farmâwî, al-Bidâyah fî Tafsîr al-Maudhûʻî: Dirâsah Manhajîyah Maudhuʻîyah, (1977). Sebaliknya, tesis ini mendukung gagasan tentang kemungkinan bagi setiap orang dapat mengkaji al-Qur‘an tanpa dibatasi oleh agamanya, apakah ia Muslim atau bukan. Pendapat ini dikemukakan oleh Muammad Amîn al-Khûli, Manâhij al-Tajdîd fî al-Nawi wa al-Balâghah wa al-Tafsîr wa al-Adâb, (1961) dan Nashr Hâmid Abû Zaid, Mafhûm al-Nashsh: Dirâsah fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (1993).

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah karya-karya Toshihiko Izutsu tentang kajian al-Qur‘an, yaitu: God and Man in the Koran: Semantics of the Koranic Weltanschauung, (2002), dan Ethico-Religious Concepts in

the Qur‟an, (2002). Sedangkan sumber sekunder di antaranya adalah: Ahmad Sahidah, Hubungan Tuhan, Manusia dan Alam dalam al-Qur‟ān menurut Pemikiran Toshihiko Izutsu, (http://www.ahmadsahidah.blogspot.com), dan karya-karya yang berkenaan dengan kajian al-Qur‘an. Dalam pengumpulan data, penulis menempuh teknik studi literatur dan pencarian di internet. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk memberikan gambaran sekaligus mengeksplorasi secara mendalam pandangan dan pendekatan Toshihiko Izutsu dalam mengkaji al-Qur‘an. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tekstual, yakni menyelami pemikiran seorang tokoh melalui karya-karyanya guna menangkap nuansa makna dan pengertian yang dimaksud secara khas sehingga tercapai suatu pemahaman yang benar. Penulis juga menempuh langkah komparatif, dengan membandingkan pandangan dan pendekatan Toshihiko Izutsu dengan sarjana-sarjana lain baik Muslim maupun non-Muslim seputar objek pembahasan guna menangkap sisi persamaan dan perbedaannya.

(6)

This thesis proves that to be a Muslim is not the main criteria to study al- Qur‘ân.

Basically, the conclusion of this thesis refuses the statement of Muammad Nabîl Ghanâim, Dirâsât fî al-Tafsîr, (1987), Khâlid ʻAbd al-Rahmân al-ʻAk, Ushûl al-Tafsîr wa Qawâʻiduhu, (1986), and ‗Abd Hay Farmâwî, Bidâyah fî Tafsîr al-Maudhûʻî: Dirâsah Manhajîyah Maudhuʻîyah, (1977), who state that non-Muslim does not have authority to study the Holy Book. On the other side, this thesis strengthens the statement of Muammad Amin al-Khûlî on Manâhij Tajdîd fî al-Nawi wa al-Balâghah wa al-Tafsîr wa al-Adâb, (1961) and Nashr Hâmid Abû Zaid on Mafhûm al-Nashsh: Dirâsah fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (1993), who suggest that everyone who are interested in studying al-Qur‘ân can study the Holy Book without seeing to his or her religion.

The principal sources in this research are Toshihiko Izutsu‘s books on the Quranic studies, i.e.: ―God and Man in the Koran: Semantics of the Koranic Weltanschauung”, and ―Ethico-Religious Concepts in the al-Qur‟an”, whereas the secondary sources of the research are Ahmad Sahidah‗s article, Hubungan Tuhan, Manusia dan Alam dalam al-Qur‟ān menurut Pemikiran Toshihiko Izutsu, (http://www.ahmadsahidah.blogspot.com), and other books that have a correlation with this study. In collecting some data, the writer uses literary research and access to the internet. This research is a descriptive analysis that describes and explore deeply the view and approach of Toshihiko Izutsu‘s study in al-Qur‘ân. The writer uses the textual approach in understanding Toshihiko Izutsu‘s ideas that are written in his books in order to get the meaning that he intended. The writer also uses comparative approach, that compares view and approach between Toshihiko Izutsu and some scholars (Muslim or non-Muslim) to find their similarities and differences.

(7)

(1987)

(1977)

―ToshihikoIzutsu God and Man in the Koran : Semantics

of of the Koranic Weltanschanung (2002), Ethico-Reliius Concepts in the

Qur‟an (2002) Hubungan Allah, Manusia, Alam dalam al-Qur‟an Menurut Pemikiran

) http://www.ahmadsahidah.blogspot.com (

Toshihiko Izutsu

Analisis Deskriptif Toshihiko

Izutsu Toshihiko Izutsu

(8)

Segala puji dan syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT., Rabb al-„Âlamîn, karena tatkala penulis berada dalam kondisi sulit selalu saja ada kemudahan yang Dia berikan melalui orang-orang terpilih-Nya. Demikian juga, shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dukungan, dana, bimbingan, arahan, dan masukan. Oleh karena itu, penulis merasa wajib berterima kasih kepada jajaran Departemen Agama selaku pihak pemberi beasiswa, Kepala MAN Mandah, Bapak Said Sulaiman Daud, S.Pd.I. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program beasiswa ini, dan rekan-rekan guru dan pegawai di MAN Mandah yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

Kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A.; Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.; dan para Deputi Direktur, yaitu: Prof. Dr. Suwito, M.A.; Dr. Fu‘ad Jabali, M.A.; dan Dr. Udjang Tholib, M.A., serta seluruh staf pengajarnya, penulis ucapkan terima kasih atas perkenannya untuk studi di lembaga ini dan atas kuliah-kuliah yang inspiratif dan mencerahkan.

Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A. yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan kepada penulis di tengah-tengah kesibukannya sebagai Dosen tetap Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Penanggung jawab Program Khusus serta Dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sujud ta„zhîm untuk Ayahanda M. Asrori (al-Marûm) dan Ibunda Rusmini, yang dengan penuh kesabaran mendidik penulis dari kecil hingga dewasa, mengajari untuk mencintai ilmu pengetahuan, dan senantiasa mendo‘akan penulis supaya menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi agama, bangsa, dan negara. Juga kepada

(9)

Ahmad Rifa‘i beserta istri,

Lilik Jauharotul Wastiyah, terima kasih telah memberikan perhatian dan semangat dalam menyelesaikan studi ini.

Di samping itu juga, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pusat Studi al-Qur‘an (PSQ) Jakarta, dan Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta atas pelayanannya, baik dalam bentuk peminjaman maupun fotokopi data-data yang penulis butuhkan, semoga bantuannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Kepada sahabat-sahabatku peserta program beasiswa Departemen Agama angkatan 2007 dari PBA dan PAI di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah yang selalu memberikan semangat dan waktu berdiskusi untuk segera menyelesaikan Program Magister terutama dalam penulisan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini tanpa bisa disebutkan satu persatu.

Wa bi al khusûs, penghargaan yang paling istimewa penulis sampaikan kepada isteri tercinta, Leni Rohani Afifah, S.Pd.I, dan putri kami, Ghaida Aurellia Nabila, atas pengertian, kesabaran, dukungan, dan pengorbanannya demi studi suami dan bapaknya, sehingga rela ditinggalkan bahkan ketika proses persalinan sekalipun. Kepada mereka karya ilmiah ini penulis dedikasikan.

Akhirnya, jazâ‟akum Allah asana al-jazâ‟.

Jakarta, 20 Pebruari 2010

Fathurrahman

(10)

A. Konsonan

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alîf Tidak dilambangkan

Bâ‟ B, b Be

Ta‟ T, t Te

Tsâ‟ Ts, ts Te dan Es

Jîm J, j Je

Hâ‟ H, Ha (dengan garis di bawah)

Kha‟ Kh, kh Ka dan Ha

Dâl D, d De

Dzâl Dz, dz De dan Zet

Râ‟ R, r Er

Zây Z, z Zet

Sîn S, s Es

Syîn Sy, sy Es dan Ye

Shâd Sh, sh Es dan Ha

Dhâd Dh, dh De dan Ha

Thâ‟ Th, th Te dan Ha

Zhâ‟ Zh, zh Zet dan Ha

„Ain ‗ koma terbalik di atas

Ghain Gh, gh Ge dan Ha

Fâ‟ F, f Ef

Qâf Q, q Ki

Kâf K, k Ka

Lâm L, l El

Mîm M, m Em

Nûn N, n En

(11)

Hamzah ‘ Apostrof

Yâ‟ Y, y Ye

B. Vokal

1. Vokal Pendek

Tanda Nama Huruf Latin Keterangan

Fathah a A

Kasrah i I

Dhammah u U

2. Vokal Panjang

Tanda Nama Huruf Latin Keterangan

Fathah dan Alîf Â, â a dan topi di atas

Kasrah dan Yâ‟ Î, î i dan topi di atas

Dhammah dan Wâw Û, û u dan topi di atas

3. Vokal Rangkap

Tanda Nama Huruf Latin Keterangan

Fathah dan Yâ‟ ai a dan i

Fathah dan Wâw au a dan u

C. Lain-lain

Tâ‟ al-Marbûthah dilambangkan dengan /h/, sedangkan tâ‟ yang menunjukkan

jama‟ mu‟annats sâlim dilambangkan dengan /t/.

Syaddah atau tasydîd dilakukan dengan menggandakan huruf yang sama.

(12)

huruf syamsiyah.

 Nama-nama atau kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan latin, pada umumnya, akan ditulis berdasarkan versi populer tersebut.

(13)

Halaman Judul ... i

Lembar Pernyataan ... ii

Lembar Persetujuan Pembimbing ... iii

Lembar Pengesahan Tim Penguji ... iv

Abstrak ... v

Ungkapan Terima Kasih ... viii

Pedoman Transliterasi ... x

Daftar Isi ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 15

1.Identifikasi masalah ... 15

2.Pembatasan masalah ... 15

3.Rumusan masalah ... 15

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 16

D. Tujuan Penelitian ... 19

E. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 20

F. Metode Penelitian ... 20

1.Jenis dan pendekatan penelitian ... 20

2.Sumber data ... 21

3.Teknik pengumpulan dan analisis data ... 22

4.Teknik penulisan dan penyajian hasil penelitian ... 23

G. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II : NON-MUSLIM DAN KAJIAN AL-QUR‘AN ... 26

A. Kajian al-Qur‘an oleh Non Muslim dalam Lintasan Sejarah ... 26

B. Kategori dan Pendekatan Kesarjanaan Barat dalam Kajian al-Qur‘an ... 35

1. Pendekatan sejarah ... 39

2. Pendekatan fenomenologis ... 41

3. Pendekatan strukturalisme linguistik ... 43

(14)

A. Sketsa Biografis Toshihiko Izutsu ... 51

B. Status al-Qur‘an menurut Toshihiko Izutsu ... 55

1.Al-Qur‘an: wahyu yang berasal dari Allah ... 60

2.Bahasa al-Qur‘an ... 71

3.Tekstualitas al-Qur‘an ... 77

C. Kecenderungan dan Pendekatan Toshihiko Izutsu dalam Penafsiran al-Qur‘an ... 82

D. Kritik terhadap Toshihiko Izutsu ... 90

BAB IV : METODE TOSHIHIKO IZUTSU DALAM PENAFSIRAN AL-QUR‘AN DAN MEKANISME PENERAPANNYA ... 96

A. Konsep-konsep Metodologis Penafsiran ... 97

1. Semantik sebagai Kajian terhadap Pandangan Dunia ... 97

2. Istilah-istilah Kunci dan Weltanschauung ... 105

3. Makna Dasar dan Makna Relasional ... 111

B. Mekanisme Penerapan Metode Semantik terhadap al-Qur‘an ... 114

1. Konsep Allah ... 114

2. Relasi Allah dan Manusia ... 123

a. Relasi ontologis ... 123

b. Relasi komunikatif ... 126

c. Relasi tuan-hamba ... 130

d. Relasi etik ... 136

C. Perbandingan Metode Semantik Toshihiko Izutsu dengan Metode-metode lain dalam Penafsiran al-Qur‘an ... 140

BAB V : PENUTUP ... 151

A. Simpulan ... 151

B. Saran-saran ... 152

Daftar Pustaka

Daftar Riwayat Hidup

(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kajian mengenai al-Qur‘an tidak hanya dilakukan oleh umat Muslim, tapi juga oleh kalangan non-Muslim. Akan tetapi kelompok yang disebutkan terakhir tidak memandang al-Qur‘an sebagaimana kelompok pertama. Mayoritas kaum Muslim meyakini bahwa al-Qur‘an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad melalui perantaraan Jibril, kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara mutawâtir, yang tertulis dalam mushaf dan membacanya dianggap ibadah.1 Keyakinan demikian pada gilirannya menimbulkan ketertarikan dalam diri kaum Muslim tersebut untuk memahami kandungan al-Qur‘an, sehingga melahirkan karya melimpah yang terhimpun dalam kitab-kitab tafsir.2 Sementara non-Muslim pada umumnya memandang al-Qur‘an bukanlah firman Tuhan, tapi sebagai ucapan Muhammad.3 Pandangan yang secara diametral sangat bertentangan

1Lihat J.J.G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, (Leiden: E.J. Brill,

1974), h. 1-2; Seyyed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, (London: George Allen and Unwin Ltd., 1984), h. 42.

2

Salah satu indikatornya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fuat Sezgin, Geschichte des Arabischen Schriftums, yang menunjukan banyaknya karya tafsir, baik yang telah dianotasi dan diterbitkan, maupun yang masih berupa manuskrip, dalam khazanah intelektual Islam klasik. Lihat Nur

Kholis Setiawan, ―Al-Qur‘an dalam Kesarjanaan Klasik dan Kontemporer; Keniscayaan

Geisteswissenschaften,‖ dalam Jurnal Studi al-Qur‟an, Vol. I, No. 1, Januari 2006, h. 79. Lihat juga, Muammad Husain Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid I-III, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000). Berkenaan dengan hal ini, Stefan Wild mengatakan bahwa sejarah kajian al-Qur‘an yang selalu

menduduki peringkat utama, adalah sejarah penafsiran umat Islam terhadap al-Qur‘an. Lihat, Stefan Wild, ―Kata Pengantar‖ dalam M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar,

(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), h. xxiii.

3Charles J. Adams mengatakan: ―Virtually all western scholarship, almost without stopping to consider, considers Muhammad and his teaching to be the result of historical and personality factors rather than of divine activity.‖ Charles J. Adams, ―Islam‖ dalam A Reader‟s Guide to the Great

Religious, (New York: The Free Press, 1975), h. 414. Sebagaimana dikutip oleh Moh. Natsir Mahmud,

Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), (Semarang: Dina Utama, 1997), h.

28. Pandangan demikian timbul karena didasarkan atas pra-anggapan Kristen bahwa wahyu (kitab suci) Kristen didasarkan atas kesaksian-kesaksian manusia yang bermacam-macam dan tidak langsung.

(16)

dengan keyakinan umat Muslim ini mendasari penelitian-penelitian terhadap al-Qur‘an yang mereka lakukan.

Ketertarikan umat Muslim untuk mengkaji al-Qur‘an tentu saja tidak menimbulkan keheranan, karena al-Qur‘an adalah kitab suci dan pedoman hidup mereka, sehingga merupakan suatu kewajaran jika mereka mencurahkan segenap perhatian untuk memahami ajaran-ajarannya untuk membimbing diri mereka dalam menempuh kehidupan yang sesuai dengan tuntunan kitab suci tersebut. Sebaliknya, ketertarikan non-Muslim terhadap al-Qur‘an sering mengundang tanda tanya. Apa motivasi yang mendorong mereka mendedikasikan hidupnya untuk menggeluti al-Qur‘an, sementara dalam hati mereka tidak ada keyakinan terhadap al-Qur‘an dan ajaran-ajarannya sebagai berasal dari Tuhan.

Kajian non Muslim terhadap al-Qur‘an telah muncul sejak awal, yakni sejak kitab suci tersebut diwahyukan kepada Muhammad. Hal tersebut, menurut Andrew Rippin, secara diakui oleh al-Qur‘an sendiri, yakni ketika al-Qur‘an mengklasifikasi manusia kepada dua kelompok: orang-orang yang menerima ajaran-ajaran kitab suci tersebut dan orang-orang yang menolaknya. Pilihan terhadap sikap itu tentu didasarkan atas pengetahuan mengenai kitab suci tersebut.4

Kajian al-Qur‘an oleh non-Muslim terus berlanjut, dan sejak abad pertengahan aktivitas ini tidak bisa dipisahkan dari orientalisme.5 Orientalisme ini memiliki akar historis sejak adanya polemik keagamaan antara kaum Yahudi dan

Lihat Maurice Bucaille, Bibel, al-Qur‟an, dan Sains Modern, terj. H.M. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 18.

4 Andrew Rippin, ―Western Scholarship and the Qur‘an‖, dalam Jane Dammen McAuliffe

(ed.), The Cambridge Companion to the Qur‟an, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), h. 236-237.

5 Joesoef Sou‘yb memberikan definisi orientalisme sebagai suatu paham atau aliran yang

berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur beserta lingkungannya. Lebih jauh ia juga mendefinisikan orientalisme dalam arti sempit sebagai kegiatan penyelidikan ahli-ahli ketimuran di Barat tentang agama-agama di Timur, khususnya tentang agama Islam. Lihat Joesoef Sou‘yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), Cet. III, h. 1-2. Sementara Edward W. Said memahami orientalisme sebagai suatu cara untuk memahami dunia Timur berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pangalaman manusia Barat Eropa. Lihat Edward W. Said,

(17)

Kristen dengan kaum Muslim pada masa awal. Polemik ini berlangsung bersamaan dengan makin meluasnya kekuasaan kekhalifahan Islam ke Suriah, Yerusalem, dan Mesir di belahan Timur, dan sampai ke Afrika Utara, Spanyol, dan Sicilia di belahan Barat. Pada masa tersebut perdebatan teologis antara masing-masing pemuka agama sering berlangsung. Perdebatan tersebut meniscayakan para pemuka agama Yahudi dan Kristen memiliki pengatahuan tertentu mengenai doktrin Islam, meskipun dengan tujuan untuk menolaknya. Pandangan bahwa Islam adalah ―bentuk lain‖ atau penyimpangan dari Kristen tumbuh dari adanya polemik keagamaan tersebut. Hal ini, misalnya, dapat ditemukan dalam gagasan Yohanes dari Damaskus (650-754),6 yang bekerja sebagai pegawai dalam pemerintahan Bani Umayah. Ia adalah teolog Kristen pertama yang menaruh perhatian besar dalam mengkaji Islam. Dalam satu kesempatan ia menyatakan bahwa Islam memang meyakini adanya Tuhan, tetapi secara bersamaan Islam juga menolak kebenaran tertentu dalam agama Kristen, dan karena penolakan tersebut, maka seluruh doktrin agama Islam menjadi tidak bermakna.7 Dengan demikian, pada fase yang masih tergolong awal telah ada usaha untuk mengkaji Islam oleh sarjana-sarjana non-Muslim, meskipun dalam bentuk yang masih sangat kabur.

Orientalisme mulai menemukan fokusnya yang lebih jelas pada abad ke-11, tepatnya seiring dengan pecahnya perang Salib (1096-1291). Akibat perang Salib, kelompok intelektual di Barat mulai menaruh perhatian terhadap Islam.8 Aktivitas

6 Seorang sarjana dari gereja Yunani. Ayahnya menjadi kepala keuangan pada dinasti

Umayah dan ia sendiri pernah menjadi Perdana Menteri di dinasti tersebut. Setelah itu ia mulai menarik diri dan menulis berbagai karya yang bersifat polemik antara Islam dan Kristen. Lihat Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Kaum Barat, Jilid II, (Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1988), h. 6.

7 Ichsan Ali Fauzi, ―Pandangan Barat,‖ dalam Taufik Abdullah, dkk. (eds.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Vol. 7, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 236.

8 Menurut Joesoef Sou‘yb, perang Salib merupakan salah satu faktor yang mendorong

(18)

ilmiah yang menandai awal munculnya kajian orientalis terhadap Islam adalah penerjemahan al-Qur‘an ke dalam bahasa Latin oleh Robert dari Ketton (Robertus Retenensis), yang selesai pada tahun 1143.9 Terjemahan ini, yang diberi nama Liber Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut al-Qur‘an), merupakan terjemahan al-Qur‘an yang pertama dan dijadikan sumber utama oleh para pendeta, pastor, dan misionaris selama 600 tahun ketika merujuk kepada al-Qur‘an.10 Dari terjemahan bahasa Latin inilah kemudian al-Qur‘an diterjemahkan ke

dalam berbagai bahasa Eropa.11

Di sisi lain perang Salib juga menimbulkan kesalahpahaman Barat terhadap Islam. Hal ini dapat dipahami karena dalam suasana konflik perang, dengan sendirinya akan sulit melahirkan pandangan yang positif satu sama lain. Kesalahpahaman Barat, yang menimbulkan pandangan negatif terhadap Islam, dicirikan oleh tiga hal, yaitu: Pertama, memandang Timur sebagai bangsa dan agama inferior. Islam, menurut mereka, adalah agama teror, agama permusuhan, dan kaum Muslim sebagai gerombolan orang Barbar yang patut dibenci. Karena itu, Islam bagi Barat merupakan trauma.12 Mereka menggambarkan Muhammad dalam persepsi yang sangat negatif. Richard C. Martin mencatat bahwa pada saat itu banyak beredar cerita yang melukiskan Muhammad sebagai tuhan bagi orang Islam, pendusta,

Marco Polo. Faktor-faktor ini masing-masing tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling mendukung

dan saling berkaitan satu sama lain. Lihat Joesoef Sou‘yb, Orientalisme dan Islam, h. 36-37.

9 Kegiatan ini diprakarsai oleh Peter yang Agung (Petrus Venerabilis, 1094-1156) kepala

biara induk di Cluny (Perancis) – ketika mengunjungi Toledo (Spanyol) sekitar tahun 1141-1142. Di sana dia menghimpun, membiayai, dan menugaskan sejumlah orang untuk menghasilkan karya-karya yang berkenaan dengan Islam. Lihat W. Montgomery Watt, Bell‟s Introduction to the Qur‟an, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1970), h. 173.

10 Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur‟an: Kajian Kritis, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2005), h. 20.

11 Terjemahan ke dalam bahasa Jerman dilakukan oleh Schweigger di Nurenburg (Bavaria)

pada tahun 1616, terjemahan ke dalam bahasa Perancis dilakukan oleh Du Ryer yang diterbitkan di Paris pada tahun 1647, dan terjemahan ke dalam bahasa Rusia diterbitkan di St. Petersburg pada tahun 1776. Pembahasan selengkapnya, lihat W. Montgomery Watt, Bell‟s Introduction to the Qur‟an, h. 173-186.

12 Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h.

(19)

penggemar wanita, orang Kristen yang murtad, tukang sihir, dan lain sebagainya.13 Sementara W. Montgomery Watt mengemukakan persepsi sarjana-sarjana Barat abad ke-19 yang negatif terhadap Muhammad, antara lain: Gustav Weil (1808-1889) menganggap Muhammad menderita penyakit epilepsi (penyakit ayan), Alloys Sprenger (1813-1893) mengatakan Muhammad mengidap penyakit histeria, Willian Muir (1819-1905) mengatakan bahwa ketika di Mekah Muhammad adalah seorang rasul yang sebenarnya dan memiliki jiwa yang tinggi tetapi setelah di Madinah dia mulai tergoda rayuan setan untuk memperoleh keberhasilan duniawi.14

Kedua, sikap apologis. Sikap ini terkait erat dengan pandangan mereka terhadap Timur, terutama Islam, sebagai inferior. Sikap apologis bertujuan untuk menyerang keyakinan dasar Islam dan untuk memperkuat kedudukan agama Kristen. Orang Barat menyebut Islam dengan ―Muhammadanisme‖ bertolak dari pandangan Kristen tentang Kristus sebagai basis dogma Kristen.15 Pemberian nama ―Muhammadanism‖ tersebut untuk menumbuhkan kesan bahwa Islam adalah ciptaan Muhammad, bukan agama yang diturunkan oleh Allah. Karel A. Steenbrink menjelaskan bahwa penulis-penulis Barat pada abad pertengahan sampai dengan abad ke-18 menulis tentang Islam bukan untuk memberikan informasi yang sebenarnya mengenai Islam, akan tetapi untuk menanamkan misinformasi dengan maksud untuk memperkuat keyakinan agama Kristen yang mereka anut.16

Ketiga, memandang Islam sebagai salah satu sekte Yahudi atau Kristen yang sesat.17 Pandangan tersebut bermula dari persepsi Yohanes dari Damaskus. Sebagaimana telah dikemukakan di muka, dia memandang Islam tidak lain adalah

13 Richard C. Martin, ―Islamic Studies,‖ dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. 2, (New York, Oxford: Oxford University Press, 1995), h. 325-331.

14 W. Montgomery Watt, Bell‟s Introduction to the Qur‟an, (Edinbrugh: University Press,

1970), h. 17.

15 Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h.

18.

16 Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Kaum Barat, Jilid II, h. 16.

17 Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h.

(20)

bid‘ah (heresy) Kristen. Pandangan yang sama dikemukakan oleh Peter yang Agung (abad ke-12 M.), John Wycliffe (abad ke-14 M.), dan beberapa sarjana Barat yang lain di abad pertengahan. Mereka melihat bahwa dalam Islam banyak terdapat kebenaran yang juga terdapat dalam Kristen, tetapi karena keyakinan Islam menolak ajaran Tritunggal, maka hal ini menjadi sebab penolakan mereka untuk mengakui Islam sebagai kebenaran; mereka memandang Islam sebagai bid‘ah Kristen saja.18

Kesalahpahaman pandangan Barat terhadap Islam ini dalam perkembangan selanjutnya, menurut C. Cahen, menimbulkan usaha misionaris.19

Karena memandang Islam secara negatif, maka dengan sendirinya sarjana-sarjana Barat juga memandang negatif terhadap al-Qur‘an. Peter yang Agung dan Martin Luther (1483-1546) menyatakan bahwa al-Qur‘an tidak lain adalah buatan setan.20 Ricoldo da Monte Croce (+1243-1320), seorang biarawan Dominikus, di samping memandang al-Qur‘an adalah karya setan juga mengklaim bahwa banyak terjadi penyimpangan terjadi dalam sejarah al-Qur‘an, susunan al-Qur‘an tidak sistematis karena tidak ada kronologi waktu, tidak ada periodisasi raja-raja, susunan kisahnya tidak teratur, subyek pembahasannya tidak memiliki relevansi antara yang satu dengan yang lainnya, dan logikanya tidak bersusun. Ricoldo da Monte Croce menyimpulkan pandangannya bahwa, pertama, al-Qur‘an hanyalah kumpulan bid‘ah -bid‘ah lama yang telah dibantah sebelumnya oleh otoritas Gereja; kedua, karena Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak memprediksi sebelumnya, maka al-Qur‘an tidak boleh diterima sebagai ―hukum Tuhan‖; ketiga, gaya bahasa al-Qur‘an tidak sesuai untuk disebut sebagai ―Kitab suci‖; keempat, klaim al-Qur‘an yang berasal dari Tuhan tidak memiliki basis di dalam tradisi Bibel; kelima, al-Qur‘an penuh dengan berbagai kontradisi internal; keenam, kebenaran al-Qur‘an tidak dibuktikan dengan

18 Norman Daniel, Islam and the West: The Making of An Image, (Edinburgh: University

Press, 1966), h. 184,

19 Sebagaimana dikutip oleh Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h. 17.

(21)

mukjizat; ketujuh, al-Qur‘an bertentangan dengan akal; kedelapan, al-Qur‘an mengajarkan kekerasan; kesembilan, sejarah al-Qur‘an tidak menentu; dan terakhir, peristiwa mi„râj adalah fiksi murni dan dibuat-buat.21

Pandangan sarjana-sarjana non-Muslim terhadap Islam tidak selamanya negatif. Di penghujung abad ke-16 sampai dengan abad ke-18, yang sering disebut sebagai abad pencerahan (enlightment ages), mulai terjadi pergeseran dalam cara pandang mereka. Kesan negatif yang tadinya mendominasi karya-karya mereka, mulai berkurang. Contoh konkrit dari fenomena ini adalah munculnya tokoh semacam Count de Boulainvilliers yang mengatakan bahwa Islam bukan agama yang salah; Islam bukan agama yang palsu. Ia juga menulis sebuah biografi Muhammad, di mana ia memuji kepribadian Muhammad dan Islam.22 Akan tetapi hingga abad ke-20, bahkan sampai abad ke-21 ini, masih terdapat corak prasangka dalam kajian-kajian Islam yang dilakukan oleh orientalis. Karel A. Steenbrink menjelaskan bahwa bagaimana pun juga, konfrontasi politik antara Barat dan Islam membawa pengaruh besar terhadap ilmuwan Barat dalam mempelajari dunia Timur, khususnya mengenai agama dan umat Islam. Ilmuwan Barat tersebut tidak bisa dipisahkan dari latar belakang sosial-politiknya. Di antara mereka ada yang bekerja sebagai pengawal kolonial atau masuk ke dalam dinas gereja Kristen dalam usaha penyebara agama Kristen. Tetapi ada juga ilmuwan yang hanya tinggal di universitasnya, tidak terlihat dalam kegiatan politik praktis, akan tetapi tulisan-tulisan mereka sering sukar diterima oleh pembaca Muslim karena adanya prasangka tadi. Prasangka yang mencampuri tulisan-tulisan mereka dapat diklasifikasi kepada tiga macam, yaitu: (1) prasangka historisme, (2) prasangka Kristen, dan (3) prasangka superioritas ras.23

21 Hartmut Bobzin, ―A Treasury of Heresies: Christian Polemics against the Koran‖ dalam

Stefan Wild (ed.), The Qur‟ān as Text, (Leiden: E.J. Brill, 1996), h. 166.

22W. Montgomery Watt, ―Studi Islam oleh para Orientalis,‖ diterjemahkan dari ―The Study of

Islam by Orientalist,” oleh Alef Theria Wasim, dalam al-Jami‟ah, No. 53, 1997, h. 37.

(22)

Kajian-kajian mereka terhadap Islam yang dicampuri dengan prasangka-prasangka tersebut pada gilirannya mendapat reaksi ―perlawanan‖ dan penolakan dari sarjana-sarjana Muslim, di antaranya yang dilakukan oleh Amad al-Sanhaji (w. 1235) dengan al-Ajwibah al-Fakhirah „an As‟ilah al-Fajirah dan ibn Taimiyah, al-Jawâb al-Saî li Man Baddala Dîn al-Masî, sebagai jawaban terhadap sarjana Kristen Ortodoks Yunani, Paulus al-Rahib dari Antioch yang menulis Risâlah ilâ Aad al-Muslimûn. Di abad modern, sikap serupa ditunjukkan oleh Muammad ‗Abduh dengan bukunya al-Islâm wa al-Nashrâniyah ma„a al-„Ilm wa al-Madâniyah, Jamâl al-Dîn al-Afghâni, al-Radd „alâ al-Dahriyîn, Ameer Ali, The Spirit of Islam, dan lain sebagainya.24 Penulis juga mencatat bahwa Parvez Manzoor menyatakan bahwa studi al-Qur‘an oleh sarjana-sarjana Barat, apapun manfaat dan gunanya, merupakan proyek yang lahir dari kedengkian yang dipelihara dalam kefrustasian dan disusui dalam kedendaman, yaitu kedengkian penguasa terhadap kaum yang lemah, frustasi ―rational‖ terhadap ―superstitious‖, dan dendam “orthodoxy‖ terhadap ― non-conformist‖.25

Sinyalemen bahwa kajian Islam oleh sarjana-sarjana Barat tidak bisa dipisahkan dari latar belakang sosial-politiknya dapat dikatakan mendekati kebenaran, ketika Fazlur Rahman, dalam pendahuluan bukunya – Major Themes of

the Qur‟an, menyebutkan tipologi kajian orientalis tentang al-Qur‘an. Menurutnya, ada tiga tipe, yaitu: pertama, kajian yang berusaha untuk membuktikan adanya pengaruh tradisi Yahudi dan Kristen terhadap al-Qur‘an; kedua, kajian yang menekankan pada pembahasan sejarah dan kronologi turunnya al-Qur‘an; dan terakhir, kajian tentang tema-tema tertentu dari al-Qur‘an.26

24 Lihat A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), h.

17-19.

25 Parvez Manzoor, ―Method Vis Á Vis Truth: Orientalisme dalam Studi al-Qur‘an‖ (terj.),

dalam Jurnal Studi al-Qur‟an, Vol. I, No.2, 2006, h. 45.

26 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur‟an, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Penerbit

(23)

Sampai di sini terlihat bahwa umat Muslim pada umumnya merasa keberatan bila non-Muslim, melakukan kajian terhadap al-Qur‘an. Keberatan ini tidaklah secara serta merta karena gerakan orientalisme. Secara historis, menurut Hartmut Bobzin, berdasarkan apa yang disebut dengan perjanjian ‗Umar ibn Khattâb, non-Muslim dulu dilarang untuk mengajarkan al-Qur‘an kepada anak-anak mereka.27 Keberatan umat Muslim semakin diperparah oleh pendekatan dan metode yang mereka pergunakan. Pendekatan dan metode tersebut dinilai ―sekuler‖ dan dianggap dapat menggoyang kemapanan „Ulûm al-Qur‟ân yang sekian abad lamanya eksis di dunia Islam sebagai sebentuk metodologi penafsiran kitab suci.Dalam konteks Asia Tenggara (khususnya Indonesia dan Malaysia), sarjana-sarjana seperti Adian Husaini, Adnin Armas, Hamid Fahmi Zarkasyi, Nasruddin Baidan, Syamsuddin Arif, dan Wan Mohd. Nor Wan Daud,28 dapat dikategorikan dalam kelompok ini.29

Pandangan demikian menemukan relevansinya dengan pandangan yang telah dimapankan oleh kelompok ulama konservatif sejak periode pertengahan.30Bagi

27 Hartmut Bobzin, ―Pre-1800 Occupations of Qur‘ānic Studies,‖ dalam Janne Dammen

McAuliffe (ed.),Encyclopedia of the Qur‟ān, Vol. 4, h. 235-253. Lihat juga Andrew Rippin, ―Western Scholarship and the Qur‘ān,‖ dalam Jane Dammen McAuliffe, The Cambridge Companion to the

Qur‟ān, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), h. 237.

28 Tulisan-tulisan mereka dapat dilihat misalnya: 1) Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat:

Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 288-333, dan

―Problem Teks Bible dan Hermeneutika,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Tahun I, No. 1, Maret 2004, h. 7-15; 2) Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur‟an;

Kajian Kritis, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 35-80, dan ―Tafsir al-Qur‘an atau Hermeneutika

al-Qur‘an,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, h. 38-45; 3) Hamid Fahmi

Zarkasyi, ―Menguak Nilai di Balik Hermeneutika,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam

ISLAMIA, h. 16-29; 4) Nashruddin Baidan, ―Tinjauan Kritis terhadap Konsep Hermeneutika,‖ dalam

Esensia, Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 2, Juli 2001, h. 165-180; 5) Syamsuddin Arif,

Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), Cet. I, h. 176-184; dan 6) Wan

Mohd. Nor Wan Daud, ―Tafsir sebagai Metode Ilmiah,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban

Islam ISLAMIA, h. 55.

29 Andrew Rippin, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Rahman, melihat pandangan kebanyakan

umat Islam yang berpendapat bahwa setiap penggunaan metode kritis terhadap al-Qur‘an (juga tradisi-tradisi Islam lainya) sebagai serangan dari pihak luar. Lihat Yusuf Rahman, ―Al-Tafsîr Adabî fî

al-Qur‘ân: A Study of Amîn al-Khûlî‘s and Muhammad Khalaf Allâh‘s Approach to the Qur‘âan‖, dalam

jurnal Mimbar Agama & Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002.

30 Anwar Mujahidin, ―Antropologi al-Qur‘an (Dekonstruksi Nalar Bayani menuju Fiqh

al-Qur‟ân) dalam Amin Abdullah, dkk., Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi

(24)

sarjana-sarjana Muslim ini, mendekati al-Qur‘an dengan menghadirkan ilmu-ilmu bahasa, hukum, sastra, termasuk filsafat sebagai ilmu bantu dalam menyingkap makna al-Qur‘an adalah karya yang dilarang (ẖarâm) yang berarti mengikutinya juga arâm. Hal tersebut dikarenakan ketepatan dan kebenaran suatu pendapat tidak meyakinkan dan hanya bersifat dugaan dan perkiraan semata. Orang yang mengatakan sesuatu tentang agama Allah menurut dugaan semata berarti ia telah mengatakan terhadap Allah sesuatu yang tidak ia ketahui.31 Amad Taqî al-Dîn ibn Taimiyah juga secara tegas mengklaim bahwa sebab-sebab kesesatan dalam

penafsiran al-Qur‘an adalah adanya interaksi dengan para filosof.32

Lebih lanjut pendekatan dan metode yang dianggap ―sekuler‖ tersebut

meniscayakan posisi al-Qur‘an sebagai teks (nashsh).33 Sebagai sebuah teks, menurut Andrew Rippin, al-Qur‘an harus dipandang sejajar dengan karya-karya lain.34

Penolakan ini sebagaimana direpresentasikan oleh Mohammed Abu Musa dengan pernyataannya bahwa dalam sejarah Islam terma teks tidak pernah digunakan untuk merujuk kepada al-Qur‘an, dan tidak ada ulama yang menganggap al-Qur‘an sebagai sebuah teks. Istilah teks, menurutnya, hanya dipakai oleh para orientalis dalam berhubungan dengan al-Qur‘an.35 Memang bagi sarjana-sarjana Muslim tersebut,

31 Lihat, Mannâ‘ al-Qaththân, Mabâits fi ʻUlûm al-Qur‟ân, (Riyad: Mansyûrâh

al-ʻAshr al-Hadîts, 1973), h. 352.

32ʻAbd al-Ramân ibn Muammad ibn Qâsim al-ʻÂshim al-Najdi, Majmuʻ al-Fatawâ Syaikh al-Islâm Amad ibn Taimiyah, (T.t.: T.Pn., 1398 H.), Juz XIII, Kitab Muqaddimah al-Tafsîr, h. 206.

33 Nashsh dimaksud di sini berbeda dengan pemahaman al-Syâfi

ʻî ataupun al-Zamakhsyarî, yaitu statemen Ilahiah yang tidak memerlukan interpretasi (ijtihâd). Baca Muammad ibn Idrîs al-Syâfiʻî, al-Risâlah li al-Imâm al-Muththallabi Muammad ibn Idrîs al-Syâfi‟î, Amad Muammad Syâkir (ed.), (Kairo; Maktabah Dâr al-Turâts, 1979), h. 14, 21.

34Andrew Rippin, ―The Qur‘an as Literature; Perils, Pitfalls and Prospects‖, British Society for Middle Eastern Studies Bulletin 10, 1 (1983); 40, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Rahman, ―Al -Tafsîr al-Adabî fî al-Qur‘ân: A Study of Amîn al-Khûlî‘s and Muhammad Khalaf Allâh‘s Approach to the Qur‘ân‖, dalam jurnal Mimbar Agama & Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 130.

35Mohammed Abu Musa mengatakan: ―Dari keseluruhan sejarah Islam tidak ada seorangpun

yang menggunakannya ketika merujuk kata-kata al-Qur‘an selain apa yang Tuhan sendiri gunakan dalam al-Qur‘an. Tidak satupun ulama yang pernah menghubungkan al-Qur‘an dengan teks, semoga

(25)

Qur‘an adalah al-Qur‘an adalah firman Tuhan (verbum Dei),36 bukan kreasi Jibril atau Nabi Muhammad, apalagi para Sahabat, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan seorang utusan, yaitu malaikat Jibril, kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara mutawâtir, maka al-Qur‘an sebagaimana yang tertulis dalam mushaf adalah sama seperti yang diterima oleh Nabi, sehingga tidak dapat disejajarkan dengan teks-teks lain.

Padahal apabila diperhatikan dengan sikap terbuka, tanpa kecurigaan akan motif-motif yang tersembunyi, kajian non-Muslim dapat membuka horizon baru dalam kajian al-Qur‘an.37 Untuk tujuan demikian, maka dalam tesis ini akan

dilakukan penelurusan terhadap pendekatan dan karya-karya Toshihiko Izutsu (1914-1993), seorang sarjana Jepang penganut Zen Budhism, tentang al-Qur‘an, yaitu: Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an dan God and Man in the Qur‟an: Semantics

of the Qur‟anic Weltanschauung. Dalam Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an,38 Toshihiko Izutsu membahas konsep pemikiran tentang etika dalam al-Qur‘an. Menurutnya, konsep pemikiran tentang etika dalam al-Qur‘an dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok: Pertama, pembahasan yang menunjukkan dan menguraikan sifat-sifat Tuhan. Kelompok konsep ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli teologi menjadi teori tentang sifat-sifat Tuhan; Kedua, pembahasan yang menjelaskan berbagai aspek sikap fundamental manusia terhadap Tuhan. Kelompok konsep ini menyangkut hubungan etik dasar antara manusia dan Tuhan; dan Ketiga, pembahasan yang menunjukkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan tingkah laku yang menjadi milik

Kekuasaan: Kontroversi dan Penggugatan Hermeneutika Al-Qur‟an, (terj.), (Bandung: RQiS, 2003),

h. 86.

36 Definisi-definisi Al-Qur‘an secara umum menggambarkan hal ini. Di antaranya adalah

definisi yang diberikan oleh Muammad ʻAlî al-Shâbunî, al-Tibyân fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (Beirut: ʻÂlam al-Kutûb, 1985), Cet. I, h. 8, dan al-Zarqânî, Manâhil al-ʻIrfân fi ʻUlûm al-Qur‟ân, Juz I, h. 16.

37 Machasin, ―Kata Pengantar‖, dalam Izutsu, Toshihiko, Relasi Tuhan dan Manusia;

Pendekatan Semantik terhadap Al-Qur‟an, terj. Agus Fahri Husein, dkk., (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1997), Cet. I, h. xiii.

(26)

dan hidup dalam masyarakat Islam. Konsep ini berhubungan dengan sikap etik antara seorang manusia dengan sesamanya yang hidup dalam masyarakat yang sama.39

Dari tiga konsep al-Qur‘an tentang etika tersebut, Toshihiko Izutsu

memfokuskan diri pada pembahasan mengenai konsep kedua saja. Ini bukan berarti bahwa ia meninggalkan sama sekali dua konsep yang lain, karena – menurutnya – ketiga kelompok konsep tersebut tidak berdiri secara terpisah, namun memiliki hubungan yang sangat erat. Hal itu disebabkan karena pandangan dunia al-Qur‘an pada dasarnya bersifat teosentris.

Kelompok kedua konsep al-Qur‘an mengenai etika pada akhirnya dapat dibagi lagi menjadi dua konsep dasar yang antara keduanya memiliki perbedaan yang sangat nyata, yaitu: pertama, keyakinan mutlak terhadap Tuhan; dan kedua, ketakutan yang sungguh-sungguh kepadanya. Dua konsep ini, yang disebut Toshihiko Izutsu sebagai saling berlawanan, merupakan refleksi dari keyakinan manusia terhadap sifat-sifat Tuhan, yang menurutnya terbagi dalam dua kelompok yang juga saling berlawanan, yaitu: kebaikannya yang tak terbatas, Maha Pengasih, Maha Memelihara, dan pada sisi lain: kemurkaan-Nya, sifat membalas Nya, dan menyiksa mereka yang tidak patuh terhadap-Nya.40

Buku kedua yang berkenaan dengan penafsiran al-Qur‘an adalah: God and

Man in the Qur‟an: Semantics of the Qur‟anic Weltanschauung.41 Dalam buku ini, Toshihiko Izutsu memfokuskan pembahasan mengenai konsep al-Qur‘an tentang relasi antara Tuhan dan manusia. Relasi Tuhan dan manusia berdasarkan al-Qur‘an, menurutnya, memiliki empat bentuk, yaitu: ontologis, komunikatif, tuan-hamba, dan etik. Secara umum relasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, bahwa Tuhan adalah sumber wujud. Ia adalah pencipta segala yang ada, termasuk manusia. Dengan demikian, secara ontologis, relasi antara Tuhan dengan manusia

39 Lihat Toshihiko Izutsu, Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an, h. 17.

40 Lihat Toshihiko Izutsu, Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an, h. 18. God and Man in

the Qur‟an, h. 78.

(27)

adalah relasi antara pencipta dan makhluk. Kedua, antara Tuhan (pencipta) dan manusia (makhluk) senantiasa terdapat jalinan komunikasi. Jalinan ini memiliki dua bentuk, yaitu: bersifat verbal atau linguistik, dan non linguistik. Komunikasi

linguistik dilakukan melalui penggunaan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak. Sementara komunikasi non linguistik mengambil bentuk penggunaan tanda-tanda alam oleh Tuhan, dan isyarat atau gerakan tubuh oleh manusia. Baik dalam komunikasi linguistik maupun non linguistik, inisiatif pada umumnya diambil oleh Tuhan, sedangkan manusia pada dasarnya hanya melakukan respon atau tanggapan terhadap inisiatif yang dilakukan oleh Tuhan. Ketiga, karena Tuhan adalah pencipta dan pemelihara manusia, maka manusia harus tunduk dan mengabdi kepada-Nya dengan sepenuh hati, sebagaimana seorang hamba mengabdi kepada tuannya. Dengan demikian relasi ini dapat digambarkan sebagai relasi tuan-hamba. Dan keempat, menurut konsep al-Qur‘an, Tuhan bersifat etik dan tindakannya terhadap manusia dilakukan dengan cara yang etik. Sifat dan tindakan Tuhan tersebut membawa kepada pengertian yang sangat penting bahwa manusia diharapkan untuk memiliki sifat etik dan merespon tindakan Tuhan dengan cara yang etik pula.42 Relasi etik ini juga dibahas secara panjang lebar dalam buku pertama yang disebutkan di atas.

Adapun pemilihan terhadap Toshihiko Izutsu, karena: Pertama, Tokoh merupakan sosok intelektual yang dikenal memiliki pengetahuan yang baik tentang Islam. Bahkan menurut Seyyed Hossein Nasr, Toshihiko Izutsu adalah seorang sarjana terbesar pemikiran Islam yang dihasilkan oleh Jepang dan seorang tokoh yang mumpuni di dalam bidang perbandingan filsafat.43 Selain itu, Toshihiko Izutsu adalah tokoh utama pertama pada masa kini yang melakukan kajian Islam dengan serius tidak hanya dari perspektif non-Muslim tetapi juga non-Barat. Ia tidak hanya

melakukan perbandingan filsafat, utamanya dalam menciptakan persinggungan serius pertama antara arus intelektual yang lebih dalam dan utama antara pemikiran Islam

42 Toshihiko Izutsu, God and Man in the Qur‟an, h. 127-268.

(28)

dan Timur Jauh di dalam konteks kesarjanaan modern.44 Sebagai pelengkap

kecemerlangannya, ia menguasai lebih dari tiga puluh bahasa dunia termasuk Yahudi, Persia, Cina, Turki, Sansekerta, dan Arab, serta beberapa bahasa Eropa modern.45

Kedua, ia merupakan sarjana non Muslim yang dengan metode dan pendekatan yang dipakainya – kalau dipandang dengan sikap tebuka, tanpa

kecurigaan akan tujuan-tujuan negatif yang tersembuyi – dapat membuka cakrawala baru atau mengingatkan lagi pada khazanah yang selama ini terlupakan. Di antara sebabnya, menurut Machasin, karena kalangan non Muslim (outsiders) relatif dapat bersikap lebih netral terhadap data-data historis yang tersimpan dalam karya-karya kaum Muslim sendiri.46

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penulis memandang bahwa penelitian terhadap pandangan dan pemikiran Toshihiko Izutsu dalam kaitannya dengan al-Qur‘an adalah menarik dan laik untuk dilakukan.47 Supaya penelitian ini memiliki

arah dan obyek yang jelas dan sistematis, maka penulis memberi judul: ―AL

-QUR‘AN DAN TAFSIRNYA DALAM PERSPEKTIF TOSHIHIKO IZUTSU‖.

44http://ahmadsahidah.blogspot.com. Diakses pada tanggal 7 Juli 2009.

45http://www.worldwisdom.com/public/authors/Toshihiko-Izutsu.aspx. Diakses 3 Mei 2009. 46 Machasin, ―Kata Pengantar‖ untuk edisi terjemahan bahasa Indonesia dalam Toshihiko

Izutsu, God and Man in the Koran: Semantics of the Koranic Weltanschauung, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husein, dkk., Relasi Tuhan dan Manusia; Pendekatan Semantik terhadap Al-Qur‟an,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), h. xiii.

47 Penelitian (Arab = al-bahts, al-dirâsah; Inggris = research, study) merupakan instrumen

(29)

B. Permasalahan

1. Identifikasi masalah

Permasalahan yang mungkin diteliti dari judul penulis tetapkan dalam tulisan ini adalah: Bagaimana al-Qur‘an dalam pandangan Toshihiko Izutsu?; Apa motif yang melatarbelakangi ketertarikan Toshihiko Izutsu terhadap studi al-Qur‘an?; Pendekatan apa yang digunakan Toshihiko Izutsu dalam mengkaji al-Qur‘an?; Apa sajakah perspektif baru yang diusulkan Toshihko Izutsu dalam metode

penafsirannya?; Sampai sejauhmana orisinilitas metode analisis semantik Toshihiko Izutsu dibandingkan para ahli semantik sebelumnya?; Apa yang mendasari

terbentuknya metode analisis semantik Toshihiko Izutsu dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?; Apakah metode analisis semantik Toshihiko Izutsu representatif untuk menjelaskan pandangan dunia al-Qur‘an? dan, Adakah pengaruh metode analisis semantik yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu terhadap kajian-kajian al-Qur‘an di Indonesia?

2. Pembatasan masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup obyek kajian, maka dalam tesis ini penulis membatasi permasalahan pada dua bagian: 1) Al-Qur‘an dalam pandangan Toshihiko Izutsu; dan 2) Metode analisis semantik Toshihiko Izutsu dan penerapannya dalam penafsiran al-Qur‘an.

3. Rumusan masalah

(30)

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Ada beberapa tulisan yang membahas tentang kajian al-Qur‘an oleh non -Muslim, di antaranya adalah:

Pertama, Muammad Husain ‗Alî al-Shaghîr, Mustasyriqûn wa Dirâsât

al-Qur‟âniyah, (Beirut: Dâr al-Muarrikh al-‗Arabi, 1999). Buku ini menguraikan aktivitas orientalis dalam kajian yang bermacam-macam mengenai al-Qur‘an dan mendiskusikan kajian tematis yang mereka lakukan. Menurutnya, kajian al-Qur‘an oleh orientalis dilakukan di samping karena motivasi-motivasi negatif terhadap Islam, seperti upaya agar orang-orang Muslim meninggalkan agamanya dan imperialisme, juga karena murni motivasi ilmiah.

Kedua, Muammad Muammad Abû Lailah, al-Qur‟ân al-Karîm min al-Manzhûr al-Istisyrâqî: Dirâsah Naqdiyah Talîliyah, (Kairo: Dâr Nasyr li al-Jâmi‗ât, 2002). Dalam tulisannya, Muẖammad Muammad Abû Lailah menunjukkan bahwa kajian terhadap al-Qur‘an oleh para orientalis dilakukan dengan tujuan untuk mendistorsi dan mereduksi pemahaman terhadap al-Qur‘an.

Ketiga, Fazlur Rahman, dalam pendahuluan bukunya Tema Pokok al-Qur‟an, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1996), Cet. II, h. x-xi, menyebutkan tipologi kajian orientalis tentang al-Qur‘an, yaitu: pertama, kajian yang berusaha untuk membuktikan adanya pengaruh tradisi Yahudi dan Kristen terhadap al-Qur‘an; kedua, kajian yang menekankan pada pembahasan sejarah dan kronologi turunnya al-Qur‘an; dan ketiga, kajian tentang tema-tema tertentu dari al-Qur‘an.

Keempat, Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur‟an: Kajian

Kritis, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005). Dalam tulisannya, Adnin Armas memaparkan hujatan tokoh-tokoh Kristen terkemuka – dan juga Yahudi –kepada al-Qur‘an. Hujatan yang dilontarkan sejak abad ke-8 Masehi tersebut didasari oleh keinginan untuk mempertahankan keyakinan mereka terhadap Bibel sebagai God‟s

(31)

al-Qur‘an yang salah. Dengan demikian mereka menjadikan Bibel sebagai tolok ukur untuk menilai al-Qur‘an.

Adnin Armas juga berusaha menolak penerapan metode-metode non „Ulum

al-Qur‟ân yang disebutnya sebagai metodologi Bibel terhadap al-Qur‘an serta mengkritik sarjana-sarjana Muslim yang berusaha mengaplikasikannya seperti Mohammed Arkoun dan Nashr Hâmid Abû Zaid. Selain itu, Adnin Armas juga berusaha menanggapi kritikan para orientalis modern dan kontemporer yang menggunakan metodologi Bibel untuk mengkaji al-Qur‘an. Berdasarkan metodologi Bibel, mereka berkesimpulan bahwa al-Qur‘an Mushẖaf ‗Utsmânî telah mengalami berbagai tarîf (penyimpangan). Oleh sebab itu, menurut mereka, al-Qur‘an edisi kritis diperlukan. Terakhir, Adnin Armas juga memaparkan kajian-kajian sarjana-sarjana Yahudi dan Kristen mengenai adanya kosakata asing dalam al-Qur‘an yang dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa ajaran-ajaran al-Qur‘an merupakan jiplakan dari ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen yang disusun oleh Muhammad.

Kelima, Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), (Semarang: Dina Utama, 1997). Tulisannya mencoba untuk mengemukakan pandangan Barat tentang al-Qur‘an dengan menganalisis tiga metode pendekatan yang digunakan, yaitu: (1) pendekatan historisisme, (2) pendekatan fenomenologi, dan (3) pendekatan historisisme-fenomenologi. Ketiga metode pendekatan tersebut dianalisis dan dievaluasi dalam tiga segi, yaitu: (1) evaluasi historis, (2) evaluasi konsep-substansial, dan (3) evaluasi metodologis. Tujuan yang ingin dicapai dengan penulisan tersebut adalah untuk memahami perspektif Barat tentang al-Qur‘an yang menggunakan ketiga metode pendekatan tersebut di atas, kemudian melihat sisi perbedaan pandangan Islam dan Barat melalui studi evaluatif.

(32)

mendiskusikan term kesarjanaan Barat dalam kajian al-Qur‘an dengan mengemukakan kajian sarjana-sarjana Barat mulai dari abad pertengahan sampai dengan abad kontemporer. Menurutnya, pendekatan terhadap al-Qur‘an yang dapat diidentifikasi memiliki nilai kesarjanaan baru menemukan karakternya pada abad kesembilan belas.

Ketujuh, Dadan Rusmana, Al-Qur‟an dan Hegemoni Wacana Islamologi Barat, (Bandung: Pustaka Setia, 2006). Dalam buku ini, Dadan Rusmana memaparkan metodologi kajian al-Qur‘an oleh sarjana-sarjana Barat. Tujuan yang hendak dicapai adalah menarik peneliti untuk mengembangkan kajian lebih lanjut mengenai studi al-Qur‘an di Barat, baik dari segi substansi maupun metodologi.

Kedelapan, Parvez Manzoor, ―Method Vis Á Vis Truth: Orientalisme dan Studi al-Qur‘an‖ terj. Eva F. Amrullah dan Faried F. Saenong, dalam Jurnal Studi

al-Qur‟an, Vol. I, No. 2, 2006, h. 45-74. Dalam artikel tersebut, S. Parvez Manzoor mengkritik habis-habisan kajian al-Qur‘an yang dilakukan oleh para orientalis. Ia menyatakan bahwa kajian mereka, terlepas dari manfaat yang dihasilkannya, merupakan proyek yang dilatarbelakangi oleh rasa kedengkian, superioritas, dan dendam terhadap umat Muslim. Tujuan yang ingin dicapai dari proyek tersebut adalah melemahkan keyakinan umat Muslim terhadap kitab sucinya (al-Qur‘an).

Kesembilan, M. Quraish Shihab, ―Orientalisme‖ dalam Jurnal Studi

(33)

lain benar. Keadaan ini memang mereka sadari, bahkan mereka pergunakan untuk memperdaya pembacanya dengan cara menonjolkan kebenaran yang mereka dapatkan, sehingga seolah-olah hasil penelitian mereka secara keseluruhan bersifat obyektif dan benar.

Jika kekeliruan orientalis yang termasuk kelompok pertama adalah perbedaan kacamata yang digunakan dan kelemahan ilmu bantu, maka kekeliruan orientalis kelompok kedua adalah adanya pra-konsepsi. Orientalis kelompok kedua ini menarik simpulan dengan cara: pertama, menukil pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan sarjana Muslim, tetapi memilih apa yang dapat mereka jadikan bukti keinginan mereka; kedua, menukil dalam bentuk yang secara selintas terlihat sempurna, tetapi pada hakikatnya mengabaikan satu atau dua huruf yang amat berpengaruh dalam makna; ketiga, mengemukakan kritik-kritik yang terlihat sebagai kritik mereka, padahal sesungguhnya apa yang mereka kemukakan tersebut telah dikemukakan oleh para sarjana Muslim dan telah pula diberi jawabannya yang tepat.

Berdasarkan pengamatan penulis, karya-karya di atas secara garis besar merefleksikan dua arus utama respon sarjana Muslim terhadap kajian al-Qur‘an oleh non-Muslim, yaitu: pertama, pendapat yang tidak memperbolehkan non-Muslim mengkaji al-Qur‘an; dan kedua, pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur‘an terbuka bagi siapa saja yang mau mengkajinya. Adapun tesis ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung pendapat kedua, dengan meneliti pandangan dan metode Toshihiko Izutsu dalam mengkaji al-Qur‘an.

D. Tujuan Penelitian

(34)

E. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara akademik, sosial, maupun praktis:

Secara akademik, penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya khazanah studi al-Qur‘an yang tidak hanya berorientasi pada metodologi klasik, tapi juga studi yang membuka diri terhadap pemanfaatan teori hasil penelitian ilmiah modern, dalam hal ini semantik.

Secara sosial, penelitian ini bermanfaat untuk membuka dialog yang lebih inklusif antara Islam dan non-Islam, sehingga diharapkan pula muncul solusi alternatif dalam pemecahan problem-problem kemanusiaan dewasa ini.

Secara praktis, penelitian ini untuk memberi wawasan dan pedoman kepada para penafsir dalam menafsirkan al-Qur‘an dengan menggunakan teori semantik.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian teks (dirâsat nushûsh), karena obyek penelitian ini adalah teks yang merupakan karya-karya Toshihko Izutsu. Peneliti dalam hal ini berupaya mengidentifikasi dan menganalisis pandangan

Toshihiko Izutsu tentang al-Qur‘an dan model pendekatannya dalam mengkaji al-Qur‘an melalui karya-karyanya tersebut. Karena itu, pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan dan pemaknaan data adalah pendekatan kualitatif atau interpretatif.

Paradigma yang mendasari penelitian ini adalah interpretivisme dan

naturalisme. Realitas teks dipahami sebagai sebuah konstruksi pemikiran yang sarat makna, tafsir atau interpretasi.48 Teks-teks yang ditulis oleh Toshihiko Izutsu diperlakukan sebagai sebuah realitas pemikiran yang satu sama lain merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam hal ini, peneliti memosisikan diri sebagai ―instrumen‖

(35)

yang bergumul dan berinteraksi langsung dengan teks yang diteliti dan berusaha memberi makna (kognisi, afeksi, intensi, nosi, interpretasi, dan sebagainya) terhadap realitas teks yang ada dan mempertautkan satu makna dengan lainnya dalam konteks ―pandangan dan pendekatan dalam kajian al-Qur‘an‖.Oleh karena itu, teks yang diteliti diperlakukan sebagai sebuah sistem aktual (actual system) yang berkaitan dengan persepsi dan metode pendekatan terhadap al-Qur‘an.

Dari segi pemahaman teks sebagai realitas pemikiran, penelitian ini

sesungguhnya berada dalam area textual linguistics („ilm al-lughah al-nashshî). Ilmu ini mengemban dua misi atau fungsi utama, yaitu: (1) textual description (al-washf al-nashshî), menggambarkan dan menarasikan fenomena-fenomena yang ditampilkan teks; meneropong dan memetakan pemikiran yang tersurat maupun tersirat dalam teks; dan (2) textual analysis (al-tahlîl al-nashshî), menganalisis dan menjelaskan realitas teks; memaknai isi dan substansi teks melalui pembacaan lintas-teks

(intertextuality, al-tanâshsh).49 Dengan demikian, penelitian ini berbasis pendekatan tekstual.

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data itu dapat diperoleh. Sumber data dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu data primer dan data sekunder.

Sumber primer dalam penelitian ini adalah karya-karya Toshihiko Izutsu, yaitu: God and Man in the Koran: Semantics of the Koran Weltanschauung, (Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2002), dan Ethico-Religious Concepts in the Al-Qur‟an, (Canada: McGill Queen‘s University Press, 2002). Sedangkan sumber sekunder di antaranya: Ahmad Sahidah, Hubungan Tuhan, Manusia dan Alam dalam al-Qur‟ān

menurut Pemikiran Toshihiko Izutsu, (http://www. ahmadsahidah.blogspot.com), dan karya-karya yang berkenaan dengan kajian al-Qur‘an.

49 Subhî Ibrâhîm al-Faqî, „Ilm al-Lughah al-Nashshî Baina al-Nazhariyyah wa al-Tathbîq:

(36)

3. Teknik pengumpulan dan analisis data

Data penelitian ini dikumpulkan melalui studi teks (literatur) terhadap karya-karya Toshihiko Izutsu yang dapat ditemukan. Untuk melengkapi dan memperkaya wacana dan pemikirannya, penulis juga melakukan studi terhadap karya-karya yang ditulis oleh sarjana-sarjana lain berkenaan dengan pemikiran Toshihiko Izutsu.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi teks. Analisis isi teks ini menganut asas intertekstualitas (al-tanâshsh) karena, sebagaimana dijelaskan oleh Tammâm Hassân, teks itu saling menjelaskan dan menafsirkan satu sama lain.50 Teknik analisis ini mirip dengan metode tafsir tematik. Karena itu, membaca dan memahami pemikiran Toshihiko Izutsu perlu diletakkan pada satu kesatuan wacana dari keseluruhan karyanya yang dapat ditemukan dan dibaca ulang melalui penelitian ini. Jadi, intertektualitas merupakan model analisis yang berupaya menggabungkan atau membandingkan keseluruhan teks yang memiliki topik pembicaraan yang sama. Analisis intertekstual menunjukkan bagaimana teks secara selektif mempergunakan keteraturan wacana (orders of discourse), kekhususan konfigurasi teks (genre, wacana, narasi, dan sebagainya), dan prosedur, interpretasi, dan lingkungan sosial yang turut membentuk substansi teks. Analisis intertekstual juga memberikan perhatian terhadap dependensi teks atas masyarakat dan sejarah dalam bentuk sumber-sumber yang membuat keteraturan wacana:51 bagaimana secara

50Dalam linguistik teks (‗ilm Lughat al-Nashsh), pemikiran yang ternarasikan dalam teks dapat

dipahami dan diinterpretasikan dengan baik jika diposisikan sebagai satu kesatuan yang utuh (wahdah mutakâmilah atau al-nashsh ka kullin). Memperlakukan teks sebagai sebuah keseluruhan perlu melibatkan berbagai perspektif dan relasi teks dengan konteks sosial, psikologis, kultural, dan sebagainya sehingga dapat ditemukan pola-pola keteraturan dan kesimpulan alur pemikiran.

Bandingkan dengan Sa‘îd Hasan Buhairî, ‗Ilm Lughat al-Nashsh, (Kairo: Muassasah al-Mukhtâr, 2003), Cet. I, h. 93.

51 Wacana adalah pembicaraan, diskursus, mengenai suatu topik bahasan. Komponen wacana

(37)

dinamis dan dialektif teks dapat merubah sumber-sumber sosial dan historis; dan bagaimana genre (wacana, narasi, catatan, dan sebagainya) dapat menyatu dalam teks?52

Adapun prosedur atau langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut: a) mengidentifikasi pembahasan-pembahasan yang mengandung pandangan dan pendekatan Toshihiko Izutsu terhadap al-Qur‘an dalam berbagai tulisannya yang dapat ditemukan; b) mengelompokkan pembahasan-pembahasan sesuai karangka pembahasan yang peneliti buat, yaitu: (1) konsep wahyu, sumber al-Qur‘an, dan penafsiran al-Qur‘an, (2) konsep-konsep metodologis penafsiran dan aplikasinya dalam penafsiran al-Qur‘an; d) menghubungkan materi dengan pendapat Toshihiko Izutsu pada karyanya yang lain, yang menyinggung pembahasan yang sama; e) menghubungkan dan membandingkan pendapat Toshihiko Izutsu dengan pendapat sarjana-sarjana yang lain, baik Muslim maupun non-Muslim; dan f) menyimpulkan hasil penelitian.

4. Teknik penulisan dan penyajian hasil penelitian

Teknik penulisan tesis ini didasarkan pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah (2007) dengan sedikit pengecualian pada penulisan catatan kaki (footnote) dan

transliterasi. Dalam penulisan catatan kaki, penulis tidak memakai istilah ibid, lok cit, dan op cit, tetapi menggantinya dengan penulisan nama penulis berikut judul atau judul besar buku tersebut. Sedangkan transliterasi yang digunakan mengacu pada transliterasi yang ditetapkan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (2007) dengan beberapa modifikasi sebagai tercantum dalam Pedoman Transliterasi di bagian awal tesis ini.

Hasil penelitian ini disajikan dalam semua pembahasan (bab) dalam tesis ini, dan tidak dikhususkan pada bab tertentu, karena tesis ini merupakan satu kesatuan

52 Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language, (London:

(38)

yang utuh mengenai hasil pembacaan, penelusuran data, sistematisasi, validasi, dan konklusi terhadap pandangan dan pendekatan Toshihiko Izutsu terhadap al-Qur‘an yang terdapat dalam karya-karyanya.

Penyajian hasil penelitian ini juga diperkuat dan divalidasi dengan berbagai literatur atau referensi terkait yang diletakkan pada catatan kaki (footnote). Beberapa hal (istilah, konsep, dan ungkapan) yang dinilai perlu diberi penjelasan lebih lanjut juga diberikan penjelasan dalam dua tanda kurung dan/atau dalam catatan kaki.

G. Sistematika Pembahasan

Hasil penelitian ini akan ditulis dalam lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, permasalahan, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian,

manfaat/signifikansi penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II menguraikan non-Muslim dan kajian al-Qur‘an yang terdiri dari: pandangan non-Muslim terhadap al-Qur‘an dan pendekatan-pendekatan yang mereka gunakan dalam mengkaji al-Qur‘an, serta respon sarjana Muslim terhadap kajian al -Qur‘an oleh sarjana-sarjana non-Muslim. Uraian-uraian dalam bab ini dimaksudkan untuk menganalisis perbedaan pandangan di antara sarjana-sarjana non-Muslim mengenai al-Qur‘an, dan untuk memetakan pendekatan-pendekatan yang dipergunakan al-Qur‘an sehingga menghasilkan simpulan yang berbeda, serta menganalisis respon sarjana Muslim terhadap kajian al-Qur‘an oleh sarjana-sarjana non-Muslim.

(39)

Bab IV berisi analisis terhadap metode penafsiran Toshihiko Izutsu yang terdiri dari: konsep-konsep metodologis, analisis perbandingan dengan metode lain, terutama metode semantik, dan kritik terhadap metode semantik Toshihiko Izutsu. Bab ini dimaksudkan untuk mengungkap dan menganalisis metode semantik yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu dan mekanisme penerapannya, serta keunggulan dan kelemahannya dalam penafsiran al-Qur‘an.

Referensi

Dokumen terkait

Kata rizqi yang berarti nafkah diungkapkan dalam bentuk kata razaqnahum. Nafkah yang dimaksud disini adalah menafkahkan sebagian rizqinya baik berupa zakat ataupun sedekah. 107

dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan

Diferensiasi magma adalah suatu tahapan pemisahan atau pengelompokan magma dimana material-material yang memiliki kesamaan sifat fisika maupun kimia akan mengelompok

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui jenis tumbuhan, bagian organ tumbuhan yang dimanfaatkan, cara memanfaatkan bagian organ tumbuhan, sumber perolehan dan

Penelitian ini yaitu studi kepustakaan (Library Reseach), merupakan sebuah kegiatan riset yang dilakukan dengan mencari data dari koleksi kepustakaan. Metode yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sikap staff pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak wajib pajak badan secara signifikan, (2) Norma subyektif

Pembatasan kajian pada penelitian ini adalah mengaplikasikan kata ifk dan buhtân yang terdapat di berbagai ayat dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode semantik

Semantik al-Qur’an menurut Toshihiko Izutsu berusaha menyingkap pandangan dunia al-Qur’ān (Weltanschauung) melalui analisis semantik terhadap kosakata atau istilah-istilah