CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BERDASARKAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
C. Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ( Corporate Social Responsibility – CSR) Bersifat Voluntary (Sukarela)
CSR/TJSL adalah suatu konsep bahwa hanya) operasional perusahaan. CSR berhubungan erat denga dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Dunia usaha merupakan bagian dari komunitas masyarakat dan memiliki tanggung jawab sosial yang sama dengan masyarakat. Pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa peran dunia usaha selama ini hanya sebatas pemberian dukungan dana secara sukarela (voluntary) dan kedermawanan (philanthropy) sehingga kegiatan yang dilaksanakan kurang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Hal ini memunculkan rasa kekecewaan masyarakat dan pemerintah akan minimnya peran dunia usaha dalam kehidupan sosial dan adanya kecenderungan bahwa pelaksanaan
CSR hanya sekedar untuk di mata masyarakat atau bahkan hanya di mata konsumen mereka.134
Dari sudut pandang Pemerintah, apabila CSR/TJSL diterapkan secara sukarela maka yang akan terjadi adalah pengrusakan lingkungan dan ketidakpedulian perusahaan terhadap lingkungannya. Contohnya seperti kasus kerusakan lingkungan di lokasi penambangan timah inkonvensional di pantai Pulau Bangka-Belitung dan tidak dapat ditentukan siapakah pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena kegiatan pembangunan dilakukan oleh penambang rakyat tidak berizin yang mengejar setoran pada PT. Timah, Tbk. Sebagai akibat dari penambangan inkonvensional tersebut terjadi pencemaran air permukaan laut dan perairan umum, lahan menjadi tandus, terjadi abrasi pantai, dan kerusakan laut.135
134
Lina Anatan, “Corporate Social Responsibility (CSR) : Tinjauan Teoritis dan Praktik di Indonesia”, (Bandung : Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha, 2010), hal. 2.
Contoh lain adalah konflik antara PT. Freeport Indonesia dengan rakyat Papua. Penggunaan lahan tanah terdapat perusakan dan penghancuran lingkungan hidup, penghancuran perekonomian, dan pengikaran eksistensi penduduk Amungme merupakan kenyataan pahit yang harus diterima rakyat Papua akibat keberadaan operasi penambangan PT.
135
Peraturan Daerah Kabupaten Bangka No. 20 Tahun 2001 tentang Penetapan dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan Barang Strategis, dan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka No. 21 Tahun 2001 tentang Pajak Pertambangan Umum dan Mineral yang merupakan produk hukum ikutannya sebagai tindak lanjut pemberlakuan Keputusan Menteri Perdagangan No. 443 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor telah memberikan peluang yang luas bagi perkembangan industri pengolahan timah di daerah, terutama di Propinsi Kepulauan Babel.
Kebijakan pembangunan daerah yang berorientasi pada peningkatan PAD, sehingga pengelolaan pertambangan menganut azas konservasi radikal, “gali terus selagi harga tinggi” tanpa dibarengi pengelolaan lingkungan yang memadai. Akibatnya, tambang inkonvensional (TI) tumbuh subur yang diikuti perkembangan pengolahan timah swasta yang melebur timah dan melakukan ekspor logam timah tanpa merk. Penyelundupan terak dan bijih timah akhirnya marak, tata niaga timah semakin tidak sehat di pasaran terjadi kelebihan penjualan, karena pemasaran bijih timah tidak terkendali, dan bebas. Sumber : Bambang Yunianto, “Kajian Problema Pertambangan Timah di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai Masukan Kebijakan Pertimahan Nasional”, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, Vol. 5, No. 3, Juli 2009, hal. 98.
Freeport Indonesia. Bencana kerusakan lingkungan hidup dan komunitas lain yang ditimbulkan adalah jebolnya Danau Wanagon hingga tiga kali akibat pembuangan limbah yang sangat besar kapasitasnya dan tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitar.136
Kedua contoh tersebut hanya merupakan sebagian kecil gambaran fenomena kegagalan CSR yang muncul di Indonesia, dan masih banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT. Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian PT. Lapindo Brantas, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan Amerika Serikat), kasus PT. Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia (Aurora Gold), dan kasus pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak vs. “Minamata”. Hal inilah yang menjadi latar belakang alasan dijadikannya CSR/TJSL sebagai kewajiban hukum di Indonesia, karena kesadaran masyarakat, pelaku usaha masih rendah mengenai CSR/TJSL.
Hal terpenting yang harus dilakukan adalah membangkitkan kesadaran perusahaan dan rasa memiliki terhadap lingkungan dan komunitas sekitar. Hal ini menuntut perlunya perhatian stakeholder, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam membuat regulasi atau ketentuan yang disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai keefektifan program CSR/TJSL. Tidak dapat dipungkiri
136
Pembangunan yang menekankan aspek ekonomi oleh pelaksana pembangunan telah meminggirkan masyarakat lokal. Sungai Agawagon sebagai tempat pembuangan tailing menjadi dangkal dan ini berarti hilangnya penghidupan masyarakat setempat yang banyak bergantung kepada sungai tersebut. Sumber : Gutomo Priyatmono, Bermain dengan Kematian : Potret Kegagalan
peran Undang-Undang sebagai bentuk legalitas untuk mengatur pelaksanaan CSR/TJSL sangat diperlukan. Disamping itu, untuk meningkatkan keseriusan perhatian dan tingkat kepedulian perusahaan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, diperlukan adanya suatu alat evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan program CSR/TJSL. Hasil dari penilaian yang dilakukan oleh lembaga penilai independen dapat dijadikan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan dalam bentuk award atas peran serta perusahaan terhadap komunitas sekitar. Pada bagian selanjutnya akan dibahas beberapa kisah sukses implementasi CSR/TJSL yang dilakukan oleh beberapa perusahaan domestik dan bentuk-bentuk partisipasi perusahaan tersebut dalam pengembangan masyarakat, ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup.
Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dapat dijelaskan melalui berbagai bentuk aktivitas perusahaan seperti program pembangunan/pengembangan komunitas, pelayanan komunitas, dan pemberdayaan komunitas. Meskipun kegiatan tampak sederhana dan cakupan masalah sempit tetapi dampak positif yang dirasakan masyarakat binaan sangat besar. Program pembinaan tukang roti dan pedagang martabak gerobak yang dilakukan oleh PT. Bogasari merupakan program pemberdayaan masyarakat yang didasarkan pada strategi jitu dan sebagai media promosi yang efektif bagi para produsen bahan baku. Program ini merupakan wujud nyata kepedulian dan peran perusahaan-perusahaan dalam mengembangkan kemampuan sosial dan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pembinaan
yang dilakukan oleh perusahaan.137 Demikian juga dengan PT. Unilever yang memiliki program CSR berupa pendampingan terhadap petani kedelai. Bagi kepentingan petani, adanya program CSR ini berperan dalam meningkatkan kualitas produksi, sekaligus menjamin kelancaran distribusi. Sedangkan bagi Unilever sendiri, hal ini akan menjamin pasokan bahan baku untuk setiap produksi mereka yang berbasis kedelai, seperti kecap Bango, yang telah menjadi salah satu andalan produknya.138
Terlepas dari banyaknya nada-nada sumbang tentang wacana filantrofi perusahaan-perusahaan swasta ini dan banyaknya motif-motif yang mendorong sebuah perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya, CSR merupakan sebuah potensi besar dana non-pemerintah yang harus didukung sebagai embrio transformasi menuju kemandirian masyarakat. Kalau bisa dioptimalkan baik dari sisi pengalokasian dana maupun dalam proses pendayagunaannya bisa menjadi salah satu soluli alternatif bagi penyelesaian permasalahan kemiskinan yang ada di masyarakat. CSR juga bisa menjadi jembatan antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
137
Dalam melakukan tanggung jawab sosialnya, Bogasari menghasilkan Panca Bhakti dengan 3 (tiga) tujuan utama, yaitu : 1) Meningkatkan shareholder value dalam hal ekonomi dan sosial; 2) Menciptakan daya saing lebih besar dan kesuksesan dalam jangka panjang; dan 3) Meningkatkan reputasi perusahaan. Program CSR dirancang dan dikembangkan sesuai dengan 5 (lima) fokus utama (Panca Bhakti), meliputi : building human capital; protecting the environment; encouraging good
governance; assessing social cohesion; dan strengthening economies.
Dalam Panca Bhakti yang ke-5 yaitu program Bogasari Mitra Card (BMC) dirancang dan diimplementasikan dengan tujuan meningkatkan perekonomian. Ide awal dari program BMC yaitu selain untuk memberikan pertanggung jawaban sosial kepada para stakeholder, juga memberikan
reward kepada pelanggan langsung dari produk Bogasari yang berupa tepung terigu, yaitu kepada
Usaha Kecil Menengah (UKM) bukan pada agen ataupun retailer. Sumber : Wahyu Irawaty, “Analisis Cost-Benefit Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Program Bogasari Mitra Card Surabaya”, Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi, Vol. 7, No. 1, Mei 2008, hal. 29-30.
138
Program CSR yang dilakukan oleh Yayasan Unilever Indonesia yang paling menonjol adalah daur ulang, lingkungan, dan pendidikan di daerah Pasar Minggu. Sumber : Abdul Kohar Irwanto, dan Angga Prabowo, “Kajian Efektivitas Program Corporate Social Responsibility (CSR) Yayasan Unilever Indonesia”, Jurnal Institut Pertanian Bogor Fakultas Ekonomi dan Manajemen, 2010, hal. 109.
masyarakat. Sehingga hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya bisa berjalan dengan lebih baik, lebih harmonis dan saling menguntungkan.
Oleh karena itu, berdasarkan paparan dan contoh-contoh di atas apabila CSR/TJSL ditetapkan secara sukarela maka yang akan terjadi adalah pengrusakan lingkungan dan ketidakpedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitar. Namun, apabila ditetapkan sebagai sebuah paksaan yang memiliki sanksi (sebagai liability) maka perusahaan akan mampu memelihara lingkungan sekitar perusahaan. Hal yang utama dari konsep CSR/TJSL ini adalah bagaimana menjaga lingkungan agar tetap berkelanjutan tanpa mengurangi keuntungan perusahaan. Dengan demikian para
stakeholder diuntungkan.
D. Pengaturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Menimbulkan