CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BERDASARKAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
B. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ( Corporate Social Responsibility – CSR) Telah Diatur dalam Berbagai Perundang-Undangan
3. Undang-Undang No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pelaksanaannya
Pasal 66 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa :
(1) “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri”.
Berdasarkan ketentuan di atas sebenarnya merupakan bentuk CSR/TJSL itu sendiri. Pada Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan frase “kemanfaatan umum” yang merupakan cikal bakal dari Program Kemitraan Bina Lingkungan. Program tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yang merupakan ketentuan pelaksana CSR/TJSL Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meskipun prakteknya berbeda dengan Pasal 74
131
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tetapi intinya tetap CSR/TJSL.132
Memenuhi amanat Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan sebagai wujud kepedulian terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat serta kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar, BUMN melaksanakan PKBL sebagai bagian dari corporate action.
132
Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan program pembinaan usaha kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan.
Peran BUMN dalam pengembangan usaha kecil dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO). Pertimbangan yang mendasari pelaksanaan program tersebut adalah adanya posisi strategis BUMN dalam hubungannya dengan usaha kecil yaitu memiliki keunggulan pada bidang produksi/pengolahan, teknologi,
Pembinaan Usaha Kecil yang dilakukan BUMN tidak terlepas dari beberapa peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu :
a. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 2 : “...salah satu tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat”.
b. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 huruf b. : “Setiap penanam modal berkewajiban : b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.
c. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat (1) : “...Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan...”.
d. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pasal 21 : “...Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya”.
e. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, Penjelasan Pasal 16 : “...Lembaga pembiayaan menyediakan dukungan modal untuk pembinaan dan pengembangan usaha kecil antara lain meliputi skim modal awal, modal bergulir, kredit usaha kecil, kredit program dan kredit modal kerja usaha kecil, kredit kemitraan, modal ventura, dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara, anjak piutang dan kredit lainnya”.
jaringan distribusi dan SDM yang dapat dimanfaatkan untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sehingga menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Pelaksanaan pembinaan usaha kecil oleh BUMN mulai tertata setelah terbitnya Keputusan Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/1989. Pada saat itu program ini dikenal dengan nama Program Pegelkop (Pembinaan Pengusaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi) dan pada tahun 1994 dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994 nama program diganti menjadi program PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi). Seiring dengan
Sesuai Pasal 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Wujud dari pelaksanaan Pasal 2 Undang-Undang tersebut adalah dilaksanakannya PKBL oleh seluruh BUMN. Dari perspektif bisnis, PKBL merupakan wujud kepedulian sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR).
perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat yang sangat pesat dan dinamis, peraturan-peraturan tersebut beberapa kali mengalami perubahan, terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 nama program diganti menjadi Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (disingkat PKBL).
Berdasarkan data Kementerian BUMN akhir tahun 2010, total dana PKBL yang disalurkan oleh 142 BUMN mencapai Rp. 17.700.000.000.000,- (tujuh belas triliun tujuh ratus miliar rupiah), dimana total dana PKBL tersebut disalurkan dalam
bentuk program kemitraan sebesar Rp. 14.300.000.000.000,- (empat belas triliun tiga ratus miliar rupiah) dan bina lingkungan sebesar Rp. 3.400.000.000.000,- (tiga triliun empat ratus miliar rupiah). Keberadaan dana sebesar ini apabila dimanfaatkan secara baik tentu dapat menjadi satu kekuatan besar pembangunan di Indonesia.133
Selain Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007, ada juga Surat Edaran Menteri Negara BUMN No. SE-07/MBU/2008 tentang Pelaksanaan PKBL dan Penerapan Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berisikan sebagai berikut :
1. “Bagi BUMN yang sudah melakukan alokasi biaya untuk Bina Wilayah atau yang sejenis sebelum terbitnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 (UUPT), maka dalam pelaksanaannya agar dilakukan sesuai dengan mekanisme korporasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance
(GCG);
2. Bagi BUMN yang sumber dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)-nya berasal dari penyisihan laba, maka tetap melaksanakan PKBL sesuai dengan alokasi dana yang disetujui RUPS;
3. Bagi BUMN yang sumber dana Program Kemitraan dan/atau Bina Lingkungan (PKBL)-nya dibebankan menjadi biaya perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 74 UUPT, maka dalam pelaksanaannya agar tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007, sampai adanya penetapan lebih lanjut dari Menteri Negara BUMN”.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara BUMN No. SE-07/MBU/2008 adalah turunan dari TJSL/CSR pada Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Turunan tersebut sudah baik karena sudah diterapkan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance –
GCG). 133
Harian Ekonomi Neraca, “CSR Kementerian Lingkungan Hidup”, diterbitkan Selasa, 25 Oktober 2011.
Ada juga Surat Edaran Menteri Negara BUMN No. SE-14/MBU/2008 tentang Optimalisasi Dana Program Kemitraan Melalui Kerjasama Penyaluran mengisyaratkan agar setiap BUMN bersinergi dengan BUMN lainnya untuk melaksanakan CSR/TJSL. Seharusnya Pemerintah juga memperbaiki peraturan pelaksanaan CSR/TJSL bagi pelaku usaha khususnya bagi perusahaan swasta.
C. Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social