• Tidak ada hasil yang ditemukan

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BERDASARKAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN

B. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ( Corporate Social Responsibility – CSR) Telah Diatur dalam Berbagai Perundang-Undangan

2. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap Warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Repulbik Indonesia Tahun 1945.123 Pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 diselenggarakan berdasarkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.124

123 Bagian Menimbang huruf a., Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kelangsungan lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan

124

Bagian Menimbang huruf b., Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

konsisten oleh semua pemangku kepentingan.125 pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkkungan hidup.126

Bagian Menimbang huruf a, b, d, e pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas merupakan latar belakang dibentuknya Undang-Undang ini. Latar belakang tersebut sama dengan latar belakang dibentuknya prinsip CSR atau TJSL pada Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Konsep CSR yang dikemukakan pada KTT Bumi di Rio de Janeiro juga demikian.

Konsep CSR berkaitan dengan konsep pemberdayaan masyarakat atau

Community Development (CD) dimana merupakan bagian penting dalam proses implementasi kegiatan CSR. CD merupakan suatu proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat melalui partisipasi aktif, dimana pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan kemandirian masyarakat itu sendiri. TJSL, bersifat wajib dimana dalam pelaksanaannya, perusahaan harus mengacu kepada semua peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, yang antara lain Undang- Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan

125 Bagian Menimbang huruf d., Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

126

Bagian Menimbang huruf e., Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Saat ini, hampir semua perusahaan telah menyelenggarakan kegiatan CSR, yang salah satunya adalah dengan melakukan CSR yang berkaitan dengan masalah lingkungan, hal ini membuktikan bahwa perusahaan telah paham dan mengerti tentang perlunya bersama masyarakat menjaga lingkungan hidup di sekitarnya.

Idealnya dalam Pedoman CSR bidang Lingkungan, dijelaskan bahwa semua pihak untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan CSR sehingga dapat terbangun komitmen dan kemitraan yang kuat di antara pelaku usaha dan pemerintah, dalam menerapkan CSR di bidang lingkungan. Implementasi kegiatan CSR bidang lingkungan yang benar, tepat dan berkelanjutan menjadi harapan besar bagi KLH untuk terjalinnya sebuah keseimbangan yang harmonis antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan, dan akhirnya dapat membentuk dan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri yang melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus.

Pada Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersirat bahwa perusahaan yang terkena CSR/TJSL, dibatasi namun dalam penjelasannya dapat diketahui bahwa semua perusahaan terkena kewajiban CSR/TJSL, karena Penjelasan Pasal 74 menggunakan penafsiran yang luas. Hal ini dapat dilihat pada bunyi Pasal 74 ayat (1) dimana perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sedangkan pada penjelasan Pasal 74 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan

kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Berikutnya yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi sumber daya alam. Dengan demikian jelas tidak ada satupun perusahaan yang tidak berkaitan atau tidak memanfaatkan sumber daya alam.127

Kritik yang muncul dari pelaku usaha bahwa CSR/TJSL adalah konsep dimana perusahaan, sesuai kemampuannya, melakukan kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan itu adalah diluar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam peraturan perundangan formal, seperti ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Mereka berpendapat, selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR/TJSL juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha.128

Penerapan tanggung jawab lingkungan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilihat pada :

1. Pasal 65 ayat (4);

“Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

2. Pasal 67;

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”.

127

Mas Achmad Daniri, Op.cit., hal. 29. 128

3. Pasal 68;

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban :

a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.

Seluruh ketentuan di atas mengatur konsep CSR/TJSL di dalam Undang- Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Prinsip CSR/TJSL pada prinsipnya merupakan sesuatu yang “Beyond Legal Complaines”, dan pada kenyataannya ketentuan mengenai tanggung jawab dari perusahaan sudah diatur cukup komprehensif dalam peraturan perundang-undangan sektoral terkait, sesuai dengan bidangnya masing-masing dengan aturan sanksi yang cukup ketat seperti : hukuman badan maupun denda serta hukuman administratif. Pengaturan mengenai CSR/TJSL seperti yang dirumuskan dalam Pasal 74 dan Penjelasan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menimbulkan ketidakpastian, diskriminatif serta menyebabkan iklim usaha tidak efisien dan tidak berkeadilan.129

Apabila tidak melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perusahaan akan diawasi oleh Kepala Daerah setempat perusahan berdiri atau beroperasi. Kepala Daerah diwakili oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) yang diangkat dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

129

Daerah (BAPEDALDA) berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan ketentuan CSR/TJSL di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas juga menimbulkan inkonsistensi, contradictio in terminis, tumpang tindih, dan ketidakjelasan aturan, sehingga melahirkan ketidakpastian hukum dan diskriminatif di kalangan pelaku usaha serta menimbulkan ketidakefesienan dan ketidak berkeadilannya para pelaku usaha yang mempunyai perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT).130

CSR/TJSL belum memiliki definisi yang seragam. Lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial perusahaan yang ada dalam literatur/pustaka maupun definisi resmi yang dianut oleh berbagai lembaga internasional berbeda dengan lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan yang termuat dalam Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Konsepsi CSR/TJSL berkaitan dengan beberapa isu penting antara lain Good Corporate Governance, Pembangunan Berkelanjutan dan Millenium Development Goals. Pelaksanaan CSR seyogyanya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Idealnya terlebih dahulu dirumuskan bersama antara 3 (tiga) pihak yang berkepentingan yakni pemerintah, dunia usaha dan masyarakat setempat dan kemudian dilaksanakan sendiri oleh masing-masing perusahaan, karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik lingkungan dan masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Upaya perusahaan menerapkan CSR/TJSL

130

memerlukan sinergi dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu berperan menumbuh kembangkan penerapan CSR/TJSL di tanah air tanpa membebani perusahaan secara berlebihan. Peran masyarakat juga diperlukan dalam upaya perusahaan memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha.131

3. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara