• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Politik Pemuda Pancasila di Provinsi Sumatera Utara

Dalam dokumen Politik Layar Terkembang (Halaman 71-78)

Dari penjelasan yang dikemukakan di atas bahwa para ketua Pemuda Pancasila, memiliki pengaruh terhadap anggota organisasi dan disegani oleh kebanyakan pemuda di Sumatera Utara. Jauh sebelum pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, terdapat beberapa orang pemuda yang memiliki pengaruh terhadap sekelompok pemuda lainnya.65 Pengaruh yang dimiliki oleh para ketua wilayah Pemuda Pancasila di Sumatera Utara karena mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup anggotanya sehari-hari. Pimpinan Pemuda Pancasila memberikan kepada para anak muda –yang kebanyakan menganggur itu– berupa pekerjaan seperti menjaga bioskop, perparkiran, menjaga rumah yang sedang dibangun, dan lain sebagainya. Ketika itu, persoalan sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal menjadi masalah utama khususnya di kota-kota besar di Sumatera Utara seperti kota Medan, Binjai, dan Lubuk Pakam.

Pada umumnya, anak-anak muda yang menganggur itu selalu nekad untuk melakukan tindakan merusak seperti mencuri, merampok, bahkan membunuh jika ingin memiliki sesuatu. Oleh para ketua Pemuda Pancasila, anak-anak muda itu dicarikan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan

       

65

Kebanyakan orang-orang di kota Medan dan sekitarnya menyebut mereka ini sebagai preman. Di antara mereka itu, selain berani dan nekat namun ada yang memiliki kecerdasan yang cukup baik untuk membina para pemuda lainnya agar tidak melakukan tindakan yang bisa merusak seperti pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Pemuda yang dikenal sebagai preman dan memiliki kecerdasan yang baik itulah kemudian direkrut menjadi ketua Pemuda Pancasila.

hidupnya sehari-hari. Hampir seluruh ketua Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara dikenal dengan sebutan ‘kepala preman’. Selain berani, mereka juga digunakan oleh aparat militer untuk menghambat pengaruh komunis di Sumatera Utara sekaligus sebagai upaya merangkul dukungan kepada pemerintah Orde Baru. Untuk menjalankan misi itulah, anak-anak muda itu direkrut dan diberikan sedikit kewenangan tindakan mengatur daerah kekuasaannya.

Untuk membendung meluasnya pengaruh PKI di Sumatera Utara, maka tokoh-tokoh ABRI melalui IPKI mencari dan mengumpulkan para pemuda yang tidak begitu jelas orientasi perjuangannya. Ketika itu, banyak kelompok pemuda di Sumatera Utara yang beraktivitas mengandalkan ciri-ciri primordialnya dan hanya sekedar berkumpul sembari mencari makan untuk hidup.66 Kelompok pemuda yang lebih dikenal dengan sebutan “para preman” ini kemudian menerima tawaran dari tokoh-tokoh ABRI dan menyatakan bergabung dengan IPKI. Tidak lama berselang, IPKI membentuk Pemuda Pancasila di Sumatera Utara dan mengangkat Effendi Nasution sebagai ketua. Sosok Effendi Nasution atau yang sering disebut ‘Pendi Keling’ dikenal sebagai orang yang keras dan memiliki kemampuan untuk mengumpulkan sekolompok pemuda yang mangkal di bioskop-bioskop di sekitar kota Medan.

Dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh ABRI pada saat itu, sosok Effendi Nasution diberikan keleluasaan untuk menggerakkan potensi yang ada agar menentang Partai Komunis Indonesia di Sumatera Utara. Namun, keleluasaan itu harus tetap mendapatkan persetujuan tindakan dari tokoh-tokoh ABRI yang berada di balik gerakan Pemuda Pancasila. Saat itu, anggota Pemuda Pancasila diburu-buru aparat. Menjadi hal yang biasa mereka dibenci, ditakuti bahkan ada yang minta supaya Pemuda Pancasila dibubarkan. Harus diakui bahwa setelah pengganyangan G 30S/PKI Pemuda Pancasila dicap sebagai organisasi preman. Operasi Sapu Jagat, Mayjend M. Sanif dan Petrus membuat organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara terganggu aktivitasnya.

Pada masa kepemimpinan Effendi Nasution, syarat menjadi ketua di semua tingkatan, selalu ditanya "Apa kau sudah pernah masuk penjara? Sudah berapa orang yang kau tikam/bunuh? Berapa anggotamu?” dan pertanyaan lainnya yang terkadang

       

66

Sarmadan Pasaribu. 2002. “Peranan Pemuda Pancasila Menentang Gerakan Partai Komunis Indonesia di Kotamadya Medan Tahun 1960-1966”. Skripsi. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

menyesakkan dada. Jika memenuhi syarat itu langsung diterbitkan surat keputusan tanpa ada musyawarah. Selanjutnya di bawah pimpinan Amran YS urusan ketua adalah "rumah sakit, penjara, kantor polisi, kodim". Oleh karena desakan keadaan, pemerintah sipil (Gubernur Sumatera Utara Khaharuddin Nasution), Amran YS dilengserkan karena dianggap masih menonjolkan kepremanan. Namun seluruh pimpinan DPC masih ingin mempertahankan Amran YS, tetapi DPP Pemuda Pancasila membekukannya dan mengangkat karetaker diantaranya Amril YS, Rosiman, H. Yan Bustami, dan lain-lain.

DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara di bawah pimpinan Marzuki mengutamakan penertiban administrasi dan organisasi dengan berpegang teguh pada AD dan ART. Pada satu kesempatan di bawah pimpinan Ketua DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara, seluruh Ketua dan Sekretaris DPC Pemuda Pancasila se- Sumatera Utara diundang oleh Pangdam-I/Bukit Barisan yakni Bapak Mayjend. Harsudiono Hartas. Pangdam menjelaskan bahwa “ABRI selaku abang kandung Pemuda Pancasila, mempersilahkan kepada adik-adik (Pemuda Pancasila) untuk berbenah diri dan mengubah prilaku yang kurang disenangi masyarakat, pintu Kodam-I/BB terbuka lebar untuk konsultasi". Selanjutnya saat Mubes ke III tahun 1985 di Pondok Gede, Menteri Pemuda dan Olahraga M.Ghafur, menekankan penekanan pada arahannya agar Pemuda Pancasila sebagai aset bangsa harus berbenah diri. Seiring dengan itu, Bung Yapto mendeklarasikan "Era baru Pemuda Pancasila dan dalam pengembangan organisasi sistem yang dipakai adalah "3-O" yakni Otak, Omong, Otot". Pembentukan Komando Inti Mahatidana diputuskan seiring dengan ketetapan terkait aspirasi politik Pemuda Pancasila yang disalurkan kepada Golkar.

Sejak awal pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, metode rekrutmen didapat dari pemuda jalanan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, namun dikenal sebagai anak muda yang berani dan keras. Di Kota Medan, mereka lebih dikenal sebagai preman sebut saja seperti Rosiman dan Effendi Nasution. Keduanya dikenal sebagai preman yang menguasai Medan Bioskop. Setelah menerima tawaran untuk memimpin Pemuda Pancasila, Effendi mengajak anak asuhannya untuk ikut sebagai anggota dan pengurus di organisasi pemuda ini. Kebanyakan anak-anak muda yang bergabung adalah anak jalanan yang diberikan pekerjaan oleh Effendi.

“dulu mana kita tahu dek…. Organisasi kata orang, ya organisasi. Lantik katanya ya lantik lah, kan sekarang baru kita tahu itu apa. Setelah pelantikan lalu ada latihan atau penataran dan sebagainya. Sebelumnya mana ada tatar-tatar karena semua preman, crossboy, pencuri, perampok dan pembunuh ada semua di situ. Apa itu DPW, DPC mana kita tahu itu, iya kan? Yang penting bikin saja dulu, dirikan di mana-mana. Jadi lain dek…tidak seperti sekarang, sekarang ini orang sudah banyak yang tahu bahwa DPW melantik DPC. DPC melantik anak cabang. Dulu mana ada itu… Preman semuanya di situ.” 67

Pada masa Orde Baru, anak-anak muda yang direkrut menjadi anggota Pemuda Pancasila itu diharuskan memberikan dukungan kepada Golongan Karya. Di antara mereka kemudian memilih aktif sebagai pengurus Golongan Karya, meskipun latar belakang sebagai anak jalanan atau preman masih melekat pada dirinya. Ketika pemerintahan Orde Baru sangat kuat, anak-anak muda inilah yang sering menjadi operator kebijakan Orde Baru melalui aparat militer di daerah Sumatera Utara. Selain menjadi pengurus Golongan Karya, anak-anak muda tersebut diberikan posisi penting sebagai pengurus organisasi pemuda (KNPI), buruh (SPSI), nelayan (HNSI), dan lain sebagainya. Kebanyakan dari pimpinan organisasi tersebut awalnya bermula dari anggota Pemuda Pancasila.

Dukungan politik yang diberikan dari pemerintah Orde Baru kepada Pemuda Pancasila di Sumatera Utara memberi kekuatan tersendiri bagi para pimpinannya untuk mengembangkan basis massa organisasi. Bagi para kader yang memilih profesi sebagai politisi harus menunjukkan loyalitas kepada pimpinan partai di daerah yaitu Ketua Golongan Karya Provinsi Sumatera Utara.68 Untuk menjadi kader yang bisa dipercaya ada serangkaian tahapan yang harus dilewati seperti penelitian khusus (litsus69), mengikuti jenjang pelatihan (penataran P470), dan lain sebagainya. Setelah lulus ujian tersebut maka ujian lapangan pun menjadi penilaian seperti tugas-tugas untuk menertibkan basis massa, menjamin tidak ada demonstrasi agar kelompok masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya dipastikan mendukung pemerintah Orde Baru.

       

67

Meski kebanyakan anak muda “jalanan” yang direkrut tidak memiliki pekerjaan tetap, namun sebagian pimpinan Pemuda Pancasila berasal dari orang-orang yang memiliki semangat pionir dan kepeloporan yang mumpuni di antara pemuda lainnya. Lihat Syamsul Bahri Nasution dan Saifuddin Mahyudin. 1999. The Lion….. hal. I-III.

68

Masa Orde Baru, Ketua Golongan Karya Tk. I Sumatera Utara dan di hampir semua daerah tingkat II selalu berasal dari militer. Ini menunjukkan bahwa militer yang mengatur sirkulasi calon pemimpin di daerah atas dasar loyalitas kepada rezim Orde Baru.

69

Litsus adalah penelitian khusus yang digelar oleh pemerintah Orde Baru sebagai bagian dari operasi pemantapan pemerintahan terhadap pegawai eksekutif maupun legislatif. Kebijakan ini dilakukan untuk melihat anggota masyarakat yang terlibat PKI.

70

P4 singkatan dari Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila. Setiap aktivis partai politik diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 yang dilangsungkan dengan berbagai metode dan pola jam pengajaran.

Para kader Pemuda Pancasila di Provinsi Sumatera Utara hanya dijadikan sebagai operator dari pemerintah Orde Baru yang ada di Jakarta. Mereka relatif tidak memiliki kebebasan untuk bertindak atas kehendaknya sendiri dan anggota organisasinya. Semua tindakan organisasi harus mendapatkan persetujuan dari Jakarta. Bagi mereka yang dapat menunjukkan loyalitas seperti itu akan dipercaya untuk menjadi pemimpin organisasi masyarakat. Proses tahapan yang bisa dilalui seorang kader Pemuda Pancasila akan menaikkan status sosial sekaligus status ekonominya. Tidak begitu sulit bagi mereka untuk menjadi anggota legislatif di Provinsi Sumatera Utara. Setiap pemilu berlangsung, mereka diletakkan pada nomor urut jadi yang bisa diprediksi akan duduk sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara atau di kabupaten dan kota.

Kondisi berbeda terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto. Perubahan tatanan politik terjadi dengan kebijakan demokrasi dan desentralisasi. Suasana reformasi mengubah posisi politik kader-kader Pemuda Pancasila. Sejak reformasi, politik desentralisasi banyak dilakoni oleh mereka yang posisi awalnya hanya sebagai lapis bawah dari jaringan Orde Baru. Jika sebelumnya mereka dijadikan sebagai operator politik Orde Baru, setelah reformasi mereka relatif memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan sendiri untuk pengembangan karir politik dirinya dan organisasinya. Sebagai contoh, di bidang politik, untuk mendukung calon yang akan menjadi ketua partai atau kepala daerah mereka bebas menentukan calonnya sendiri tanpa ada arahan dari pengurus partai politik di Jakarta.71 Sebelum reformasi, kebebasan menentukan pilihan itu tidak terbuka bahkan arahan dari Jakarta harus dipatuhi sebagai bentuk loyalitas kader kepada organisasi. Setidaknya proses keputusan harus dilakukan dari bawah (buttom up) agar putusan tidak mengalami resistensi pada saat dilaksanakan.

Di bidang ekonomi, banyak kader Pemuda Pancasila yang berprofesi sebagai pengusaha menguasai proyek-proyek pemerintah di daerah yang bersumber dari APBD dan APBN. Tidak hanya itu, sebagian kader Pemuda Pancasila masuk menjadi pengelola media massa lokal dengan posisi penting di tingkat redaksi. Proses tahapan

       

71

Kasus ini terjadi pada saat pemilihan Walikota Medan pada tahun 2000 oleh DPRD Kota Medan. Ketika itu, anggota DPRD yang berasal dari kader Pemuda Pancasila relatif bebas mengambil putusan dari pilihannya sendiri. Lihat Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika ……. hal. 237-240.

perubahan yang terjadi pada tokoh Pemuda Pancasila, tidak terlepas dari jaringan keluarga Cendana yang menyebar72 hingga ke daerah-daerah, kota-kota dan desa-desa.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa sumber kekuasaan yang dimiliki oleh tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara berasal dari kekuatan fisik dan keberanian untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti kehendaknya. Selain itu, ekonomi menjadi sumber kekuasaan lainnya bagi para tokoh Pemuda Pancasila yaitu dengan kekayaannya dapat memberikan pekerjaan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup para anggotanya. Oleh karena praktek kekerasan dan uang itu pula yang kemudian banyak pihak menyebut sebagian besar prilaku anggota Pemuda Pancasila mirip dengan premanisme. Namun, bukan berarti prilaku kekerasan dan uang yang sering dilakukan membuat tokoh Pemuda Pancasila tidak disukai oleh masyarakat. Sebagian dari tokoh Pemuda Pancasila itu terpilih menjadi anggota legislatif dan pejabat publik di Provinsi Sumatera Utara. Jabatan formal yang diperoleh kader Pemuda Pancasila digunakan secara lebih otonom, tanpa persetujuan dari Jakarta, dalam menentukan pilihannya pada saat kebijakan otonomi daerah diberlakukan.

Berkurangnya kendali pusat yang terjadi pada masa desentralisasi membuat organisasi Pemuda Pancasila memiliki pengaruh dalam jaringan patronase baru yang lebih otonom, lebih cair dan saling bersaing satu sama lain. Bahkan beragam kepentingan untuk merebut kekuasaan di tingkat lokal terlihat bervariasi ketimbang masa Orde Baru. Jaringan kelompok Pemuda Pancasila adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi, kelompok-kelompok pebisnis baru, birokrat negara, dan barisan keamanan sipil yang tumbuh pada masa Orde Baru sebagai eksekutor lapangan. Mereka ini kemudian menjadi tokoh-tokoh penting dan berperan dalam proses demokrasi dan desentralisasi di Sumatera Utara.

Pada masa Orde Baru, kekuasaan tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara juga bersumber dari kedekatan dengan pimpinan militer lokal. Oleh karena itu, secara ekonomi, memungkinkan mereka untuk menjalankan aktivitas-aktivitas yang menguntungkan seperti penguasaan lahan atau kawasan tertentu dan memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum. Perubahan kedudukan militer sejak reformasi tidak berarti putusnya keterkaitan ini. Justru konstelasi politik Sumatera Utara diwarnai dengan interaksi politik dan kepentingan lokal yang banyak diperankan oleh tokoh-

       

72

Cendana yang dimaksud adalah Jalan Cendana, alamat tinggal Soeharto saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Cendana kemudian dikenal sebagai tempat berkumpulnya para kerabat dan sahabat Soeharto yang memiliki kepentingan beragam mulai dari urusan politik, bisnis, dan lain sebagainya.

tokoh Pemuda Pancasila yang terkadang selalu tidak sebangun dengan proses konsolidasi demokrasi.

Dalam dokumen Politik Layar Terkembang (Halaman 71-78)