BAB V : Berisikan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
DALAM UNDANG-UNDANG 31 TAHUN 1999 JO UNDANG-UNDANG 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
A. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi dan Perkembangannya
1. Pengaturan Kerugian Keuangan Negara
Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, untuk memahami definisi keuangan negara harus melihat tiga penafsiran dari Pasal 23 UUD 1945 sebagai landasan
Konstitusional keuangan negara, yaitu ;87
a) Penafsiran pertama, adalah : ”.... pengertian keuangan negara diartikan secara sempit, dan untuk itu dapat disebutkan sebagai keuangan negara dalam arti sempit, yang hanya meliputi keuangan negara yang bersumber pada APBN, sebagai suatu sub-sistem dari suatu sistem keuangan negara”. Yaitu semua aspek yang tercakup dalam APBN
87
http://jonaediefendi.blogspot.com/2012/10/perspektif-yuridis-pengembalian.html diakses 24 Februari 2015 pukul 01:00
yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR setiap tahunnya, sehingga APBN merupakan deskriptif dari keuangan negara dalam arti sempit yang menyebabkan pengawasan terhadap APBN juga merupakan pengawasan terhadap keuangan negara.
b) Penafsiran kedua, menyangkut metode sistematik dan historis yang
menyatakan : ”... keuangan negara dalam arti luas, yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakekatnya seluruh harta ke kayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara...”. dalam pemahaman ini makna keuangan negara merupakan segala sesuatu kegiatan atau aktifitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik. Pemahaman tersebut kemudian lebih diarahkan pada duan hal, yaitu kepada hak dan kewajiban negara yang timbul dari makna keuangan negara. Hak dalam hal ini, ialah hak menciptakan uang, hak mendatangkan hasil, hak melakukan pungutan, hak meminjam, dan hak memaksa, dan kewajiban adalah kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat, dan kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga berdasarkan hubungan hukum atau hubungan hukum khusus.
c) Penafsiran ketiga, dilakukan melalui pendekatan sistematik dan
teleologis atau sosiologis terhadap keuangan negara yang dapat memberikan penafsiran yang relatif lebih akurat sesuai dengan
tujuanya. Maksudnya adalah ”apabila tujuan menafsirkan keuangan negara tersebut dimaksudkan untuk pengertian keuangan negara tersebut adalah sempit. Selanjutnya apabila pendekatannya dilakukan dengan menggunakan cara penafsiran sistematis dan teleologis untuk
mengetahui sistem pengawasan atau pemeriksaan
pertanggungjawaban, maka pengertian keuangan negara dalam arti luas, yakni termasuk di dalamnya keuangan yang berada dalam APBN, APBD, BUMN/D dan pada hakekatnya seluruh kekayaan negara merupakan obyek pemeriksaan dan pengawasan.
Penafsiran ketiga ini tampak lebih esensial dan dinamis dalam menjawab berbagai perkembangan yang ada di dalam masyarakat. Penafsiran ini akan sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini yang menurut adanya kecepatan tindakan dan kebijakan, khususnya dari pemerintah, baik yang berdasarkan atas hukum (rechtshandeling) maupun yang berdasarkan atas fakta (fietelijke handeling) dapat dilihat juga dalam penafsiran ketiga ini betapa ketat
perumusan keuangan negara dalam aspek pengelolaan dan
pertanggungjawabannya.
Salah satu unsur yang mendasar dalam tindak pidana korupsi adalah adanya kerugian keuangan negara. Sebelum menentukan adanya kerugian keuangan negara, maka perlu ada kejelasan definisi secara yuridis pengertian keuangan negara. Berbagai peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum ada kesamaan tentang pengertian keuangan negara. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Selanjutnya
disebut dengan UU KN) mendefinisikan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.88
Untuk memahami pengertian akan keuangan negara menurut UU KN,
maka keuangan negara dapat dilihat dari berbagai pendekatan berikut ini, yaitu:89
1.Dari sisi obyek, Keuangan Negara merupakan semua hak dan
kewajiban negara dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang dapat dinilai dengan uang, misalnya: kebijakan pemberian ataupun pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kebijakan pemungutan pajak terhadap rakyat, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, misalnya: dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan kendaraan dinas pejabat negara atau pemerintahan.
2.Dari sisi subyek, Keuangan Negara merupakan seluruh obyek
keuangan negara yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara, misalnya: uang yang ada di kas negara dan barang-barang yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
88 http://www.komisihukum.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 162:pengertian-keuangan-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi&catid=162&Itemid=622 89 https://andichairilfurqan.wordpress.com/2012/05/23/pengertian-keuangan-negara/
3.Dari sisi proses, Keuangan Negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek keuangan negara mulai dari perumusan kebijakan, penetapan regulasi, penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah
(APBN/APBD) sampai dengan pertanggungjawaban
APBN/APBD.
4.Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan,
kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek keuangan negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Undang-undang tentang Keuangan Negara memposisikan BUMN Persero masuk dalam tataran hukum publik. Pada sisi lain, Pasal 11 Undang-Undang BUMN menyebutkan pengelolaan BUMN Persero dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan
pelaksanaannya. Berarti, Undang-Undang PT sesuai dengan asas lex specialis
derograt lex generalis yang berlaku bagi BUMN Persero. Dengan demikian, jika
terjadi kerugian di suatu BUMN Persero maka kerugian tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara melainkan kerugian perusahaan atau lazim
juga disebut resiko bisnis sebagai badan hukum privat.90
Dalam penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan mengenai keuangan
90 Ibid
negara adalah:91Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga negara baik di tingkat pusat maupun di daerah.
b Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan
Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara, sedangkan yang dimaksud dengan perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan maupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut, kerangka pikir keuangan negara dirumuskan adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan tatu yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan yang timbul karena “berada dalam pengawasan, pengurusan, dan pertanggungjawaban” : 1) pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah; 2) BUMN/BUMD; 3) yayasan, badan hukum, dan perusahaan
91
Penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak
ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.92
Penjelasan terhadap keuangan negara berdasarkan rumusan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keuangan negara yang termuat dalam pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 secara substansial hakekatnya sama dengan pengertian keuangan negara yang tertuang dalam penjelasan UU PTPK, yang membedakan adalah pada wilayah dan objek pengaturan terhadap
keuangan negara tersebut.93
Kajian terminologi kerugian keuangan negara menurut Kamus Besar Bahas Indonesia, edisi keempat tahun 2008 mendefenisikan kata rugi, kerugian, merugikan sebagai berikut: kata “rugi” adalah kurang dari harga beli atau modal, kurang dari modal, tidak mendapa faedah (manfaat) atau tidak beroleh sesuatu yang berguna, kata “kerugian” adalah menanggung atau menderita rugi, sedangkan kata “merugikan” adalah mendatangkan rugi kepada ...., sengaja menjual lebih rendah dari harga pokok...”.94
Rumusan keuangan negara yang tertuang dalam Pasal 1 dan Pasal 2 UU KN jika menggunakan substansi terminologi “kerugian” dakam rumusan kamus
maupun undang-undang sebagai “hilang, kekurangan, atau berkurangnya” maka
rumusan “kerugian keuangan negara” akan menjadi rumusan sebagai berikut:95
1. Hilang atau berkurangnya hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, akibat perbuatan melawan hukum dalam bentuk:
92
Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Suatu Pendekatan Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, halaman 9.
93 Ibid. 94 Ibid, halaman 12. 95 Ibid, halaman 12-13
a) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c) Penerimaan negara dan pengeluaran negara
d) Pengerimaan daerah dan pengeluaran daerah;
e) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikeola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutan, barang, serta hak-hak lain yang dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
2. Hilang atau berkurangnya sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban akibat perbuatan sengaja melawan hukum dalam bentuk:
a) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tuga pemerintahan dan/atau kepentinga umum;
b) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas
yang diberikan pemerintah.
Rumusan kerugian keuangan negara jika dilakukan berdasarkan pendekatan interpretasi rumusan keuangan negara dan ruusan keru gian keuangan negara, maka berpatokan rumusan Penjelasan Alinea ke 3 menurut UU PTPK
adalah sebagai berikut:96
96
1) Kekurangan kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tdak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam pengawasan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, akibat perbuatan sengaja melawan hukum;
2) Kekurangan kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau
yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam pengawasan BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara, akibat perbuatan melawan hukum.
Merugikan keuangan negara dalam pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK merupakan unsur yang dominan dalam pembuktian tindak pidana korupsi. Setiap adanya unsur “merugikan keuangan negara” memberikan kontribusi besar pada terpenuhinya unsur tindak pidana korupsi, karena ada “perbuatan sengaja merugikan” dengan melawan hukum (straffbaar feit atau criminal act) dan adanya akibat terjadi “kerugian keuangan negara”, (natuur feit atau een positief element)yang akhirnya memperkaya diri sendiri, orang lain, atau corporate yang buka haknya tetapi “hak keuangan” oleh negara.97
97
Pengaturan wilayah kerugian keuangan negara dalam ranah tindak pidana
korupsi dari aspek pendekatan normatif dan praktis adalah sebagai berikut:98
1) Kata “Dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan (pidana) yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Dan pengertian lain menurut pendapat MK dalam keputusannya nomor 003/PUU-IV/2006 tangga 24 Juli 2006, pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa kata “Dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara dan perekonomian harus dibuktikan dan harus dapat dihitung” terlebih dahulu, selanjutnya disebutkan “hal demikian ditafsirkan bahwa unsur kerugian negara harus dibuktikan dan harus dapat dihitung, meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi. Kesimpulan demikian harus ditentukan oleh seorang ahli dibidangnya.”
2) Berkurang sekecil apapun “keuangan negara” jika tu akibat perbuatan melawan hukum, dianggap “perbuatan pidana” (tindak pidana korupsi).
3) Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak
menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor pertimbangan hakim (artinya tetap dihukum bukan membebaskan).
98
4) Kerugian keuangan negara (delik materiil) sebagai akibat dari “perbuatan melawan hukum” (delik formil) terjadinya bukan akibat lalai atau force majeure, atau karena ada kewenangan perintah jabatan yang disalahgunakan
dalam melakukan suatu kebijakan pemerintah, tetapi akibat perbuatan “sengaja melawan hukum” atau “menyalahgunkana wewenang”.
5) Kerugian keuangan negara dipadanankan99 dengan unsur delik (perbuatan
pidana) “perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi” atau padanankan dengan unsur delik (perbuatan pidana) “menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan”;
6) Tidak ada sanksi administratif, yang ada hanya hukuman pidana: penjara,
kurungan dan denda (KUHP pasal 10) dan atau hukuman pidana tambahan (penggantian uang atau pemulihan kerugian keuangan negara) dengan mengembalikan “hasil tindak pidana korupsi” atau hukuman penjara pengganti.
Maka penjelasan kerugian keuangan negara ini adalah setiap kekayaan negara baik keseluruhan atau terpisahkan yang dapat dihitung dengan nilai dan memiliki nilai yang sumbernya dari negara yang hilang dan berkurangnya karna suatu tindakan yang melawan hukum dan memiliki sanksi pidana. Hal ini berdasarkan pengaturan tentang kerugian keuangan negara sebagaimana tercantum dalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
99
Arti dari dipanankan adalah padanan memiliki arti keadaan yang seimbang (sebanding, senilai, sejajar, sepadan, searti) di-padanan-kan memiliki arti keadaan yang diseimbangkan atau pun yang sebanding dengan. (http://www.kamusbesar.com/69207/padanan. halaman 1 diaskes tanggal 12-04-2015 pukul 21.55 wib)
Korupsi, pasal 1 dan 2 Undang-Undang Keuangan Negara serta Undang-Undang Pembendaharaan Negara.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Terkait dengan Kerugian