• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan dan Penegakan Hukum Secara Kolaboratif

Dalam dokumen PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TER (Halaman 82-91)

C. Penyadaran Masyarakat, Pendidikan dan Program Mitra Bahari

2. Aspek-aspek Implementasi

2.2.2 Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat

2.2.2.7 Pengawasan dan Penegakan Hukum Secara Kolaboratif

Data tentang pelanggaran peraturan penangkapan ikan (ilegal/merusak) dikumpulkan melalui sebuah survei persepsi. Survei pertama dilaksanakan pada 2010 oleh Program Mitra Bahari. Survei ini bertujuan untuk mengetahui status saat ini dari penangkapan yang merusak dibandingkan 5 tahun yang lalu. Responden memiliki tiga pilihan jawaban: meningkat, menurun dan tetap sama. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa selama periode 2005 sampai 2010, 70% responden menjawab bahwa kasus pengeboman ikan telah mengalami penurunan (Gambar 11); dan 54% responden mengatakan bahwa penangkapan ikan menggunakan racun sianida telah mengalami penurunan (Gambar 12).

Gambar 11. Status Pengeboman Ikan Dibandingkan 5 Tahun yang lalu di Semua Lokasi COREMAP

Gambar 12. Status Penangkapan Ikan Menggunakan Racun Sianida – 2010 Dibandingkan 2005

Lebih lanjut untuk mengetahui secara lebih cermat tentang penurunan tingkat pelanggaran terhadap peraturan penangkapan, sebuah survei yang lain telah dilaksanakan pada 2011. Hasil dari survei ini memberikan penegasan tentang penurunan jumlah pelanggaran terhadap peraturan penangkapan ikan di semua lokasi selama periode 2005 sampai 2010 – meskipun tingkat penurunan tersebut berbeda- beda untuk setiap kabupaten. Angka penurunan yang paling signifikan tercatat di Sikka, yang hampir mengalami penurunan 100%; sementara itu Selayar dan Buton menunjukkan tingkat penurunan paling rendah, yakni sekitar 30% (Gambar 13). Tidak tersedia data untuk Raja Ampat. Secara keseluruhan, penurunan insiden penangkapan ikan secara ilegal/merusak yang dilaporkan tercatat kurang lebih 60%, dari sekitar 2.200 pada 2005 menjadi 880 pada 2010, seperti yang terlihat di dalam Gambar 14.

.

PENURUNAN TINGKAT PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL/MERUSAK

Insiden penangkapan ikan secara ilegal/merusak telah berkurang kurang lebih 60% di semua lokasi C2 selama berlangsungnya implementasi Program.

PENURUNAN TINGKAT PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL/MERUSAK

Insiden penangkapan ikan secara ilegal/merusak telah berkurang kurang lebih 60% di semua lokasi C2 selama berlangsungnya implementasi Program.

Gambar 13 Pelanggaran Peraturan Penangkapan Ikan di setiap Kabupaten COREMAP

Gambar 14 Pelanggaran Peraturan Penangkapan Ikan di Semua Kabupaten COREMAP

 K

as us -

kasus Penangkapan Ikan Ilegal dan Tindakan Hukum

Data tentang berbagai kasus penangkapan ikan secara merusak dan tindakan hukum terkait dikumpulkan dari sejumlah badan penegak hukum, misalnya kepolisian, TNI Angkatan Laut, KSDA, Dinas KP Kabupaten dan kantor pengacara kabupaten. Gambar 15 menunjukkan bahwa angka tertinggi kasus penangkapan ikan secara ilegal yang telah ditangani oleh badan-badan penegak hukum pada periode 2005 sampai 2011 terjadi di Pangkep; sementara angka terendah kasus tercatat di Biak (tidak terdapat kasus pelanggaran; tidak tercatat adanya tindakan hukum yang dilakukan). Tidak tersedia data untuk Raja Ampat. Semua (100%) kasus penangkapan ikan secara ilegal telah dikenai sanksi hukum di Buton, Wakatobi, dan Sikka, 70% di Pangkep dan hanya 12% di Selayar. (Lihat gambar 15). Situasi di Selayar diharapkan akan menjadi lebih baik karena belum lama ini seorang petugas kepolisian terlatih kabupaten yang telah menerima pelatihan di luar negeri telah ditugaskan di wilayah ini; dan petugas tersebut telah ditugaskan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten agar lebih aktif melaksanakan penegakan hukum terhadap berbagai kasus penangkapan ilegal/merusak. Kepala kantor kepolisian juga anggota dari CCEB Selayar. Rata-rata kabupaten kecuali (Raja

Ampat), angka tindakan hukum yang telah dilaksanakan terhadap berbagai kasus penangkapan ikan secara ilegal/merusak mencapai 70%, seperti terlihat di dalam Gambar 16.

Gambar 15. Jumlah Kasus Penangkapan Ikan secara Ilegal dan Tindakan Hukum di sejumlah Kabupaten COREMAP

Gambar 16. Persentase Kasus Penangkapan Ikan secara Ilegal yang telah Dikenai Sanksi Hukum  P e n g u at a n

Pokmaswas dan PPNS Perikanan

COREMAP II telah memfasilitasi diselenggarakannya Pokwasmas di 358 desa dan memberikan pelatihan bagi 17 staf Dinas KP Kabupaten untuk menjadi PPNS Perikanan. Pokwasmas dan PPNS Perikanan perlu dikuatkan sesuai dengan temuan Aide Memoire Misi Pengawasan Bank Dunia tertanggal 18 Januari sampai 5 Februari

2011. Berikut Misi tersebut, telah dilaksanakan program penguatan bagi Pokwasmas dan PPNS Perikanan di Makasar (peserta dari Selayar dan Pangkep), Wakatobi (peserta dari Wakatobi dan Buton), Sikka, Biak, dan Raja Ampat. Beberapa hal penting yang perlu dicatat dari program ini antara lain:

a) Pokmaswas telah melaksanakan kegiatan MCS di desa masing-masing dan oleh

sebab itu praktek penangkapan ikan secara ilegal telah berkurang secara signifikan.

b) Masyarakat setempat memahami fungsi DPL karena mereka telah melihat sendiri peningkatan populasi ikan di DPL.

c) Pokwasmas telah menggunakan berbagai pendekatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat setempat, khususnya yang masih melakukan penangkapan secara merusak. Program Pokwasmas telah menggunakan masjid, gereja, tokoh masyarakat dan sekolah untuk menyampaikan pesan-pesan mereka. Bahkan di sebuah desa di Selayar, para wanita telah dilibatkan di dalam praktek penangkapan ikan secara merusak menggunakan pendekatan berbasis jender.

d) Pokmaswas melaporkan bahwa bahkan pada saat program COREMAP telah

berakhir, Pokwasmas akan terus melaksanakan berbagai kegiatan MCS. Hal ini menunjukkan komitmen dari Pokwasmas.

e) Direkorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan (PSDKP) telah mencoba menghentikan distribusi pupuk dari Malaysia karena pupuk tersebut merupakan bahan baku pembuatan bom ikan. Namun, upaya ini masih memerlukan kerjasama lebih lanjut dengan berbagai lembaga misalnya Kantor Bea Cukai, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

 Pelatihan MCS bagi Pengawas Perikanan

Upaya pemberian lisensi bagi PPNS Perikanan yang telah dilatih terbukti cukup sulit karena hal tersebut melibatkan 3 lembaga, yakni Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Departemen Kepolisian, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhunkam). Akibatnya, PPNS Perikanan yang telah menerima pelatihan pada 2007 masih belum mendapatkan lisensi. Pada 2011 COREMAP II fokus pada Pengawas Perikanan yang memiliki otoritas/tanggung jawab hampir sama dengan PPNS Perikanan, tetapi prosedur pembuatan lisensi jauh lebih sederhana.

Oleh sebab itu, pelatihan MCS yang terakhir dilaksanakan bertujuan untuk menugaskan Pengawas Perikanan di sejumlah Kawasan Konservasi Perikanan Nasional yang dikelola oleh KKP (KKPN) dan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Peserta pelatihan adalah staf pemerintah dari sejumlah wilayah KKPN dan Dinas KP Kabupaten. Secara keseluruhan peserta berjumlah 27 orang. Pelatihan tersebut dilaksanakan di pusat pelatihan perikanan di Tegal, Jawa Tengah, selama 10 hari dari 8 sampai 17_November 2011. Sejumlah hal penting yang perlu dicatat dari pelatihan ini adalah:

 Kegiatan MCS merupakan sebuah elemen dari pengelolaan Kawasan

Konservasi Laut (MCA) dan oleh sebab itu tujuan utamanya bukanlah untuk menangkap orang melainkan untuk memberdayakan manusia. Namun, dalam beberapa kasus, perlu dilakukan upaya penegakan hukum.

 Salah satu tanggung jawab Pengawas Perikanan adalah konservasi kelautan,

 Meskipun Pengawas Perikanan merupakan staf Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) dan Dinas KP Kabupaten, mereka akan berkoordinasi dengan PSDKP dan sejumlah badan penegak hukum lainnya di lapangan.

 Simulasi Penggunaan Minilab

COREMAP II telah memberikan 5 minilab di Pangkep, Wakatobi, Buton, Sikka, dan Biak pada 2010 serta pelatihan bagi 9 staf Dinas KP Kabupaten tentang penggunaan minilab tersebut. Dikarenakan kesulitan di dalam pengadaan, minilab tidak diberikan bagi Selayar dan Raja Ampat.

Pelatihan simulasi tentang penggunaan minilab tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua operator minilab PMU memahami pentingnya minilab di dalam penegakan hukum, khususnya terkait tindakan hukum terhadap praktek penangkapan ikan secara merusak. Program ini telah dilaksanakan di Laboratorium Forensik Departmeen Kepolisian Makasar dan Pangkep (21-25 November 2011) dengan melibatkan 20 peserta pelatihan.

 Simulasi MCS

Simulasi MCS telah dilaksanakan pada 2010 di 2 lokasi, yakni Sikka (14 – 16 Oktober 2010) dan Raja Ampat (16 – 18 Desember 2010). Namun, peserta berasal dari Pokwasmas dan koordinator MCS dari seluruh kabupaten C2. Simulasi ini melibatkan stakeholder terkait semisal PPNS Perikanan, KSDA, TNI Angkatan Laut, Kepolisian, petugas hukum kabupaten dan Jaksa Perikanan Ad Hoc. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan pemahaman Siswasmas, pertukaran informasi tentang penegakan hukum di laut, membangun kapasitas Pokwasmas, dan meningkatkan koordinasi di antara stakeholder terkait kegiatan pengawasan.

Simulasi dibagi ke dalam 3 sesi; pengayaan pelatihan, simulasi lapangan dan evaluasi. Pembicara di dalam pengayaan pelatihan adalah NCU COREMAP, Petugas dari TNI AL, Petugas dari Departemen Kepolisian, Pengacara kabupaten dan Jaksa Ad Hoc Perikanan. Dua kegiatan simulasi telah dilaksanakan di lapangan: (i) bom ikan; dan (ii) peracunan ikan. Simulasi di lapangan ini dibagi menjadi 3 kelompok: kelompok 1 terdiri dari nelayan pelaku praktek pengeboman/peracunan ikan, kelompok 2 terdiri dari Pokwasmas, dan kelompok 3 petugas penegak hukum. Simulasi memberikan gambaran tentang apa yang perlu dilakukan oleh pokwasmas pada saat terjadi praktek pengeboman/peracunan ikan dan cara memberikan laporan kepada petugas penegak hukum menggunakan radio komunikasi. Selanjutnya, petugas pergi ke lokasi dan melakukan penahanan terhadap nelayan pelaku penangkapan dengan cara yang merusak tersebut. Simulasi juga memberikan gambaran bagaimana pelaku diproses

PENINGKATAN PERSONIL PENEGAK HUKUM BAGI WILAYAH PERIKANAN DAN PERLINDUNGAN

Untuk meningkatkan penegakan hukum di perikanan dan daerah perlindungan laut, COREMAP II telah memberikan pelatihan bagi 17 PPNS Perikanan dan 27

Pengawas Perikanan

PENINGKATAN PERSONIL PENEGAK HUKUM BAGI WILAYAH PERIKANAN DAN PERLINDUNGAN

Untuk meningkatkan penegakan hukum di perikanan dan daerah perlindungan laut, COREMAP II telah memberikan pelatihan bagi 17 PPNS Perikanan dan 27

mengundang semua peserta untuk melakukan pembahasan dan evaluasi terhadap keseluruhan proses simulasi.

 Lokakarya MCS

Semua PMU telah melaksanakan lokakarya secara teratur tentang MCS untuk meningkatkan pengetahuan dan kerjasama antara PPNS Perikanan, TNI AL, dan Kepolisian terkait berbagai kegitan MCS. Beberapa hal penting yang perlu dicatat dari lokakarya tersebut adalah:

 Koordinasi di antara petugas penegak hukum perlu ditingkatkan untuk mengurangi praktek penangkapan ikan secara ilegal/merusak.

 Jejaring Pokwasmas di seluruh wilayah kecamatan dan kabupaten perlu dikembangkan.

 Pokwasmas perlu memahami pedoman Siswasmas, agar mereka mengetahui tentang apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan di dalam kegiatan MCS.

 Pokwasmas yang memiliki kinerja sangat baik perlu diberi penghargaan oleh pemerintah pada semua tingkatan (kabupaten, provinsi dan nasional).

 Pemerintah perlu membuat anggaran untuk pelaksanaan berbagai kegiatan pengawasan pada semua tingkatan (APBN, APBD).

 Penghargaan MCS

Penghargaan MCS telah mulai diberikan pada 2010 sebagai ungkapan apresiasi dan motivasi pengelolaan COREMAP pada tingkat desa, khususnya anggota Pokwasmas, dan untuk meningkatkan pemahaman tentang program COREMAP II. Sejumlah anggota Pokwasmas yang menunjukkan kinerja terbaik diseleksi oleh PMU berdasarkan kriteria tertentu. Para anggota Pokwasmas yang terseleksi tersebut berkumpul di Jakarta untuk berbagi pengalaman mereka sebagai anggota-anggota Pokwasmas dan berperan serta di dalam pelatihan pengembangan tim (pelatihan outbound). Pertukaran pengalaman dilaksanakan di Hotel Bintang, 3 November 2010, sementara itu pelatihan outbound dilaksanakan di Cibodas pada 4 November 2010.

Selama kegiatan berbagi pengalaman, setiap anggota Pokwasmas menjadi ‘pembicara’ di mana mereka menjelaskan kondisi dan situasi sebelum dan setelah implementasi program COREMAP di desa masing-masing. Beberapa di antara mereka sebelumnya adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara merusak tetapi telah memahami pentingnya konservasi kelautan. Berbagai kegiatan sosialisasi dan penyadaran masyarakat yang telah dilaksanakan secara intensif oleh tim COREMAP pada akhirnya telah membawa mereka pada tingkat kesadaran tentang bahaya penangkapan ikan secara merusak bagi kehidupan mereka dan generasi yang akan datang. Mereka dipilih oleh masyarakat desa sebagai anggota Pokwasmas.

Program penghargaan ini juga memilih anggota Pokwasmas terbaik berdasarkan kriteria berikut:

1) Pemahaman terhadap konsep sistem pengawasan berbasis masyarakat. 2) Kreativitas di dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota Pokwasmas. 3) Kepemimpinan

4) Dampak positif dari berbagai kegiatan mereka terhadap Pokwasmas.

 Sistem Radio Komunikasi

COREMAP II telah memberikan instalasi sistem radio komunikasi di Biak, Raja Ampat, Wakatobi, Buton, Selayar dan Pangkep pada 2010; sementara di Sikka sistem ini telah dibuat di dalam COREMAP I dan direvitalisasi pada 2009. Sistem radio komunikasi merupakan instrumen untuk melaksanakan Siswasmas. Sistem radio komunikasi memiliki peran penting di dalam upaya mengurangi praktek penangkapan secara merusak dengan cara menghubungkan dengan Pokwasmas di wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu, jika terdapat kasus penangkapan yang merusak di sebuah desa, pokwasmas di desa-desa lain akan segera mendapatkan informasi tentang hal tersebut; dan kemudian memberikan laporan tentang kasus tersebut kepada kantor MCS Kabupaten.

 Pertemuan Koordinasi Nasional (Rakornas) tentang MCS

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) MCS pertama kali dilaksanakan di Hotel Cemara, Jakarta, pada 26 sampai 28 Juli 2010. Peserta rakornas tersebut berasal dari RCU dan PMU. tujuan dari rakornas ini adalah untuk menjamin konsistensi persepsi dan sinkronisasi program-program MCS. Selama berlangsungnya Rakornas, peserta melaksanakan pembahasan tentang implementasi berbagai kegiatan MS, menetapkan berbagai isu dan membuat rencana untuk mengoptimalkan implementasi MCS COREMAP berbasis masyarakat ke depan.

 Rapat koordinasi dengan PSDKP

Rapat koordinasi pertama kali dilaksanakan antara COREMAP dan PSDKP pada 3 September 2010 di kantor pusat KKP. Berikut sejumlah catatan penting tentang pertemuan koordinasi tersebut:

 Berdasarkan Keputusan Menteri, PSDKP merupakan bagian dari tim COREMAP,

khususnya sebagai anggota tim teknis, dan Asisten Direktur MCS selalu diambil dari PSDKP. Oleh sebab itu, berbagai kegiatan MCS dari PSDKP dan COREMAP perlu sinkronisasi.

 Konsep MCS yang dilaksanakan oleh COREMAP II didasarkan atas keputusan/

pedoman dari Direktur Jenderal PSDKP. Oleh sebab itu, PSDKP akan terus melaksanakan MCS setelah berakhirnya COREMAP II.

 KKP perlu memperkenalkan instrumen tentang cara melaksanakan kegiatan MCS di kawasan konservasi laut agar PPNS Perikanan dari masing-masing unit implementasi (Satker) memahami apa yang perlu dilakukan pada saat melaksanakan patroli di dalam Kawasan Konservasi Laut.

 COREMAP perlu menegaskan implementasi rencana ‘exit strategy’ yang akan

dilaksanakan untuk menjamin dilaksanakannya kegiatan MCS setelah berakhirnya COREMAP.

 PSDKP lebih menaruh perhatian pada penggunaan sumberdaya kelautan, dan bukan pada obyek secara aktual terkait sumberdaya kelautan. Hal ini berarti bahwa PSDKP fokus pada masyarakat yang menggunakan sumberdaya tersebut dalam kaitannya dengan penegakan hukum.

Dalam dokumen PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TER (Halaman 82-91)