• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan dan Perluasan Wilayah Pengelolaan Berbasis

Dalam dokumen PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TER (Halaman 91-124)

C. Penyadaran Masyarakat, Pendidikan dan Program Mitra Bahari

2. Aspek-aspek Implementasi

2.2.2 Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat

2.2.2.8 Penguatan dan Perluasan Wilayah Pengelolaan Berbasis

Salah satu fungsi LPSTK adalah di dalam pengelolaan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat, khususnya DPL. Dukungan telah diberikan bagi LPSTK terkait sosialisasi, materi informasi, pengembangan sumberdaya manusia, perlengkapan (misalnya pelampung penanda batas (marker buoys), kapal patroli) dan pembuatan konsep dokumen-dokumen hukum.

Sebagai langkah awal, SETO, CF dan VM di bawah arahan dari program CBM PMU, telah melaksanakan sosialisasi bagi LPSTK tentang pentingnya daerah perlindungan laut (DPL) melalui berbagai pertemuan dan lokakarya. Berbagai pertemuan/lokakarya tersebut didukung melalui penyediaan materi informasi, yang juga dapat diperoleh di VIC. Sering kali program-program PA juga menyampaikan pesan-pesan serupa tentang konservasi. Secara khusus program-program PA di Sikka, Raja Ampat, Biak dan Wakatobi memiliki sasaran pengelolaan wilayah perlindungan. Pelatihan juga telah diberikan untuk meningkatkan kemampuan LPSTK untuk menangani wilayah pengelolaan berbasis masyarakat. Sejumlah pelatihan terkait LPSTK telah dilaksanakan di bidang-bidang berikut:

1) Perikanan Berkelanjutan

2) Investigasi Penangkapan secara Merusak 3) Monitoring Terumbu Karang

4) Ekologi Terumbu Karang

5) MCS (Pokmaswas; Siswasmas)

6) Monitoring Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL); dan 7) Penyadaran berbasis Jender

Pakar-pakar hukum PMU dan NCU telah memberikan konsep regulasi DPL pada tingkat desa (Perdes) untuk pengesahan secara resmi penyelenggaraan DPL bagi PMU, Tim Lapangan, LPSTK dan Kepala Desa. Para Pakar Hukum tersebut juga telah melaksanakan pelatihan tentang cara terbaik memodifikasi konsep regulasi tersebut untuk disesuaikan dengan kondisi setempat dan prosedur yang diperlukan untuk pengesahan secara resmi. Melalui gabungan berbagai intervensi ini, kapasitas masyarakat untuk mengelola daerah perlindungan telah mengalami peningkatan. Masyarakat telah memahami bagaimana meningkatkan daerah perlindungan, dan tentang cara yang lebih baik di dalam mengelola daerah perlindungan yang ada. Sebuah contoh dapat dilihat di Sikka, di mana wilayah di luar perbatasan DPL dipergunakan untuk budidaya rumput laut sehingga dapat melindungi DPL dari praktek penangkapan ikan secara merusak.

Pembelajaran:

1. Kepala desa perlu selalu dilibatkan di dalam proses pengembangan PRA/RPTK; 2. Keterampilan pada tingkat kabupaten dan masyarakat di dalam melaksanakan

monitoring terumbu karang dan perikanan perlu ditingkatkan; 3. DPL perlu diperluas sampai mencapai luasan minimum 100 ha;

4. Zona-zona penyangga DPL cukup membingungkan dan perlu dilakukan upaya untuk mengurangi kerancuan tersebut;

5. Diperlukan pelatihan Dinas KP tentang penggunaan daerah perlindungan sebagai sarana pengelolaan perikanan;

6. MCS perlu dikembangkan untuk mencakup daerah perlindungan, spesies langka, pasar, penjualan alat tangkap yang merusak;

7. Program-program MCS ke depan perlu fokus pada penyediaan lebih banyak Pengawas Perikanan daripada PPNS Perikanan;

8. Penggunaan radio komunikasi untuk MCS terbukti efektif dan perlu diperluas penggunaannya;

2.2.3 Pengembangan Masyarakat

Tujuan: Untuk manjamin peningkatan dan diversifikasi pendapatan masyarakat pesisir melalui berbagai peluang mata pencaharian secara transparan, akuntabel dan berkelanjutan secara finansial dengan akses secara lebih besar pada modal.

Hasil-hasil Utama yang Dicapai:

 Pendapatan masyarakat di desa-desa C2 telah mengalami peningkatan sebesar

20% sejak 2008;

 Bantuan hibah bagi infrastruktur sosial telah diberikan kepada semua (358) desa;

 Unit simpan/pinjam mikro bergulir (LKM) telah diselenggarakan di 358 desa;

 Kurang lebih 1450 Program-Program Mata Pencaharian Alternatif (AIG) telah diselenggarakan;

 +/- 60% dari AIG non-perikanan tangkap telah mendorong nelayan untuk beralih ke mata pencaharian baru;

 Tingkat pengembalian LKM adalah +/- 60% dengan +/- 50% peminjam adalah

wanita.

Evaluasi:

Untuk meningkatkan kesejahteraan desa dan masyarakat, C2 telah memberikan: (i)_pelatihan pengelolaan keuangan bagi LPSTK dan LKM; (ii) LKM; (iii) bantuan hibah sosial untuk infrastruktur desa; (iv) Block Grant kabupaten; dan (v) dukungan finansial dan teknis.

Sebelum dimulai pemberian dana bergulir, mekanisme keuangan dan prosedur LKM memerlukan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Upaya memperoleh persetujuan dari Kementerian Keuangan memerlukan kelengkapan dokumen dan serangkaian negosiasi yang cukup panjang. Proses tersebut sangat memakan waktu dan mengakibatkan keterlambatan +/- 2 tahun untuk implementasi LKM. Setelah diterimanya pedoman operasional dari Kementerian Keuangan pada 2007, masing- masing (358) desa menyelenggarakan sebuah LKM. Pada umumnya, berbagai kegiatan yang didanai oleh LKM antara lain: budidaya rumput laut dan karamba ikan, perikanan tangkap, usaha pembuatan roti skala kecil, kios dan kegiatan di pasar/perdagangan. Sasaran 30% keterlibatan wanita ditetapkan bagi semua kegiatan C2, termasuk staf, pelatihan dan secara khsus dana bergulir dan AIG. Sebagian besar sasaran ini telah dicapai di dalam keseluruhan Program dan untuk LKM sasaran tersebut telah terlampaui, di mana 50% peminjam adalah wanita. Di 5 PMU (Buton, Wakatobi, Sikka, Raja Ampat, Biak) telah ditugaskan pakar keuangan untuk membantu di dalam pengembangan pedoman teknis implementasi LKM. Melalui penggunaan pedoman tersebut dan sejumlah program pelatihan LKM, kualitas pembukuan telah mengalami peningkatan; dan saat ini telah mencapai tingkat yang secara umum berterima.

Sekitar 1.450 AIG telah diselenggarakan dengan menggunakan dana LKM. Kurang lebih 880 di antaranya adalah berbagai kegiatan terkait non-penangkapan/budidaya air; dan 570 terkait sektor perikanan/budidaya air. AIG non-perikanan, yang meliputi sejumlah Program budidaya air, memberikan kesempatan bagi nelayan untuk bekerja di luar sektor perikanan. Namun, upaya ini perlu dilakukan secara hati-hati agar berbagai inisiatif ini benar-benar sebagai alternatif bagi perikanan tangkap; dan bukan sekadar memberikan tambahan penghasilan. Penyediaan tambahan pendapatan dapat

menimbulkan dampak negatif yang mendorong dilakukannya penangkapan secara tidak berkelanjutan yang terus memberikan tekanan pada terumbu karang. Tingkat pengembalian dari LKM diperkirakan 60%, dan angka ini membuat keberlanjutan keuangan LKM dipertanyakan.

Desa-desa juga telah menerima bantuan hibah sosial untuk infrastruktur desa, yang jumlahnya cukup besar (Rp 100 juta). Investasi infrastruktur telah ditetapkan di dalam RPTK dan disepakati oleh masyarakat melalui pembahasan yang difasilitasi oleh SETO, CF dan VM. Investasi sosial tersebut antara lain berupa toilet umum, sumur air bersih, kapal patroli berukuran kecil, gerbang desa, jalan setapak dan penanda batas wilayah. Block Grant Kabupaten yang dirancang untuk mendukung berbagai kegiatan AIG dalam skala lebih besar pada tingkat kabupaten tidak sepenuhnya memberikan hasil-hasil yang diharapkan. Hanya kurang lebih 50% dari dana yang disediakan (Rp 4.248 juta) dari anggaran Rp 8400 juta) yang telah dipergunakan. Beberapa kendala implementasi tersebut berakar dari: (i) kurangnya pengenalan dan pemahaman terhadap konsep; (ii)_berbagai pembatasan dari Kementerian Keuangan; (iii) kesulitan untuk mengidentifikasi Program-Program yang dapat memenuhi tujuan pemberian dukungan bagi usaha skala menengah, bantuan masyarakat, pengelolaan terumbu karang dan tujuan Pemerintah Indonesia; dan (iv) kurang tersedianya lembaga dan pakar keuangan yang memadai pada tingkat kabupaten. Berbagai kesulitan yang sama juga dihadapi oleh 2 konsep yang lain, yang ditetapkan di dalam PAD, tetapi tidak dilaksanakan, yakni: (i)_Skema Penjaminan Kredit; (ii) Penyediaan Pekerjaan di Luar Desa.

Kemajuan Implementasi per Kegiatan:

2.2.3.1 Penyelenggaraan dan Operasionalisasi Sistem Pengelolaan Keuangan Desa untuk Mengelola Dana Masyarakat

COREMAP II mendukung upaya peningkatan keterampilan pengelolaan keuangan tingkat desa melalui pelaksanaan serangkaian program pelatihan, penyediaan manual dan pedoman. Desa-desa tersebut telah menyelenggarakan sistem keuangan masing- masing, maka Program fokus pada pemberian dukungan bagi elemen-elemen Program semisal LPSTK dan LKM.

Pada 2007, NCU telah menyusun manual dan pedoman teknis Penggunaan Dana Pengembangan Masyarakat. Manual dan pedoman tersebut memberikan penjelasan tentang cara menjalankan mekanisme pembayaran sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal Anggaran dari Kementerian Keuangan. Berdasarkan dokumen-dokumen ini, pelatihan telah diberikan di dalam keseluruhan periode implementais Program bagi LKM, yang menggunakan dana publik untuk fasilitas simpan/pinjam.

Untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan masyarakat, khususnya LPSTK, pada 2010 NCU telah menyusun Pedoman Teknis Bantuan Pengelolaan Keuangan untuk Dana Desa. Seperangkat pedoman teknis tersebut disajikan di dalam lima buku.

1) Pembukuan dan Pelaporan Keuangan untuk Bantuan bagi Desa

2) Pembukuan dan Pelaporan Keuangan bagi Unit-unit Pengelola Dana Bergulir 3) Pengelolaan Dana Tunai Bergulir

4) Pengelolaan Kredit Dana Bergulir

Buku 1 lebih terkait Bantuan Hibah Infrastruktur Sosial Desa; Buku 2 sampai 4 lebih banyak terkait LKM; dan Buku 5 tentang LPSTK. Semua buku tersebut telah didistribusikan pada 2010 oleh NCU dalam format soft copy kepada semua PMU.

2.2.3.2 Penyediaan Dukungan Teknis bagi BMT/LKM (atau institusi serupa) yang Berfungsi Efektif untuk menyelenggarakan sebuah Cabang Desa di Desa- Desa Program.

Setelah dilaksanakan pembahasan dengan sejumlah institusi penyedia pinjaman mikro berbasis Mesjid (BMT), ditetapkan bahwa pelibatan institusi ini di dalam Program dianggap tidak tepat. BMT enggan menerima dana jika pelaporan kepada pemerintah Indonesia dijadikan salah satu syarat pencairan dana. Sementara itu, Pemerintah Indonesia dan Bank memerlukan pembukuan secara akurat dan tepat waktu untuk semua dana. Permasalahan tersebut telah membuat pelibatan BMT di dalam Program dinilai tidak praktis.

Namun, dukungan teknis telah diberikan kepada LKM di dalam keseluruhan implementasi Program. PMU telah melaksanakan serangkaian kegiatan penguatan LKM antara lain berupa pelatihan bagi:

 pengelolaan keuangan;

 teknik evaluasi ; dan

 operasional keuangan mikro.

Selain itu, sejumlah pengelola LKM (Lembaga Keuangan Mikro) telah diberi kesempatan untuk berpartisipasi di dalam studi banding di desa-desa dan kabupaten-kabupaten lain. Sejumlah kabupaten juga telah bekerja bersama berbagai lembaga terkait semisal perguruan tinggi untuk memberikan bimbingan tentang cara terbaik untuk menguatkan dan memonitor penggunaan dana LKM.

2.2 3.3 Dukungan berupa Bantuan Hibah Desa untuk Penyelengaraan Sarana Simpan/Pinjam Bergulir di setiap Desa Program untuk mendukung berbagai Kegiatan Mata Pencaharian Alternatif

Masing-masing desa Program yang berjumlah 358 desa telah menerima sebuah bantuan hibah sebesar Rp 50 juta untuk penyelenggaraan LKM. Lembaga-lembaga tersebut telah dibentuk karena hampir semua desa tidak memiliki sarana alternatif keuangan mikro. LKM menggunakan mekanisme dana bergulir yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok LKM Desa. Tujuan utama diselenggarakannya LKM adalah untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif melalui mekanisme kredit berkelanjutan. Terjadi penundaan selama satu tahun di dalam penyelenggaraan LKM yang disebabkan perlunya mematuhi pedoman operasional yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Setelah diterima persetujuan dari Menteri Keuangan, Program memberikan pedoman dan pelatihan tentang pengelolaan LKM. Program ini dimulai pada 2007. Jumlah keseluruhan dana yang diberikan untuk pengembangan LKM sampai pada akhir 2011 adalah sebesar Rp 23.876 juta. Sebagian besar dana telah didistribusikan di Pangkep dan sejumlah kecil dana di Raja Ampat. Tabel 27 menunjukkan distribusi dana LKM bagi setiap kabupaten per tahun.

Tabel 27. Dana LKM yang Diberikan kepada setiap Kabupaten per tahun (Rp juta)

Kabupaten Pangkep Selayar Buton Wakatobi Sikka R.

Ampat Biak Total

2007 1.450 1.150 1.550 750 1.275 563 1.000 7.738 2008 1.850 550 700 1.000 425 488 0 5.013 2009 1.550 1.350 700 725 1.000 0 700 6.025 2010 0 500 1.200 1.150 250 1.200 800 5.100 2011(a) 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 4.850 3.550 4.150 3.625 2.950 2.251 2.500 23.876 Persen 20% 15% 17% 15% 12% 9% 10% 100%

Catatan: (a) Menurut laporan PMU

LKM telah memberikan dukungan dana bagi lebih dari 20 jenis AIG. AIG yang paling banyak digemari oleh masyarakat antara lain:

 kios

 budidaya rumput laut

 pembuatan roti

 budidaya ikan dalam karamba

 perdagangan kopra

 penanaman sayuran

 pembuatan kerupuk

 alat tangkap yang tidak merusak

Secara keseluruhan sampai pada akhir 2010, kurang lebih 1450 AIG telah menerima pendanaan dari COREMAP II. 880 di antaranya adalah untuk berbagai kegiatan non- perikanan/budidaya air; dan 570 terkait sektor perikanan/budidaya air. LKM diberi pelatihan tentang pembukuan dan pengelolaan LKM. Sejumlah laporan PMU dan NCU serta pengawasan Bank di lokasi menunjukkan bahwa separuh dari LKM tersebut masih harus menerapkan praktek pembukuan yang baik, sedangkan selebihnya setidaknya telah mencapai tingkat berterima.

Inspeksi di lokasi juga menunjukkan bahwa tingkat pemulihan pinjaman LKM tercatat berkisar 60%. Namun, tingkat pemulihan yang rendah tersebut membuat keberlanjutan LKM dipertanyakan. Selain itu, pendanaan perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar inisiatif ini benar-benar diperuntukkan bagi berbagai kegiatan alternatif, sebagai ganti perikanan tangkap; dan bukan sekadar memberikan pendapatan tambahan. Pemberian pendapatan tambahan bahkan dapat menimbulkan dampak negatif yang memberikan

UNIT SIMPAN/PINJAM MIKRO DESA

COREMAP II telah menyelenggarakan LKM di 358 desa C2 dengan pendanaan +/- Rp 24 milyar; dan telah membantu menciptakan kurang lebih 1.500 usaha skala

kecil pada tingkat desa

UNIT SIMPAN/PINJAM MIKRO DESA

COREMAP II telah menyelenggarakan LKM di 358 desa C2 dengan pendanaan +/- Rp 24 milyar; dan telah membantu menciptakan kurang lebih 1.500 usaha skala

peluang bagi kegiatan penangkapan yang tidak mematuhi prinsip keberlanjutan dan mengakibatkan tekanan secara terus-menerus terhadap terumbu karang.

2.2.3.4 Rintisan Skema Penjaminan Kredit untuk Meningkatkan Dampak Pengembangan Masyarakat.

Program tidak melaksanakan skema penjaminan kredit apapun. PAD memiliki visi untuk memberikan skema penjaminan kredit secara parsial bagi bank desa setempat agar pinjaman dapat diberikan bagi usaha skala kecil dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Rintisan skema penjaminan tersebut rencananya akan dilaksanakan di tiga kabupaten (Pangkep, Selayar, dan Sikka). Skema penjaminan kredit tersebut rencananya akan didukung pendanaannya oleh pemerintah Indonesia sebagai dana pendampingan dan dukungan pakar teknis dari the International Finance Corporation (IFC) yang memberikan dukungan sarana pengembangan usaha di Indonesia (PENSA). Skema penjaminan ini tidak dilaksanakan karena dianggap terlalu kompleks, tidak dalam bidang kompetensi KKP dan memerlukan berbagai persetujuan dari Kementerian Keuangan.

2.2.3.5 Dukungan Teknis bagi Peninjauan, Revisi dan Implementasi Berbagai Usulan Kegiatan Mata Pencaharian Alternatif

COREMAP II telah memberikan dukungan teknis dalam rangka dukungan bagi kegiatan mata pencaharian alternatif. Dukungan teknis berupa pelatihan AIG dapat dilihat dalam Tabel 28 berikut:

Tabel 28. Dukungan Teknis bagi AIG

Kabupaten Tahun Tema Dukungan Teknis

Pangkep 2009 Pelatihan Keterampilan bagi Kelompok Wanita

2009 Pelatihan Pengembangan Usaha Produktif

Selayar 2010 Pelatihan Pengembangan Usaha Produktif

Buton 2009 Pelatihan Pengembangan Usaha Produktif

Wakatobi 2008-2009 Pelatihan Pengembangan Kapasitas bagi

Wanita Nelayan

2009 Pelatihan Kualitas Produk Pelatihan

2009-2010 Peningkatan Keterampilan MPA bagi Wanita

Raja Ampat 2005 Pelatihan Budidaya Kelautan

2009 Interseksi Pengembangan Usaha dan Jejaring Pemasaran AIG

2009 Kapasitas Budidaya Air

Biak 2007 Pelatihan Kerajinan Tangan bagi Wanita

2009 Pelatihan dan Penguatan bagi Wanita dan Kelompok Masyarakat

2.2.3.6 Block Grant bagi Peningkatan Desa

Bantuan hibah desa sebesar Rp 100.000.000 telah diberikan bagi semua (358) desa untuk mendukung pendanaan infrastruktur sosial sesuai kesepakatan masyarakat melalui proses partisipatif. Berbagai kebutuhan infrastruktur sosial desa tersebut ditetapkan di dalam RPTK. LPTK bertugas melaksanakan Bantuan Hibah desa tersebut. Bantuan Hibah desa tersebut dipergunakan bagi peningkatan lingkungan dan/atau berbagai kebutuhan pengelolaan terumbu karang setempat sesuai dengan RPTK. Secara umum, bantuan hibah desa tersebut dipergunakan untuk pengadaan:

 toilet umum

 pemecah ombak

 tangga dan jalan menuju wilayah pesisir

 gerbang desa

 pusat informasi desa

 kapal patroli

 sumur air bersih

 penanda batas desa dan

 sistem distribusi air bersih

Jumlah keseluruhan dana yang diberikan untuk Bantuan Hibah Desa sampai pada akhir 2011 adalah sebesar Rp 33.680 juta. Sebagian besar dana didistribusikan di Wakatobi dan jumlah paling sedikit di Pangkep. Tabel 29 menunjukkan distribusi Bantuan Hibah Desa untuk setiap kabupaten per tahun.

Tabel 29. Jumlah Bantuan Hibah Desa Per Kabupaten Per Tahun (a) (Rp juta)

Kabupaten Pangkep Selayar Buton Wakatobi Sikka R.

Ampat Biak Total

2007 1.850 1.300 1.200 770 2.550 1.125 750 9.545 2008 1.300 1.200 1.400 1.000 825 975 1.000 7.700 2009 525 1.700 1.700 1.660 0 0 1.950 7.535 2010 0 1.000 1.200 2.300 1.000 1.800 1.600 8.900 2011 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 3.675 5.200 5.550 5.730 4.375 3.900 5300 33.680 Persen 11% 15% 16% 17% 13% 12% 16% 100%

Catatan: Menurut laporan PMU

BANTUAN HIBAH DESA

COREMAP II telah memberikan Bantuan Hibah Desa bagi semua (358) desa C2 untuk penyelenggaraan infrastruktur sosial desa yang sangat diperlukan. Infrastruktur sosial tersebut mendukung peningkatan lingkungan dan kondisi

kesehatan masyarakat.

BANTUAN HIBAH DESA

COREMAP II telah memberikan Bantuan Hibah Desa bagi semua (358) desa C2 untuk penyelenggaraan infrastruktur sosial desa yang sangat diperlukan. Infrastruktur sosial tersebut mendukung peningkatan lingkungan dan kondisi

Sesuai dengan rekomendasi Bank Dunia, NCU, dan Bank secara terpisah, melaksanakan analisis kepatuhan terhadap protokol Keselamatan Lingkungan dan Sosial dari Program. Analisis tersebut menunjukkan hasil-hasil yang memuaskan untuk setiap kasus.

2.2.3.7 Penyediaan Peluang Pendapatan di Luar Rintisan Desa Program

PAD memiliki visi bahwa Program akan memberikan dukungan bagi agen-agen penyedia pekerjaan di dalam setiap ibu kota kabupaten atau provinsi untuk melaksanakan kunjungan secara periodik ke masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Selama kunjungan tersebut, agen-agen tenaga kerja akan mencari peluang pekerjaan yang paling sesuai untuk nelayan dan pencari ikan di wilayah terumbu karang pada saat air surut (reef gleaner) di luar desa dan sektor. Kegiatan ini tidak dilaksanakan oleh Program karena tidak sesuai dengan tujuan dan strategi KKP.

Namun, dukungan telah diberikan oleh NCU untuk memberikan informasi bagi pengusaha setempat tentang berbagai peluang di luar desa. Promosi ini dilaksanakan di dalam sejumlah pertemuan usaha pada tingkat nasional dan kabupaten. Sebagai contoh, perdagangan ikan hias dan ekowisata telah dipromosikan kepada sejumlah kelompok sektor swasta.

2.2.3.8 Block Grant Kabupaten

Tujuan dari program Block Grant kabupaten adalah untuk mendukung berbagai kegiatan AIG skala lebih besar pada tingkat kabupaten. Wirausahawan didorong untuk melaksanakan AIG yang akan memberikan penghasilan secara langsung bagi penerima manfaat di desa, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap terumbu karang dan ekosistem terkait. Sebuah contoh adalah konsolidasi penampungan, pengolahan dan pemasaran produk desa pada tingkat kabupaten. Kabupaten dapat mendapatkan dana sebesar Rp 300 juta per tahun sampai maksimum Rp 1.200 juta per kabupaten. Namun, subkomponen ini hanya dapat diimplementaiskan sebesar kurang lebih 50% (Lihat Tabel 30).

Pada 2007, pedoman teknis penggunaan Block Grant Kabupaten telah disusun oleh NCU. Dikarenakan berbagai pembatasan untuk jenis pendanaan ini oleh Kementerian Keuangan, kurangnya pakar investasi PMU dan kurangnya peluang yang kredibel, pembiayaan Block Grant kabupaten terbukti sulit untuk dilaksanakan. Realitasnya, dari total dana sebesar Rp 8.400 juta yang dialokasikan, hanya sekitar separuh (Rp 4248 juta) yang telah dipergunakan. Bahkan dana ini sering kali tidak mendukung pengusaha pada tingkat kabupaten; dan memiliki fungsi sama dengan LKM. Contoh Block Grant kabupaten dari Program dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan berikut:

 Penangkapan ikan Tuna dan budidaya rumput laut di Sikka;

 Dukungan bagi lembaga pendanaan koperasi di Biak;

 Perikanan Tangkap dan budidaya rumput laut di Buton dan Pangkep;

 Perikanan Tangkap dan usaha kios di Raja Ampat; dan

 Perdagangan Ikan di Wakatobi.

Dana disediakan bagi PMU Selayar. Namun, PMU Selayar tidak dapat mengidentifikasi investasi yang tepat sehingga PMU Selayar tidak menggunakan dana ini.

Sebagian besar dana didistribusikan di Buton dan paling sedikit di Selayar yang tidak menggunakan dana tersebut. Tabel 30 di bawah ini menunjukkan distribusi Block Grant bagi setiap kabupaten per tahun.

Tabel 30. Jumlah Block Grant per Kabupaten Per tahun (Rp juta)

Kabupaten Pangkep Selayar Buton Wakatobi Sikka R.

Ampat Biak Total

2007 0 0 243 0 300 600 0 1.143 2008 0 0 657 0 0 420 300 1.377 2009 0 0 716 0 0 137 0 853 2010 0 0 20 0 0 55 0 75 2011 500 0 0 300 0 0 0 800 Total 500 0 1.636 300 300 1.212 300 4.248 Persen 12% 0% 39% 7% 7% 29% 7% 100% Pembelajaran:

1. Sulit untuk mendapatkan pakar (kapasitas) keuangan yang memadai di desa.

2. Meningkatnya pendapatan masyarakat tidak serta merta meningkatkan kesehatan terumbu karang.

3. Tingkat pengembalian dana bergulir sebesar 60% kemungkinan tidak dapat menjaga keberlanjutan inisiatif ini.

4. AIG perlu diarahkan untuk menggiring nelayan keluar dari sektor perikanan.

5. Sering kali AIG berupa usaha skala menengah (dan bukan kecil) dan bergantung pada bakat usaha. Sumberdaya keuangan perlu disediakan untuk tingkat ini.

2.2.4 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Tingkat Kabupaten

Tujuan: Untuk memastikan bahwa semua pemerintah kabupaten program diperkuat dan diperlengkapi agar dapat secara efektif memberikan dukungan bagi Kawasan Koservasi Laut (MCA) melalui pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait secara kolaboratif.

Hasil-hasil Utama yang Dicapai:

 Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCEB) telah diselenggarakan di semua (7) kabupaten;

 PMU telah diselenggarakan dan operasional di 7 kabupaten;

 Rencana Strategis (Renstra) Terumbu Karang Kabupaten telah dibuat di semua

(7) kabupaten;

Renstra telah disahkan di 5 kabupaten;

 MCA disahkan di semua kabupaten (6 KKLD, 1 taman nasional);

 Program sertifikasi ikan akuarium telah selesai dilaksanakan di Pangkep dan Buton.

Evaluasi:

Para Bupati di wilayah kabupaten COREMAP II dengan segera dan secara tepat telah mengeluarkan surat keputusan (SK Bupati) untuk penyelenggaraan CCEB dan PMU. Setiap tahun dikeluarkan SK Bupati tersebut untuk menegaskan CCEB dan PMU secara tepat waktu tanpa kendala apapun. CCEB telah terbukti sebagai sarana yang efektif untuk meningkatkan pemahaman tentang Program kepada masyarakat madani dan stakeholder eksternal, misalnya nelayan, kepolisian, TNI AL, berbagai kelompok wanita dan LSM. Dalam sebagian kasus, komposisi dan tugas-tugas CCEB telah dijelaskan secara tepat di dalam SK Bupati. Namun, jumlah pertemuan yang dilaksanakan kurang dari yang ditetapkan di dalam PAD, yakni 4 pertemuan per tahun. PAD juga menetapkan keterlibatan pemerintah dan masyarkat madani sebesar 50/50, namun pada prakteknya peserta pemerintah sering kali lebih banyak jumlahnya daripada peserta masyarakat madani. Sering kali hal tersebut terkait kesulitan di dalam perjalanan dari berbagai wilayah terpencil menuju ibu kota kabupaten. Durasi pertemuan CCEB juga sering kurang ideal sehingga pertemuan hanya dapat memberikan komentar tentang rencana kerja PMU dan bukan penyusunan rencana kerja tahunan PMU. Namun, berbagai komentar dari CCEB tersebut cukup bermanfaat sehingga dapat dilakukan penyesuaian berbagai kegiatan selama berlangsungnya implementasi.

Berdasarkan SK Bupati, dengan segera PMU diselenggarakan dan secara umum telah berjalan dengan baik dan dapat melaksanakan berbagai kegiatan Program secara efektif. Dalam sejumlah kasus, di mana diperlukan dana pendampingan dari anggaran daerah (APBD), tidak jarang terjadi keterlambatan yang disebabkan terlambatnya pencairan dana APBD. Namun, berbagai keterlambatan tersebut pada umumnya hanya terjadi pada tahun-tahun awal di dalam periode Program. Seiring meningkatnya keterampilan di dalam implementasi, PMU dapat mengelola program untuk

Dalam dokumen PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TER (Halaman 91-124)