• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN KEMASAN PANGAN a Informasi Umum

Dalam dokumen MODUL MATERI UJIAN ALIH JENJANG PFM (Halaman 108-111)

PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA A PENDAHULUAN

C. PROGRAM PENGAWASAN

2. PENGAWASAN KEMASAN PANGAN a Informasi Umum

Sesuai Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan, kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mengemas pangan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan pangan. Peraturan dimaksud merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Kepala Badan POM RI. No. HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Jenis kemasan pangan yang diatur meliputi plastik, keramik, kaca/gelas, logam dan paduan logam (alloy), kayu, gabus, selulosa tergenerasi, produk tekstil, kertas dan karton, elastomer dan karet. Dari seluruh kemasan pangan tersebut, yang paling tidak berisiko terhadap kesehatan adalah kemasan pangan yang terbuat dari kaca karena sifatnya yang inert.

Kemasan pangan terdiri dari bahan kontak pangan, seperti resin PET, polikarbonat (PC), poli vinil klorida (PVC), Polietilen (PE), Polipropilen (PP); dan zat kontak pangan yang dapat berupa monomer maupun bahan tambahan kemasan pangan seperti antioksidan, pemlastis, curing agent, anti mikroba dsb. Bahan kontak pangan dan zat kontak pangan yang akan digunakan untuk mengemas pangan harus memenuhi persyaratan dalam Peraturan Kepala Badan RI tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Bahan Kontak Pangan dan Zat Kontak Pangan yang digunakan dan persyaratannya diatur secara khusus dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan RI tentang Pengawasan Kemasan Pangan dan Peraturan Kepala Badan RI No.16 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Perka BPOM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Industri yang akan menggunakan bahan kontak pangan dan zat kontak pangan selain yang tercantum dalam Lampiran tersebut wajib meminta persetujuan Kepala Badan POM terlebih dahulu. Prosedur tersebut juga berlaku untuk kemasan pangan yang berasal dari bahan daur ulang.

Peraturan Kepala Badan POM RI mengatur positive list (daftar bahan yang diizinkan digunakan) dan negative list (daftar bahan yang dilarang digunakan) dari bahan kontak pangan dan zat kontak pangan. Positive list tersebut terbagi atas daftar yang dapat digunakan tanpa batas migrasi dan dengan batas migrasi. Batas migrasi adalah nilai tertinggi yang diizinkan untuk terjadinya migrasi dari suatu zat kontak pangan tertentu, misal batas migrasi logam berat dari plastik adalah 1 ppm, batas migrasi monomer formaldehid dari bahan kontak pangan melamin-formaldehid adalah 3 ppm.

Di samping Peraturan Kepala Badan POM RI, Kementerian Perindustrian juga telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait, antara lain Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24/M-IND/Per/2/2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik dan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 20/M-IND/PER/2/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Melamin- Perlengkapan Makan dan Minum Secara Wajib. Logo Tara Pangan

yang dimaksud adalah simbol berupa gelas anggur/gelas berkaki dan garpu yang menyatakan bahwa suatu wadah/kemasan aman digunakan untuk mengemas pangan. Pencantuman logo tara pangan hanya dapat dilakukan jika industri telah memenuhi persyaratan keamanan pangan yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Di samping pencantuman logo tara pangan, terdapat juga kewajiban pencantuman logo dan kode daur ulang. Logo tersebut berbentuk segitiga yang terbuat dari panah yang melingkar. Di bagian tengah dari segitiga tersebut akan tercantum angka 1 sampai dengan 7, yang merupakan identitas dari jenis bahan kemasan pangan yang digunakan. Identitas tersebut adalah sebagai berikut: Angka 1 menunjukkan bahan kemasan pangan Polietilena tereftalat (PET), angka 2 menunjukkan bahan kemasan pangan High Density Polietilena (HDPE), angka 3 menunjukkan bahan kemasan pangan Polivinil klorida (PVC), angka 4 menunjukkan bahan kemasan pangan Low Density Polietilena (LDPE), angka 5 menunjukkan bahan kemasan pangan Polipropilen (PP), angka 6 menunjukkan bahan kemasan pangan Polistiren (PS), dan angka 7 menunjukkan bahan kemasan pangan plastik lainnya termasuk kemasan Polikarbonat (PC).

b. Teknis Pengawasan

Pengawasan kemasan pangan yang dilakukan oleh Badan POM saat ini masih terbatas pada pelaksanaan sampling dan uji kemasan pangan yang digunakan di peredaran. Sampling dilakukan terhadap kemasan pangan yang siap pakai, namun belum pernah digunakan/bersentuhan dengan pangan. Setiap tahun Badan POM cq Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya akan menetapkan prioritas sampling untuk kemasan pangan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

i. Isu internasional terkini terkait keamanan kemasan pangan, misal migrasi monomer vinil klorida (VCM) dari kemasan pangan PVC yang bersifat karsinogenikKemasan pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan

ii. Kemasan pangan luas digunakan di Indonesia dan frekuensi penggunaannya sering

iii. Kemasan pangan diperuntukkan bagi kelompok rentan, misalnya bayi dan anak-anak, misal botol susu bayi yang terbuat dari polikarbonat. Isu terkait bahaya monomer bisfenol A yang dikhawatirkan bermigrasi dari kemasan pangan tersebut menyebabkan beberapa negara maju melarang penggunaan polikarbonat dalam produk untuk bayi.

iv. Peningkatan tren penggunaan suatu bahan kontak pangan atau zat kontak pangan tertentu

v. Trend dari hasil sampling dan uji kemasan pangan pada tahun- tahun sebelumnya,

Lokasi sampling kemasan pangan yang menjadi prioritas, antara lain adalah di sarana produksi seperti industri pangan MD maupun PIRT dan industri kemasan pangan, serta sarana distribusi seperti pusat- pusat grosir kemasan pangan, sentra penjualan kemasan pangan, pasar tradisional, pasar modern termasuk swalayan, supermarket, dsb. Dalam pelaksanaan sampling kemasan pangan, inspektur perlu mempertimbangkan jumlah yang cukup yang diperlukan untuk pengujian dan retained sample. Jumlah sampel yang diperlukan untuk pengujian ditentukan berdasarkan jumlah parameter uji yang ditetapkan dalam Pedoman Sampling Obat dan Makanan, dan tiap uji dilakukan secara triplo atau jika tidak memungkinkan, minimal duplo. Di sampling melakukan sampling, inspektur juga harus melakukan penggalian informasi untuk dapat mengetahui sumber pasokan kemasan pangan tersebut pada lini terhulu. Hal ini diperlukan sehingga tindak lanjut yang akan dilakukan apabila hasil uji TMS dapat lebih tepat sasaran. Informasi yang perlu digali antara lain adalah sebagai berikut :

i. Identitas produk : merk/nama dagang, kode seri ii. Asal produk : produksi lokal atau impor

iii. Sumber pemasok :

a. produk lokal : produsen kemasan pangan atau distributor kemasan pangan

b. produk impor : importir atau distributor kemasan pangan iv. Cara pemesanan produk dan nomor kontak person pemasok

c. Tindak Lanjut Pengawasan

Tindak lanjut pengawasan kemasan pangan akan dilakukan di tingkat pusat berdasarkan hasil sampling dan uji Balai Besar/Balai POM yang telah diverifikasi oleh PPOMN. Hasil pengawasan tersebut dikoordinasikan dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dengan disertai rekomendasi tindak lanjut dari Badan POM. Namun, khusus untuk kemasan pangan yang berupa peralatan makan dan minum melamin, sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 20/M-IND/PER/2/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Melamin-Perlengkapan Makan dan Minum Secara Wajib, hasil uji dan sampling yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yang telah diverifikasi PPOMN dikoordinasikan dengan SKPD terkait di daerah yang melakukan pengawasan terhadap barang beredar untuk dapat ditarik dari peredaran.

BAB VII

Dalam dokumen MODUL MATERI UJIAN ALIH JENJANG PFM (Halaman 108-111)