• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DILARANG UNTUK PANGAN

Dalam dokumen MODUL MATERI UJIAN ALIH JENJANG PFM (Halaman 104-108)

PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA A PENDAHULUAN

C. PROGRAM PENGAWASAN

1. PENGAWASAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DILARANG UNTUK PANGAN

i. Kegiatan pengawasan terhadap bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam pangan adalah sebagai berikut :

a. Pendataan sarana distribusi (produsen, importir, distributor, dan pengecer) yang menyalurkan bahan berbahaya yang berada di wilayah kerja masing-masing Balai Besar/Balai POM.

b. Pemeriksaan ke sarana Produsen Bahan Berbahaya (P-B2), Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2), Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) dan/atau Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2).

c. Pembuktian acak terkait kebenaran informasi sumber pasokan dan/atau tujuan pendistribusian bahan berbahaya yang diperoleh dari DT-B2 atau IT-B2 atau PT-B2 yang diperiksa.

d. Penelusuran jaringan pasokan bahan berbahaya dari temuan penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan (baik temuan di industri pangan maupun temuan dari hasil sampling pangan) termasuk hasil sampling dan pengujian dari Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya, hingga ke pemasok bahan berbahaya pada lini terhulu.

ii. Jenis bahan berbahaya

Bahan berbahaya yang diawasi peredarannya adalah bahan berbahaya yang disalahgunakan untuk pangan, utamanya formalin, paraformaldehid serbuk/tablet, boraks, asam borat, rhodamin b, kuning metanil, auramin, amaranth

Beberapa dari bahan berbahaya tersebut, seperti boraks dan rhodamin b sangat mudah ditemukan di pasar tradisional. Bahan berbahaya tersebut dijual secara bebas dan terbuka di toko kelontong, penjual sayuran segar, dan di penjual bumbu-bumbu racik segar dengan berbagai nama lain atau bentuk dan merk dagang yang berbeda-beda di setiap daerah, misalnya untuk Boraks, dipasar sering

dijual dengan nama Pijer, Tepung Kertas, atau dalam bentuk bleng dengan beragam merk, antara lain Cap Wayang, Cap Tjetitet dan lain- lain. Demikian juga dengan pewarna berbahaya, banyak ditemukan dijual di pasar tradisional dalam kemasan kecil-kecil dengan beragam merk yang spesifik di tiap-tiap daerah, misalnya Cap Kodok, Cap Merpati, Cap Flying Horse, Cap Pelangi, Cap Paus dan lain-lain. iii. Teknis Pengawasan

Pelaksanaan pengawasan bahan berbahaya dilakukan secara mandiri oleh Balai Besar/Balai POM maupun secara bersama-sama dengan lintas sektor terkait di daerah dalam bentuk tim terpadu. Berikut adalah informasi penting yang perlu digali oleh inspektur dalam pelaksanaan pengawasan bahan berbahaya :

a. Perizinan

Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya wajib dimiliki oleh sarana sesuai dengan status sarana, yaitu sebagai pengecer terdaftar (SIUP-B2 PT-B2) atau sebagai distributor terdaftar (SIUP-B2 DT-B2) atau surat pengakuan sebagai Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2). Untuk IT-B2, hingga saat ini hanya 1 sarana yang ditunjuk oleh pemerintah mengemban tugas tersebut, yaitu PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI) yang memiliki cabang di berbagai wilayah di Indonesia. SIUP-B2 untuk DT-B2 dan PT-B2 berlaku selama 3 tahun, sedangkan Surat Pengakuan sebagai IT-B2 hanya berlaku selama 1 tahun. Instansi penerbit SIUP-B2 untuk PT-B2 adalah Pemda Provinsi cq. Kepala OPD di tingkat Propinsi yang membidangi urusan perindustrian dan perdagangan atau yang membidangi urusan penanaman modal dan pelayanan terpadu sedangkan SIUP-B2 untuk DT-B2 dan Surat Pengakuan sebagai IT-B2 diterbitkan oleh Menteri Perdagangan dengan persyaratan permohonan izin SIUP-B2 sesuai ketentuan dalam Permendag No. 75/2014.

b. Sumber pengadaan bahan berbahaya

Hal-hal terkait pengadaan yang menjadi perhatian dalam pengawasan adalah sebagai berikut :

i. Pemasok memiliki izin yang sesuai untuk mendistribusikan bahan berbahaya

ii. Pemasok bahan berbahaya memiliki kewenangan untuk menyalurkan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI No.75/M- Dag/Per/10/2014 sebagai revisi ke dua atas Permendag No.44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Pemasok yang berwenang untuk menyalurkan bahan berbahaya ke PT-B2 adalah DT- B2, IT-B2 dan Produsen Bahan Berbahaya (P-B2). Sedangkan pemasok yang berwenang untuk menyalurkan bahan berbahaya ke DT-B2 adalah IT-B2 dan P-B2. Pengadaan dari sesama DT-B2 atau PT-B2 tidak diizinkan berdasarkan ketentuan.

iii. Pengadaan bahan berbahaya sesuai dengan ukuran kemasan minimal yang sesuai dengan ketentuan.

c. Tujuan pendistribusian bahan berbahaya

Hal-hal terkait pendistribusian yang menjadi perhatian dalam pengawasan adalah sebagai berikut :

i. Sarana atau lembaga yang menjadi tujuan distribusi bahan berbahaya harus memiliki izin yang sesuai untuk mendistribusikan atau menggunakan bahan berbahaya.

ii. Pendistribusian bahan berbahaya harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh sarana berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No.75/M-Dag/Per/10/2014 sebagai revisi ke dua atas Permendag No.44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya. IT-B2 berwenang mendistribusikan bahan berbahaya ke DT-B2, PT-B2 dan Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PA-B2) yang ditunjuknya, yang dibuktikan oleh adanya surat penunjukkan. DT-B2 berwenang untuk mendistribusikan bahan berbahaya ke PT- B2 dan PA-B2 yang ditunjuknya, yang dibuktikan oleh adanya surat penunjukkan. PT-B2 sebagai lini distribusi terendah hanya berwenang untuk mendistribusikan bahan berbahaya ke Pengguna Akhir Bahan Berbahaya. Sarana distribusi dilarang untuk melakukan pendistribusian bahan berbahaya pada lini distribusi yang sama, kecuali pendistribusian yang dilakukan dari perusahaan pusat ke perusahaan cabang. Misal: DT-B2 Pusat mendistribusikan bahan berbahaya ke DT-B2 kantor perwakilan/cabang atau IT-B2 Pusat ke IT-B2 kantor perwakilan/cabang di daerah. Ukuran kemasan bahan berbahaya yang didistribusikan sesuai dengan ketentuan.

iii. Pengadaan bahan berbahaya sesuai dengan ukuran kemasan minimal yang sesuai dengan ketentuan.

iv. Kegiatan pengemasan ulang hanya diperbolehkan dilakukan oleh DT-B2, namun tetap memperhatikan ketentuan ukuran kemasan sesuai ketentuan.

v. Kegiatan pendistribusian bahan berbahaya yang dilakukan oleh P-B2, IT-B2 dan DT-B2 wajib disertai dengan Lembar Data Keamanan (LDK).

d. Ukuran kemasan bahan berbahaya

Peraturan Menteri Perdagangan RI No.75/M-Dag/Per/10/2014 sebagai revisi ke dua atas Permendag No.44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya menetapan ukuran kemasan minimal dalam kegiatan pengadaan dan pendistribusian bahan berbahaya. Ukuran kemasan minimal tersebut terbagi atas ukuran untuk laboratorium/penelitian dan ukuran kemasan minimal untuk keperluan lain tidak untuk pangan. Sebagai contoh, ukuran kemasan minimal untuk boraks adalah 25 g dan 5 kg, 25 mL dan 10 L untuk formalin, 2,5 g dan 1 kg untuk kuning metanil, dan 1 g dan 1 kg untuk rhodamin b.

e. Kesesuaian jumlah pemasukan dan pengeluaran bahan berbahaya dengan sisa stok di sarana

Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek kesesuaian lalu lintas bahan berbahaya yang dilakukan oleh sarana yang diperiksa dan kesesuaian fisik stok bahan berbahaya yang tersisa.

f. Kelengkapan administrasi pengadaan dan pendistribusian bahan berbahaya

i. Ada administrasi jelas terkait pengadaan bahan berbahaya dan jumlah yang dibeli (mis. surat pesanan, tanda terima barang, dan dokumen sejenis lainnya)

ii. Ada administrasi jelas terkait tujuan pendistribusian bahan berbahaya dan jumlah yang didistribusikan (mis. surat pesanan, surat jalan, atau dokumen sejenis lainnya).

g. Pelaporan

Pelaporan pengadaan dan pendistribusian bahan berbahaya dilaporkan oleh sarana distribusi bahan berbahaya secara berkala setiap 3 bulan dan ditujukan kepada Dirjen PDN, Kementerian Perdagangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM, Dirjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian, dan Kepala Dinas Provinsi setempat atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat sesuai status sarana.

iv. Tindak Lanjut Pengawasan

Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan di sarana distribusi bahan berbahaya ditemukan pelanggaran/temuan, petugas Balai Besar/Balai POM dapat melakukan pengamanan setempat terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan sebagai tindakan persuasif dan dapat dilakukan oleh petugas apabila terdapat kesediaan secara sukarela dari pihak terkait yang dinyatakan dengan surat penyataan kesediaan bermaterai dari pemilik sarana. Sejalan dengan itu, segera disiapkan surat rekomendasi ke Dinas yang membidangi Perindustrian dan Perdagangan di tingkat Provinsi agar temuan dimaksud dapat ditindaklanjuti. Wewenang petugas Balai Besar/Balai POM dalam melakukan pengawasan bahan berbahaya terdapat Peraturan Menteri Perdagangan RI No.75/M-Dag/Per/10/2014 sebagai revisi ke dua atas Permendag No.44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya sedangkan dalam pengamanan setempat terhadap bahan berbahaya dinyatakan dalam Ordonansi Bahan Berbahaya Stbl 1949 No. 377.

Terkait pengawasan bahan berbahaya dan pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya yang ditemukan beredar di pasar tradisional (pasar rakyat) yang menjadi percontohan pasar aman dari bahan berbahaya, pengelola pasar bekerjasama dengan petugas BB/ BPOM melakukan sampling dan pengujian bahan berbahaya atau pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya menggunakan rapid test kit. Jika ditemukan pedagang yang menjual pangan mengandung bahan berbahaya maka pengelola pasar tersebut akan memberikan peringatan kepada pedagang tersebut dan melakukan pembinaan dan apabila pedagang tersebut tidak bisa diperingatkan dan dibina maka pihak pengelola pasar bersama Dinas Pasar atau PD Pasar setempat berhak memberikan sanksi sesuai kewenangannya.

2. PENGAWASAN KEMASAN PANGAN

Dalam dokumen MODUL MATERI UJIAN ALIH JENJANG PFM (Halaman 104-108)