EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
II 23 RKPD Kabupaten Bandung
3 Pengawasan Pengelolaan Limbah B Jumlah industri yang
dipantau (menghasilkan air limbah)
131 144 152 163 209
- Industri yang melakukan pengujian kualitas air limbah dan melaporkan secara rutin 75,33% (pengujian) 75,33% (pelaporan) 31,86% (rutin) 72,32% (pengujian) 70,44% (pelaporan) 41,07% (rutin) 66% (pengujian) 60% (pelaporan) 60% 60% (pengujian) 58% (pelaporan) - Penaatan Pengendalian Pencemaran Air - 42% 52% 57% 55 %
2 Pengendalian Pencemaran Udara - Jumlah industri yang
dipantau (menimbulkan emisi)
143 170 189 189 189
- Industri yang melakukan pengujian kualitas udara emisi cerobong limbah dan melaporkan secara rutin
45,4% 50% 61% 80% 186(98% )
- Penaatan Pengendalian
Pencemaran Udara - 46% 69% 77% 85%
3 Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 - Jumlah industri yang
dipantau (menimbulkan limbah B3)
156 156 175 174 195
- Jumlah industri yang melakukan pengelolaan dan pelaporan pengelolaan limbah B3 23% 38% 43% 61% 54% - Penaatan Pengelolaan Limbah B3 - 38% 42% 50% 44%
Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung
c) Kualitas Air Sungai dan Kualitas Udara
Pengujian terhadap kualitas air sungai dan udara ambien dilakukan setiap tahun oleh BPLH dari tahun 2001. Sejak tahun 2009, pengujian kualitas air sungai dan udara ambien dilakukan oleh UPT Laboratorium Lingkungan BPLH. Evaluasi terhadap hasil pengujian ini dilakukan untuk menentukan arah kebijakan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan dan prioritas penanganannya. Pengujian kualitas air sungai dan udara ambien dilakukan pada titik-titik prioritas yang dievaluasi setiap tahun. Hasil pengujian kualitas air sungai dianalisis menggunakan metode Storet untuk menentukan status mutunya sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
II - 50
RKPD Kabupaten Bandung 2015
Tabel 2.46 Pengujian Air dan Udara
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Pengujian Kualitas Air Sungai
Lokasi Pengujian 72 lokasi, 3x pengujian 75 lokasi, 3x pengujian 70 lokasi, 3x pengujian 70 lokasi, 3x pengujian 75 lokasi,3 x pengujian Status Mutu Air 96% cemar berat; 99 % cemar berat; 91% cemar berat 93% cemar berat 100% cemar berat 4% cemar sedang 1% cemar sedang 3% cemar sedang 7% cemar sedang - 1% cemar ringan - Skor Storet Terburuk S. Cipadaulun Hilir (-124), S. Cipadaulun setelah Cikacembang (-115) S. Cipadaulun setelah Cikacembang (-142), S. Cibaligo Hilir (- 133) S. Baligo Hilir (-97), S. Citarik Hilir (-95) S. Cpadaulun setelah cikembang (- 94) S. Cisuminta Hilir (-123) S. Cibaligo (-111), S. Cikacembung hilir (-110) S. Cipadaulun (- 131), S. Cibaligo Hilir (-126) ,S. Cisuminta hilir (-123), S. Cicurugdogdog (- 117), S. Cipadaulun hilir (- 115),S.Cikacemb ang hilir (-109) Parameter Kunci dengan Kualitas Terburuk
- BOD 1.232 mg/L 486 mg/L
- COD 1.549 mg/L 224 mg/L 366 mg/L 508 mg/L 415 mg/L 492 mg/L 809 mg?L 640 mg/L 575 mg/L Pengujian Kualitas Udara Ambien
Lokasi Pengujian 4 lokasi; 10 titik 4 lokasi; 10 titik 4 lokasi; 10 titik 4 lokasi; 10
titik 4 lokasi; 10 titik Paremeter Tidak Memenuhi Baku Mutu - Kebisingan 81,5 Db - Kebisingan 79,04 dB Kebisingan 70,53dB - Kebisingan 85,59 dB Kebisingan 72,23 dB - TSP (debu) 401 µg/m3 - TSP (debu) 395, 882, 972, 1.739, dan 2.139, µg/m3 - TSP (debu) 636 µg/m3, dan 318 µg/m3 - TSP (debu) 309 µg/m3, dan 282 µg/m3
II - 51
RKPD Kabupaten Bandung 2015
Dari pengujian yang dilakukan setiap tahun diperoleh hasil berdasarkan perhitungan menggunakan metode Storet dengan baku mutu air sungai kelas II, 96-99% berstatus mutu “cemar berat” dan hanya 1-4% berstatus “cemar sedang”. Adapun parameter yang dominan melampaui baku mutu rata-rata adalah: fecal coliform, DO, COD, BOD, TSS, Nitrit, dan beberapa logam berat, yaitu Cu, Zn, dan Cr6+.
Status “cemar berat” ini bahkan terjadi juga pada sungai- sungai di bagian hulu dengan parameter yang umumnya melampaui baku mutu yaitu fecal coliform. Fecal coliform
pada hulu Sungai Citarum umumnya ditemukan di wilayah dimana air limbah dominan berasal dari penduduk dan atau peternakan.
Beberapa lokasi dengan status mutu yang buruk menampung air limbah yang berasal dari kabupaten/kota yang berbatasan wilayah administrasi, seperti S. Cikijing (Kabupaten Sumedang) dan S. Cibaligo Hilir (Kota Cimahi). Dengan demikian, maka selain pembinaan dan pengawasan yang dilakukan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan di wilayah Kabupaten Bandung juga diperlukan koordinasi dengan SKPD yang menangani sektor usaha/kegiatan terkait, pemerintah kabupaten/kota lain, pemerintah provinsi, dan pemerintah dalam pengendalian pencemaran air khususnya, dan pengendalian pencemaran lingkungan umumnya. d) Status Kerusakan Lahan dan/atau Tanah untuk Produksi
Biomassa
Kerusakan hutan dan lahan telah memberikan dampak yang cukup luas, melalui kemerosotan keanekaragaman hayati, banjir, longsor, kekeringan, penurunan kualitas tanah dan air hingga perubahan iklim ditingkat global yang saat ini kita hadapi. Tantangan bagi kita semua untuk mengendalikan kerusakan hutan dan lahan tersebut melalui upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
Tanah sebagai salah satu sumber daya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan faktor produksi termasuk produksi biomasa yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Di sisi lain kegiatan produksi biomasa yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomasa, sehingga dapat menurunkan mutu
dan fungsinya, pada akhirnya dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidupnya lainnya. Kerusakan tanah untuk produksi biomasa dapat disebabkan oleh sifat alami tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah tersebut terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai media untuk produksi biomasa secara normal. Salah satu jenis pelayanan minimal bidang lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota adalah Pelayanan Informasi Status Kerusakan Lahan dan/atau Tanah untuk Produksi Biomassa.
II - 52
RKPD Kabupaten Bandung 2015
Tabel 2.47
Persentase Pencapaian SPM Pelayanan Informasi Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (% PI-SKT)
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Prosentase
Pencapaian SPM 0 0 60 80 100
Sumber: BPLH Kab. Bandung Tahun 2013
e) Penataan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan
Penurunan kualitas lingkungan merupakan akibat dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan serta pelaksanaan peraturan perundang- undangan di bidang konservasi sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan serta untuk mencapai pemanfaatan sumber daya
alam secara berkelanjutan maka perlu dilakukan
pengawasan kinerja pemerintah kabupaten dalam
peningkatan penaatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan. Sasaran yang ingin dicapai yaitu meningkatnya tutupan vegetasi, meningkatnya
konservasi energi, menurunnya laju kemerosotan
keanekaragaman hayati.
f) Kondisi Pengelolaan Lingkungan yang Bersifat Preventif
- Pelaksanaan Produksi Bersih
Upaya pengelolaan dan peningkatan kinerja lingkungan yang dilaksanakan sebagian besar difokuskan pada pengolahan di ujung (end of pipe), namun dalam upaya meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan, Bapedal (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup) pada Tahun 1993 memperkenalkan Produksi Bersih atau Produksi Ramah Lingkungan. Sejak saat itu produksi bersih terus dikembangkan dan disebarluaskan ke seluruh sektor terkait di Indonesia.
Kegiatan yang berkaitan dengan produksi bersih di Kabupaten Bandung adalah :
- Tahun 2009: sosialisasi produksi bersih, pelatihan 20 orang (SKPD dan pelaku usaha) dan implementasi pada 5 industri sebagai percontohan.
II - 53
RKPD Kabupaten Bandung 2015
- Tahun 2010: kegiatan in house training, implementasi produksi bersih, monitoring dan evaluasinya bagi 3 SKPD dan 7 pelaku usaha kegiatan industri. Penerapan produksi bersih pada 2 industri yang dibina menunjukkan adanya triple win, yaitu efisiensi biaya produksi, penghematan biaya pengelolaan lingkungan dan mengurangi Non Product Output (NPO) atau keluaran yang bukan hasil produksi/limbah
- Kegiatan yang telah dilengkapi dengan Dokumen Lingkungan Hidup
Setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut perlu dianalisis sejak awal perencanaan sehingga langkah pengendalian dampak negative dan pengembangan dapat positif dapat dipersiapkan sedini mungkin. Berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
(diantaranya Perda Kabupaten Bandung No. 11 Tahun 2009 tentang Dokumen Pengelolaan Lingkungan), setiap pemrakarsa kegiatan diwajibkan untuk melakukan penyusunan dokumen lingkungan berupa AMDAL/UKL- UPL/DPLH/SPPL.
Kegunaan dokumen tersebut bagi pemerintah adalah untuk menjaga agar pelaksanaan pembangunan tetap
sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta
mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Kegunaan bagi pemrakarsa kegiatan adalah memberikan panduan untuk menjalin interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar sehingga terhindar dari konflik sosial yang saling merugikan. serta sebagai bukti ketaatan hukum, seperti perijinan. Sedangkan bagi masyarakat adalah Mengetahui sejak dini dampak positif dan negatif akibat adanya suatu kegiatan sehingga dapat menghindari terjadinya dampak negatif dan dapat memperoleh dampak positif dari kegiatan tersebut.
- Pelaksanaan Program Adipura
Program Adipura merupakan salah satu alat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya bagi masyarakat perkotaan, dan tata kelola dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik di bidang lingkungan hidup (Good Environmental
Government) dengan menciptakan kota yang bersih dan
teduh (Clean and Green City). Pelaksanaan Program Adipura di Kabupaten Bandung di mulai sejak Tahun 2006, dengan lokasi Kota Soreang (terdiri dari 3
II - 54
RKPD Kabupaten Bandung 2015
Kecamatan, yaitu Kecamatan Soreang, Kecamatan
Katapang dan Kecamatan Kutawaringin) dengan
perolehan nilai sebagai berikut. Tabel 2.48
Perolehan Nilai Program Adipura Tahun 2009-2013
No. Kategori 2009 Tahun – 2010 2010 Tahun – 2011 2011 -2012 Tahun 2012 -2013 Tahun 1. P1 (penilaian ke-
1) 71,19 68,13 71,48 71,52 2. P2 (penilaian ke-2) 71,30 69,50 72,63 73,02 3. PV (penilaian verifikasi) 70,54 - - - 4. Nilai Non Fisik 75,42 74,39 76,72 80,25 5. Nilai Adipura 71,88 69,93 72,31 73,07 6. Peringkat Kota Sedang Se-Jawa Barat Ke-5 dari 7 kota Ke-5 dari 7 kota Ke-5 dari 7 kota Ke-5 dari 7 kota 7. Peringkat Seluruh Kota Se-Jawa Barat
Ke-13 dari 21 kota Ke-20 dari 25 kota - Ke-15 dari 25 kota
8. Penghargaan
Best Effort City dari Gubernur Jawa
Barat
- -
Sumber: BPLH Kabupaten Bandung Tahun 2013
Peningkatan nilai tersebut dllakukan dengan berbagai upaya diantaranya :
- Kegiatan penguatan kelembagaan : penetapan keputusan Bupati Bandung mengenai Tim Pengelola Titik Pantau serta Tim Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Adipura
- Penyelenggaraan koordinasi Program Adipura
dengan seluruh pemangku kepentingan
- Perbaikan kondisi fisik dengan penanaman pohon peneduh dan pengadaan sarana pengelolaan sampah (mesin pencacah, komposter, tempat sampah terpilah), dengan dana dari APBD Kabupaten Bandung maupun partisipasi masyarakat.
g) Persentase Penanganan Sampah
Salah satu masalah yang dihadapi kota-kota di Indonesia
khususnya di Kabupaten Bandung adalah masalah
persampahan. Salah satu masalah persampahan yang cukup rumit dalam penyelesaiannya adalah pengadaan dan pengelolaan fasilitas tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) yang layak, baik secara teknis maupun non teknis. Keberadaan TPSA selain dapat menampung timbulan sampah yang dihasilkan juga harus dapat meminimalisasi bahaya yang mungkin timbul akibat penimbunan sampah tersebut. Kabupaten Bandung memiliki 1 (satu) buah TPSA yaitu TPSA Babakan, yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Ciparay. Jumlah total timbunan sampah yang dihasilkan adalah sebanyak 6.936 m3 per hari. Dari jumlah tersebut,
II - 55
RKPD Kabupaten Bandung 2015
yang tertangani/terangkut ke TPSA hanya sebesar 1.056 m3
Per hari (15,22%). Dengan demikian masih tersisa sampah sebanyak 84,78% yang belum terangkut/terbuang ke TPSA. Berikut adalah kondisi persampahan di Kabupaten Bandung secara lengkap dalam kurun waktu tahun 2009-2013.
Tabel 2.49
Persentase Volume Sampah yang Tertangani di Kabupaten Bandung Tahun 2009-2013
No. Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 1. Jumlah volume sampah yang tertangani (m3) 560 572 612 947 1.056 2. Jumlah volume sampah yang dihasilkan (m3) 6.983 6.656 6.828 6.936 6.936 3. Persentase 8,02 8,59 8,96 13,65 15,22
Sumber: Dinas Pertasih Kabupaten Bandung Tahun 2013
h) Rasio Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) Per Satuan Penduduk
Sebelum sampah diangkut/dibuang ke TPSA, terlebih dahulu sampah dikumpulkan di beberapa lokasi TPSS yang sudah ditentukan. Jumlah TPSS di Kabupaten Bandung pada tahun 2013 sebanyak 45 buah (berlokasi di pasar dan pabrik). Daya tampung setiap TPSS tersebut sebesar 270 m3.
Dengan kondisi ini dapat diketahui bahwa sampah yang dihasilkan oleh 1.000 orang jumlah penduduk Kabupaten Bandung hanya dapat ditampung pada 0,039 m3.
Tabel 2.50
Rasio Tempat Pembuangan Sampah Terhadap Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung Tahun 2009-2013
No. Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 1. Jumlah TPSS (unit) *) 39 23 42 42 45 2. Jumlah Daya Tampung TPS (m3) 117 138 252 252 270 3. Jumlah Penduduk (jiwa) 3.172.860 3.215.548 3.299.988 3.351.048 3.401.984 4.
Rasio Daya Tampung TPS thd Jumlah penduduk
0.04 0.02 0.036 0,036 0,039
Sumber : Dinas Pertasih Kabupaten Bandung Tahun 2013 *) Lokasi TPS ada di pasar dan pabrik
II - 56
RKPD Kabupaten Bandung 2015
9) Pertanahan
Persentase luas lahan bersertifikat
Persentase luas lahan bersertifikat
menggambarkan tingkat ketertiban administrasi
kepemilikan tanah di daerah. Semakin besar prosentase luas lahan bersertifikat menggambarkan semakin besar tingkat ketertiban administrasi kepemilikan lahan di suatu daerah.
Tabel 2.51
Persentase Luas Lahan Bersertifikat Tahun 2012-2013 Tahun Jumlah Luas Lahan Bersertifikat Luas Wilayah Kabupaten Bandung (Ha) Persentase Luas Lahan Bersertifikat (%) 2012 40.758 176.239 23,13 2013 42.751 176.239 24,26
Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bandung
10) Kependudukan dan Catatan Sipil