• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Perjalanan Wisata

Dalam dokumen PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PA (Halaman 112-118)

PENGELOLAAN MAUROLE SEBAGAI DESTINASI SINGGAH

6.3 Pengelolaan Perjalanan Wisata

Pengelolaan perjalanan wisata di destinasi singgah Maurole berwujud paket-paket wisata dengan kelompok sasaran para wisatawan. Pengelolaan paket-paket wisata ini dilakukan oleh pemandu wisata lokal yang dikoordinir oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Ada pula yang dikelola oleh biro perjalanan wisata (Disbudpar, 2010). Khusus pada tahun 2012 dikelola langsung oleh masyarakat.

Tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan terdapat di Kecamatan Maurole dan di luar Kecamatan Maurole. Masing-masing tempat itu memiliki daya tarik tersendiri. Paket wisata ke berbagai tempat itu, khususnya ke desa – desa, dibuat dengan koordinasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar desa yang dikunjungi dapat mempersiapkan atraksi seni budaya dan hal lainnya seperti kuliner lokal sesuai kebutuhan perjalanan. Tabel 6.3 memperlihat tempat kunjungan wisatawan dan daya tariknya.

Tabel 6.3

Tempat Kunjungan Wisatawan dalam Sail Indonesia No Tempat yang dikunjungi Daya tarik

1 Desa Wologai Tengah Kampung adat, rumah-rumah adat, dan atraksi seni budaya.

2 Desa Otogedu Pembuatan arak lokal (moke) 3 Nuabela (Desa Watukamba) Pembuatan Gula Aren

4 Detuara (Desa Mausambi) Pembuatan peralatan makan dari tanah liat (pane)

5 Pu’u Pau Kampung adat, rumah-rumah adat, dan

atraksi seni budaya.

6 Desa Tanali Rumah adat dan permainan tradisional. 7 Air Panas Detusoko Kolam pemandian.

8 Danau Kelimutu Danau kawah berbeda warna.

9 Wolotopo Landscape perkampungan adat dan rumah adat.

10 Kota Ende Situs Rumah Pengasingan Bung Karno, Tempat permenungan Bung Karno, Museum Bahari, dan suasana Kota Ende.

11 Desa Waturaka Agrowisata, landscape persawahan dan pemandian air panas Liasembe.

12 Wolofeo (Desa Nualise) Kampung adat, rumah adat, atraksi seni budaya, kuliner lokal.

13 Desa Rewarangga Pembuatan parang (pandai besi)

14 Sekolah-sekolah Komunikasi dan berbagi pengalaman dengan siswa-siswa SD, SMP, dan SMA

Sumber: Disbudpar Ende, 2010 dan Penelitian, 2013 (data diolah)

Pada Tahun 2011 pengelolaan Sail Indonesia di lokasi titik labuh Pantai Nanganio dilakukan oleh Desa Watukamba. Hal in dilakukan untuk lebih

memberdayakan desa dan masyarakat dalam pengelolaan destinasi wisata (Disbudpar, 2011). Seluruh acara persiapan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat setempat dengan mengacu pada pelaksanaan pada tahun-tahun sebelumnya. Salah satu bentuk pengelolaan yang dilakukan adalah kerjasama dengan travel agent/ tour oprator dalam penanganan perjalanan wisata. Stronza (2008: 103) menegaskan bentuk kerjasama ini memungkinkan masyarakat menghubungkan pengetahuan, wilayah, tenaga kerja, dan modal sosial mereka dengan kemampuan manajerial lembaga lain seperti tour operator. Melalui pola kerjasama ini, masyarakat mendapat kesempatan belajar banyak hal seperti manajemen event dan pengelolaan perjalanan wisata. Pujaastawa, et.al., 2005: 105) menegaskan “hubungan antara lemabaga-lembaga masyarakat lokal dengan pengusaha pariwisata bersifat hubungan kemitraan yang saling menguntungkan”.

Pada tahun 2012 penanganan para wisatawan dari kapal-kapal wisata yang berlabuh di Pantai Mausambi dilakukan oleh masyarakat di Desa Mausambi. Vinsen Atabala, pramuwisata lokal di Mausambi menjelaskan:

“Kendatipun tidak ada acara khusus yang dipersiapkan oleh pemerintah daerah, kunjungan kapal tetap ada. Semuanya berlabuh di pantai Mausambi. Saya berkomunikasi dengan dua sailors (wisatawan) dari kapal yang pertama tiba dan bersamanya mengatur kunjungan ke Kelimutu sesuai permintaan mereka. Wisatawan berkebangsaan Swedia ini berkomunikasi dengan kapal-kapal yang akan melewati jalur Mausambi dan menawarkan tour ke Kelimutu. Tour ke Kelimutu bersama 18 orang dari 9 kapal yang lego jangkar dilakukan pada dua hari berikutnya.” (Wawancara 10 Juni 2013).

Lebih jauh Vinsen menjelaskan tentang pengelolaan tour ke Kelimutu. Bemo milik masyarakat setempat digunakan sebagai alat transportasi. Dalam perjalanan menuju Kelimutu singgah di Ranga, sebuah tempat yang memiliki

pemandangan landscape persawahan. Setelah menikmati keindahan Kelimutu, lokasi yang disinggahi berikutnya adalah Desa Waturaka untuk menyaksikan aktivitas masyarakat di sawah. Setelah itu menuju Moni untuk makan siang di salah satu restoran di sana.

Perjalanan kembali ke Maurole dilanjutkan dengan singgah di beberapa tempat. Di Pasar Nduaria wisatawan melihat aktivitas pasar tradisional dan membeli sayur dan buah. Selanjutnya berhenti di Ekoleta untuk menikmati pemandangan persawahan di pinggir sungai dan aktivitas fotografi. Perhentian terakhir sebelum Maurole adalah di Ropa, dan di lokasi ini para wisatawan mendapat penjelasan tentang pohon jambu mete.

Setelah tiba di Maurole, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi kampung Pu’u Pau. Kunjungan ini bertepatan dengan berlangsungnya upacara pembuatan rumah adat. Dalam upacara semacam itu, masyarakat pengusung kampung adat selalu hadir dan suasananya ramai. Para mosalaki (tetua adat) menyambut wisatawan dengan tarian. Wisatawan mengenakan pakaian adat yang disewakan oleh penduduk kampung. Perempuan mengenakan la wo (kain) dan

lambu (baju). Pria mengenakan luka (kain) dan ragi (selendang). Dengan mengenakan pakaian adat, para tamu ikut dalam tarian Ga wi, sebuah tarian yang dilakukan secara bersama-sama sambil bergandengan tangan sebagai simbol kebersamaan. Makan malam dilakukan di dalam rumah adat bersama para

mosalaki. Usai makan malam bersama, para tamu mengumpulkan donasi untuk kampung adat dan kembali ke Mausambi berjalan kaki diantar oleh para pemuda kampung ke pantai tempat mereka menambatkan dinghy (perahu sekocinya).

Kemasan perjalanan wisata seperti yang digambarkan itu, ditambah dengan adanya interaksi antara wisatawan dengan masyarakat, memungkinkan terciptanya pengalaman wisata yang berbeda. Kenyataan ini selaras dengan konsep pariwisata alternatif yang menekankan pentingnya upaya menciptakan interaksi yang positif dan bermanfaat di antara wisatawan dan masyarakat (Smith dan Eadington, 1992). Bertolak dari fakta pengelolaan titik labuh, pengelolaan atraksi seni budaya, dan pengelolaan perjalanan wisata, maka dapat diperoleh gambaran bahwa keberadaan susatu titik labuh yang dikunjungi wisatawan dapat memicu pengembangan destinasi. Pengembangannya meliputi pengembangan potensi atraksi alam, budaya, dan buatan manusia. Pengembangan selanjutnya adalah pengembangan yang sejak dini dapat melibatkan masyarakat lokal sehingga terjadi pemberdayaan bukan marginalisasi. Hal ini selaras dengan pendapat Smith dan Eadington (1992:3) mengenai pengembangan bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan nilai-nilai masyarakat serta memungkinkan baik masyarakat lokal maupun wisatawan untuk menikmati interaksi yang positif serta bermanfaat dan menikmati pengalaman secara bersama-sama.

Fakta pengelolaan areal titik labuh juga mencerminkan hubungan antar pihak yang terlibat, seperti yang diuraikan oleh Pujaastawa, et.al. (2005). Pertama, hubungan antar lembaga-lembaga masyarakat lokal (desa, komunitas adat, sanggar seni). Hubungan ini bersifat hubungan internal, yang mencakup kerjasama perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan di areal titik labuh dan aktivitas terkait lainnya. Kedua, hubungan antar lembaga-lembaga masyarakat dan

pihak pengusaha pariwisata (travel agent/biro perjalanan wisata). Hubungan ini berupa hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dalam mengemas jenis-jenis paket wisata bagi wisatawan Sail Indonesia. Ketiga, hubungan antar lembaga-lembaga masyarakat lokal, pengusaha pariwisata, dan pemerintah. Hubungan ini mencakup peran aktif lembaga pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende dan satuan kerja perangkat daerah terkait lainnya, dalam memfasilitasi penyusunan kebijakan masuknya kapal – kapal wisata di Maurole, dan menjalin kerjasama di antara berbagai pemangku kepentingan itu.

Gambar 6.4 Sailor - Kelimutu Tour 2012 Sumber: Dokumentasi Atabala, V., 2012

Dalam dokumen PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PA (Halaman 112-118)