• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PA (Halaman 159-164)

8.1 Simpulan

Bertolak dari permasalahan, tujuan penelitian, kajian terhadap data penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Sebagai destinasi singgah Sail Indonesia, Maurole memiliki potensi untuk dikembangkan mengacu pada empat komponen destinasi pariwisata (4A).

Pertama, atraksi wisata, yaitu: kampung adat Nuabela, Puu Pau, dan Detuara; atraksi seni dan budaya; pembuatan tuak (moke) di Otogedu; pembuatan gula aren di Nuabela. Atraksi lainnya yang dapat dijangkau dar i Maurole yaitu Kelimutu (danau tiga warna), kampung adat Wologai, Nualise, Wolotopo; hortikultura di Waturaka; pemandian air panas Detusoko, pasar tradisional Nduaria, landscape perbukitan dan persawahan di Detusoko.

Kedua, akses ke Maurole dapat melaui darat maupun laut. Sail Indonesia membuka Maurole sebagai salah satu pintu masuk wisatawan melalui laut di Kabupaten Ende di tahun 2007. Ketiga, adanya amenitas yang mendukung aktivitas wisata layar, yaitu tersedianya rumah makan dan supply kebutuhan bahan bakar, air bersih dan air minum, listrik; bank dan kantor pos; sarana telekomunikasi dan akses internet; dermaga apung (jetty), tempat relax, berbagai jenis tenda dan panggung hiburan di areal titik labuh dan sejumlah toilet yang dibangun dalam rangka Sail Indonesia. Keempat, unsur ancillaries services dalam Sail Indonesia, yaitu: pemerintah (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende, serta satuan kerja perangkat daerah yang terkait); Operator wisata layar (Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa); DPC HPI

Kabupaten Ende, komunitas adat dan kelompok seni budaya di tiap desa. Berdasarkan empat komponen destinasi wisata dan perkembangan aktivitas wisata, maka Maurole berada pada tahap involvement dalam siklus hidup destinasi pariwisata, dan memiliki kekhasan lokal (local distinctiveness) yakni adanya beberapa kampung adat dan atraksi wisata yang terletak dekat dan mudah diakses dari titik labuh.

2. Pengelolaan Maurole sebagai destinasi singgah Sail Indonesia bersifat

seasonal, yaitu pengeloaan sejumlah aktivitas wisata yang disesuaikan dengan jadwal kunjungan kapal layar dalam acara Sail Indonesia (pertengahan sampai akhir Agustus setiap tahun). Pertama, pengelolaan areal

titik labuh meliputi penyediaan berbagai fasilitas dan pelayanan bagi wisatawan. Kedua, pengelolaan atraksi seni dan budaya meliputi pagelaran seni budaya di a real titik labuh, dan atraksi seni budaya di desa-desa yang dikunjungi wisatawan. Ketiga, pengelolaan perjalanan wisata tidak saja ke atraksi wisata di Kecamatan Maurole, namun juga ke beberapa atraksi wisata lain yang mudah dijangkau dari Maurole. Keempat, partisipasi pemangku kepentingan dilakukan dalam pengelolaan areal titik labuh, atraksi seni dan budaya, dan perjalanan wisata. Pemerintah memfasilitasi dan mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan destinasi singgah Maurole. Pelaku usaha pariwisata berpartisiasi dalam penanganan perjalanan wisata, penyediaan transportasi, dan pemanduan wisata. Partisipasi masyarakat terwujud di areal

titik labuh Maurole dan di desa-desa yang dikunjungi oleh wisatawan. Tipe partisipasi masyarakat adalah tipe induced participation, yaitu masyarakat

berpartisipasi karena terdorong untuk melakukannya, dan partisipasi inisiasi, yaitu masyarakat ikut memelihara dan merasa memiliki kegiatan di wilayahnya. Partisipasi masyarakat juga dipengaruhi nilai budaya ata mai

(orang yang datang/tamu) ata ji’e (orang baik). Tamu dianggap membawa keselamatan, sehingga tuan rumah mau menunjukkan kepada tamu bahwa mereka juga adalah orang baik yang bisa menerima tamu dengan baik. Menerima tamu dengan baik berfungsi untuk menjaga waka atau menjaga waka nga’a (waka nga’a dapat dipahami sebagai taksu dalam tradisi Bali). 3. Ada dua faktor yang mendukung Maurole sebagai destinasi wisata layar.

Pertama, faktor internal, terdiri dari potensi Maurole sebagai destinasi singgah, pengelolaan Maurole sebagai destinasi singgah, partisipasi pemangku kepentingan dalam pengelolaan Maurole sebagai destinasi singgah, dan posisi geografisnya dalam rute kapal-kapal wisata. Faktor internal merupakan kekuatan destinasi wisata layar Maurole. Kedua, faktor eksternal, terdiri dari kebijakan pemerintah, sistem wisata layar, persepsi wisatawan, dan wisata layar sebagai pemicu pengembangan destinasi. Kebijakan pemerintah pusat dalam pengembangan wisata layar ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2011 tentang kunjungan kapal wisata (yacht) asing ke Indonesia yang memberikan kemudahan bagi kapal wisata asing yang masuk ke perairan laut Indonesia. Kemudian komponen sistem wisata layar dalam Sail Indonesia terdiri dari: negara-negara asal wisatawan sebagai tourist generating region (TGR), titik

sebagai destination area, destinasi-destinasi singgah sebagai tourist destination region (TDR), dan desa-desa yang dikunjungi di destinasi singgah sebagai node destination. Selanjutnya, persepsi wisatawan yang dituliskan di

website atau weblogs merupakan salah satu referensi yang dipakai oleh wisatawan lain untuk singgah atau tidak di destinasi Maurole. Hal lainnya adalah Sail Indonesia memicu pengembangan destinasi singgah Maurole dan menjadi salah satu alternatif model pengembangan destinasi wisata daerah. 8.2. Saran

Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka diajukan saran sebagai berikut:

1. Untuk penyusunan perencanaan pariwisata kawasan Maurole sebagai destinasi wisata layar, maka pemerintah daerah perlu memperhatikan hal berikut. Pertama, agar ditetapkan lokasi yang menjadi fokus pengembangan titik labuh di Maurole. Penetapannya dilakukan dengan mekanisme yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di Maurole, terutama pemilik lahan ulayat di kawasan terkait. Kedua, di tahap awal, pengembangan Maurole disesuaikan dengan kebutuhan yang spesifik, sehingga fasilitas yang dibangun hanyalah fasilitas yang dibutuhkan untuk melayani kapal-kapal wisata. Penting untuk disadari bahwa arahan lokasi berbagai fasilitas harus dilakukan untuk kajian secara holistik dan bervisi jangka panjang. Ketiga, aksesibilitas yang efektif dan pola arus wisatawan dalam pemanfaatan fasilitas di areal titik labuh dan destinasi wisata layar secara keseluruhan dirancang agar bermanfaat juga bagi masyarakat setempat. Keempat, prasarana pendukung yang perlu dimasukkan dalam

perencanaan adalah supply air bersih, listrik, penanganan sampah, toilet

dan kamar mandi, telekomunikasi (telpon dan internet), bahan bakar minyak, perbengkelan, jasa kebersihan dan keamanan. Kelima, untuk mempertahankan nuansa kekhasan dan keunikan Maurole, maka perancangan titik labuh diterapkan dengan memperhatikan kriteria perancangan yang mencakup aplikasi arsitektur lokal, landscape, dan massa bangunan. Keenam, pendidikan dan pelatihan ketrampilan juga perlu direncanakan dengan seksama sehingga tercipta pengembangan destinasi wisata layar yang berbasis masyarakat setempat atau partisipatif.

Ketujuh, pengembangan destinasi wisata layar Maurole perlu mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ende.

2. Penelitian ini hanya menyentuh beberapa hal umum dari sebuah destinasi wisata layar. Karena itu disarankan agar ada penelitian lanjutan dan mendalam mengenai topik-topik yang terkait destinasi wisata layar. Misalnya, mengenai strategi pengembangan destinasi wisata layar.

143

Dalam dokumen PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PA (Halaman 159-164)