• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Pengembangan Destinasi Wisata Layar

Dalam dokumen PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PA (Halaman 154-159)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA LAYAR MAUROLE SEBAGAI PARIWISATA

7.3 Rencana Pengembangan Destinasi Wisata Layar

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam rencana pengembangan pariwisata alternatif di destinasi wisata layar. Pertimbangan yang dimaksud mencakup motivasi perencanaan, perencanaan pariwisata kawasan, pendekatan perencanaan, dan perencanaan yang berbasis pada nilai-nilai pariwisata alternatif yang selaras dengan keberadaan (kekhasan) destinasi.

Secara konseptual, perencanaan pengembangan destinasi wisata layar dalam penelitian ini dilandasi oleh motivasi perencanaan dalam bentuk trend oriented planning, yaitu perencanaan yang didasarkan pertimbangan kecenderungan yang berkembang saat ini. Kecenderungan yang terjadi saat ini akan dipertimbangkan untuk menentukan arah dan tujuan perkembangan di masa datang (Paturusi, 2008: 14-15). Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan perkembangan wisata layar di Indonesia. Di Maurole, kecenderungan itu mulai terjadi sejak Tahun 2007. Dengan kondisi ini, perencanaan destinasi Maurole seharusnya didasarkan atau diarahkan pada kecenderungan tersebut.

Destinasi Maurole termasuk dalam perencanaan pariwisata kawasan ditinjau dari aspek hirarki perencanaan. Perencanaan pariwisata kawasan adalah arahan kebijakan dan strategi pariwisata suatu kawasan dalam kabupaten/kota, dan perencanaan itu fokus pada beberapa hal (Paturusi, 2008: 61). Dalam penelitian ini, fokus yang dimaksud disesuaikan dengan kondisi destinasi wisata layar, seperti yang secara umum disampaikan oleh Raymond T. Lesmana:

“Tentukan secara bersama lokasi yang akan dikembangkan; perhitungkan kebutuhan primer yang harus disediakan yaitu listrik, air, telekomunikasi; rencanakan pengembangan masa bangunan yang selaras dengan lingkungan yang ada sehingga tidak merubah nuansa Maurole

saat ini; membangun aksesibilitas yang baik dan efektif; membangun sumber daya manusia (SDM) sesuai tujuan” (Wawancara 19 Juni 2013). Selanjutnya fokus perencanaan pariwisata kawasan di destinasi Maurole dikemukakan sebagai berikut.

Pertama, penentuan lokasi titik labuh yang menjadi fokus pengembangan. Di Maurole terdapat titik labuh di Pantai Mausambi dan titik labuh di Pantai Nanganio. Perlu ditetapkan di mana lokasi yang menjadi fokus pengembangan. Penetapannya dilakukan dengan mekanisme yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di Maurole, terutama pemilik lahan ulayat di kawasan terkait. Dalam kerangka ini, dipikirkan juga pengembangan kenyaman titik labuh dari terpaan angin, arus, dan gelombang. Misalnya, dengan rekayasa panahan gelombang melalui pemanfaatan kondisi alam di Tanjung Watulaja di Teluk Mausambi.

Kedua, arahan lokasi untuk fasilitas yang dibutuhkan di destinasi wisata layar. Khususnya arahan lokasi untuk fasilitas yang mendukung keberadaan titik labuh seperti fasilitas makan dan minum, fasilitas pelayanan informasi pariwisata dan penanganan perjalanan wisata, serta pelayanan terkait lainnya. Tentunya, di tahap awal, pengembangan destinasi singgah disesuaikan dengan kebutuhan yang spesifik, sehingga fasilitas yang dibangun hanyalah fasilitas yang dibutuhkan untuk melayani kapal-kapal wisata. Penting untuk disadari bahwa arahan lokasi berbagai fasilitas harus dilakukan untuk pengembangan secara holistik dan bervisi jangka panjang.

Ketiga, sistem jaringan traportasi dan kawasan pejalan kaki (pedestrian). Hal ini menyangkut aksesibilitas yang efektif dan pola arus wisatawan dalam pemanfaatan fasilitas di areal titik labuh dan destinasi wisata layar secara

keseluruhan. Tentunya, sistem ini dirancang agar bermanfaat juga bagi masyarakat setempat.

Keempat, perencanaan prasarana pendukung. Elemen prasarana pendukung yang perlu dimasukkan dalam perencanaan adalah supply air bersih, listrik, penanganan sampah, toilet dan kamar mandi, telekomunikasi (telpon dan internet), bahan bakar minyak, perbengkelan, jasa kebersihan dan keamanan.

Kelima, kriteria perancangan. Perancangan yang dimaksud mencakup aplikasi arsitektur lokal, landscape, dan massa bangunan. Hal ini sangat penting karena menyangkut upaya mempertahan nuansa kekhasan dan keunikan Maurole.

Keenam, pemanfaatan sumber daya manusia lokal. Pendidikan dan pelatihan ketrampilan juga perlu direncanakan dengan seksama sehingga tercipta pengembangan destinasi wisata layar yang memberdayakan masyarakat setempat atau partisipatif.

Secara keseluruhan pengembangan pariwisata kawasan seperti destinasi wisata layar Maurole dapat dilakukan dengan pendekatan perencanaan tertentu. Paturusi (2008:45-49) menyebutkan unsur-unsur dalam pendekatan perencanaan dan pengembangan pariwisata sebagai berikut: (1) pendekatan berkelanjutan, inkremental, dan fleksibel, (2) pendekatan sistem, (3) pendekatan menyeluruh, (4) pendekatan yang terintegasi, (5) pendekatan pengembangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (6) pendekatan swadaya masyarakat, (7) pendekatan pelaksanaan, dan (8) penerapan proses perencanaan sistematis. Seluruh pendekatan ini tentu dapat diimplementasikan dalam perencanaan destinasi wisata layar Maurole. Namun, berdasarkan fakta yang diperoleh dari penelitian ini,

pendekatan yang dapat digunakan merupakan kombinasi dari pendekatan sistem, menyeluruh, terintegrasi (integrated approach), dan pendekatan swadaya masyarakat. Penerapan pendekatan ini tentu saja harus digarap dengan baik agar menghasilkan rencana yang baik pula.

Basis dari pengembangan wisata layar adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pariwisata alternatif. Fennel dan Dowling (2002:2) menyebutkan lima karakteristik positif dari pariwisata alternatif, yaitu:

1. Pengembangan yang sesuai dengan karakter lokal sebuah tempat. Tercermin dari karakter arsitektural, gaya pengembangan, dan peka terhadap keunikan warisan budaya dan lingkungan.

2. Pemeliharaan, perlindungan, dan peningkatan kualitas sumberdaya yang merupakan basis pariwisata.

3. Mengusahakan agar pengembangan atraksi wisata tambahan bagi wisatawan berakar pada kearifan lokal dan dikembangkan sebagai dukungan bagi karakter lokal.

4. Pengembangan pelayanan bagi wisatawan yang meningkatkan warisan budaya dan lingkungan setempat.

5. Mendukung pertumbuhan di suatu tempat hanya ketika pertumbuhan itu meningkatkan sesuatu, bukan ketika dia merusak sesuatu atau melampaui daya dukung lingkungan alam yang berakibat kurang baik bagi kualitas kehidupan masyarakat.

Beberapa karakter ini dapat juga diimplementasi ke dalam pengembangan wisata layar di sebuah destinasi yang baru berkembang. Pertama, pengembangan

wisata layar tidak merusak lingkungan atau harus selaras dengan lingkungan dan mendukung kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Kedua, pariwisata alternatif di destinasi wisata layar merupakan proses pengembangan bentuk perjalanan yang yang berbeda dan yang berupaya menciptakan adanya saling pemahaman, solidaritas, dan persamaan di antara para peserta yang ikut dalam perjalanan wisata itu. Ketiga, pariwisata alternatif di destinasi wisata layar mencakup pengembangan atraksi bagi wisatawan yang berskala kecil yang dilakukan dan dikelola oleh masyarakat lokal.

Dengan demikian rencana pengembangan wisata layar sejauh mungkin didasarkan pada karakter positif pariwisata alternatif. Fakta pengelolaan destinasi singgah Maurole dalam rangka reli kapal wisata layar selama enam tahun terakhir menunjukkan bahwa karakteristik pariwisata alternatif sangat mungkin dijadikan landasan pengembangannya.

138 BAB VIII

Dalam dokumen PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PA (Halaman 154-159)