TINJAUAN PUSTAKA
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Konflik Kepentingan antara Investor dan Kreditor Seputar Kebijakan Dividen Terhadap Konservatisme Akuntansi
Teori keagenan menjelaskan bahwasannya investor dengan kreditor memiliki konflik kepentingan. Dimana masing-masing pihak, baik investor maupun kreditor memiliki motivasi untuk memenuhi kepentingannya dalam rangka memberikan keuntungan untuk diri pribadi. Konflik diantara mereka dapat terjadi, dikarenakan adanya perbedaan kepentingan terkait kebijakan pembayaran dividen akibat adanya pendanaan investasi dari utang. Masalah tersebut timbul ketika membayar dividen kas dalam jumlah besar, maka hal ini dapat menyebabkan ancaman bagi kreditor karena akan mengurangi aset yang seharusnya tersedia untuk pelunasan utang (Fitri, 2015).
Untuk lebih jelasnya, konflik antara investor dengan kreditor seputar kebijakan dividen terjadi, dimana investor berusaha mengambil keuntungan dari dana kreditor melalui pembayaran dividen yang berlebih, terus menerus dan jumlahnya besar sebagai hasil dari investasinya. Sementara itu, kreditor memiliki kepentingan yaitu menuntut perusahaan untuk tidak membayarkan dividen yang berlebihan kepada investor agar tersedianya aktiva yang cukup untuk pelunasan utang perusahaan kepada dirinya saat jatuh tempo (Novita, 2017). Kemudian, kreditor juga berusaha menjaga keamanan dananya yang dipinjamkan kepada perusahaan dan berharap mendapat penghasilan bunga di masa mendatang. Untuk menghindari terjadinya transfer kekayaan, maka kreditor menekan manajer agar menerapkan akuntansi konservatif.
Juanda (2007) menyatakan bahwa penerapan metode akuntansi yang konservatif dapat menghindari pembayaran dividen yang berlebihan kepada investor. Sebab pada dasarnya perusahaan yang menerapkan akuntansi yang konservatif, maka laporan keuangannya akan menghasilkan laba dan aktiva cenderung rendah sedangkan beban dan utang cenderung tinggi. Kemudian, laba yang rendah menyebabkan dividen yang dibagikan manajer perusahaan kepada investor juga akan berkurang. Selain itu penggunaan akuntansi yang konservatif juga memberikan gambaran kepada kreditor terkait ketersediaan aktiva yang cukup untuk pembayaran utang perusahaan (Fitri, 2015).
Berikut beberapa peneliti menyatakan bahwa penggunaan akuntansi yang konservatif memiliki peranan dalam mengurangi konflik atau masalah keagenan. Penelitian pertama dilakukan oleh Juanda (2007), untuk menguji apakah perusahaan yang menghadapi konflik investor dengan kreditor akan lebih memilih akuntansi yang bersifat konservatif. Maka hasil penelitiannya membuktikan, terdapat pengaruh positif antara konflik kepentingan dengan konservatisme akuntansi. Dengan demikian hal tersebut menujukkan bahwa semakin besar intensitas konflik kepentingan investor dengan kreditor maka semakin besar diterapkannya metode akuntansi konservatif. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2018) yang menyatakan bahwa konflik kepentingan berpengaruh positif serta signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Hipotesis pertama yang diajukan yaitu:
H1 : Konflik kepentingan seputar kebijakan dividen berpengaruh terhadap tingkat konservatisme akuntansi.
2. Pengaruh Financial Distress terhadap Konservatisme Akuntansi Margali et al., (2017) mendefinisikan financial distress adalah suatu kondisi dimana keuangan perusahaan berada dalam keadaan tidak sehat atau kritis, financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau dilikuidasi. Financial distress dapat terjadi di berbagai perusahaan serta bisa menjadi penanda/sinyal dari kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Jika perusahaan telah masuk pada kondisi financial distress, maka manajer perusahaan harus bertindak hati-hati, karena jika salah dalam mengambil keputusan bisa saja perusahaan tersebut menuju tahap kebangkrutan (Dwijayanti, 2010).
Dalam teori akuntansi positif memprediksi bahwa adanya hubungan negatif antara financial distress dengan penerapan konservatisme akuntansi.
Dengan kata lain, apabila perusahaan sedang mengalami masalah kesulitan keuangan, maka hal ini akan mendorong manajer untuk menurunkan tingkat konservatisme akuntansi. Kemudian, pada teori ini juga mendorong manajer untuk menerapkan kembali akuntansi liberal, tujuan manajer melakukan hal tersebut dikarenakan untuk menutupi kinerja buruknya (Lo, 2005).
Ketika suatu perusahaan sedang mengalami financial distress, maka tentunya akan menjadikan manajer sebagai pihak yang disalahkan. Manajer sebagai agent juga bisa dituntut dan dihukum sebab hasil kontrak yang tidak memuaskan, karena masalah financial distress yang terjadi diakibatkan oleh buruknya kualitas manajer (Fitri, 2015). Selain itu kondisi tersebut juga bisa memicu pemegang saham/investor untuk melakukan penggantian manajer.
Apabila hal ini terjadi, maka tentunya akan menurunkan nilai pasar manajer di pasar tenaga kerja. Akibat adanya ancaman inilah yang membuat manajer untuk menurunkan tingkat konservatisme akuntansinya (Lo, 2005). Manajer lebih cenderung menutupi kinerja buruknya dengan meningkatkan laba atau dengan mempercepat pengakuan laba.
Perusahaan yang mengalami financial distress (kesulitan keuangan), dapat diartikan bahwa perusahaan tersebut berada dalam kondisi sulit untuk membayar utang-utangnya, baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjangnya, lalu manajer menerapkan konservatisme akuntansi, hal ini akan menghasilkan angka-angka yang kurang menguntungkan untuk perusahaan itu sendiri (Fitri, 2015). Dimana laporan keuangan perusahaan tersebut akan menyajikan beban, utang serta rugi yang lebih besar dibanding dengan tidak menerapkan konservatisme akuntansi (Putri, 2017). Tetapi pada perusahaan yang tidak memiliki masalah keuangan, manajer tidak menghadapi tekanan pelanggaran kontrak, maka manajer akan menerapkan akuntansi konservatif untuk menghindari konflik investor dengan kreditor (Ardi et al., 2019).
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Yanti et al., (2017), Aryani (2016) dan Wisuandari dan Putra (2018) menyatakan bahwa financial distress berpengaruh negatif pada konservatisme akuntansi, hal ini menunjukkan semakin tinggi financial distress perusahaan, semakin rendah penerapan konservatisme akuntansi. Hipotesis kedua yang diajukan yaitu:
H2 : Financial distress berpengaruh terhadap tingkat konservatisme akuntansi.
3. Risiko Litigasi Memoderasi Hubungan antara Konflik Kepentingan dengan Konservatisme Akuntansi
Dalam hal ini, risiko litigasi dapat diartikan yaitu sebagai risiko yang melekat pada perusahaan yang memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan, apabila merasa dirugikan. Pihak-pihak tersebut diantaranya yakni meliputi investor, kreditor, regulator dan pihak eksternal lain (Ramadhoni et al., 2014). Risiko litigasi sebagai faktor kondisi eksternal, didasarkan pada pandangan bahwa investor maupun kreditor ialah pihak yang memperoleh perlindungan secara hukum (Nasir et al., 2014). Lalu investor dan kreditor dalam mengupayakan hak-haknya maupun kepentingannya dapat melakukan litigasi serta tuntutan hukum terhadap perusahaan ke Pengadilan Negeri.
Menurut Fitri (2015), risiko litigasi atau risiko tuntutan hukum dapat mempengaruhi hubungan antara konflik kepentingan dengan konservatisme akutansi. Ketika terjadinya konflik kepentingan antara investor dan kreditor seputar kebijakan dividen, dimana investor berusaha mengambi keuntungan dari dana kreditor melalui pembayaran dividen yang berlebih, terus menerus serta jumlahnya besar sebagai hasil dari investasinya, hal ini mengakibatkan tidak tersedinya aset yang cukup untuk pelunasan utang perusahaan kepada kreditor saat jatuh tempo. Apabila perusahaan tidak mampu mengembalikan pinjaman, maka akan mendorong kreditor untuk melakukan tuntutan hukum atau litigasi pada perusahaan. Hal tersebut dilakukan karena kreditor merasa dirugikan akibat hak-haknya tidak dipenuhi perusahaan.
Ketika perusahaan sudah menjadi objek litigasi, perusahaan tersebut akan mengeluarkan biaya litigasi, yaitu biaya yang timbul ketika perusahaan menerima gugatan hukum dari pihak eksternal perusahaan, misalnya seperti biaya untuk menyewa pengacara serta biaya denda yang dikeluarkan apabila perusahaan terbukti bersalah. Dengan demikian, dalam rangka menghindari adanya risiko litigasi dari kreditor, pada perusahaan yang sedang mengalami konflik kepentingan investor dengan kreditor seputar kebijakan pembayaran dividen, maka hal ini mendorong manajer untuk meningkatkan penggunaan konservatisme akuntansi dalam laporan keuangannya.
Bagi perusahaan, upaya untuk menghindari adanya tuntutan hukum serta ancaman litigasi mendorong manajer untuk mengungkapkan informasi cenderung mengarah kepada, (1) Pengungkapan berita buruk dengan segera di dalam laporan keuangan, (2) Menunda berita baik, (3) Memilih kebijakan akuntansi yang cenderung konservatif (Saputra, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pengaruh risiko litigasi terhadap hubungan konflik kepentingan investor dan kreditor dengan konservatisme akuntansi telah dilakukan Fitri (2015). Hasil penelitianya yaitu risiko litigasi memperkuat hubungan konflik kepentingan dengan konservatisme akuntansi. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi intensitas risiko litigasi semakin kuat pengaruh konflik kepentingan dengan penerapan konservatisme akuntansi. Hipotesis ketiga yang diajukan yaitu:
H3 : Risiko litigasi memoderasi hubungan antara konflik kepentingan dengan konservatisme akuntansi.
4. Risiko Litigasi Memoderasi Hubungan antara Financial Distress dengan Konservatisme Akuntansi
Selain konflik kepentingan, risiko litigasi juga dapat mempengaruhi hubungan antara financial distress dengan konservatisme akuntansi. Dalam hal ini, Saputra (2016) menjelaskan bahwa financial distress dimulai ketika perusahaan tersebut tidak mampu dalam memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas akan mengindikasikan bahwa perusahaan tidak bisa melunasi utang-utangnya, baik utang yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang. Jika perusahaan tidak mampu mengembalikan utang/pinjamannya kepada kreditor, maka hal ini tentunya akan mendorong kreditor melakukan tuntutan hukum atau litigasi terhadap perusahaan, sebab perusahaan dianggap telah melanggar kontrak utang. Kemudian perusahaan juga telah membuat kreditor merugi akibat hak-haknya dan kepentingannya tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan.
Selain dari kreditor, kondisi financial distress juga memicu tuntutan hukum atau litigasi yang muncul dari pihak investor. Brigham dan Gapenski (1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya financial distress, karena economic failure yakni kondisi dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya selama beberapa periode, atau ketidakmampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba. Situasi ini tentunya akan membuat pemegang saham/investor tidak menerima dividen dalam beberapa periode.
Dengan demikian, hal ini akan mendorong mereka untuk melakukan litigasi atau tuntan hukum kepada perusahaan.
Selain itu, situasi financial distress yang terjadi juga membuat pihak pemegang saham/investor sebagai principal, untuk melakukan penggantian manajer sebagai agent. Hal ini dilakukan investor, karena manajer dianggap telah gagal mengelola perusahaan secara baik, sebab financial distress yang terjadi diakibatkan oleh buruknya kualitas manajer. Dengan demikian untuk mengurangi risiko litigasi dari kedua belah pihak ketika perusahaan sedang mengalami financial distress, maka mendorong manajer untuk menurunkan tingkat konservatisme akuntansinya. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyembunyikan kinerja buruk manajer. Sebab jika perusahaan tetap bersikukuh untuk menerapkan konservatisme akuntansi, maka hal ini akan menghasilkan angka-angka yang kurang menguntungkan untuk perusahaan, sehingga dianggap dapat memperburuk keadaan.
Dengan perusahaan menurunkan penggunaan akuntansi konservatif, maka hal ini membuat rasio-rasio utang tetap terlihat baik. Kemudian pihak manajer juga akan terhindar dari pergantian yang dilakukan investor, akibat kinerja buruknya. Selain itu pengurangan prinsip ini juga akan mengundang calon investor dan kreditor lainnya masuk, untuk menanamkan investasinya dan meminjamkan dananya kepada perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis keempat yang diajukan yaitu:
H4 : Risiko litigasi memoderasi hubungan antara financial distress dengan konservatisme akuntansi.