• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

2. Uji Asumsi Klasik

Setelah melakukan pengujian statistik deskriptif, langkah berikutnya adalah uji asumsi klasik. Uji ini dilakukan untuk memastikan, apakah model regresi yang digunakan tersebut telah memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu memiliki nilai estimator terbaik (best), estimator linier (linear), estimator tidak bias (unbiased) (Dewi dan Suryanawa, 2014).

Model regresi dapat dikatakan sebagai model yang baik, jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi klasik seperti data residual terdistribusi normal, tidak adanya multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berikut ini penjelasan lebih detailnya terkait uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas, dapat disampaikan sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi, baik variabel dependen maupun variabel independen keduanya mempunyai distribusi secara normal atau

tidak. Model regresi yang baik adalah model yang mempunyai distribusi data secara normal atau mendekati normal (Ghozali, 2016). Lalu berikut ini terdapat beberapa metode uji normalitas yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah data sampel terdistribusi secara normal yaitu dengan metode Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S) dan dengan metode grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual (Purnomo, 2016). Pembahasannya dapat disampaikan sebagai berikut:

1) Metode Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S)

Uji one sample kolmogorov-smirnov (K-S) digunakan untuk mengetahui distribusi data, apakah data mengikuti distribusi normal, poisson, uniform atau exponential. Jika nilai probabilitas > 0,05 atau di atas 5%, maka hal tersebut berarti data terdistribusi secara normal.

Sedangkan jika nilai probabilitas < 0,05 atau di bawah 5%, maka hal tersebut berarti data tidak terdistribusi secara normal.

2) Metode Grafik

Metode kedua yang digunakan untuk menilai normalitas data adalah dengan menggunakan pendekatan grafik Normal P-P Plot of regression standardized residual. Dasar pengambilan keputusannya yakni jika penyebaran data (titik-titik) di sekitar sumbu diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Namun, jika penyebaran data menjauhi sumbu diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal tersebut maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Purnomo, 2016).

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atau keterikatan antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat korelasi sempurna atau mendekati sempurna diantara variabel bebasnya.

Dalam hal ini konsekuensi adanya multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien korelasi tidak tertentu dan juga kesalahan menjadi sangat besar (Purnomo, 2016). Cara yang dapat diterapkan untuk mengetahui adanya multikolinearitas adalah dengan melihat Tolerence Value atau lawannya Variance Inflation Factor (VIF) (Ghozali, 2016).

Nilai VIF dapat diperoleh dari perhitungan (1/tolerance), apabila tolerance value menunjukkan nilai yang rendah, VIF akan menunjukkan nilai yang tinggi. Nilai cutoff yang sering digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Sedangkan jika nilai tolerance ≥ 0,10 atau nilai VIF yaitu

≤ 10 maka tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2016).

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya (Ghozali, 2016). Sehingga satu data dapat dipengaruhi oleh data lain sebelumnya.

Dalam hal ini, model regresi yang baik juga tentunya adalah model yang tidak terdapat autokorelasi, baik autokorelasi positif atau negatif. Selain

0 DL DU 2 4-DU 4-DL 4 Autokorelasi

Positif

Autokorelasi Negatif Tidak Dapat

Disimpulkan

Tidak Dapat Disimpulkan Tidak Ada

Autokorelasi

itu, autokorelasi sering kali timbul pada sampel yang menggunakan data berskala atau time series. Di dalam penelitian ini, pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menerapkan uji Durbin-Watson (DW test) yang ditemukan oleh James Durbin dan Geoffrey Watson. Selanjutnya, untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dijelaskan pada tabel dan gambar di bawah ini:

Gambar 3.1

Dasar Keputusan Hasil Uji Durbin Watson

Untuk penjelasan lebih lanjut, dapat disampaikan pada tabel 3.1:

Tabel 3.1

Deteksi Autokorelasi Positif dan Negatif No. Hasil Uji Durbin

Watson Keterangan

1 0 < DW < DL Terdapat autokorelasi positif 2 DL ≤ DW ≤ DU Tidak dapat disimpulkan 3 DU < DW < (4-DU) Tidak terdapat autokorelasi 4 (4-DU) ≤ DW ≤ (4-DL) Tidak dapat disimpulkan 5 (4-DL) < DW ≤ 4 Terdapat autokorelasi negatif

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui dan melihat apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, hal ini disebut homokedastisitas.

Sedangkan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

Dalam penelitian ini untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, maka dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode, diantaranya yaitu metode grafik Scatterplot serta metode uji Glejser. Untuk penjelasan lebih lanjut, maka dapat disampaikan sebagai berikut:

1) Metode Grafik Scatterplot

Pada metode ini, untuk mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara ZPRED (nilai prediksi variabel dependen), dengan SRESID (residualnya), dimana sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di studentized (Pambudi, 2017). Dasar kriteria pengambilan keputusannya yakni, jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola yang teratur (yaitu bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka hal ini terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Purnomo, 2016).

2) Metode Uji Glejser

Untuk uji glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Dalam hal ini, dasar kriteria pengambilan keputusannya yaitu jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual > 0,05 atau 5%, maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Sedangkan, jika nilai signifikansi < 0,05 atau 5%, maka terdapat gejala heteroskedastisitas (Purnomo, 2016).