Inisiatif Pengembangan Sistem RTGS dan BI-SSSS Generasi II
Sebagaimana telah diulas sebelumnya, Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS termasuk dalam systemically important payment system (SIPS). Peran kedua core financial system infrastructures tersebut cukup vital dalam mendukung kegiatan perekonomian di Indonesia Sebagai suatu sistem pembayaran nilai besar, selain digunakan untuk memproses transfer dana antar bank yang bernilai besar dan bersifat segera (time critical), Sistem BI-RTGS digunakan pula untuk memproses transaksi pembayaran yang merupakan penyelesaian atas:
1. transaksi di pasar keuangan, yang meliputi:
PUAB Rupiah;
pasar surat berharga (pasar primer dan
sekunder); dan
PUAB Rupiah terhadap valas;
2. hasil operasi moneter oleh Bank Indonesia; dan 3. hasil kliring dari transaksi pembayaran antar-bank
yang diselesaikan melalui SKNBI17
dan sistem pembayaran ritel antar-bank lainnya seperti hasil kliring dari transaksi pembayaran antar-bank melalui shared ATM Network.
Pada tahun 2010, total nilai transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS18 mencapai 9 kali dari nilai produk domestik bruto (PDB)19 Indonesia.
Adapun peran vital BI-SSSS dalam mendukung perekonomian di Indonesia didasarkan dari fungsinya sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan surat berharga (SBI dan SBN) secara elektronik yang terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
Untuk memitigasi risiko kegagalan setelmen pada salah satu sisi aset, yaitu risiko gagal serah surat berharga atau risiko gagal serah dana (gagal bayar), Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS memiliki suatu mekanisme setelmen yang mengatur penyelesaian kewajiban
serah surat berharga melalui BI-SSSS20 dan
penyelesaian kewajiban serah dana (kewajiban pembayaran) melalui Sistem BI-RTGS21 dilakukan secara bersamaan (simultaneous settlement), atau dikenal dengan istilah mekanisme setelmen Delivery-versus-Payment (DvP).
Seiring dengan peningkatan kegiatan perekonomian dan pasar keuangan di Indonesia serta transaksi
17 Transaksi pembayaran antar-bank yang diselesaikan melalui SKNBI menggunakan instrumen pembayaran cek dan bilyet giro (warkat debit) dan transfer kredit (instrumen pembayaran transfer kredit).
18
Total nilai transaksi pembayaran pada Sistem BI-RTGS di tahun 2010 adalah sebesar Rp54.169 triliun
19
Perkiraan nilai PDB Indonesia di tahun 2010 adalah sebesar Rp6.422 triliun
20
Pemindahan kepemilikan surat berharga dari rekening surat berharga penjual ke rekening surat berharga penjual
21
Pemindahan dana dari rekening bank peserta BI-RTGS pembeli surat berharga (atau yang merupakan bank dari pembeli surat berharga) ke rekening bank peserta BI-RTGS penjual surat berharga (atau yang merupakan bank dari penjual surat berharga)
Halaman 57
ekonomi dan pasar keuangan lintas batas negara, volume dan nilai transaksi pada kedua core financial system infrastructures di Indonesia tersebut terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. -500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000 -200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 Ja n 1 0 F e b 1 0 M a r 1 0 A p r 1 0 M e i 1 0 Ju n 1 0 Ju l 1 0 A g s 1 0 S e p 1 0 O k t 1 0 N o v 1 0 De s 1 0 Transaksi Volume Transaksi Nominal (Rp triliun)
Grafik Perkembangan transaksi BI-RTGS
Inisiasi pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II dilatarbelakangi dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Upaya meningkatkan performa layanan dan kehandalan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
Guna mempertahankan, dan bahkan untuk
meningkatkan performa layanan Sistem BI-RTGS yang telah diselenggarakan sejak November 2000 dan BI-SSSS yang telah dioperasikan sejak Februari 2004, infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)22 dari kedua sistem setelmen dana dan surat berharga tersebut perlu ditingkatkan kehandalan dan kapasitas pemrosesannya. Ditambah lagi dengan
konstrain semakin berkurangnya dukungan
pemeliharaan teknis secara penuh pada infrastruktur
22 Terdiri dari:
i) Komputer Penyelenggaraan (Host Computer) di Bank
Indonesia sebagai Penyelenggara Sistem RTGS dan BI-SSSS;
ii) Komputer Peserta di lokasi Peserta Sistem RTGS dan
BI-SSSS; dan
iii) Jaringan Komunikasi yang mengkoneksikan Host
Computer dengan Komputer Peserta di lokasi seluruh
peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
TIK dari kedua sistem yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tersebut.
Pada penyelenggaraan SIPS di banyak negara lainnya, telah terjadi perubahan penggunaan infrastruktur, dari perangkat TIK yang bersifat proprietary23
menjadi infrastruktur TIK yang bersifat de facto standard product, yang mengikuti standar dalam penyelenggaraan financial services seperti standar dari International Organization for Standardization (ISO). Standar-standar tersebut meliputi antara lain:
standar untuk format perintah transaksi keuangan
(financial message format standard) termasuk message format untuk transfer dana dalam suatu SIPS dan message format untuk transfer surat berharga dalam suatu Securities Settlement System;
standar untuk perangkat pengamanan (security
features) pada infrastruktur TIK untuk transaksi keuangan termasuk infrastruktur TIK dari suatu SIPS dan Securities Settlement System; dan
penggunaan message carrier yang handal dan
efisien untuk mentransmisikan data transaksi keuangan termasuk untuk mentransmisikan data transaksi pembayaran dalam suatu SIPS dan data transfer surat berharga dalam suatu Securities Settlement System.
Contoh penggunaan infrastruktur dengan standar-standar di atas adalah penggunaan layanan financial message carrier yang dioperasikan oleh Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) yang telah digunakan untuk messaging transaksi pembayaran pada +62 (enam puluh dua) SIPS domestik dan untuk messaging transfer surat berharga pada Securities Settlement System di 53 negara. Penggunaan perangkat TIK yang standar pada infrastruktur pasar keuangan di banyak negara tersebut dimaksudkan antara lain untuk tujuan
23 Sistem BI-RTGS saat ini tidak sepenuhnya sesuai dengan standard untuk RTGS systems, di mana hal ini terjadi pula pada sistem RTGS “generasi pertama” dari beberapa negara lainnya yang dikembangkan pada dekade 1990-an dan awal 2000-an
Halaman 58
efisiensi dalam penyelesaian transaksi pasar keuangan lintas batas negara yang semakin berkembang, yang menuntut pula kehandalan dari infrastrukturnya. Dari sudut pandang pelaku pasar keuangan (perbankan), penggunaan perangkat TIK yang standar berarti penggunaan shared (common) infrastructure di tempatnya, yang digunakan baik untuk messaging transaksi keuangan ke infrastruktur sistem keuangan domestik (sistem RTGS dan Securities Settlement System domestik, dan sistem lainnya seperti sistem pembayaran ritel antar-bank), maupun untuk messaging perintah transaksi pembayaran dan surat berharga ke lembaga keuangan korespondennya atau ke infrastruktur sistem keuangan di negara lain.
2. Upaya pemenuhan standar internasional
penyelenggaraan SIPS dengan mengacu pada rumusan CP-SIPS dan IOSCO
Tuntutan akan penyelenggaraan SIPS (sistem RTGS) dan SSS yang memenuhi Core Principles for Systemically Important Payment System (CP SIPS)24 dari Bank for International Settlements (BIS) dan Recommendations for Securities Settlement Systems25 dari task force BIS dan International Organization of Securities Commissions (IOSCO), juga merupakan latar
belakang pengembangan lebih lanjut pada
infrastruktur dan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. Pada acuan-acuan dari kedua lembaga multilateral tersebut terdapat pula prinsip penggunaan infrastruktur TIK yang handal dan efisien dalam
penyelenggaraan suatu SIPS dan SSS, yang
dimaksudkan antara lain untuk dapat memfasilitasi penyelesaian transaksi pasar keuangan lintas batas negara yang semakin efisien dan aman. Hal tersebut dimungkinkan untuk terjadi melalui penggunaan infrastruktur TIK yang standar. Dengan penggunaan
24 Sumber: http://www.bis.org/publ/cpss43.pdf?noframes=1: BIS CPSS,
Core Principles for Systemically Important Payment Systems (CP SIPS), January 2005, Basel, Switzerland (page 1, 37 & 38 (CP VII & Box 12: Examples of international, national and industry-level standards, guidelines and recommendations))
25 Sumber: http://www.bis.org/publ/cpss46.pdf?noframes=1: BIS & IOSCO, Recommendations for Securities Settlement Systems (SSS),
November 2001, Basel, Switzerland (page 1, 21 & 22
(Recommendation 16))
infrastruktur TIK yang standar pada Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, penyelenggaraan kedua core financial infrastructures tersebut dapat interoperable dan bahkan interlinkable dengan infrastruktur sistem keuangan dari negara-negara lainya. Pada gilirannya hal tersebut dapat memfasilitasi implementasi dari inisiatif-inisiatif pembentukan ekonomi atau pasar keuangan terintegrasi/bersatu dalam suatu kawasan seperti inisiatif MEA mulai 2015 dan dan inisiatif pasar obligasi terintegrasi Asia atau Asian Bond Market Initiative (ABMI).
3. Upaya meningkatkan efisiensi penggunaan
likuiditas
Pada penyelenggaraan sistem RTGS di beberapa
negara26 telah dikembangkan pula mekanisme
penyelesaian transfer dana antar-bank yang dapat
mengefisienkan penggunaan likuiditas.
Pengembangan terkini pada sistem pembayaran nilai besar tersebut dikarenakan mekanisme setelmen transfer dana antar-bank pada sistem RTGS dilaksanakan secara satu-p`er-satu transaksi (gross basis) sehingga bank-bank peserta suatu sistem RTGS harus mengalokasikan likuiditas yang relatif besar untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran seluruh transfer dananya. Salah satu contoh fitur terkini pada sistem RTGS yang dapat menghemat penggunaan likuiditas adalah mekanisme meng-offset-kan transfer dana antar-bank yang terkait antara dua bank27 (bilateral offsetting)28, meskipun setelmen dari seluruh transfer dana yang berhasil di-offset-kan tersebut tetap dilakukan satu per satu transaksi. Apabila ada tekanan ketatnya likuiditas pada perekonomian suatu negara (market liquidity shock) yang berdampak pada ketatnya likuiditas dari
26 Termasuk pada sistem RTGS Singapura generasi II (MEPS+), sistem RTGS Dolar HongKong (HKD CHATS – P2), sistem RTGS Jepang generasi II (BOJ RTGS-XG), sistem RTGS Korea Selatan generasi II (BOK-WIRE), sistem RTGS Australia (RITS), dan juga akan dikembangkan pada sistem RTGS Malaysia (RENTAS) dan sistem RTGS Thailand (BATHNET)
27
Misalnya meng-offset-kan transfer-transfer dana dari Bank A kepada Bank B dengan transfer-transfer dana dari Bank B kepada Bank A
28
Terlampir perbandingan setelmen secara gross dan bilateral
Halaman 59
perbankan peserta sistem RTGS di negara tersebut (payment system liquidity shock)29, adanya fasilitas penyelesaian transfer dana antar-bank yang dapat menghemat penggunaan likuiditas tersebut akan mendukung kelancaran penyelesaian transfer-transfer dana dalam Sistem BI-RTGS dalam kondisi adanya financial distress tersebut30
. Pada gilirannya hal tersebut akan mendukung tetap terpeliharanya stabilitas di pasar keuangan atau stabilitas sistem keuangan.
4. Upaya mengakomodir dinamika di pasar
keuangan Indonesia
Dinamika pada pasar keuangan di Indonesia diperkirakan akan terus terjadi pada waktu-waktu ke depan, dengan adanya jenis instrumen baru di pasar keuangan. Begitu pula dengan pengkinian kebijakan untuk menindaklanjuti dinamika di pasar keuangan, seperti kebijakan Bank Indonesia untuk menggunakan jenis instrumen yang baru berkembang di pasar keuangan Indonesia dalam operasi pasar terbuka (OPT)-nya dan dikeluarkannya jenis instrumen baru
oleh pemerintah untuk mendukung kegiatan
pembiayaan rutin dan pembangunan oleh pemerintah. Grand design dari arsitektur Sistem RTGS dan BI-SSSS Generasi II adalah sebagaimana bagan 6.
29 Berdasarkan Working Paper “Likuiditas Perekonomian dan
Pengaruhnya terhadap BI-RTGS dan BI-SSSS) oleh Wahyu DeNaira dan Muslimin Anwar (Peneliti Ekonomi di Biro Riset Ekonomi (BRE), Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM), Bank Indonesia), terdapat korelasi yang tinggi antara likuiditas moneter (M2, M1 dan M0) dengan likuiditas di dalam Sistem BI-RTGS, antara likuiditas makroekonomi (M2, M1 dan M0) dengan nominal transaksi BI-RTGS, dan antara likuiditas perekonomian (M2, M1 dan M0) dengan likuiditas perbankan, sehingga diusulkan agar dalam perkembangannya ke depan perlu dikembangkan infrastruktur Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang semakin handal, aman, cepat, efisien, dan efektif dalam menopang seluruh kegiatan transaksi swasta dan pemerintah serta membantu memperlancar dan mempercapat transmisi kebijakan moneter untuk mewujudkan tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
30 Terlampir simulasi bagaimana mekanisme penghemat likuiditas
pada sistem RTGS (dalam hal ini bilateral offsetting) dapat meningkatkan resilience dari sistem RTGS terhadap liquidity shock
Bagan 6 Grand design Pengembangan Sistem BI RTGS dan BI SSSS Generasi II
Berdasarkan latar belakang di atas dan kajian serta evaluasi yang telah dilakukan atas penyelenggaraan dan infrastruktur Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS saat ini, maka disimpulkan perlunya langkah pembaharuan dan penyempurnaan pada kedua core financial system infrastructures tersebut melalui pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II.
Pengembangan (penambahan) Siklus Kliring dan Setelmen secara periodik (Multiple Cycles) untuk Kliring Kredit
Untuk menunjang kegiatan transfer dana yang efisien dan aman dalam perekonomian, Bank Indonesia
dalam peranannya sebagai operator sistem
pembayaran antar-bank menyediakan 2 (dua) sistem yaitu Sistem BI-RTGS untuk transfer dana antar-bank bersifat time critical dan/atau bernilai besar dan SKNBI untuk transfer dana antar-bank bersifat retail. Disamping nominal transaksi, perbedaan mendasar lainnya antara Sistem BI-RTGS dengan SKNBI adalah menyangkut mekanisme setelmennya. Untuk transfer-transfer dana antar-bank melalui Sistem BI-RTGS di-settle secara satu per satu transaksi (gross di-settlement) dan sesegera mungkin (real time settlement) sepanjang waktu jam operasional Sistem BI-RTGS. Sedangkan untuk transfer-transfer dana antar-bank melalui SKNBI di-settle melalui proses multilateral netting (kliring) terlebih dahulu pada waktu-waktu tertentu di jam operasional SKNBI, dan hasil kewajiban
Halaman 60
pembayaran atau penerimaan pembayaran secara netto dari masing-masing peserta akan dibuku pada rekening giro peserta di Sistem BI-RTGS pada waktu-waktu tertentu pula.
Sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dari waktu ke waktu, masyarakat membutuhkan adanya layanan transfer dana antar-bank yang tidak saja aman namun juga efisien (termasuk biayanya) dan cepat (dapat segera menerima transfer dana secara efektif).
Walaupun kebutuhan tersebut telah dapat
diakomodasi oleh layanan transfer dana antar-bank Sistem BI-RTGS, namun karena relatif besarnya biaya transfer dana antar-bank melalui Sistem BI-RTGS, maka untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat tersebut di atas Bank Indonesia telah melakukan pengembangan lebih lanjut pada pada Kliring Kredit SKNBI yaitu dengan menambah jumlah siklus kliring (perhitungan multilateral netting) untuk transfer kredit antar-bank (siklus Kliring Kredit SKNBI) dan siklus setelmen hasil netto dari Kliring Kredit SKNBI ke Sistem BI-RTGS. Dengan adanya mekanisme multiple clearing of credit transfers dan multiple settlement of net figures dari Kliring Kredit SKNBI, perbankan peserta SKNBI dapat lebih cepat memperoleh data dan dana dari setelmen hasil netto Kliring Kredit, yang pada akhirnya nasabah pun dapat menerima dana efektif lebih cepat lagi. Mekanisme multiple settlement hasil Kliring kredit SKNBI ke Sistem BI-RTGS tersebut direncanakan untuk implementasi pada Januari 2011. Dengan adanya pengembangan tersebut maka pada 22 Desember 2010 Bank Indonesia menerbitkan perubahan ketentuan penyelenggarann SKNBI, yaitu melalui Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) Nomor 12/34/DASP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Dalam SE BI tersebut diatur bahwa pembukuan ke rekening nasabah di bank penerima transfer kredit antar-bank melalui SKNBI dilakukan dengan prinsip same day settlement (dibukukan pada hari yang sama), namun untuk siklus kliring dan
setelmen terakhir (period ke-4) dapat dibukukan ke rekening nasabah penerima transfer dana kredit sebelum pukul 09.00 WIB keesokan harinya.
Rekomendasi Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN
Working Committee on Payment and Settlement Systems (WC-PSS) sebagai bagian dari ASEAN Process untuk sub area sistem pembayaran dan setelmen dibentuk dengan tujuan untuk menyiapkan sistem pembayaran dan setelmen negara-negara anggota ASEAN dalam menyambut MEA 2015 melalui penyusunan kajian dan penyediaan rekomendasi kebijakan bagi pengembangan sistem pembayaran dan setelmen maupun koordinasi bagi harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di tingkat ASEAN.
Untuk mencapai tujuannya tersebut, WC-PSS
menyusun kerangka strategis untuk pengembangan dan harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen ASEAN. Implementasi MEA 2015, yang akan meningkatkan transaksi lintas batas dalam kawasan ASEAN akan memerlukan sistem pembayaran dan setelmen yang efisien, aman, dan handal, dengan
memperhatikan aspek perlindungan kepada
konsumen. Persiapan sistem pembayaran dan setelmen ASEAN membutuhkan identifikasi kebutuhan bisnis dari masing-masing negara, yang diperlukan dalam menentukan pengembangan dan harmonisasi yang diperlukan atas komponen-komponen utama sistem pembayaran dan setelmen di area setelmen transaksi perdagangan, transaksi pembayaran ritel, pengiriman uang, dan setelmen pasar modal. Arus bebas barang dan jasa diantara negara ASEAN membutuhkan setelmen perdagangan lintas batas. Arus bebas tenaga kerja terdidik akan membutuhkan jasa pengiriman uang lintas batas. Arus bebas investasi dan arus modal yang lebih bebas akan membutuhkan setelmen pasar modal lintas batas. Lebih lanjut, dalam proses harmonisasi dan pengembangan sistem pembayaran dan setelmen akan memerlukan adanya standardisasi.
Halaman 61
Berdasarkan hal tersebut, WC-PSS menyusun kajian di lima bidang, yaitu cross border trade settlement, cross border retail payments, cross border money remittance, cross border capital market settlement, dan standardization. Kajian tersebut disusun dengan membandingkan kondisi saat ini dengan kondisi yang dibutuhkan oleh bisnis atau aktivitas perekonomian. Hasil kajian akan dipergunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi kebijakan, milestone, dan rencana kerja. Dalam kajian ini, efisiensi, keamanan, kehandalan, dan perlindungan konsumen akan menjadi dasar penyusunannya. Rekomendasi atas kebijakan, milestone, dan rencana kerja untuk masing-masing negara akan berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing negara.
Berdasarkan studi dan survei cross border trade settlement, direkomendasikan untuk dapat dikembangkan model penggunaan mata uang lokal dengan beberapa mekanisme yaitu model bank koresponden, model jaringan bank regional dan kemungkinan pengembangan interoperability/inter-linkage RTGS untuk memfasilitasi setelmen dana untuk transaksi perdagangan lintas batas negara.
Untuk money remittance direkomendasikan untuk mendorong perkembangan jasa remitansi formal,
mendorong kerjasama antara negara untuk
meningkatkan transparansi, pengumpulan informasi, dan harmonisasi pengembangan jasa remitansi formal, melakukan edukasi kepada tenaga kerjanya untuk melakukan remitansi melalui jasa remitansi formal, bank sentral mengawasi pelaksanaan perlindungan konsumen melalui pengawasan terhadap keluhan nasabah serta melakukan kerjasama pengawasan (cooperative oversight) terhadap jasa remitansi.
Dalam studi cross border retail payment
direkomendasikan untuk melakukan harmonisasi ketentuan, yang meliputi kerangka hukum transaksi lintas batas negara, kebijakan yang bersifat resiprokal, mekanisme pertukaran valuta asing, serta mendorong
partisipasi institusi non bank dalam sistem
pembayaran, harmonisasi infrastruktur sistem
pembayaran yang meliputi penggunaan messaging standard & format, interkoneksi, dan pengembangan mekanisme pengumpulan informasi dan data, memperkuat peran jaringan sistem pembayaran regional, baik dari sisi instrument maupun jasa yang diberikan, melakukan capacity building activities dengan melakukan Joint Research, melakukan program edukasi kepada konsumen, serta melakukan kerjasama di bidang pengawasan sistem pembayaran. Hasil studi cross border capital market memperlihatkan
telah ada beberapa inisiatif pengembangan
infrastruktur pasar modal, antara lain Pan Asian Central Securities Depository (CSD) Alliance, Asian Bond Market Inisiatif (ABMI) yang mengusulkan model Asian Institutional CSD (ICSD) dan CSD Linkage. Adapun rekomendasi dari pengembangan ke depan adalah pengembangan RTGS yang merupakan infrastruktur cash settlement dari transaksi pasar modal yang dapat dilakukan melalui kebijakan untuk menerima bank dari negara lain dalam RTGS serta mengembangkan RTGS linkages di antara negara-negara ASEAN. Adapun untuk CSD, terdapat alternatif untuk CSD yang dikelola oleh bank sentral akan tetap berjalan beriringan dengan CSD yang dikelola oleh pihak lain di luar bank sentral sehingga akan ada dua investasi dalam pengembangan CSD yang terpisah, satu dari bank sentral dan pihak di luar bank sentral. Studi dan survei standardisasi menghasilkan suatu rekomendasi untuk meningkatkan koordinasi dengan badan standardisasi nasional di masing-masing negara
untuk memperoleh informasi perkembangan
standardisasi jasa keuangan, melakukan pilot project untuk mempelajari peran standardisasi dalam proses sistem pembayaran secara end to end, melakukan eksplorasi akan kemungkinan pembentukan ASEAN Credit Transfer (ACT) Scheme untuk mengakomodasi standardisasi di kawasan ASEAN.
Halaman 62
Strategi Implementasi Standar Nasional Kartu Chip ATM/Debet
Ke depan, Bank Indonesia akan mempersiapkan implementasi Standar Nasional Kartu Chip ATM/Debet. Persiapan tersebut akan dilakukan pada awal tahun
2011 dengan melakukan assessment potensi
kerawanan. Assessment potensi kerawanan dilakukan untuk mengantisipasi potensi risiko selama masa implementasi (transisi), sehingga dapat merancang strategi mitigasi yang harus dilakukan. Tujuan assessment lebih difokuskan pada upaya mengetahui titik potensial sumber kerawanan yang bersifat major.
Strategi Pengembangan E-Money ke Depan Arah kebijakan dan pengembangan e-money dalam beberapa tahun ke depan masih akan difokuskan pada upaya mewujudkan interoperability yang akan dilakukan melalui penyusunan standar e-money.
Bentuk interoperability akan diarahkan pada
multipurpose dimana suatu e-money dapat digunakan untuk melakukan transaksi di berbagai merchant. Selanjutnya, mengingat karakteristik e-money chip-based dan server-chip-based yang berbeda, maka pengembangan standar akan difokuskan terlebih dahulu pada e-money berbasis chip. Kelebihan dari jenis e-money berbasis chip tersebut terutama adalah waktu proses validasi kartu yang relatif cepat, karena data tersimpan di dalam kartu (offline). Dengan demikian, jenis e-money ini dipandang lebih sesuai sebagai instrumen pembayaran yang digunakan di sektor transportasi maupun ritel. Sementara itu, pengembangan e-money berbasis server akan
dioptimalkan sebagai layanan transfer/remitansi
melalui pengembangan mobile payment. Financial Inclusion
Perluasan akses sistem pembayaran terhadap
masyarakat juga menjadi fokus penting dalam arah pengembangan ke depan. Perluasan akses kepada lembaga non bank dimaksudkan untuk menjangkau segmen masyarakat tertentu khususnya unbanked
people yang selama ini belum dapat dijangkau oleh industri perbankan, baik karena wilayah yang terpencil maupun budaya kelompok masyarakat tersebut yang belum terbiasa dengan industri perbankan. Pada gilirannya hal ini diharapkan dapat meningkatkan financial inclusion bagi unbanked people.
Ke depan, beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk lebih mendorong akses masyarakat terhadap penggunaan layanan sistem pembayaran khususnya melalui e-money dan KUPU antara lain:
1. Meninjau ketentuan mengenai e-money dan KUPU khususnya terkait dengan masalah
kelembagaan (seperti penyelenggara dan
keagenan) dan perlindungan konsumen;