• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Bank Indonesia

Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran

Direktorat Pengedaran Uang

Laporan

Sistem Pembayaran dan

Pengedaran Uang

(3)
(4)

DAFTAR ISI

R

INGKASAN

E

KSEKUTIF

... 2

S

EKILAS

P

ERKEMBANGAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAAN

... 2

K

ONDISI

P

EREKONOMIAN

2010 ... 2

E

RA

I

NTEGRASI

E

KONOMI MELALUI

M

ASYARAKAT

E

KONOMI

ASEAN ... 2

P

ERKEMBANGAN DAN

K

EBIJAKAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN ... 3

S

EKILAS

P

ERKEMBANGAN

P

ENGEDARAN

U

ANG

... 4

SISTEMPEMBAYARAN2010

...

P

ENDAHULUAN

... 9

K

OMPONEN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 9

S

TRATEGI

P

ENGEMBANGAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 11

A

RAH

P

ENGEMBANGAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN KE

D

EPAN

... 13

P

ENGUATAN

I

NFRASTRUKTUR DAN

P

ERANAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 16

P

ENGUATAN

I

NFRASTRUKTUR

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 16

P

ENYEMPURNAAN PADA

B

ANK

I

NDONESIA

S

CRIPLESS

S

ECURITIES

S

ETTLEMENT

S

YSTEM

(BI-SSSS)

DI TAHUN

2010 ... 16

P

ENGEMBANGAN

S

ISTEM

BIG-

E

B ... 25

P

ENYEMPURNAAN

SKNBI

MELALUI

P

ENYEMPURNAAN

M

EKANISME

K

LIRING

D

EBET ... 26

T

INGKAT

K

EHANDALAN DAN

K

ETERSEDIAAN

S

ISTEM

BI-RTGS,

BI-SSSS,

SKNBI ... 28

B

USINESS

C

ONTINUITY

P

LAN ... 29

S

TANDAR

N

ASIONAL

K

ARTU

C

HIP

ATM/D

EBET ... 30

S

TANDARDISASI

U

ANG

E

LEKTRONIK

(E-M

ONEY

) ... 31

P

ENGUATAN

K

ELEMBAGAAN

... 33

P

EMBENTUKAN

A

SOSIASI

P

ENYELENGGARA

P

ENGIRIMAN

U

ANG

I

NDONESIA

(APPUI) ... 33

F

ASILITASI

P

EMBENTUKAN

A

SOSIASI

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

I

NDONESIA SEBAGAI

W

UJUD

S

ELF

R

EGULATORY

O

RGANIZATION (SRO)

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 35

D

UKUNGAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN TERHADAP

F

INANCIAL

I

NCLUSION ... 36

P

EMBENTUKAN

W

ORKING

C

OMMITTEE ON

P

AYMENT AND

S

ETTLEMENT

S

YSTEM

(WC-PSS)

DARI

10

B

ANK

S

ENTRAL DI

ASEAN ... 37

P

ENGUATAN

L

AYANAN DAN

I

NSTRUMEN

P

EMBAYARAN

... 38

P

ENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PENGELOLAAN REKENING PEMERINTAH

(

PEMENUHAN

ISO

9001:

2008) ... 38

U

PAYA

M

ENJAGA

K

EPERCAYAAN

M

ASYARAKAT TERHADAP

I

STRUMEN

P

EMBAYARAN

C

EK DAN

/

ATAU

B

ILYET

G

IRO MELALUI

P

ENATAUSAHAAN

D

AFTAR

H

ITAM

N

ASIONAL

(DHN) ... 38

P

ENGUATAN

L

ANDASAN

H

UKUM

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 39

U

PAYA

P

ENYUSUNAN

RUU

T

RANSFER

D

ANA... 39

P

ETA

P

ENYELENGGARAAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN DI

I

NDONESIA ... 45

P

ENINGKATAN

K

EAMANAN DALAM KERANGKA

O

VERSIGHT

S

ISTEM

P

EMBAYARAN

... 50

P

ENGAWASAN

P

ENYELENGGARAAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN OLEH

B

ANK

I

NDONESIA

... 50

P

ENGAWASAN TERHADAP

P

ENYELENGGARAAN

S

ISTEM

BI-RTGS

DAN

BI-SSSS ... 50

P

ENGAWASAN TERHADAP

S

ISTEM

K

LIRING

N

ASIONAL

B

ANK

I

NDONESIA

(SKNBI)... 51

P

ENGAWASAN TERHADAP

A

LAT

P

EMBAYARAN DENGAN

M

ENGGUNAKAN

K

ARTU

(APMK) ... 51

(5)

I

NISIATIF

P

ENGEMBANGAN

S

ISTEM

BI-RTGS

DAN

BI-SSSS

G

ENERASI

II ... 56

P

ENGEMBANGAN

(

PENAMBAHAN

)

S

IKLUS

K

LIRING DAN

S

ETELMEN SECARA PERIODIK

(MULTIPLE

C

YCLES) UNTUK

K

LIRING

K

REDIT

... 59

R

EKOMENDASI

P

ENGEMBANGAN

S

ISTEM

P

EMBAYARAN DAN

S

ETELMEN

ASEAN ... 60

S

TRATEGI

I

MPLEMENTASI

S

TANDAR

N

ASIONAL

K

ARTU

C

HIP ATM/DEBET

... 62

S

TRATEGI

P

ENGEMBANGAN

E-M

ONEY KE DEPAN

... 62

F

INANCIAL

I

NCLUSION ... 62

P

ENGEDARAN

U

ANG

2010 ... 66

P

ENDAHULUAN

... 67

I

SU

S

TRATEGIS DAN

K

EBIJAKAN

M

ENUJU

P

ENINGKATAN

K

UALITAS

U

ANG DAN

K

EHANDALAN

P

ENGEDARAN

U

ANG

68

I

SU

S

TRATEGIS DAN

K

EBIJAKAN

P

ENGEDARAN

U

ANG

... 69

A

RAH

K

EBIJAKAN KE DEPAN

... 70

P

ERKEMBANGAN

P

ENGEDARAN

U

ANG DALAM

M

ENDUKUNG

P

EREKONOMIAN

N

ASIONAL DAN

T

EMUAN

U

ANG

P

ALSU

... 74

P

ERKEMBANGAN

J

UMLAH

U

ANG

K

ARTAL

Y

ANG

D

IEDARKAN

(UYD) ... 74

P

ERKEMBANGAN

A

LIRAN

K

ELUAR DAN

M

ASUK

U

ANG

K

ARTAL

M

ELALUI

BI ... 77

P

OSISI

K

AS

B

ANK

I

NDONESIA

... 80

P

EMUSNAHAN

U

ANG

... 81

P

ERKEMBANGAN

T

EMUAN

U

ANG

P

ALSU

... 82

K

EBIJAKAN

P

ENGEDARAN

U

ANG

T

AHUN

2010 ... 86

K

ETERSEDIAAN

U

ANG

R

UPIAH

Y

ANG

B

ERKUALITAS

... 86

P

ERENCANAAN

K

EBUTUHAN

U

ANG

R

UPIAH ... 86

P

ERENCANAAN DAN

P

ENGADAAN

U

ANG ... 87

P

ENGELUARAN DAN

P

ENGEDARAN

U

ANG

K

ERTAS

P

ECAHAN

R

P

10.000

D

ESAIN

B

ARU ... 90

P

ENGELUARAN DAN

P

ENGEDARAN

U

ANG

L

OGAM

P

ECAHAN

R

P

1.000 ... 91

M

ELANJUTKAN

S

TRATEGI

P

EMUSNAHAN

U

ANG

P

ECAHAN

B

ESAR DALAM RANGKA

C

LEAN

M

ONEY

P

OLICY ... 93

P

ENANGGULANGAN

P

EREDARAN

U

ANG

P

ALSU ... 94

P

ENCABUTAN DAN

P

ENARIKAN

U

ANG

L

OGAM

P

ECAHAN

R

P

25 ... 95

M

ELAKUKAN

K

AJIAN

S

TANDARISASI

U

ANG

R

UPIAH

L

AYAK

E

DAR DALAM RANGKA

P

ENINGKATAN DAN

P

ENGEMBANGAN

K

UALITAS

U

ANG ... 95

M

ELAKUKAN

P

ENGUJIAN DAN

P

EMANTAUAN

K

UALITAS

U

ANG ... 96

P

ENGUJIAN

B

AHAN

U

ANG ... 96

P

ENGUJIAN

K

UALITAS

H

ASIL

C

ETAK

U

ANG ... 96

P

EMANTAUAN

K

UALITAS

U

ANG YANG

B

EREDAR ... 97

M

ENERBITKAN

B

UKU

P

ANDUAN

C

IRI

K

EASLIAN DAN

K

UALITAS

U

ANG

R

UPIAH ... 97

L

AYANAN

K

AS

P

RIMA

... 98

M

ENGOPTIMALKAN

L

AYANAN

K

AS ... 98

M

ENINGKATKAN

L

AYANAN

K

AS

L

UAR

K

ANTOR ... 101

P

ILOT

P

ROJECT

K

ERJASAMA

L

AYANAN

P

ENUKARAN

U

ANG

K

AS

B

ERBASIS

T

ANPA

F

EE ... 102

P

ELAKSANAAN DAN

P

EMANTAUAN

K

EBIJAKAN

S

ETORAN

B

AYARAN

B

ANK ... 102

P

ENYUSUNAN

K

AJIAN TERKAIT DENGAN

P

ENGEMBANGAN

L

AYANAN

K

AS ... 105

P

ENGEMBANGAN

K

OMPETENSI

S

UMBER

D

AYA

M

ANUSIA ... 107

P

ENGEDARAN

U

ANG YANG

A

MAN

,

H

ANDAL

,

DAN

E

FISIEN

... 108

M

ELAKSANAKAN

P

ENGIRIMAN

U

ANG ... 108

M

ENGELOLA

P

ERSEDIAAN

U

ANG

K

ARTAL SEBAGAI

I

RON

S

TOCK

N

ASIONAL DAN

K

AS

B

ESAR

T

ITIPAN ... 108

M

ENGOPTIMALKAN

K

INERJA

S

ARANA

P

ENGOLAHAN

U

ANG ... 109

M

ELAKUKAN

P

ENGEMBANGAN

S

ISTEM

I

NFORMASI ... 109

(6)

P

ECAHAN YANG

T

ELAH

H

ABIS

M

ASA

P

ENUKARANNYA

... 118

P

ENILAIAN

K

INERJA

BI

DALAM

P

ELAKSANAAN

T

UGAS DI

B

IDANG

P

ENGEDARAN

U

ANG

... 121

S

URVEI

K

EPUASAN

T

ERHADAP

K

ETERSEDIAAN

U

ANG

L

AYAK

E

DAR

... 121

S

URVEI

K

EPUASAN

P

ERBANKAN ATAS

L

AYANAN

K

AS DI

K

ANTOR

P

USAT

B

ANK

I

NDONESIA

... 122

S

URVEI

I

NTEGRITAS

S

EKTOR

P

UBLIK

T

AHUN

2010

OLEH

K

OMISI

P

EMBERANTASAN

K

ORUPSI

(KPK) ... 123

A

RAH

K

EBIJAKAN DAN

R

ENCANA

P

ENGEMBANGAN

B

IDANG

P

ENGEDARAN

U

ANG

-

2011 ... 125

P

ENINGKATAN

K

UALITAS

U

ANG DI

M

ASYARAKAT DAN

P

EMENUHAN

P

ERMINTAAN

U

ANG

... 127

P

ENINGKATAN

E

FEKTIVITAS

O

PERASIONAL

K

AS DI

BI

DAN

P

ERBANKAN

... 128

L

AYANAN

K

AS

P

RIMA YANG YANG BERSIFAT

C

USTOMER

O

RIENTED ... 129

P

ENGEMBANGAN

L

AYANAN

K

AS

BI

DENGAN

M

ENGIKUTSERTAKAN

P

ERAN

P

ERBANKAN DAN

I

NSTANSI

T

ERKAIT

... 129

P

EMENUHAN

U

ANG

R

UPIAH DI

D

AERAH

T

ERPENCIL DAN

T

ERDEPAN

NKRI... 129

P

ENGEMBANGAN

P

ILOT

P

ROJECT

K

ERJASAMA

P

ENUKARAN

U

ANG

P

ECAHAN

K

ECIL ... 130

G

AMBAR

U

ANG

P

ECAHAN

R

P

10.000

T

AHUN

E

MISI

2005

D

ESAIN

B

ARU

... 135

(7)

ARTIKEL DAN LAMPIRAN

Tabel 1.

ARTIKEL

Artikel 1.

Perbandingan Setelmen pada Sistem RTGS secara Gross dan melalui Mekanisme Offsetting (Simulasi Efisiensi Penggunaan Likuiditas dari Mekanisme Bilateral Offsetting)

132

Artikel 2.

Simulasi Mekanisme Penghemat Likuiditas (Offsetting) pada Sistem RTGS

(Contoh: Bagaimana Mekanisme Bilateral Offsetting dapat Meningkatkan Resilience dari Sistem RTGS terhadap Liquidity Shock pada Sistem RTGS (System Liquidity Shock))

133

Artikel 3.

Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp10.000 Desain Baru 134

Artikel 4.

Pengeluaran dan Pengedaran Uang Logam Pecahan Rp1.000

136

LAMPIRAN

(8)
(9)

Halaman 2

Ringkasan

Eksekutif

Sekilas Perkembangan Sistem Pembayaraan

Kondisi Perekonomian 2010

Dalam kondisi perekonomian dan pasar keuangan global yang dinamis dan penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2010 mencapai 6,1%1. Hal positif dari pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 ini adalah

bahwa meskipun faktor pendorong utama

pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik, namun kontribusi investasi dan ekspor juga

menunjukkan peningkatan di tahun 2010.

Menguatnya konsumsi dan investasi mendorong laju impor yang meningkat, namun demikian ekspor

Indonesia dapat mengimbanginya, sehingga

pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2010 dapat meningkat dibanding tahun sebelumnya.

Meningkatnya kegiatan ekonomi selama 2010 juga ditopang oleh kinerja sektor perbankan yang baik. Hal

ini dapat terlihat dari meningkatnya fungsi

intermediasi dan terjaganya stabilitas sistem keuangan. Meningkatnya fungsi intermediasi perbankan dan

1 Sumber : Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id)

terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin dari ekspansi kredit perbankan yang meningkat, rasio kredit bermasalah yang tetap terjaga rendah, rasio kecukupan modal bank yang cukup tinggi dan didukung dengan ketersediaan likuiditas yang memadai.

Likuiditas perbankan yang cukup memadai perlu diarahkan agar likuiditas tersebut dapat tersalurkan untuk membiayai sektor usaha produktif dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini perlu menjadi concern semua pihak baik otoritas moneter maupun otoritas fiskal karena meskipun dalam kondisi likuiditas perbankan yang berlebih, peran perbankan dalam pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya optimal. Hal ini dapat dilihat dari rasio kredit perbankan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun 2010 hanya sekitar 26,1%, sedikit meningkat dari tahun 2009 yang hanya sekitar 25,7%. Dalam kaitan ini, sektor perbankan dapat mencari peluang yang cukup potensial sebagai motor perekonomian, yaitu di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sektor UMKM merupakan sektor yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pembangunan ekonomi yang berkesinambungan dalam rangka mendukung upaya financial inclusion bagi masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan perbankan di Indonesia, agar upaya pemerataan

kesejahteraan masyarakat dan peningkatan

pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat selalu tercapai.

Era Integrasi Ekonomi melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN

Tantangan ke depan dari perekonomian Indonesia adalah mengahadapi perekonomian dunia yang semakin terbuka. Era integrasi ekonomi regional menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 semakin dekat. Hal ini tentunya menuntut seluruh sektor ekonomi dan perbankan memiliki kemampuan bersaing agar dapat tetap tumbuh dengan sehat. Selain itu untuk mempersiapkan diri di era integrasi ekonomi serta lebih mendorong dan

(10)

Halaman 3

memfasilitasi kebutuhan lalu lintas transaksi

perbankan dan perekonomian nasional, kebijakan pengembangan sistem pembayaran yang efisien, aman dan handal merupakan hal yang sangat penting peranannya.

Pembentukan MEA diharapkan dapat membawa ASEAN menuju pasar tunggal dan menjadi satu basis produksi kawasan ekonomi yang berdaya saing, disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang merata dan peningkatan kemampuan untuk menghadapi

persaingan dalam perekonomian global.

Pembentukan MEA dilakukan melalui 4 (empat) kerangka strategis, yaitu pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata, dan kawasan yang terintegrasi dengan perekonomian global. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh suatu perluasan pasar melalui integrasi regional untuk mencapai skala ekonomis yang optimal.

Dalam menghadapi pembentukan pasar tunggal dan kesatuan basis produksi ASEAN, diperlukan penguatan sistem pembayaran dan setelmen nasional agar dapat mengakomodasi kebutuhan perekonomian dalam negeri dan meningkatnya transaksi ekonomi antar negara ASEAN. Di sisi lain, perlu diupayakan kesiapan sistem pembayaran dan settlement nasional untuk menghadapi persaingan dari sistem pembayaran dan setelmen negara ASEAN lainnya. Selain itu, sistem pembayaran dan settlement nasional juga perlu

dipersiapkan terhadap kemungkinan adanya

kebutuhan sinergi dengan sistem pembayaran dan setelmen negara lain dalam bentuk interlink dan interopability.

Perkembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 memberikan

dampak terhadap peningkatan kegiatan

perekonomian Indonesia selama tahun tersebut. Kegiatan ekonomi yang paling dominan meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi swasta domestik, meskipun sebagaimana telah diulas

sebelumnya, kegiatan investasi dan perdagangan internasional (net ekspor) juga memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut.

Kegiatan ekonomi selama tahun 2010 tentunya sangat berpengaruh pada aktivitas sistem pembayaran. Nilai

transaksi transfer dana yang melalui sistem

pembayaran selama periode laporan meningkat dibanding tahun sebelumnya. Untuk nilai transaksi pembayaran selama tahun 2010 mencapai 58,05 ribu triliun atau meningkat 27,8% dibandingkan tahun 2009. Sementara itu volume transaksi pembayaran mencapai 2,14 miliar transaksi atau meningkat 15,46%.

Dinamika perkembangan teknologi informasi

memberikan dampak positif pada terciptanya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran. Hal ini tentunya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat pengguna. Namun demikian, diperlukan suatu kebijakan dari Bank Indonesia untuk selalu menjaga dan meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran dengan tetap memperhatikan

pemenuhan aspek perlindungan konsumen.

Penguatan dari sisi infrastruktur menjadi fokus utama dalam pengembangan sistem pembayaran di tahun 2010. Persiapan mengahadapi era integrasi ekonomi di kawasan ASEAN melalui MEA terus dilakukan dan menjadi faktor utama dalam penguatan infrastruktur sistem pembayaran, baik sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun oleh pihak di luar Bank Indonesia.

Selama periode laporan, kebijakan penguatan infrastruktur untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi sistem pembayaran ditempuh oleh Bank

Indonesia dengan melakukan beberapa

pengembangan, antara lain pengembangan

mekanisme Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), enhancement Sistem Kliring

(11)

Halaman 4

Nasional Bank Indonesia (SKNBI) melalui

penyempurnaan implementasi close to real time, Failure to Settle (FtS) pada mekanisme kliring debet dan persiapan penyusunan standar nasional untuk

kartu ATM/Debet berbasis chip, dan inisiasi

penyusunan standar nasional uang elektronik.

Selain kebijakan penguatan infrastruktur, pemenuhan aspek perlindungan konsumen juga merupakan concern Bank Indonesia. Hal ini dapat terlihat dengan telah diselesaikannya penyusunan Rancangan Undang-Undang Transfer Dana yang akan memberikan kepastian, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam melakukan transaksi transfer dana. Selanjutnya dalam rangka memperkuat kelembagaan industri sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia telah memfasilitasi pelaku industri sistem pembayaran dalam pendirian Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)

dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang

Indonesia (APPUI). ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam menciptakan industri sistem pembayaran yang semakin handal.

Dari sisi pengawasan sistem pembayaran, pada periode laporan telah dilakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan sistem pembayaran. Obyek

pengawasan dalam sistem pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment Systems (SIPS) maupun yang non

SIPS. Ulasan mengenai pengawasan sistem

pembayaran ini akan diuraikan pada Bab Peningkatan

Keamanan dalam Kerangka Oversight Sistem

Pembayaran.

Untuk satu tahun ke depan, kebijakan dan arah pengembangan sistem pembayaran akan tetap difokuskan pada upaya penataan infrastruktur sistem pembayaran dalam rangka meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran, antara lain melalui penataan infrastruktur sistem pembayaran, pengembangan infrastruktur baru, enhancement sistem yang telah ada, serta penyusunan dan

penyesuaian ketentuan terkait sistem pembayaran. Hal tersebut sangat penting agar kelancaran sistem pembayaran sebagai urat nadi perekonomian dapat terus terjaga.

Sekilas Perkembangan Pengedaran Uang

Perekonomian Indonesia selama tahun 2010

menunjukkan daya tahan yang cukup baik dalam menghadapi dampak perekonomian global yang masih belum stabil. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi 6,1% (yoy) pada periode tersebut dan tingkat inflasi 7,0% (yoy). Sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia tersebut serta masih adanya kecenderungan preferensi

masyarakat menggunakan uang kartal untuk

keperluan transaksi ekonomi, kebutuhan uang kartal

pada tahun 2010 menunjukkan kenaikan

dibandingkan tahun sebelumnya.

Di tengah pemulihan ekonomi pasca krisis tahun 2008/2009 dan tekanan inflasi yang meningkat sepanjang tahun 2010, penggunaan uang kartal oleh masyarakat menunjukkan peningkatan sebagaimana tercermin pada meningkatnya berbagai indikator pengedaran uang antara lain jumlah uang beredar (UYD) dan net aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (net outflow). Pada tahun 2010, pertumbuhan UYD rata-rata mencapai 12,1% yaitu dari Rp244,4 triliun menjadi Rp274,0 triliun, atau meningkat dari pertumbuhan UYD rata-rata tahun 2009 yang hanya sebesar 10,7%. Meskipun pertumbuhannya meningkat dibanding tahun 2009, laju pertumbuhan rata-rata UYD pada tahun 2010 tersebut masih dibawah angka historis sebelum krisis (2005-2008) yang berkisar antara 13,5% sampai 26,3%.

Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010

diarahkan pada upaya untuk meningkatkan

kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan kualitas uang, yang meliputi pemenuhan uang, optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan

(12)

Halaman 5

pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah termasuk di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, 2) layanan kas prima, dan 3) pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien.

Penanganan peningkatan kebutuhan uang kartal secara signifikan menjelang hari raya keagamaan dan tahun baru senantiasa menjadi isu strategis dalam

kegiatan pengedaran uang setiap tahunnya.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2010, kebutuhan uang kartal pada periode ramadhan dan menjelang tahun baru menunjukkan kenaikan. Menjelang periode lebaran 2010, yaitu pada awal ramadhan sampai dengan hari H-1 lebaran, jumlah UYD meningkat sebesar Rp44,6 triliun atau meningkat sebesar 14,2% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp39,2 triliun. Demikian pula selama periode Natal dan menjelang Tahun Baru, (sepanjang bulan Desember 2010) jumlah UYD mengalami kenaikan dari sebesar Rp21,6 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp28,7 triliun.

Terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang, pada tahun 2010 Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas pecahan Rp10.000 desain baru dan uang logam pecahan Rp1.000. Selain itu, upaya penanggulangan uang palsu tetap dilakukan baik secara preventif melalui berbagai sosialisasi dan edukasi keaslian uang Rupiah maupun secara represif melalui kerjasama dengan POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu dan saksi ahli.

Perilaku masyarakat untuk menyimpan uang logam (hoarding) menyebabkan perputaran uang logam di masyarakat maupun tingkat pengembalian uang logam ke perbankan dan Bank Indonesia menjadi

terhambat. Untuk mengoptimalkan

pengedaran/perputaran uang logam di masyarakat

dan sebagai upaya perwujudan perlindungan

konsumen, pada tanggal 31 Juli 2010 Bank Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan Republik Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

(APRINDO), menandatangani Memorandum of

Understanding atau Nota Kesepakatan tentang

rakan Peduli Koin

Ke depan, kebutuhan uang kartal diperkirakan masih akan meningkat sejalan dengan proyeksi pertumbuhan perekonomian sebesar 6,0-6,5% pada tahun 2011. Proyeksi jumlah uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow) pada tahun 2011 diperkirakan meningkat 9%

dibandingkan tahun 2010, dengan perkiraan

tambahan uang kartal yang beredar sekitar 15%. Mempertimbangkan potensi peningkatan kegiatan pengedaran uang tersebut, prioritas arah kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang tersusun dalam tiga rancangan kebijakan yaitu 1) peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) peningkatan efektivitas operasional kas di Bank Indonesia dan perbankan; serta 3) pengembangan layanan kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi terkait.

Penerapan kebijakan dalam mewujudkan peningkatan kualitas uang yang beredar antara lain dengan mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang kertas melalui up grading desain uang kertas pecahan besar. Selain itu dalam rangka penanggulangan uang palsu secara represif, pada tahun 2011 Bank Indonesia dan Kepolisian akan bekerjasama untuk membentuk

satuan tugas (satgas) penanggulangan dan

(13)

Halaman 6

Strategi untuk meningkatkan efektivitas operasional kas di Bank Indonesia ke depan dilakukan antara lain dengan menyempurnakan sistem dan prosedur

layanan kas yang bersifat dan

pengembangan sistem informasi layanan kas.

Sementara itu pengembangan layanan kas diarahkan pada peningkatan kegiatan kas keliling dan kas titipan di daerah terpencil dan terdepan NKRI.

(14)

Halaman 7

Sistem Pembayaran

2010

(15)

Halaman 8

(16)

Halaman 9

Pendahuluan

Perekonomian Indonesia yang menganut paham perekonomian terbuka mengakibatkan kontribusi negara atau kawasan lain secara tidak langsung juga berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Realitas yang paling kentara adalah kejadian krisis keuangan 2008 lalu. Kasus subprime mortgage di Amerika

Serikat ternyata berdampak signifikan pada

perekonomian di Indonesia dan banyak negara lainnya.

Fenomena lain adalah keluar masuknya arus modal asing di Indonesia. Terlebih dengan era devisa bebas, pasar modal dan pasar uang dengan mudah dimasuki dana asing. Begitu ada sentimen dengan cepat terjadi perpindahan dana dalam jumlah besar. Dua kasus di atas menggambarkan saling keterhubungan ekonomi yang semakin tanpa batas.

Di sisi kelembagaan juga muncul kesepakatan-kesepakatan untuk membentuk ekonomi kawasan seperti rencana penerapan Asean Free Trade Area (AFTA), dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam skala dunia pengaturan tata niaga yang diatur oleh World Trade Organization (WTO) juga telah

mendorong terjadinya integrasi pasar kawasan bahkan dunia.

Aturan main pun didesain untuk menghilangkan batas atau restriksi untuk memproteksi ekonomi masing-masing negara. Ini merupakan keniscayaan yang harus dihadapi semua negara termasuk Indonesia. Apabila dicermati, tiap-tiap negara mulai menyusun strategi guna menghadapi era integrasi ekonomi yang salah

satunya dengan mempersiapkan infrastruktur

keuangan dan sistem pembayaran. Di sisi infrastruktur keuangan mulai terlihat tren mendorong perbankan untuk menjadi global player. Negara yang memiliki struktur perbankan kuat mulai mendirikan cabang di negara lain.

Sementara itu, di sisi infrastruktur pembayaran juga mulai ditata ke arah integrasi untuk menopang kegiatan ekonomi lintas batas. Transaksi tersebut, baik dilandasi oleh kegiatan bisnis riil maupun untuk transaksi jual beli surat berharga menyiratkan kebutuhan sarana standardisasi platform pembayaran yang mulai bisa disepakati di banyak negara.

Kebutuhan tersebut telah ditangkap oleh industri pembayaran. Mereka berlomba-lomba menawarkan fasilitas yang memudahkan nasabahnya melakukan aktivitas ekonomi antarnegara. Berbagai mekanisme diciptakan, seperti pemenuhan kebutuhan kliring valuta asing antar bank yang memunculkan lembaga yang bertindak sebagai penyelenggara kliring dan setelmen, penyedia jaringan, standard message yang disepakati dan aspek terkait lainnya. Di sisi retail muncul penyelenggara kliring internasional dengan masing-masing standar yang dikembangkan.

Komponen Sistem Pembayaran

Menilik sesaat sistem pembayaran, akan tergambar

jelas suatu mekanisme yang mengkoneksikan

komponen sistem pembayaran satu dengan yang lain. Tujuannya adalah pasti, sebagai syarat agar dapat melakukan perpindahan dana secara lebih cepat dan efisien. Bermula dari kebutuhan untuk melakukan

(17)

Halaman 10

perpindahan dana secara cepat, efisien dan aman,

maka timbul inovasi-inovasi teknologi sistem

pembayaran.

Bicara mengenai sistem pembayaran tak lepas dari adanya payung hukum, mekanisme dan prosedur kebijakan, inovasi infrastruktur pembayaran, dan instrumen pembayaran serta kelembagaan. Seluruh komponen tersebut tak hanya saling berinteraksi namun juga saling melindungi dan melengkapi satu sama lain demi kelancaran sistem pembayaran. Sudah barang tentu hal-hal yang menjadi ruang lingkup sistem pembayaran menjadi concern bank sentral dalam mengambil setiap kebijakan dan menetapkan suatu ketentuan.

Di sisi legal, di bawah payung hukum yang bernama Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank Indonesia mulai mengemban mandat dan tugas yang salah satunya adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dengan landasan hukum inilah bank sentral secara tegas mengatur dan memperhatikan perkembangan setiap lingkup dari segala sisi sistem pembayaran.

Payung hukum itu pasti, untuk melindungi dan mengatur setiap kegiatan yang berkembang dalam sistem pembayaran. Namun landasan hukum tidaklah cukup jika tidak disertai dengan komponen prosedur atau kebijakan yang selalu berjalan beriringan. Suatu fondasi yang kokoh kita ibaratkan dengan kebijakan yang comply pada ketentuan. Kebijakan-kebijakan inilah yang pada akhirnya mampu menyelaraskan langkah dengan derap kemajuan dan perkembangan sistem pembayaran.

Di sisi infrastruktur, perkembangan sistem pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi. Bahkan ukuran kemajuan ekonomi suatu negara sering diidentikkan dengan kemajuan infrastruktur sistem pembayarannya.

Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah

melahirkan pola pemikiran baru yang turut

berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dengan mobilitas dan konsumsi tinggi, maka inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat. Semakin memberikan kemudahan dan semakin tiada batas. Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan sistem pembayaran.

Berkaca pada kondisi tersebut, sistem pembayaran di Indonesia pun mengarah pada upaya penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan teknologi informasi. Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem pembayarannya. Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan setelmen transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) juga terus berupaya memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar

selalu efisien, aman dan sejalan dengan

perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.

Di sisi instrumen pembayaran, masyarakat pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran. Uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun instrumen pembayaran berbasis kertas (paper based) dan juga card based serta electronic based juga tak kalah menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi

masyarakat dalam melakukan transaksi. Tren

pergeseran dari penggunaan paper based instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based

(18)

Halaman 11

dan electronic based instrument terlihat dari semakin

terbiasanya masyarakat menggunakan alat

pembayaran seperti kartu kredit, kartu ATM/Debet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), Scripless Securities Settlement System (SSSS), pembayaran melalui saluran internet banking, mobile payment dan fitur-fitur turunan lainnya. Walaupun tak dapat dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau lebih nyaman menggunakan cek/Bilyet Giro (BG).

Kondisi tersebut dapat dilihat dari statistik

perkembangan penggunaan instrumen pembayaran yang tercatat di Bank Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perkembangan Volume Transaksi Sistem Pembayaran

VOLUME (Juta Transaksi) 2009 2010 YoY RTGS 11.40 14.00 22.8% 0.079 0.081 2.5% 0.694 0.841 21.2% 9.349 11.554 23.6% 0.052 0.060 16.4% 0.119 0.134 12.2% 0.101 0.097 -3.9% 1.005 1.228 22.2% KLIRING 83.14 89.89 8.1% 39.70 39.98 0.7% Cek 2.87 2.96 3.2% BG 36.04 36.35 0.9%

Instrumen debet lainnya 0.86 0.89 3.9% 43.44 49.91 14.9% 1,761.22 2,037.65 15.6% 1,561.16 1,812.08 16.1% 182.62 199.04 9.0% 17.44 26.54 52.2%

Total Transaksi Pembayaran 1,855.76 2,141.54 15.4%

K.Kredit E-Money Lain-Lain Debet

Kredit

APMK & Uang Elektronik

K.Account based Pengelolaan Moneter Transaksi Pemerintah Transfer Masyarakat Setelmen Pasar Modal Valas Antar Bank PUAB

Tabel 2. Perkembangan Nilai Transaksi Sistem Pembayaran

NILAI (RP Triliun) 2009 2010 YoY RTGS 42,888.88 54,169.75 26.3%

Pengelolaan Moneter 17,082.16 23,106.06 35.3%

Transaksi Pemerintah 1,826.95 2,513.62 37.6% Transfer Masyarakat 8,182.63 10,558.63 29.0% Setelmen Pasar Modal 1,647.25 2,362.95 43.4%

Valas Antar Bank 2,672.54 3,290.65 23.1%

PUAB 4,431.07 4,723.59 6.6% Lain-Lain 7,046.28 7,614.24 8.1% KLIRING 1,562.98 1,715.93 9.8% Debet 1,131.57 1,228.20 8.5% Cek 130.34 159.54 22.4% BG 1,001.25 1,068.39 6.7%

Instrumen debet lainnya 0.34 0.35 2.6%

Kredit 431.41 487.73 13.1%

APMK & Uang Elektronik 1,948.71 2,165.76 11.1%

K.Account based 1,811.50 2,001.85 10.5%

K.Kredit 136.69 163.21 19.4%

E-Money 0.52 0.69 33.6%

Total Transaksi Pembayaran 46,400.57 58,051.44 27.8%

Sementara itu di sisi kelembagaan, Bank Indonesia juga mendorong penguatan struktur kelembagaan industri sistem pembayaran agar sistem pembayaran ke depan lebih responsif dalam mendukung tuntutan kebutuhan di masa depan.

Strategi Pengembangan Sistem Pembayaran Setiap perkembangan sistem pembayaran di Indonesia tidaklah terlepas dari koridor prinsip pengembangan yang menjadi acuan di setiap bank sentral di seluruh dunia. Keamanan dan efisiensi adalah dua hal terpenting yang harus menjadi acuan dasar pengembangan. Yang tak kalah pentingnya juga prinsip kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Dengan mengedepankan prinsip pengembangan sistem pembayaran, pada periode laporan, Bank

Indonesia telah melakukan inisiasi dengan

memfasilitasi industri dalam mengembangkan sistem pembayaran. Penguatan dari sisi infrastruktur dan pengembangan sistem menjadi fokus utama dalam

strategi pengembangan pada 2010. Upaya

menghadapi rencana integrasi ekonomi global di kawasan ASEAN pada tahun 2015 (MEA) menjadi faktor pendorong penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem yang bernilai besar sampai kepada ritel.

Penguatan infrastruktur tersebut tercermin pada periode laporan, dimana Bank Indonesia sebagai

penyelenggara sistem pembayaran mulai

mengoperasikan layanan setelmen Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS). Layanan penyelesaian setelmen dari transaksi jual beli valuta asing khususnya United States Dollar (USD) terhadap Indonesian Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk menghindari terjadinya risiko kegagalan setelmen pada saat pertukaran nilai uang dilakukan.

Selain itu dengan kecenderungan transaksi

pembayaran ke depan yang semakin tiada batas (borderless) sudah barang tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para

(19)

Halaman 12

pelaku ekonomi, antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA maupun kerjasama regional lainnya.

Selain PvP, penguatan infrastruktur lainnya yang digagas oleh Bank Indonesia adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia (Sistem BI-RTGS). Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan setelmen dana dan surat berharga berikut infrastruktur dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank Indonesia kepada stakeholders terkait.

Tak ketinggalan di sisi ritel, penguatan infrastruktur

pun digagas oleh Bank Indonesia sebagai

penyelenggara sistem pembayaran. Penyempurnaan SKNBI dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip no money no game pada proses penghitungan kliring debet yang baru, menuntut bank untuk selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya. Hal ini mendorong bank peserta kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara lebih baik dan efisien.

Masih di sisi pembayaran ritel, penguatan

insfrastruktur juga dilakukan Bank Indonesia dalam

memfasilitasi industri pembayaran ritel agar

menciptakan interoperability antar sistem yang digunakan demi terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Diawali

dengan isu keamanan bertransaksi dalam

menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan

teknologi chip pada kartu ATM/Debet diyakini dapat meminimalkan timbulnya kejahatan fraud pada kartu ATM/Debet. Selain itu, interoperability antar sistem

juga diciptakan pada penyelenggaraan uang

elektronik. Dengan semakin maraknya penggunaan uang elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai Rp693,5 milyar, maka interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang elektronik berbasis chip yang multipurpose. Multipurpose yang artinya satu kartu dapat digunakan untuk melakukan transaksi di berbagai toko atau penyedia barang dan jasa.

Di samping penguatan di sisi infrastruktur, selama periode laporan, Bank Indonesia juga memperkuat kelembagaan industri pembayaran. Bank Indonesia telah memfasilitasi seluruh komponen industri pembayaran dengan mendirikan Asosiasi Sistem

Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi

Penyelenggara Pengiriman Uang (APPUI). ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam mendorong kondisi dan perilaku pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI tersebut juga diharapkan dapat menjadi motor penggerak dan pendukung utama kebijakan penataan infrastruktur sistem pembayaran di Indonesia yang digulirkan Bank Indonesia.

Tak ketinggalan dan tak kalah pentingnya, penguatan berbagai komponen sistem pembayaran harus

memperhatikan aspek perlindungan konsumen.

Implementasi penyelenggaraan perlindungan

konsumen yang telah memasuki tahun ke-9 sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, secara umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya oleh konsumen yang merupakan bagian dari masyarakat, khususnya manakala melakukan kegiatan transfer dana. Maka dari itu, Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran menggarap serius Rancangan Undang-Undang Transfer Dana (RUU Transfer Dana) yang diajukan oleh Pemerintah sebagai bentuk landasan dan perlindungan hukum yang setara bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana termasuk kegiatan transfer dana antara penyelenggara dengan nasabahnya. Diharapkan nantinya dengan lahirnya RUU Transfer Dana,

(20)

Halaman 13

masyarakat dapat dengan nyaman dan aman melakukan setiap aktivitas transfer dana yang kian hari kian meningkat. Nilai dan volume transaksi transfer dana di seluruh sistem pembayaran meningkat dibanding tahun sebelumnya masing-masing sebesar 27,8% (dari Rp46,4 ribu triliun menjadi Rp58,1 ribu triliun) dan 15,4% (dari 1,9 miliar menjadi 2,1 miliar transaksi).

Bank Indonesia sebagai bagian dari Tim Pemerintah dan bertindak sebagai narasumber, sampai dengan akhir 2010 telah menyusun RUU Transfer Dana dan sudah dalam tahap finalisasi.

Dengan kompleksnya kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran, bank sentral sebagai otoritas sistem pembayaran sangat berkepentingan untuk memastikan agar berbagai pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan sistem pembayaran dapat bersinergi dan melaksanakan peran masing-masing secara harmonis.

Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan

Berdasarkan pencapaian selama 2010, ke depan Bank

Indonesia tetap melanjutkan kebijakan yang

difokuskan pada penataan infrastruktur sistem pembayaran guna menyongsong era integrasi ekonomi dunia dan perluasan akses masyarakat terhadap layanan sistem pembayaran dan keuangan secara umum.

Di sisi sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank

Indonesia, Bank Indonesia akan melanjutkan

pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Generasi II, modul direct debet pada SKNBI dan penambahan siklus setelmen hasil kliring kredit di SKNBI. Sementara itu, kebijakan di sisi sistem pembayaran ritel masih akan difokuskan pada standardisasi uang elektronik, penerapan standar pada penyelenggaraan kartu ATM/Debet dan inisiasi pembentukan National Payment Gateway (NPG).

Di sisi kelembagaan akan difokuskan pada penguatan fungsi ASPI sebagai Self Regulatory Organization Sistem Pembayaran. ASPI bersifat independen dan profesional, dalam hal ini setiap kebijakan teknis industri secara bertahap akan diatur sendiri dengan tetap mengacu pada koridor umum kebijakan sistem pembayaran yang dikeluarkan Bank Indonesia. ASPI yang beranggotakan seluruh komponen pelaku sistem pembayaran diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam mendorong kondisi dan perilaku pasar yang kompetitif.

Sementara itu, pesatnya perkembangan industri keuangan masih menyisakan sebagian masyarakat yang belum dapat memperoleh layanan jasa dan produk keuangan yang paling dasar yang harus dimiliki setiap negara antara lain layanan simpanan, kredit, dan sistem pembayaran. Akses terhadap layanan jasa dan produk keuangan tersebut adalah salah satu persyaratan yang harus dimiliki masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan secara umum dan menjadi alat dalam menunjang kehidupan yang lebih baik.

Untuk itu diperlukan peningkatan akses terhadap layanan jasa keuangan agar masyarakat dan pelaku ekonomi dapat melakukan berbagai kegiatan salah satunya akses kepada sistem pembayaran secara efisien, cepat, aman, handal dan melindungi kepentingan masyarakat. Penyelenggara layanan jasa keuangan dalam sistem pembayaran di luar Bank Indonesia saat ini adalah lembaga perbankan dan lembaga non bank, dimana perbankan masih memegang porsi penyelenggaraan terbesar. Meski demikian, akses masyarakat yang rendah terhadap lembaga perbankan yang terkorelasi terhadap rendahnya akses kepada layanan jasa keuangan sistem pembayaran merupakan salah satu hambatan terbesar untuk akses tersebut. Namun di satu sisi, penyelenggara non bank mempunyai akses yang lebih luas kepada masyarakat dibandingkan lembaga perbankan.

(21)

Halaman 14

Melihat potensi penyelenggara sistem pembayaran non bank dirasa lebih luas, maka upaya peningkatan akses dapat dilakukan dengan memperhatikan keberadaan penyelenggara non bank yang selama ini melayani kebutuhan masyarakat. Dengan melihat keterbatasan lembaga-lembaga non bank tersebut, program keuangan inklusif di Indonesia perlu

menekankan pentingnya peningkatan jalinan

kemitraan antara penyelenggara perbankan dan penyelenggara non bank dengan tentu saja tanpa mengindahkan prinsip perlindungan konsumen yang akan dikuatkan dengan pengesahan RUU Transfer Dana pada tahun depan.

Semua itu merupakan tantangan baik bagi Bank Indonesia maupun industri untuk menemukan suatu formula yang tepat sehingga Bank Indonesia dapat lebih fokus pada kebijakan dan ketentuan yang sifatnya makro dan industri secara kolektif bisa mengatur diri sendiri dengan menerbitkan sejumlah aturan yang bersifat teknis misalnya standardisasi teknologi yang digunakan dan market conduct. Pada akhirnya, semua kepentingan masyarakat luas akan alat bayar yang aman dan nyaman terpenuhi dengan baik.

Selanjutnya informasi secara komprehensif mengenai

perkembangan sistem pembayaran, penguatan

infrastruktur, kelembagaan, landasan hukum

kebijakan yang telah ditempuh selama periode laporan, dan pengawasan yang telah dilakukan serta arah pengembangan sistem pembayaran di tahun mendatang akan diulas lebih jauh pada bab-bab berikutnya.

(22)

Halaman 15

Penguatan Infrastruktur dan

Peranan Sistem Pembayaran

(23)

Halaman 16

Penguatan

Infrastruktur dan

Peranan Sistem

Pembayaran

Sebagai suatu infrastruktur sistem keuangan yang penting, sistem pembayaran merupakan salah satu

faktor yang dapat mendukung kegiatan

perekonomian. Bahkan ukuran kemajuan ekonomi suatu negara sering diidentikkan dengan kemajuan infrastruktur sistem pembayarannya.

Berkaca pada kondisi tersebut, sistem pembayaran di Indonesia pun mengarah pada upaya modernisasi infrastruktur dengan bertopang pada kemajuan teknologi informasi. Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun lembaga selain bank mulai melakukan elektronisasi sistem pembayarannya. Ke depan, diharapkan penataan infrastruktur nantinya mampu menyelaraskan antara kebutuhan permintaan dengan penawaran dan pada akhirnya mampu mendukung kegiatan ekonomi secara efisien serta memperkuat posisi tawar industri sistem pembayaran nasional dalam kancah persaingan di era integrasi perekonomian global.

Penguatan Infrastruktur Sistem Pembayaran

Penyempurnaan pada Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) di tahun 2010

Sebagai otoritas yang bertugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia selalu berupaya meningkatkan sistem pembayaran nasional yang handal, aman, cepat, dan efisien sehingga dapat

mendukung seluruh kegiatan ekonomi serta

memenuhi kebutuhan seluruh stakeholders seperti perbankan, pemerintah, lembaga keuangan non-bank, dan masyarakat pada umumnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada stakeholders, Bank Indonesia terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem pembayaran dan setelmen yang diselenggarakannya, salah satunya melalui penyatuan penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia mulai akhir tahun 2009 dan resmi diberlakukan pada tanggal 1 Februari 2010. Penyatuan tersebut

dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi

penyelenggaraan kegiatan setelmen dana dan surat berharga berikut infrastruktur dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank Indonesia kepada stakeholders terkait.

BI-SSSS yang diimplementasikan mulai tahun 2004 merupakan sarana untuk transaksi serta sarana untuk penatausahaan surat berharga dan instrumen operasi moneter dari Bank Indonesia. Untuk sarana bertransaksi antara peserta BI-SSSS dengan Bank Indonesia, BI-SSSS digunakan antara lain dalam penyelenggaraan lelang Surat Berharga Negara (SBN), Operasi Pasar Terbuka (OPT) secara lelang dan non lelang, dan untuk pengajuan fasilitas pendanaan kepada Bank Indonesia untuk kelancaran penyelesaian transaksi pembayaran bank peserta BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS di Sistem BI-RTGS dan SKNBI.

(24)

Halaman 17

Surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS terdiri dari:

1. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS); 2. surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah,

seperti Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Selain itu, BI-SSSS menatausahakan:

1. instrumen moneter lainnya untuk OPT seperti instrumen tanpa underlying surat berharga (term deposit);

2. penempatan dana bank overnight di Bank Indonesia (deposit facility);

3. fasilitas pinjaman overnight dari Bank Indonesia (lending facility);

4. fasilitas pendanaan Bank Indonesia kepada bank yaitu Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI).

Adapun penyediaan FLI dilakukan dalam rangka

menunjang kelancaran setelmen di dalam

penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI.

Sampai dengan akhir 2010, tercatat transaksi BI-SSSS sebesar Rp13,2 triliun dengan volume sebesar 106,2 ribu transaksi yang berasal dari 176 peserta, yang meliputi perbankan dan badan usaha non bank.

-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 -500.00 1,000.00 1,500.00 2,000.00 2,500.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2010 V ol um e N ila i T ra ns ak si ( R p Tr ily un)

Nilai (Rp Trilyun) Volume

Grafik Perkembangan transaksi BI-SSSS

2% 6% 9% 31% 15% 15% 4% 9% 9%

Peserta BI-SSSS

Bank Pemerintah Bank Asing Bank Campuran Bank Swasta Bank Pembangunan Daerah Bank Syariah UUS

Bank Indonesia Peserta Non Bank

Grafik Peserta BI-SSSS

BI-SSSS sebagai sarana setelmen sisi surat berharga dan instrumen operasi moneter, terhubung dengan Sistem BI-RTGS untuk setelmen sisi dananya. Dengan demikian, setelmen pada dua sisi aset tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan, atau dengan kata lain dapat dilakukan mekanisme setelmen secara Delivery-versus-Payment (DvP). Dengan mekanisme DvP, tidak terdapat potensi risiko di mana salah satu pihak telah melepas asetnya (surat berharga atau dana) tanpa menerima aset yang dibutuhkan/dibelinya (dana atau surat berharga).

Sebagai sistem transaksi dan penatausahaan, BI-SSSS terus mengalami penyempurnaan seiring dengan perkembangan instrumen transaksi surat berharga dengan atau tanpa underlying surat berharga.

Penyempurnaan juga dilakukan untuk

mengakomodasi adanya perubahan kebijakan, baik Bank Indonesia maupun Pemerintah (Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang) selaku penerbit SBN.

(25)

Halaman 18

Pada tahun 2010, penyempurnaan pada BI-SSSS dilakukan antara lain sehubungan dengan Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan

Pengembangan Pasar Keuangan Juni 2010.

Penyempurnaan pada BI-SSSS tersebut meliputi penambahan instrumen moneter non-securities dan pengembangan report pada Sistem Informasi BI-SSSS untuk mendukung pengawasan terhadap penerapan kebijakan minimum one month holding period (MOM HP) SBI2

. Selain itu, penyempurnaan dilakukan sehubungan dengan penggunaan SBSN sebagai eligible asset dalam lelang operasi moneter dan kebijakan mekanisme greenshoe3 dalam lelang SBSN. Sebagai penunjang penyatuan penyelenggaraan fungsi

setelmen surat berharga BI-SSSS ke dalam

penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia serta penyempurnaan BI-SSSS yang dilakukan pada tahun 2010, Bank Indonesia menerbitkan serangkaian ketentuan berupa:

- Surat Edaran Nomor 12/3/DASP tanggal 1

Februari 2010 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum;

- Surat Edaran Nomor 12/4/DASP tanggal 1

Februari 2010 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal 7 Juli 2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah;

2 Dengan diterapkannya kebijakan minimum one month holding

period SBI, pembeli SBI baik di pasar primer maupun pasar sekunder

wajib memegang kepemilikan SBI-nya selama minimal 1 bulan (28 hari). Selama periode tersebut, pemilik SBI tidak diperbolehkan melepas kepemilikan SBI-nya baik secara outright maupun repo kepada pihak lain, kecuali repo kepada Bank Indonesia.

3

Dalam kondisi penawaran (bid) dari peserta lelang melebihi (oversubscribed) dari target lelang, Kementerian Keuangan selaku penerbit SBSN dapat melaksanakan lelang dengan mekanisme

greenshoe. Pada mekanisme tersebut, lelang penerbitan satu surat

berharga dilaksanakan lebih dari satu kali dalam waktu yang berbeda namun dengan waktu setelmen yang sama. Lelang pertama dilakukan dengan metode lelang harga beragam (variable rate tender). Lelang selanjutnya dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender) berdasarkan harga yang terbentuk pada lelang pertama.

- Surat Edaran Nomor 12/5/DASP tanggal 1

Februari 2010 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 10/29/DPM tanggal 2 September 2008 perihal Tata Cara Pengajuan Permohonan, Pelaporan dan Pengawasan Sub-Registry;

- Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010

tanggal 4 Agustus 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;

- Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/13/PBI/2010

tanggal 4 Agustus 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum;

- Surat Edaran Nomor 12/28/DASP tanggal10

November 2010 perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;

- Surat Edaran Nomor 12/29/DASP tanggal 10

November 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum;

- Surat Edaran Nomor 12/30/DASP tanggal 10

November 2010 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 11/32/DPM tanggal 7 Desember 2009 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan

Surat Utang Negara;

- Surat Edaran Nomor 12/31/DASP tanggal 10

November 2010 perihal Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara.

Pengembangan mekanisme setelmen USD/IDR Payment versus Payment (PvP)

Berdasarkan Cetak Biru Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (SPN) Indonesia tahun 1995, pengembangan mekanisme PvP merupakan kelanjutan pengembangan pada sistem pembayaran nilai besar atau High-Value Payment System (HVPS) di Indonesia4.

4

Diawali dengan pengembangan Sistem BI-RTGS dengan mekanisme setelmen secara ‘satu-per-satu’ transfer dana (gross basis), sehingga setelmen suatu transfer dana IDR pada Sistem BI-RTGS dapat

(26)

Halaman 19

Sebelum dilakukan pengembangan PvP, pada tahun 2005 telah dilakukan survei akan kebutuhan pengembangan sistem pembayaran cross-border dan sistem pembayaran yang dapat menyelesaikan transaksi jual beli 2 (dua) mata uang secara aman dan efisien. Dari survei tersebut diketahui adanya kebutuhan akan sistem pembayaran yang dapat menyelesaikan transaksi jual-beli valas terhadap IDR antar-bank di pasar valuta asing domestik. Transaksi jual-beli valuta asing terhadap IDR di pasar valuta asing domestik didominasi transaksi jual-beli USD terhadap IDR (transaksi USD/IDR), baik dari sisi volume maupun nominal (dengan proporsi mencapai lebih dari 90% dari total volume dan nilai pasar uang valas/IDR antar bank). Berdasarkan hal tersebut, pengembangan mekanisme setelmen PvP ditujukan untuk setelmen transaksi-transaksi jual-beli USD terhadap IDR antar-bank di Indonesia.

Setelah melalui tahapan pengembangan dan uji coba di tahun 20095

, pada 25 Januari 2010 Bank Indonesia mulai mengoperasikan layanan setelmen PvP6 pada

Sistem BI-RTGS. Mekanisme PvP yang diberi nama dengan USD/IDR PvP Link tersebut dilakukan dengan mengkoneksikan Sistem BI-RTGS dengan sistem USD CHATS7 (sistem RTGS USD di Hong Kong).

Sebelum implementasi mekanisme setelmen USD/IDR PvP (sebagaimana pada bagan 2), mekanisme setelmen transaksi USD/IDR antarbank di Indonesia dilakukan melalui bank koresponden dan sistem RTGS di Amerika Serikat (Fedwire). Mengingat operasional perbankan dan penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia dan Amerika Serikat berada pada zona

‘dikoordinasikan’ atau ‘disinkronkan’ dengan setelmen mata uang asing pada sistem pembayaran dari mata uang asing tersebut.

5

Yang melibatkan pula 15 Bank Umum (BU) devisa yang merupakan pelaku aktif di Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) valuta asing (valas) terhadap Rupiah (IDR), di mana ke-15 BU tersebut tergabung dalam suatu working group yang dinamakan WG-PvP.

6

Mekanisme setelmen 2 (dua) mata uang yang dilaksanakan secara bersamaan pada 2 (dua) sistem pembayaran dari ke-2 mata uang.

7

Clearing House Automated Transfer System.

waktu yang sangat berbeda (waktu di Jakarta 12 jam lebih awal daripada waktu di New York), maka pada umumnya bank pembeli USD di Indonesia telah menyelesaikan kewajiban pembayaran IDR pada ‘tanggal setelmen’ (‘tanggal valuta’) melalui Sistem BI-RTGS, namun baru menerima konfirmasi untuk penerimaan pembayaran USD dari bank koresponden USD-nya di New York) pada ‘hari kerja berikutnya’. Dengan mekanisme setelmen secara konvensional tersebut, tidak ada kepastian penyelesaian sisi USD sampai dengan ‘akhir hari-tanggal valuta’ di Indonesia. Hal ini akan menyebabkan bank pembeli USD berpotensi mengalami risiko kegagalan setelmen (FX settlement risk8) sisi USD.

Selanjutnya dengan tersedianya mekanisme setelmen transaksi USD/IDR PvP melalui Sistem BI-RTGS (sebagaimana pada bagan 3), setelmen dari mata uang yang dijual (misalnya IDR di Sistem BI-RTGS), hanya akan terlaksana jika terjadi setelmen dari mata uang yang dibeli (misalnya USD di USD CHATS), dan sebaliknya. Disamping itu, setelmen transaksi akan dilakukan secara trade-by-trade (gross basis) namun sesegera mungkin (real-time basis) pada BI-RTGS dan USD CHATS. Mengingat kedua sistem RTGS tersebut berada dalam zona waktu yang relatif sama dan memiliki jam operasional yang relatif bersamaan dengan jam operasional sistem RTGS Hong Kong9, maka risiko terjadinya FX settlement risk dapat dieliminasi.

Selain untuk memitigasi FX settlement risk dalam penyelesaian transaksi jual-beli USD/IDR antar-bank di Indonesia, mekanisme USD/IDR PvP juga memberikan manfaat lainnya, yaitu:

8

FX settlement risk merupakan suatu risiko yang dialami salah satu pihak dalam transaksi valuta asing yang telah melaksanakan kewajiban pembayaran mata uang yang dijualnya namun tidak menerima pembayaran mata uang yang dibelinya.

9 Jam operasional USD CHATS di Hong Kong adalah 08.30 sampai

dengan18.30 Waktu Hong Kong (sama 07.30 sampai dengan 17.30 Waktu Indonesia Bagian Barat)

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Volume Transaksi Sistem Pembayaran
Grafik Peserta BI-SSSS
Grafik Perkembangan transaksi bulanan PvP
Grafik Komposisi Peserta PvP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah bahwa Kantor Bank Indonesia Solo telah melakukan sistem pengedaran uang dengan baik sehingga kebutuhan akan uang di

pemalsuan uang dan pengedaran uang palsu dengan melihat dalam hukum positif. di Indonesia, seperti kita ketahui bahwa uang merupakan suatu

Perkembangan transaksi pembayaran tunai dilihat dari aliran uang kartal pada posisi triwulan IV-2012 mengalami net outflow sebesar Rp.48,38 miliar yang berarti jumlah uang

Menurut penulis faktor-faktor dalam kejahatan pemalsuan uang yang telah dijelaskan membuktikan bahwa perekonomian, lingkungan, dan tekhnologi berperan dalam kejahatan pemalsuan

Uang beredar dalam arti luas (broad money – M2), didefenisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C), uang giral

Hal ini didukung oleh penelitian Sahabat (2009), bahwa transaksi APMK memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan uang kartal karena dalam penggunaannya dapat

Lebih jelasnya pengelolaan pengedaran uang pada prinsipnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang uang kertas dan uang logam dalam jumlah dan komposisi pecahan sesuai

digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan