• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Dan Dasar Hukum Berlakunya Surat Elekronik Di Indonesia Dalam praktik bisnis, dapat ditemui berbagai variasi kontrak yang

BAB IV ANALISIS YURIDIS JUAL-BELI YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN PT.ASIA PACIFIC FIBERS TBK DENGAN

TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN JUAL-BELI DENGAN MENGGUNAKAN SURAT ELEKTRONIK (E-COTRACT)

1. Pengertian Dan Dasar Hukum Berlakunya Surat Elekronik Di Indonesia Dalam praktik bisnis, dapat ditemui berbagai variasi kontrak yang

digunakan oleh pelaku bisnis. Demikian juga halnya, istilah yang digunakan pun cukup bervariasi, ada yang menggunakan perjanjian, kontrak, persetujuan, contract, atau agreement. Istilah kontrak dan perjanjian memiliki arti yang sama.

Kontrak (contract) adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan. Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah. Kontrak biasanya berbentuk secara tertulis.78 Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka dan dilaksanakan para pihak.79

Kita telah berada dalam millennium ke III, yang ditandai dengan era teknologi informatika yang memperkenalkan kepada kita media dunia maya (cyberspace), internet yang mempergunakan komunikasi tanpa kertas (paperless document).80 Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa revolusi nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi Personal Computer (PC) mulai diperkenalkan sebagai

78 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2008), Hlm. 127.

79 https://id.wikipedia.org/wiki/Pengertian Kontrak (diakses pada tanggal 22 Februari 2017).

80 Sutan Remy, Op Cit., Hlm. 267.

alternatif pengganti mini komputer. Dengan seperangkat komputer yang dapat diletakkan di meja kerja (desktop), ini dapat memperoleh data atau informasi yang telah diolah oleh komputer. Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era komputerisasi dimana komputer hanya milik pribadi Divisi EDP (electronic data processing) perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing). Perkembangan teknologi informasi yang sangat dramatis telah membawa dampak transformational pada berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya dunia bisnis. Setelah berlalunya era total quality dan reengineering, kini saatnya era elektronik yang ditandai dengan menjamurnya istilah-istilah e-business, e-university, e-government, e-economy, e-entertaiment, e-commerce dan masih banyak lagi istilah sejenisnya. Salah satu konsep yang dinilai merupakan paradigma bisnis baru adalah e-businnes atau dikenal pula dengan istilah commerce sebagai bidang kajian yang relatif berkembang, e-commerce berdampak besar pada praktek bisnis, setidaknya dalam hal penyempurnaan direct marketing, transformasi organisasi dan redefinisi organisasi.81

Selanjutnya yang akan di bahas ialah kontrak dagang elektronik (E-Commerce). Menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan

81 Rika Bherta, Jurnal Hukum , Electronic Commerce (E-Commerce) ditinjau dari hukum perjanjian dan UU ITE di Indonesia, Baturaja, Hlm. 1-3.

Transaksi Elektronik Pasal 1 Ketentuan Umum Ayat (17) dinyatakan bahwa Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.82

Menurut Johannes Gunawan kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini pelaku usaha), untuk ditutup secara digital pula oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen).83 Di dalam kontrak elektronik selain terkandung ciri-ciri kontrak baku juga terkandung ciri-ciri kontrak elektronik sebagai berikut84 :

Kontrak elektronik dapat terjadi secara jarak jauh, bahkan melampaui batas – batas negara melalui internet.

Para pihak dalam kontrak elektronik pada umumnya tidak pernah bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu.

Kontrak elektronik menggunakan data digital sebagai pengganti kertas.

Penggunaan data digital akan memberikan efisiensi yang sangat besar terutama bagi perusahaan yang menjalankan bisnis online melalui jaringan internet. Di dalam kontrak elektronik, para pihak tidak perlu bertatap muka secara langsung bahkan tidak akan pernah bertemu sama sekali.85

E-comerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli secara konvensional,

82 Pasal 1 Ayat (17) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 Perubahan atas Undang-Undang No.

11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

83 Johanes Gunawan yang dikutip di dalam buku Cita Yustisia Serfiani dkk, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2013), Hlm. 100.

84 Ibid, Hlm. 100.

85 Ibid, Hlm. 101.

apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global.

Perdagangan elektronik (e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elekronik, sistem manajemen inventori otomatis dan sistem pengumpulan data otomatis. Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-commerce ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis (e-business) yang berkaitan dengan transaksi komersial seperti transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain management), pemasaran elektronik (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemprosesan transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data interchange).

E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupannya lebih luas tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah dll. Selain teknologi jaringan www, e-commerce juga memerlukan teknologi basis data atau pangkalan data (database), surat elektronik (e-mail) dan bentuk teknologi non komputer yang lainnya. E-commerce pada dasarnya adalah kegiatan perdagangan yang menggunakan media elektronik.

Kedudukan e-commerce dalam hukum Indonesia terletak dalam bidang hukum perdata sebagai subsistem dari hukum perjanjian. Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia yaitu terlihat dalam Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis. Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika mengacu pada definisi ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut.86

Transaksi komersial elektronik (e-commerce) merupakan salah satu bentuk bisnis modern yang bersifat tanpa bertatap muka dan tanpa ditandatangani (non-face and non-sign). Transaksi komersial elektronik (e-commerce) memiliki beberapa ciri khusus, diantaranya bahwa transaksi ini bersifat tanpa dokumen tertulis (paperless), tanpa batas geografis (borderless). dan para pihak yang melakukan transaksi tidak perlu bertatap muka. Transaksi komersial elektronik (e-commerce) mengacu kepada semua bentuk transaksi komersial yang didasarkan pada proses elektronis dan transmisi data melalui media elektronik. Vladimir Zwass mendefinisikan transaksi komersial elektronik (e-commerce) sebagai pertukaran informasi bisnis, mempertahankan hubungan bisnis, dan melakukan transaksi bisnis melalui jaringan komunikasi. Dari sini terlihat bahwa transaksi komersial elektronik (e-commerce) adalah transaksi perdagangan atau jual-beli barang dan jasa yang dilakukan dengan cara pertukaran informasi atau data dan menggunakan alternatif selain media tertulis. Yang dimaksud media alternatif di sini adalah media elektronik, khususnya internet.87

Maka dapat disimpulkan bahwa transaksi komersial elektronik (e-commerce) pada prinsipnya merupakan hubungan hukum berupa pertukaran barang dan jasa antara penjual dan pembeli yang memiliki prinsip dasar sama

86 Rika Bherta, Jurnal Hukum ,Op Cit., Hlm. 4.

87 Sylvia Christina Aswin, Tesis Magister Kenotariatan Undip, Keabsahan Kontrak Dalam Transaksi Komersial Elektronik, 2006, Semarang, Hlm. 10.

dengan transaksi konvensional namun dilaksanakan dengan pertukaran data melalui media yang tidak berwujud (internet) di mana para pihak tidak perlu bertatap muka secara fisik, kontrak tersebut terjadi di dalam jaringan public, sistemnya terbuka (universal) dan kontrak tersebut terlepas dari batas yuridiksi nasional.

E-mail atau electronic mail adalah surat yang berbentuk data elektronik di mana untuk membuatnya, mengirimkannya, menerimanya dan membacanya dibutuhkan separangkat alat komputer dengan program tertentu yang terkoneksi melalui suatu jaringan komputer, baik yang bersifat intra atau inter. E-mail pertama kali dibuat oleh Tomlinson seorang peneliti dari BBN Technologies, Amerika Serikat pada bulan oktober 1971 atau tepatnya sudah berusia 46 Tahun.

Penggunaan e-mail ini menjadi memasyarakat baru pertengahan 1980-an ketika terjadi boom PC atau pembelian personal computer secara masal oleh masyarakat.

Apabila seseorang ingin mengirimkan e-mailnya kepada temannya, maka kedua orang tersebut harus sama-sama memiliki komputer dengan program tertentu dan memiliki koneksi dalam internet dan sama-sama memiliki alamat elektronik atau e-mail. Akan tetapi, kedua orang tersebut tidak harus terkoneksi secara bersamaan. Apabila si pengirim ingin mengirimkan e-mail nya, maka komputernya harus terkoneksi ke internet dan apabila temannya ingin menerima surat tersebut, barulah ia harus terkoneksi ke internet. Surat elektronik tersebut dapat dibaca dalam bentuk teks atau tulisan saja atau juga disertai lampirannya (attachments) berupa gambar atau berupa file lainnya. Perkembangan dari e-mail menghasilkan bentuk komunikasi lain yaitu e-mail yang dapat dibalas langsung

dengan e-mail sehingga seolah-olah kedua pihak pengirim dan penerima sedang bercakap-cakap langsung.88

Menurut pandangan lain bahwa surat elektronik sering kali dilihat sama dengan sistem perposan akan tetapi berbentuk digital. Komunikasi e-mail adalah kelihatannya merupakan komunikasi langsung antara para pihak seperti halnya komunikasi melalui telepon, namun komunikasi ini tidak seketika layaknya telepon, namun komunikasi ini tidak seketika atau spontan seperti layaknya telepon, telex, maupun faks, pengirim dapat secara seketika memeriksa bahwa pengiriman telah berhasil, dengan faks dan telex pengirim dapat menerima laporan pengiriman. Dengan demikian komunikasi e-mail berbeda dengan cara komunikasi-komunikasi tersebut. Memang dalam komunikasi e-mail kita dapat meminta laporan penerimaan, akan tetapi itu sebenarnya hanya tanda pengiriman telah dikirim kepada kotak surat (mailbox) pengguna bukan langsung pada penggunaannya. Kemudian, pesan melalui e-mail itu lebih terbagi-bagi (fragmented) dibandingkan panggilan telepon atau transmisi melalui mesin faks.

Dengan demikian maka kontrak-kontrak melalui e-mail tunduk pada teori the postal rule. Jadi pada saat e-mail yang menyatakan penerimaan penawaran dikirimkan maka kontrak tersebut telah lahir.89

Dasar hukum atau aturan tentang kontrak elektronik (e-contract) dan surat elektronik dituangkan dalam Pasal 1 ayat (17), kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Dalam Bab V UU ITE mencakup aturan mengenai kontrak elektronik, dimana kontrak elektronik

88 Sutan Remy, Op Cit, Hlm. 279-280.

89 Rosa Agustina, Jurnal Hukum, Kontrak Elektronik (E-Contract) Dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta, Hlm. 10.

dikategorikan sebagai suatu transaksi elektronik, yakni yang termuat dalam Pasal 18, 19, 20 dan 44 UU ITE.

Pada Pasal 18 dalam UU ITE dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.

2. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.

3. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas hukum perdata internasional.

4. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.

Pada Pasal 19 UU ITE, yakni bahwa “Para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati”.

Pada Pasal 20 UU ITE diuraikan sebagai berikut :

1. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetuji penerima.

2. Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pada Pasal 44 UU ITE dijelaskan sebagai berikut :

1. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan ; dan 2. Alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (4) serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).90

Sistem elektronik sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut dengan PP PSTE). Dalam Pasal 1 ayat (1) mengatakan bahwa serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.91 Lebih mendalam lagi aturan mengenai kontrak elektronik (e-contract) diatur dalam Pasal 47 dan 48 PP PSTE. Transaksi Elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentu kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak.92

Kontrak elektronik dapat dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut93 :

1. Terjadi kesepakatan para pihak ;

90 Pasal 18, 19, 20, dan 44 Undang Nomor 19 Tahun 2006 Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

91 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

92 Pasal 47 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

93 Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

2. Dilakukan dengan subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;

3. Terdapat hal tertentu ; dan

4. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kontrak dalam perdagangan melalui internet (e-commerce) telah memenuhi beberapa aspek hukum perjanjian dalam Buku Ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, suatu hal tertentu dan sebab yang halal, meskipun pemenuhan terhadap unsur kedewasaan sebagai syarat kecakapan untuk mengadakan suatu perikatan atau perjanjian tidak dapat terpenuhi, kontrak dalam e-commerce tetap sah dan mengikat serta menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya sepanjang para pihak tidak mempersalahkannya. Hal ini dikarenakan syarat kecakapan untuk mengadakan suatu perikatan atau perjanjian termasuk syarat subjektif yang berarti meskipun syarat kecakapan tidak terpenuhi, kontrak dalam e-commerce yang dibuat dan disepakati oleh para pihak tetap sah, namun berakibat terhadap kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak.94

Kontrak elektronik (e-contract) termasuk kategori kontrak tidak bernama (innominaat) yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat dalam masyarakat akibat perkembangan zaman dan tuntutan

94 Rika Bherta, Jurnal Hukum ,Op Cit, Hlm. 2.

kebutuhan bisnis. Menurut Mieke Komar Kaantaatmadja yakni perjanjian jual-beli yang dilakukan dengan media elektronik internet tidak lain adalah merupakan perluasan dari konsep perjanjian jual-beli yang ada dalam KUH Perdata.

Perjanjian melalui internet ini memiliki dasar hukum perdagangan konvensional atau jual-beli dalam hukum perdata. Perbedaannya adalah bahwa perjanjian ini bersifat khusus karena terdapat unsur peranan yang sangat dominan dari media dan alat-alat elektronik.95

Dalam Pasal 50 PP PSTE menyebutkan bahwa96 :

1. Transaksi elektronik terjadi pada saat tercapainya kesepakatan para pihak ; 2. Kesepakatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) terjadi pada saat

penawaran transaksi yang dikirim oleh pengirim, telah diterima, dan disetujui oleh penerima ;

3. Kesepakatan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan cara tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan atau tindakan penerimaan dan/atau pemakaian objek oleh pengguna sistem elektronik.

Dalam Pasal 48 ayat (3) PP PSTE tertulis bahwa kontrak elektronik paling sedikit memuat yakni97 :

a. Data identitas para pihak, Objek dan spesifikasi ; b. Persyaratan transaksi elektronik, Harga dan biaya ; c. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak ;

95 Mieke Komar Kantaatmadja, Cyberlaw Suatu Pengantar (Bandung : Elips, 2001), Hlm.15.

96 Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

97 Pasal 48 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

d. Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi dan Pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik.

Secara kesuluruhan yang dijadikan sumber-sumber hukum dalam merancang suatu kontrak atau perjanjian di Indonesia adalah98 :

1. KUH Perdata, yang terdiri dari Buku III Pasal 1233 sampai 1864 KUH Perdata ;

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi ;

3. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang pembebanan Jaminan Fidusia ; 4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ;

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Alat bukti elektronik tidak diatur dalam HIR serta belum tegas dan jelas pengakuannya, sebagai alat bukti akan berpengaruh besar terhadap proses pembuktian sengketa perdata dalam penyelesaian di pengadilan ketika para pihak mengajukan alat bukti elektronik tersebut. Hukum pembuktian Indonesia menentukan alat bukti terbatas hanya berdasarkan Pasal 164 HIR / RBG yang diatur secara limitatif dan hakim dalam acara perdata terikat pada alat- alat bukti yang sah yang ditentukan oleh undang-undang saja, padahal kini begitu banyak transaksi perniagaan yang dilakukan melalui media elektronik termasuk internet.

Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE menyatakan bahwa: “Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum

98 H. Salim dkk, Perancangan Kontrak & Memorandum Of Understanding (MOU) (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), Hlm. 3.

yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan atau media lainnya”.

Sejalan dengan perkembangan alat bukti seperti kenyataan di atas, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya sekalipun undang-undang tidak ada atau kurang jelas mengaturnya. Hal ini semata-mata karena hakim dianggap tahu akan hukum (asas ius curia novit), yang dikonkretkan melalui Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini berarti apabila terjadi sengketa yang alat buktinya berbentuk dokumen elektronik, maka hakim wajib menilai pembuktian tersebut walaupun kedudukan alat bukti elektronik dalam hukum acara perdata tidak diatur.99 Namun demikian, melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, secara parsial telah mengatur dan menempatkan bukti elektronik sebagai alat bukti. Undang-Undang Dokumen Perusahaan memberikan kemungkinan kepada dokumen perusahaan yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti tertulis otentik untuk diamankan melalui penyimpanan dalam bentuk mikro film. Selanjutnya terhadap dokumen yang disimpan dalam bentuk elektronik (paperless) tersebut dapat dijadikan alat bukti yang sah seandainya kelak menjadi sengketa yang diselesaikan di pengadilan. Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan

99 Pasal 10 dan 28 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

merupakan hukum khusus (lex specialis) terhadap hukum pembuktian yang berlaku sebagaimana diatur dalam KUHAP, HIR / RBG dan KUH Perdata.

Pengakuan mengenai alat bukti elektronik juga telah mendapat pengaturan dalam UU ITE yaitu dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2). Rancangan Undang-Undang Acara Perdata dalam Pasal 94 juga telah mengatur mengenai alat-alat bukti yang dapat diajukan ke pengadilan selain surat, saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Dalam penjelasan Pasal 94 RUU disebutkan kecuali undang-undang menentukan lain misalnya ketentuan dalam Pasal 1873, 1878, dan 1881 KUH Perdata. Hal ini menunjukkan bahwa RUU Acara Perdata menggunakan sistem pembuktian terbuka yang memungkinkan apa saja untuk dijadikan alat bukti dan perihal penilaian terhadap pembuktian diserahkan kepada hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.100

Untuk itu seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam hal bentuk surat elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum dan diakui oleh negara keberadaannya. Ini semua untuk menjawab kasus yang pembuktiannya menggunakan data elektronik dalam melakukan peristiwa hukum yang telah dilakukan. Perluasan pembuktian ini untuk menjawab kebutuhan dan menyelesaiakan sengketa di pengadilan.

Kontrak elektronik sebagaimana kontrak konvensional, juga memiliki kekuatan hukum layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata). Jadi hal diatas yang telah dibahas serta diuraikan ruang lingkup transaksi elektronik dan data eletronik termasuk juga surat

100 Andar Purba, Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pengaturan Alat Bukti Elektronik Dalam Proses Hukum Perdata (Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI : 2004), Hlm. 58, 69.

elektronik yaitu e-mail beserta dasar hukum berlakunya surat lektronik atau e-mail dan juga dasar hukum berlakunya e-commerce atau transaksi secara elektronik.