• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Dan Jenis-Jenis Perjanjian Pada Umumnya

BAB IV ANALISIS YURIDIS JUAL-BELI YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN PT.ASIA PACIFIC FIBERS TBK DENGAN

TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN JUAL-BELI DENGAN MENGGUNAKAN SURAT ELEKTRONIK (E-COTRACT)

1. Pengertian Dan Jenis-Jenis Perjanjian Pada Umumnya

Sebelum pada pembahasan suatu perjanjian perlu dijelaskan kembali tentang perikatan. Istilah ‘Perikatan’ berasal dari bahasa Belanda yaitu

‘Verbintenis’. Namun demikian, dalam kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menerjemahkan Verbintenis. Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk Verbintenis dan persetujuan untuk Overeenkomst. Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah perutangan untuk Verbintenis dan perjanjian untuk Overeenkomst, Sedangkan Achmad Ichsan menerjemahkan Verbintenis dengan perjanjian dan Overeenkomst untuk persetujuan. Dengan demikian, Verbintenis ini dikenal memiliki tiga istilah di Indonesia, yaitu Perikatan, Perutangan dan Perjanjian, Sedangkan untuk Overeenkomst dipakai untuk dua istilah yaitu perjanjian dan persetujuan. Menurut Setiawan, dalam menggunakan istilah harus diketahui dahulu untuk apa dan bagaimana isi atau makna dari istilah tersebut.

Jadi kalau berhadapan dengan istilah Verbintenis dan Overeenkomst, haruslah berusaha menjawab pengertian apakah yang tersimpul dari istilah tersebut. Secara terminologi, Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya mengikat maka dengan demikian ia menunjuk kepada adanya ‘Ikatan’ atau ‘Hubungan’.30

30 Titik Triwulan Tutik, Op Cit., Hlm. 197.

Dalam hal ini perlu didudukan kembali apa yang menjadi istilah dari perikatan dan perjanjian. Maka melihat penjelasan diatas dapat disimpulkan perikatan itu menggunakan istilah “Verbintenis” sedangkan Perjanjian atau Persetujuan menggunakan istilah “Overeenkomst”. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang lain dibidang harta kekayaan. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa kejadian, keadaan dan perbuatan. Dengan demikian perikatan bersumber dari dua bagian besar.

Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menjadi dasar atau landasan awal dari hukum perjanjian, bahwa sumber hukum perikatan berasal dari perjanjian dan undang-undang.31

Perikatan yang bersumber dari undang-undang yaitu seorang terikat dengan orang lain karena undang-undang yang menghendakinya dan bahkan tidak ada persetujuan para pihak terlebih dahulu. Kemudian perikatan bersumber dari undang-undang dibagi atas dua bagian yaitu32 :

a. Perikatan yang semata-mata atau murni dari undang-undang yaitu perikatan yang diakibatkan oleh undang-undang mengatur secara otomatis atau serta merta. Misalnya akibat kematian akan terjadi pewarisan, akibat perkawinan akan terjadi percampuran harta kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kawin dan lain-lain.

b. Perikatan yang bersumber dari undang-undang tetapi karena ada perbuatan manusia yang tidak ada kesepakatan para pihak terlebih dahulu. Namun perbuatan manusia tersebut ada yang bertentangan dengan hukum dan ada

31 Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

32 Mangasa Sinurat, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Dan Bisnis (Medan : HKBP Nomensen, 2008), Hlm. 36-38.

yang sesuai dengan hukum. Perbuatan yang sesuai dengan hukum misalnya orang yang melakukan kepengurusan atau menolong orang yang pingsan, hak yang diperoleh tersebut dikenal dengan istilah Zaakwaarneming. Sebaliknya perbuatan yang bertentangan dengan hukum itu yaitu perbuatan melawan hukum atau perbuatan dursila (Onrecht matige daad) Pasal 1365 KUH Perdata.

Perikatan yang bersumber dari perjanjian, yaitu adanya suatu perikatan karena terdapat perjanjian dan disadari serta dikehendaki secara bersama-sama antara para pihak sesuai syarat sahnya suatu perjanjian. Bentuk perjanjian bisa dilakukan secara tertulis ataupun tidak tertulis, tetapi alangkah baiknya dalam melakukan perjanjian digunakan bentuk secara tertulis guna untuk kepentingan pembuktian nantinya. Dalam hubungan hukum, tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, pihak yang lain itu wajib memenuhi kewajiban memenuhi tuntutan itu dan sebaliknya.33

Menurut pakar hukum Mariam Darus berpendapat bahwa yang diatur oleh Pasal 1233 KUH Perdata kurang lengkap, di luar dari apa yang tercantum dalam Pasal 1233 KUH Perdata itu masih banyak lagi sumber dari perikatan, yaitu ilmu pengetahuan hukum perdata, hukum yang tidak tertulis dan keputusan hukum (yurisprudensi).34 Abdukadir Muhammad menambahkan disamping perjanjian dan undang-undang sumber hukum perikatan dapat juga berasal dari kesusilaan.

Dengan hal itu, diluar dari KUH Perdata sumber-sumber hukum perikatan sangat

33 Ibid, Hlm. 38.

34 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata Buku Ketiga (Bandung : Citra Aidtya Bakti, 2015), Hlm. 10.

banyak. Dalam penulisan skripsi ini perlu dibatasi bahwa objek permasalah yang dikaji lebih mendalam yaitu perikatan yang bersumber dari perjanjian.

Perjanjian (Overeenkomst), menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah sesuatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata sudah menunjukkan pengertian dan arah dari suatu perjanjian tersebut, tetapi para ahli hukum berpandangan bahwa defenisi perjanjian dalam KUH Perdata memiliki kelemahannya antara lain :

1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian ;

2. Tidak tampak asas konsensualisme atau kesepakatan, sehingga menurut teori setiap perjanjian haruslah berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum ;

3. Memiliki makna yang dualisme ; 35

4. Definisi ini tidak lengkap karena menunjuk pada perbuatan, seharusnya perbuatan hukum. Perjanjian diadakan dengan tujuan untuk memperoleh akibat hukum, perbuatan yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk menciptakan akibat hukum ;

5. Definisi ini bersifat sempit karena hanya menunjuk pada perjanjian sepihak, yaitu perjanjian yang hanya mempunyai kewajiban pada satu pihak, sedangkan ada perjanjian yang mengandung hak dan kewajiban pada kedua pihak, yaitu perjanjian timbal balik ;

35 Titik Triwulan Tutik, Op Cit., Hlm. 221.

6. Definisi ini terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal mengenai janji kawin, yaitu perbuatan hukum yang terletak dalam hukum keluarga yang bersifat perjanjian juga, tetapi istemewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga KUH Perdata Buku III secara langsung tidak berlaku terhadapnya.36

Berdasarkan hal yang telah diuraikan, maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Menurut Kamus Hukum, perjanjian adalah persetujuan, permufakatan antara dua orang pihak untuk melaksanakan sesuatu.

Kalau diadakan tertulis juga dinamakan kontrak.37 Menurut doktrin teori lama, yang disebut perjanjian adalah hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari definisi tersebut, telah tampak adanya asas konsensualisme serta timbulnya akibat hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban). Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya.38

Beberapa Sarjana Hukum juga memberikan defenisi mengenai perjanjian antara lain sebagai berikut Menurut Sri Soedewi Masychon Sofyan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian

36 Mariam Darus Badrulzaman, Op Cit., Hlm. 83.

37 Subekti , Kamus Hukum (Jakarta : Pradnya Paramita, 2005), Hlm. 89.

38 Van Dunne yang dikutip di dalam buku Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), Hlm. 161.

adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut, secara jelas terdapat konsensus antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan pihak lainnya. Selain itu juga, perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan. Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.39

Dari beberapa pengertian di atas, tergambar adanya beberapa unsur perjanjian, antara lain40:

1. Adanya pihak-pihak yang sekurang-kurangnya dua orang. Dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur).

2. Adanya persetujuan atau kata sepakat. Persetujuan atau kata sepakat yang dimaksudkan adalah konsensus antara para pihak terhadap syarat-syarat dan objek yang diperjanjikan.

3. Adanya tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dimaksudkan di sini sebagai kepentingan para pihak yang akan diwujudkan melalui perjanjian.

39 http://repository.usu.ac.id/bitstream/II.pdf/ (diakses pada tanggal 27 Januari 2017).

40 Titik Triwulan Tutik, Op Cit., Hlm. 223-224.

Tujuan ini sifatnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang undang-undang.

4. Adanya prestasi atau kewajiban yang akan dilaksanakan. Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian, secara “sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri, dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian. Prestasi yang dimaksud adalah sebagai kewajiban bagi pihak-pihak untuk melaksanakannya sesuai dengan apa yang disepakati.

5. Bentuk perjanjian perlu ditentukan karena ada ketentuan undang-undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti.

6. Syarat perjanjian ini sebenarnya sebagai isi perjanjian, karena dari syarat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban pokok.

Untuk itu disimpulkan pengertian, makna dan unsur-unsur perjanjian tersebut ialah sangat luas, terlihat dari pada definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Selanjutnya perlu dibedakan perikatan dan perjanjian secara rinci.

Dalam bahan ajar kuliah Hukum Perdata memberikan perbedaan antara perikatan dan perjanjian yaitu sebagai berikut Perikatan adanya sesuatu hal yg diikat antara

dua pihak atau lebih. Misalnya Mengikat perjanjian, bersifat abstrak dan hubungan hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih untuk berprestasi. Sedangkan Perjanjian ialah adanya suatu persetujuan antara dua pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu hal (melaksanakan Prestasi), Bersifat kongkrit yaitu adanya suatu peristiwa mengikat janji dan rill serta dapat terlihat.41

Selanjutnya akan diuraikan jenis-jenis perjanjian di Indonesia. Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata suatu perjanjian memiliki 13 (tiga belas jenis), diantaranya adalah42 :

1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian timbal balik antara lain : a. Perjanjian jual-beli (Koop en Verkoop), yaitu suatu persetujuan antara dua pihak, di mana pihak pertama berjanji akan menyerahkan suatu barang dan pihak kedua akan membayar harga yang telah disetujui. Syarat-syarat jual-beli ialah harus antara mata uang dan barang dan barang yang dijual adalah milik sendiri.

b. Perjanjian tukar-menukar (Ruil), Pasal 1541 KUH Perdata dan seterusnya menjadi dasar hukum perjanjian ini. Tukar-menukar ialah suatu perjanjian antara dua pihak, di mana pihak yang satu akan menyerahkan suatu barang begitu pun dengan pihak lainnya.

41 Bahan Ajar Kuliah Power Point Hukum Perdata Oleh Dosen FH USU Sunarto Ady Wibowo, SH, MH, Hlm. 10.

42 Sutan Remy dkk, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung : Citra Aditya Bakti , 2001), Hlm. 66-69.

c. Perjanjian sewa-menyewa (Huur en Verhuur), Pasal 1548 KUH Perdata dan seterusnya menjadi dasar hukum perjanjian ini. Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama yang menyewakan memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak kedua penyewa untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban pihak kedua membayar sejumlah uang sewanya.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah dan lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban

Perjanjian Cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Dalam Pasal 1314 KUH Perdata memberikan pengertian bahwa “Suatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban, suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri”. Dengan demikian, pada perjanjian ini hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai dan perjanjian hibah.

Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain ataupun pemenuhan suatu syarat imbalan (potestatif).

3. Perjanjian Bernama (Benoemd)

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdpat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata. Misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain.

4. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)

Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti leasing, modal ventura, frainchising, perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan perjanjian atau partij otonomi.

5. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian di mana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.

6. Perjanjian Kebendaan (Zakelijk Overeenkomst)

Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (lavering, transfer). Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

Jadi sederhananya perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual-beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.

7. Perjanjian Konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata).

8. Perjanjian Rill

Perjanjian riil ini disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang-barangnya. Di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata), jual-beli benda bergerak (Pasal 1754 KUH Perdata) dan pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata).

9. Perjanjian Liberatoir

Perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada , misalnya pembebasan utang (Kwijtschelding) Pasal 1438 KUH Perdata.

10. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst)

Perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

11. Perjanjian Untung-Untungan

Perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 KUH Perdata.

12. Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya swasta. Di antara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan. Jadi tidak berada dalam kedudukan yang sama. Misalnya perjanjian ikatan dinas.

13. Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula menyajikan makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan yang ada.

Terhadap perjanjian campuran tersebut ada berbagai paham mengenai ini yaitu : a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjan khusus tetap ada (contractus kombinasi).

b. Paham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi).

Jenis-jenis perjanjian sudah digolongkan dan di jelaskan secara terperinci.

Perlu diketahui bahwa dalam melakukan suatu perjanjian harus ada yang mendasari dan menjadi pedoman yaitu suatu asas dalam hukum perjanjian. Asas ini yang menjadi tolak ukur atau landasan dalam melakukan suatu perjanjian. Ada beberapa asas yang dikenal dalam hukum perdata Indonesia ketika melakukan suatu perjanjian, yakni sebagai berikut43 :

a. Asas Pacta Sun Servanda

Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Semua persetujuan yang di buat menurut hukum atau secara sah adalah mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak.

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak tidak hanya milik KUH Perdata, akan tetapi bersifat universal. Asas kebebasan berkontrak (contract vrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa”

perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat. Di dalam perkembangannya asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit dilihat dari beberapa segi yaitu segi kepentingan umum, perjanjian baku (standart) dan perjanjian dengan pemerintah.

43 Ibid, Hlm. 82-89.

c. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Dimana asas ini memberikan pengertian yaitu bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini mengutamakan kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

d. Asas Kepercayaan (Vertrouwens beginsel)

Dalam melakukan perjanjian harus ada rasa kepercayaan dari berbagai pihak yang melakukannya guna untuk mendukung setiap proses dalam perjanjian tersebut.

e. Asas Kekuatan Mengikat

Dasar hukum terdapat di Pasal 1337 dan Pasal 1339 KUH Perdata.

Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh undang-undang, kesusilaan, ketertiban umum, kebiasaan, kepatutan dan moral.

f. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat dan tidak ada perbedaan. Dalam asas ini mengharuskan pihak-pihak untuk saling menghormati satu sama yang lain.

g. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan.

kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat

menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Dalam hal ini kreditur diimbangi pula dengan kewajiban, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

Ke 7 (tujuh) asas ini yang menjadi tiang, pondasi, pedoman dan landasan untuk memperkuat apabila seseorang melakukan suatu perjanjian.