• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian etika, etika politik dan etika politik kesehatan

ETIKA POLITIK KESEHATAN

3.2 Pengertian etika, etika politik dan etika politik kesehatan

Etika mempunyai pengertian yang beragam berdasarkan sudut pandang pengguna (S Palutturi, 2013). Ketika seseorang menyebut etika, maka biasanya kesan pertama yang muncul adalah pemikiran atau tindakan tidak bersalah atau seseorang tanpa cacat. Etika berasal dari kata Yunani “ethos” yang akar katanya “etos” yang berarti karakter atau kebiasaan (Solomon, 2005; Tejavanija, 2007). Etika adalah semua yang berkaitan dengan karakter individu termasuk yang biasa disebut dengan “being a good person”. Untuk orang-orang Yunani, etika itu adalah cara orang-orang

berperilaku dalam masyarakat. Bedanya dengan moral, dalam bahasa Yunani dsebut “moralis” biasanya ditujukan pada tindakan benar dan salah dan bukan karakter daripada orang tersebut.

Etika secara sederhana mengacu pada standar perilaku yang memberi tahu kita bagaimana manusia harus bertindak dalam banyak situasi dimana mereka menemukan diri sebagai teman, orang tua, anak, warga negara, businessman, guru, para professional, pejabat pemerintah dan pemimpin politk (ethics refers to standards of behavior that tell us how human beings ought to act in the many situations in which they find themselves as friends, parents, children, citizens, businesspeople, teachers, professionals, government officials, and political leaders) (Tejavanija, 2007).

Menurut Solomon (2005), etika adalah bagian dari philosophy yang ditujukan pada kehidupan yang baik, menjadi orang yang baik “being a good person”, melakukan sesuatu yang baik, memperoleh sesuatu dengan orang lain dan menginginkan sesuatu yang baik dalam kehidupan. Karena itu, etika adalah sangat esensial terhadap kehidupan dalam masyarakat dengan berbagai tradisi, praktek dan institusi. Kesemua ini menentukan banyak aturan dan harapan yang menjelaskan gambaran etika orang-orang yang tinggal bersama mereka.. Solomon berpendapat lebih jauh bahwa etika mempunyai dimensi personal dan sosial meskipun dalam teori maupun prakteknya kadang-kadang sulit untuk dipisahkan.

Ahli falsafah mengatakan bahwa etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas sedangkan moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral. Pengertian moral itu sendiri adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia (Sagiran, 2005). Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ‘hak’, ‘tanggung jawab’, ‘kebaikan’ dan sifat seperti ‘baik’, ‘buruk’, ‘benar’ dan ‘salah’, ‘sesuai’ dan ‘tidak sesuai’. Menurut dimensi ini etika terutama ditekankan pada bagaimana mengetahuinya (knowing) sementara moralitas bagaimana melakukannya (doing). Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Peter Singer, filsuf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas mempunyai arti yang sama karena itu di dalam buku-bukunya ia sering menggunakan kedua kata tersebut secara bergantian.

Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspektasi) profesi dan masyarakat serta bertindak dengan cara-cara yang professional. Etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.

Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dank lien lain, terhadap organisasi dan staf, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat akhir

walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, professional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.

Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota assosiasi tentang apa yang dinilai baik atau buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu. Kesimpulannya etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral/akhlak, kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Berdasarkan definisi di atas, Tejavanija (2007) membantu kita untuk memahami beberapa bagian atau aspek bahwa hal tersebut bukan etika atau tidak sama dengan etika.

a. Etika tidak sama dengan perasaan. Perasaan memberikan informasi penting untuk pilihan etika kita. Beberapa orang telah sangat berkembang kebiasaan yang membuat

mereka merasa buruk ketika mereka melakukan sesuatu yang salah, tetapi banyak orang baik bahkan meskipun mereka melakukan sesuatu yang salah dan sering perasaan kita akan memberitahu kami itu tidak nyaman untuk melakukan hal yang benar jika sulit.

b. Etika bukanlah agama. Banyak orang yang tidak religius, tapi etika berlaku untuk semua orang. Kebanyakan agama melakukan advokasi standar etika yang tinggi tapi kadang-kadang tidak mengatasi semua jenis masalah yang kita hadapi.

c. Etika tidak mengikuti hukum. Sebuah sistem yang baik hukum tidak memasukkan banyak standar etika tetapi hukum dapat menyimpang dari apa yang etis. Hukum dapat menjadi etis korup, dan beberapa rezim totaliter telah membuatnya. Hukum dapat menjadi fungsi kekuasaan sendiri dan dirancang untuk melayani kepentingan

kelompok sempit. Hukum mungkin memiliki waktu yang sulit merancang atau menegakkan standar di beberapa daerah penting dan mungkin lambat untuk mengatasi masalah baru.

d. Etika tidak mengikuti norma-norma yang diterima secara budaya. Beberapa budaya yang cukup etis tetapi yang lain menjadi rusak -atau- buta terhadap keprihatinan etika tertentu.

e. Etika bukan ilmu. Ilmu sosial dan alam dapat memberikan data penting untuk membantu kita membuat pilihan etis yang lebih baik tapi ilmu pengetahuan saja tidak memberitahu kita apa yang harus kita lakukan. Sains dapat memberikan penjelasan untuk apa manusia adalah sama. Tapi etika memberikan alasan untuk bagaimana manusia seharusnya bertindak dan hanya karena ada sesuatu yang ilmiah atau teknologi mungkin, tidak mungkin etis untuk melakukannya. Khusus untuk aspek ini, mungkin akan menjadi kontroversi karena beberapa bahasan di atas atau mungkin referensi yang lain dinyatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu. Bagaimana halnya dengan etika politik. Politik membutuhkan etika karena politik melibatkan dan banyak berhubungan dengan kekuasaan (power), konflik (conflict) dan kepentingan melayani diri sendiri (self-serving interests). Meskipun demikian ilmu politik jarang berhubungan dengan etika dalam pembuatan kebijakan

publik (less frequently does political science deal with ethics in public policymaking) (Albaek, 2003).

Etika politik atau sering disebut sebagai moralitas politik atau etika publik adalah praktek pembuatan penilaian moral tentang tindakan politik dan kajian tentang praktek tersebut (Political ethics (sometimes called political morality or public ethics) is the practice of making moral judgments about political action, and the study of that practice). Etika politik berkaitan dengan (Tejavanija, 2007):

a. Kejujuran (honesty) b. Menghormati (respect) c. Integritas (integrity) d. Profesionalisme (professionalism) e. Akuntabilitas (accountability) f. Keadilan (fairness)

g. Kompetensi (competence), dan h. Tanggung jawab (responsibility)

Tentu saja karena kesehatan sebagai subjek kajian maka yang dimaksudkan etika politik di sini adalah yang berkaitan dengan dengan isu-isu etika politik dalam bidang kesehatan. Dalam keputusan politik bidang kesehatan pun disana terdapat kewenangan, kekuasaan, lobi, tarik ulur kepentingan bahkan tidak sedikit yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau kelompok atau golongan dan partai politik. Sebagai contoh, ketika pemerintah mau menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tidak sedikit debat, pro kontra atas kebijakan pemerintah tersebut. Koalisi pemerintahan SBY-Boediono bahkan harus terbagi dalam menyikapi kenaikan harga BBM itu. Semua partai politik dan kabinet koalisi bahkan semua bicara atas nama rakyat dengan padangan dan argumen yang berbeda. Terdapat kekuasaan untuk saling mempengaruhi satu sama lain. Karena itu sifat kejujuran, menghormati orang lain, profesionalisme, berkeadilan, penuh tanggung jawab dan kompetensi adalah hal yang tak dapat dipisahkan dalam kebijakan dan etika politik kesehatan.