• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Internalisasi Karakter Religius

2. Pengertian Karakter

Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan & Bohlin dalam Darmiyati Zuchdi, 2015: 15). To engrave dapat diartikan sebagai kata ‘mengukir’. Sebagaimana ukiran yang tidak mudah hilang, begitu pula dengan

14

karakter. Karakter yang telah melekat pada diri seseorang tidak akan mudah hilang dengan bertambahnya usia.

Suyanto (Syamsul Kurniawan, 2013: 28) mendefiniskan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Karakter adalah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan (Abdullah Munir, 2010: 3)

Berdasarkan pendapat di atas karakter diartikan sebagai cara berpikir dalam bersikap dan berperilaku yang telah melekat kuat pada diri seseorang. Karakter sudah menjadi ciri khas yang kuat dari seseorang dalam bersikap dan berperilaku, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat. Sebagaimana sebuah ukiran karakter yang telah melekat pada diri seseorang tidak akan mudah terkikis atau pun hilang.

Kemendiknas (2010: 3) karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (vitues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Jadi karakter itu diperoleh akbiat adanya suatu proses internalisasi berbagai nilai, moral, dan norma yang dipandang baik. Sehingga menjadi pedoman dalam bersikap serta bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Hal senada juga diungkapkan oleh Darmiyati Zuchdi (2015: 16) tentang karakter, menurutnya :

“karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, perasaan, dan perkataan serta perilaku sehari-hari berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karama, budaya, dan adat istiadat.’

Menurut Darmiyati Zuchdi karakter merupakan segala nilai perilaku yang tercermin dalam seluruh aktivitasnya baik yang berhubungan dengan Tuhan, sesama manusia ataupun dengan lingkungannya yang diwujudkan dalam bentuk pikiran, perasaan, dan tindakan dengan berlandasakan pada norma-norma yang ada.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan pengertian karakter. Karakter adalah sikap dan perilaku, baik yang diwujudkan dalam bentuk pikiran, perasaan, atau pun tindakan yang menjadi ciri khas seseorang sehingga membedaknnya dengan yang lain. Karakter sifatnya tidak mudah hilang, ia akan terus melekat pada diri yang memilikinya. Karakter juga dapat diartikan sebagai kepribadian atau watak. Karakter ini diperoleh dari proses internalisasi nilai-nilai yang didapatkan dari seluruh aktivitas manusia. Baik yang hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia, ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai tersebut berlandaskan pada norma-norma agama, hukum, tata karama, budaya, dan adat istiadat.

16 3. Pengertian Karakter Religius

Karakter religius merupakan salah satu dari 18 nilai karakter yang diimplementasikan dalam pendidikan karakter di Indonesia sebagimana dikeluarkan oleh Kemendiknas. Syamsul Kurniawan (2013: 39-38) menyatakan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari salah satu dari empat sumber (dalam hal ini agama, Pancasila, budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional) yang pertama yaitu agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Di setiap segi kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasarkan pada ajaran agama dan kepercayaannya. Dan perlu digaris bawahi bahwa nilai-nilai pendidikan karakter tersebut harus didasarkan pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Sebab jika nilai agamanya bagus, maka nilai-nilai yang lain juga akan baik.

Menurut Kemendiknas (2010: 9), nilai karakter religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Pendapat lain tentang karakter religius disampaikan oleh Mohamad Mustari (2014: 1) mendefinisikan religius adalah nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Ia menunjukkan bahwa pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Lebih lanjut lagi, Nurul Zuriah (2011: 39) mengatakan bahwa nilai religius dapat diwujudkan dalam perilaku: 1) mensyukuri hidup dan percaya kepada tuhan, 2) sikap toleran, dan 3) mendalami ajaran agama.

Jika dilihat dari beberapa pendapat di atas karakter religius dimaknai sebagai sikap dan perilaku yang selalu didasarkan pada ajaran agama yang dianutnya dan berdasarkan dengan nilai-nilai yang hubungannya dengan ketuhanan. Jadi segala pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan itu selalu dilandaskan oleh ajaran agamnya dan tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Hal ini, senada dengan yang disampaikan oleh Syamsul Kurniwan (2013: 127) sikap dan perilaku religius merupakan sikap dan perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Seseorang disebut religius ketika ia merasa perlu dan berusaha mendekatkan dirinya dengan Tuhan (sebagai penciptanya), dan patuh melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Sehingga, segala sikap dan perilaku itu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya spiritual atau keagamaan.

Seseorang dapat dikatakan religius ketika timbul perasaan bahwa ia perlu mendekatkan diri kepada penciptanya serta mematuhi dan melaksanakan ajaran agamnya dalam kehidupan sehari-hari. Indah Ivonna (Syamsul Kurniwan, 2013: 128) menambahkan bahwa religiositas seringkali merupakan sikap batin seseorang ketika berhadapan dengan realitas kehidupan luar dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sebagainya. Religius seseorang muncul ketika seseorang berhadapan dengan berbagai bencana yang secara langsung maupun tidak langsung menimpa dirinya. Memang benar jika seseorang sedang tertimpa bencana ataupun saudaranya tertimpa bencana secara spontan religius itu timbul dengan sendirinya. Hal ini

18

disebabakan karena manusia memiliki sifat pasrah dan perlunya meminta perlindungan dari Sang Pencipta.

Pendapat lain tentang karakter religius disampaikan oleh Prof. Notonagoro (Sajarkawi: 2006: 31-32) yang mendefinisikan bahwa nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan ketuhanan yang ada pada diri seseorang, dan nilai kerokhaian itu berposisi yang tertinggi dan mutlak. Hal ini jelas bahwa karakter religius bersumber dari keyakinan dalam diri seseorang sendiri terhadap nilai-nilai ketuhanan yang sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Nilai karakter religius ini merupakan nilai yang tertinggi dan menjadi pedoman dalam setiap penanaman nilai karakter dalam kehidupan berbangsa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Darmiyati Zuchdi (2015: 19) karakter yang dibangun tanpa agama adalah karakter yang tidak utuh. Bagaimana orang dikatakan baik atau buruk karakternya jika ukurannya hanyalah berbuat baik kepada manusia saja dan mengabaikan hubungan vertikalnya (ibadah) kepada Tuhan.

Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas terkait karakter religius, dapat disimpulkan bahwa karakter religius bersumber dari keyakinan ketuhanan yang ada dalam diri seseorang. Karakter religius berkaitan dengan ajaran-ajaran agama yang berhubungan dengan ketuhanan atau spiritual. Karakter religius diwujudkan dengan sikap dan perilaku yang selalu berlandaskan dengan nilai-nilai agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya. Jadi seseorang yang dalam dirinya telah terinternalisasi karakter religius, maka segala pikiran, perkataan, dan perbuatannya dilandaskan pada ajaran agama yang dianutnya. Baik seseorang yang beragama muslim maupun non muslim dalam

bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-harinya senantiasa berlandaskan pada ajaran agamanya. Bagi yang beragama muslim wajib melaksanakan ibadah sholat lima waktu, membayar zakat, puasa wajib saat bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, dan yang lainnya. Bagi yang beragama non muslim, misalnya beragama kristen atau katolik pergi ke gereja setiap hari Minggu dan ikut memperingati hari besar keagamaan seperti Natal dan Paskah, bagi yang beragama hindu pergi ke pura untuk beribadah, dan memperingati hari besar keagamaan Nyepi.