• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Pengembangan Diri

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Internalisasi Karakter Religius

B. Strategi Internalisasi Karakter Religius pada Anak Sekolah Dasar

1. Program Pengembangan Diri

Program pengembangan diri dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yang meliputi 1) kegiatan rutin sekolah, 2) kegiatan spontan, 3) keteladanan, dan 4) pengkondisian. Hal ini, sejalan dengan yang disampaikan oleh Nurul Zuriah (2011: 86-87) yang menjelaskan tentang penerapan pendidikan budi pekerti di lingkungan persekolah melalui dua cara yaitu pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari dan pengintegrasian dalam kegiatan yang telah diprogramkan. Adapun pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari yang disampaiakan Nurul Zuriah meliputi 1) keteladanan atau contoh, 2) kegiatan spontan, 3) teguran, 4) pengkondisian lingkungan, dan 5) kegiatan rutin. Sedangkan pada kegiatan yang telah diprogramkan, guru membuat perencanaan terlebih dahulu terkait kegiatan yang akan dilaksanakan. Untuk

perilaku taat kepada ajaran agama yaitu diintegrasikan pada kegiatan peringatan hari-hari besar keagamaan.

Hal senada juga disampaikan oleh Syamsul Kurniawan (2013: 108-109) yang menyatakan bahwa guru dan pemangku kebijakan pendidikan di sekolah hendaknya dapat mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam kurikulum sekolah, silabus dan rencana program pembelajaran (RPP) yang sudah ada. Adapun dalam implementasi pendidikan karakter melalui kegiatan pengembangan diri yang disebutkan Syamsul Kurniawan (2013:109) dituliskan pada tabel 1. tentang implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah berikut ini.

Tabel 1. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Sekolah No. Implementasi Pendidikan

Karakter Bentuk Pelaksanaan Kegiatan 1. Integrasi dalam mata pelajaran

yang ada

Mengembangkan silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada sesuai dengan nilai yang akan diterapkan. 2. Mata pelajaran dalam muatan

loka (mulok)

Ditetapkan oleh sekolah/ daerah. Kompetensi dikembangkan oleh sekolah/ daerah.

3. Kegiatan pengembangan diri Pembudayaan dan pembiasaan, berupa: pengondisian, kegiatan rutin, kegiatan spontanitas, keteladanan, dan kegiatan terprogram.

Ekstrakulikuler, seperti Pramuka, PMR, kantin kejujuran, UKS, KIR, olahraga dan seni, OSIS dan sebagainya.

Bimbingan konseling yaitu pemberian layanan bagi anak yang mengalami masalah.

Adanya berbagai macam pendapat terkait program pengembangan diri maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan program pengembangan diri dilakukan melalui

26

1) kegiatan rutin sekolah, 2) kegiatan spontan, 3) pemberian keteladanan, dan 4) pengkondisian lingkungan.

a. Kegiatan Rutin Sekolah

Kegiatan rutin ialah kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik secara terus menerus dan sudah terlaksana setiap hari. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari ini dapat dijadikan sebuah pembiasaan dalam menginternalisasikan karakter religius pada peserta didik. Syamsul Kurniawan (2013: 128-129) mengungkapkan bahwa kegiatan religius yang dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah yang nantinya dapat dijadikan sebagai pembiasaan, yaitu:

1) berdoa atau bersyukur. Berdoa adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Ungkapan syukur juga dapat diwujudkan dengan menjalin hubungan persaudaraan sesama teman tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agama. Kerelaan peserta didik untuk memberikan ucapan selamat hari raya kepada teman yang berbeda agama dengannya merupakan bentuk dari toleransi. Ungkapan rasa syukur terhadap lingkungan alam misalnya dengan meminta anak untuk menyirami tanaman yang ada di depan kelasnya dan menjaga kebersihan lingkungan kelas dan sekolahnya,

2) mengadakan kegiatan di mushalla. Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya sholat zuhur berjamaah setiap hari, mengikuti kegiatan baca tulis Al-Quran (BTA), dan sholat jumaat berjamaah,

3) mengadakan perayaan hari raya keagamaan. Untuk yang bergama islam misalnya mengadakan kegiatan keagamaan seperti pengajian pada momen Idul Adha, Idul Fitri, dan Isra’ Mi’raj sebagai sarana meningkatkan iman dan

takwa peserta didik. Sedangkan yang beragama nasrani dengan mengadakan perayaan natal serta paskah, dan

4) mengadakan kegiatan keagamaan sesuai dengan agama yang dianut peserta didiknya. Misalnya mengadakan kegiatan pesantren kilat untuk yang beragama islam dan mengadakan kegiatan ruhani lain bagi yang beragama nasrani maupun Hindu.

Novan Ardy Wiyani (2013: 223-228) memberikan contoh pemetaan kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan di sekolah dalam menanamkan karakter religius di sekolah melalui pembiasaan rutin, sebagai berikut.

1. Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran dengan dipimpin oleh guru agama melalui pengeras suara dari ruang Guru 1.

2. Setiap Jumat melaksanakan kegiatan infaq bagi yang muslim. 3. Setiap pergantian jam pelajaran, siswa memberi salam kepada guru.

4. Melakukan sholat zuhur berjamaah sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

5. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melakukan ibadah.

6. Anak diminta mengucapkan salam sebelum dan sesudah kegiatan, jika bertemu dengan guru, bicara dan bertindak dengan memperhatikan sopan santun.

7. Anak dibiasakan untuk mengucapkan terima kasih, maaf, permisi, dan tolong. 8. Mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruangan orang lain.

28

9. Meminta izin untuk menggunakan barang orang lain.

Kegiatan rutin ini penting untuk dilakukan guru untuk membentuk pembiasaan sikap dan perilaku siswa agar sesuai dengan karakter religius. Sebab dengan pembiasaan karakter religius dapat terinternalisasi pada jiwa anak. Sehingga ketika anak tidak berperilaku sesuai dengan karakter tersebut, maka ia akan merasa bersalah dan kurang nyaman. Hal ini senada yang disampaikan oleh Edi Waluyo (Agus Wibowo, 2012: 126) bahwa pendidikan karakter terhadap anak hendaknya menjadikan mereka terbiasa untuk berperilaku baik; sehingga ketika seseorang anak tidak melakukan kebiasaan baik itu, yang bersangkutan akan merasa bersalah. Dengan demikian, anak akan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukan kebiasaan baik itu.

b. Kegiatan Spontan

Kegiatan spontan yang dimaksud yaitu ketika suatu kegiatan dilakukan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan ketika guru dan tenaga kependidikan melihat sikap dan perilaku negatif maupun positif yang dilakukan peserta didik. Jika siswa melakukan perilaku negatif dengan spontan guru mengingatkannya dan menasehatinya supaya tidak melakukan hal tersebut. Perilaku negatif misalnya ketika anak mengambil barang temannya tanpa ijin. Sedangkan perilaku positif misalnya ketika peserta didik menolong temannya yang sedang terjatuh. Perilaku positif ini perlu mendapat tanggapan bagi guru dengan memberinya pujian, supaya peserta didik tahu bahwa perilaku tersebut baik dan perlu untuk dikembangkan. Dalam hal ini guru memberikan penguatan positif bagi peserta didik. Hal ini sejalan dengan bentuk penerapan spontanitas dalam matrik

penjabaran dan penerapan nilai-nilai budi pekerti taat kepada ajaran agama yang disampaikan oleh Nurul Zuriah (2011: 208) bahwa guru memberikan nasihat kepada siswa yang melakukan kegiatan negatif maupun positif.

Adapun bentuk kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan dalam pembiasaan spontan (Novan Ardy Wiyani, 2013: 223) yaitu: 1) memperingatkan peserta didik yang tidak melaksanakan ibadah,

2) memperingatkan jika tidak mengucapkan salam, dan 3) meminta maaf bila melakukan kesalahan.

c. Pemberian Keteladanan

Keteladanan yang dimaksud ialah segala perilaku dan sikap yang dilakukan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah, dan karyawan sekolah dalam memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik, sehingga dapat menjadi model yang baik bagi peserta didik. Termasuk juga guru sebagai figur utama sudah semestinya memberikan contoh yang baik bagi peserta didiknya baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat. Misalnya, selalu berpakaian rapi, mengucapkan kata-kata yang terpuji, membuang sampah pada tempatnya, makan sambil duduk dan masih banyak lainnya. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan melalui pembiasaan keteladanan (Novan Ardy Wiyani, 2013: 223) yaitu:

1) guru berdoa bersama peserta didik sebelum dan setelah jam pelajaran,

2) guru dan tenaga kependidikan melakukan sholat zuhur berjamaah sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, dan

30

3) guru menjadi model yang baik dalam berdoa dengan khusyuk dan dalam Bahasa Indonesia sehingga dimengerti oleh anak.

Sementara itu, Seorang ahli bernama Kirschenbaum memberikan penyelesaian dalam mengimplementasikan pendidikan karakter melalui pendekatan komperhensif. Pendekatan komperhensif diusulkan pertama kali oleh Kirschenbaum (1995: 31), dalam salah satu bukunya yang berjudul 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Setting beliau menguraikan 100 cara untuk bisa meningkatkan nilai dan moralitas (karakter/akhlak mulia) di sekolah yang bisa dikelompokkan ke dalam lima metode, yaitu:

1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan moralitas), 2) modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan moralitas), 3) facilitating values and morality (memfasilitasi nilai-nilai dan morlaitas), 4) skills for values development and moral literacy (keterampilan untuk

pengembangan nilai dan literasi moral), dan

5) implementing a values education program (mengimplementasikan nilai ke dalam program pendidikan).

Pendapat Kirschenbaum ini, kemudian dijelasakan kembali oleh Darmiyati Zuchdi, dkk. Dalam hal ini, pemberian keteladanan sesuai dengan metode modeling values and morality, yang oleh Darmiyati Zuchdi (2015: 35) disebut keteladanan nilai. Metode ini menurut Darmiyati Zuchdi memiliki beberapa syarat yang perlu untuk diperhatikan dalam penerapannya, yaitu:

1) guru atau orang tua harus berperan sebagai model yang baik bagi murid-murid atau anak-anaknya, dan

2) anak-anak harus meneladani orang-orang terkenal yang berakhlak mulia, terutama nabi muhammad SAW, bagi yang beragama islam dan para nabi yang lain.

Guru dan orang tua juga perlu memiliki keterampilan asertif dan keterampilan menyimak. Keterampilan asertif adalah keterampilan mengemukakan pendapat secara terbuka, dengan cara-cara yang tidak melukai perasaan orang lain.

Metode keteladanan nilai tersebut memiliki strategi-strategi pelaksanaanya, strategi keteladananan nilai menurut Darmiyati Zuchdi (2015: 39-40), meliputi: 1) berbagi perasaan, 2) berbagi pengalaman, 3) berbagi keterampilan, 4) nara sumber, dan 5) menghindari kemunafikan. Berikut ini akan dijelaskan dua startegi yang dapat digunakan guru untuk menginternalisasikan karakter religius.

1. Berbagi perasaan

Berbagi perasaan ini dapat dilakukan guru dengan cara mengekspresikan emosinya terhadap suatu hal yang terjadi di dalam atau di luar kelas. Misalnya, ketika ada salah satu muridnya yang sakit dan harus menginap di rumah sakit guru menunjukkan ekspresi wajah yang sedih. Dalam hal ini guru mengajarkan betapa pentingnya kasih sayang sesama teman. Contoh lain, ketika ada seorang murid yang menyontek saat ujian guru menunjukkan ekspresi marah. Demikian ketika guru marah, ia sedang mengajarkan betapa pentingnya sebuah kejujuran.

2. Menghindari Kemunafikan

Munafik artinya melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan yang diucapakan. Guru sebagai tauladan yang baik, sudah semestinya menghindari sifat

32

munfaik seperti ini. Jadi guru harus hati-hati dalam setiap bertindak, jangan sampai apa yang ia larang justru dilakukannya sendiri.

d. Pengkondisian Lingkungan

Pengkondisian lingkungan yaitu upaya sekolah untuk mendukung terlaksananya internalisasi karakter religius pada peserta didik. Lingkungan sekolah dikondisikan sehingga dapat mencerminkan kehidupan nilai-nilai karakter religius. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Nurul Zuriah (2011: 208) bentuk penerapan pengkondisian lingkungan yaitu:

1) diadakan ceramah agama, 2) pengadaan sarana ibadah,

3) diperdengarkan suara azan pada saat waktu shalat (islam),

4) ada pengumuman mengenai memperingati hari-hari besar keagamaan, dan 5) terdapat gambar/ sarana lain yang mengenalkan ciri-ciri agama.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa internalisasi karakter religius melalui kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan hari di sekolah. Kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut meliputi: 1) kegiatan rutin yang diadakan secara terus-menerus dan konsisten setiap saat, 2) kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat itu juga. Kegiatan spontan ini dilakukan ketika guru menemui sikap dan perilaku siswa yang negatif ataupun positif, 3) pemberian keteladanan yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, maupun karyawan sekolah dalam memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik. Sehingga dapat menjadi model yang baik untuk ditiru oleh peserta didik, dan 4) pengkondisian lingkungan,

lingkungan sekolah dikondisikan sedemikian rupa sehingga dapat mendukung berlangsungnya proses internalisasi karakter religius pada siswa.