• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN AKAD MURABAHAH Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan

Dalam dokumen Akuntansi Syariah Di Indonesia (Halaman 187-190)

dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai (bai’naqdan) atau tangguh (bai’ mu’ajal/bai’ bi’tsaman ajil). Secara luas, jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela. Jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad) yang dapat dibenarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang dengan barang, barang dengan barang yang biasa kita kenal dengan barter dan uang dengan uang misalnya pertukaran nilai mata uang rupiah dengan yen.

Pertukaran uang dengan barang yang biasa kita kenal dengan jual beli dapat dilakukan secara tunai atau dengan cara pembelian tangguh. Pertukaran barang dengan barang, terlebih dahulu harus memperhatikan apakah barang tersebut merupakan barang ribawi (secara kasat mata tidak dapat dibedakan) atau bukan. Untuk pertukaran barang ribawi seperti emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, anggur kering dengan anggur kering, dan garam dengan garam maka pertukarannya agar sesuai syariah harus dengan jumlah yang sama dan harus dari tangan ke tangan atau tunai, karena kelebihannya adalah riba. Untuk pertukaran mata uang yang berbeda harus dilakukan secara tunai. Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran marjin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.

Kemudian timbul pendebatan berkenaan dengan harga perolehan, apakah hanya sebesar harga beli atau boleh ditambahkan dengan biaya lain. Secara umum, keempat ulama mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Mereka tidak memperbolehkan pembebanan biaya langsung yang berhubugan dengan pekerjaan yang memang seharusnya dilakukan oleh penjual, demikian juga biaya yang tidak memberi nilai tambah pada barang.

Harga beli menggunakan harga pokok yaitu harga beli dikurangi dengan diskon pembelian apabila diskon diberikan setelah akad, maka diskon yang didapat akan menjadi hak pembeli atau hak penjual sesuai dengan kesepakatan mereka diawal akad. Dalam PSAK 102 dijelaskan lebih lanjut, jika akad tidak mengatur, maka diskon tersebut menjadi hak penjual. Namun pada hakikatnya, diskon pembelian adalah hak pembeli. Sehingga akan lebih baik jika prosedur operasional perusahaan menyatakan bahwa diskon setiap akad murabahah adalah hak pembeli. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain meliputi (PSAK No. 102 paragraf 11):

1. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang; 2. Diskon biaya asuransi dalam rangka pembelian barang;

3. Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang. Sedangkan keuntungan yang diinginkan bisa dinyatakan dalam jumlah tertentu (lump sum) misalnya Rp20.000.000 atau berdasarkan persentase tertentu, misalnya 20% atau 30% dari harga pokok. Sebagai contoh, Adi membeli mobil dengan harga Rp 200 Juta dan ketika menawarkan mobilnya, ia mengatakan: “saya jual mobil ini dengan harga Rp 250 juta, saya mengambil untung Rp 50 Juta”, pembeli dimungkinkan untuk melakukan tawar-menawar dengan penjual atas besarnya keuntungan yang diinginkannya sehingga diperoleh besarnya keuntu-ngan yang disepakati pembeli dan penjual. Besarnya keuntukeuntu-ngan harus jelas. Harga barang yang telah disepakati tidak dapat berubah. Misalkan dari contoh diatas harga yang disepakati Rp 240 juta dan dapat dibayar dengan mengangsur sebesar Rp 10 Juta per bulan dalam jangka waktu 2 tahun. Maka besarnya angsuran tetap sebesar Rp 10 juta per bulan selama 24 bulan walaupun harga mobil sudah meningkat atau tingkat bunga pasar meningkat.

Penjual dapat meminta pembeli untuk mewakilinya membeli barang yang dibutuhkan pembeli sehingga barang yang dibeli sesuai dengan keinginannya. Dan akad murabahah dapat terjadi setelah barang tersebut menjadi milik sipenjual karena akad tidak sah kalau penjual tidak memiliki barang yang dijualnya, misalnya Hanum ingin membeli rumah dari Asri tapi Asri tidak memiliki rumah seperti yang diinginkan Hanum, kemudian Asri meminta Hanum untuk mewakilinya mencari rumah sesuai dengan yang diinginkannya. Dalam hal ini harus ada 2 transaksi yang terpisah, pertama adalah transaksi jual beli antara Asri dengan penjual pertama dimana terjadi peralihan kepemilikan dari penjual pada Asri, yang kedua adalah transaksi antara Asri dan Hanum dimana terjadi peralihan kepemilikan dari Asri pada Hanum. Tidak boleh transaksi tuggal yaitu antara penjual pertama dan Hanum karena kalau seperti ini sama saja Asri meminjamkan uang kepada Hanum. Kalau pinjam-meminjam, tidak boleh ada unsur keuntungan atau kelebihan didalamnya. Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit (pembayaran tangguh). Dalam akad murabahah, diperkenankan harga berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda. Misalnya, harga tunai, harga tangguh dengan periode 1 tahun atau 2 (dua) tahun berbeda. Namun penjual dan pembeli harus memilih harga mana yang

disepakati dalam akad tersebut dan begitu disepakati maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan dan harga ini tidak dapat berubah. Apakah pembeli melunasi lebih cepat dari jangka waktu kredit yang ditentukan atau pembeli menunda pembayarannya, harga tidak boleh berubah.

Penjual dapat meminta uang muka pembelian kepada pembeli sebagai bukti keseriusannya ingin membeli barang tersebut. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati. Namun apabila penjual telah membeli barang dan pembeli membatalkannya, uang muka ini dapat digunakan untuk menutup kerugian sipenjual akibat dibatalkannya pesanan tersebut. Bila jumlah uang muka lebih kecil dibandingkan jumlah kerugian yang harus ditanggug oleh penjual, penjual dapat meminta kekurangannya kepada pembeli. Sebaliknya, bila lebih besar, pembeli berhak untuk mengambil atau menerima kembali sebagian uang mukanya.

Apabila akad penjualan secara tangguh dan pembeli dapat melunasinya secara tepat waktu atau bahkan ia melakukan pelunasan lebih cepat dari periode yang telah ditetapkan, maka penjual boleh memberikan potongan. Namun demikian, besarnya potongan ini tidak boleh diperjanjikan di awal akad (untuk menghindari adanya unsur riba). Apabila pembeli tidak dapat membayar utangnya sesuai dengan waktu yang ditetapkan, penjual tidak diperbolehkan mengenakan denda atas keterlambatan pada pembeli karena kelebihan pembayaran atas suatu utang sama dengan riba. Pengecualian berlaku, apabila pembeli tersebut tidak membayar bukan karena mengalami kesulitan keuangan tapi karena lalai. Dalam kasus seperti ini, pengenaan denda diperbolehkan. Namun, denda ini pun tidak boleh diakui sebagai pendapatan penjual tapi harus digunakan untuk dana kebijakan/sosial (dana qard) yang akan disalurkan pada orang yang membutuhkan. Tujuan dikenakannya denda adalah sebagai hukuman/sanksi bagi orang yang lalai agar ia lebih disiplin dalam menunaikan kewajiban membayar utangnya. Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad. Pada saat diterima, denda diakui sebagai bagian dana sosial. Pengakuan dan pengukuran urban (uang muka) adalah sebagai berikut:

1. Urban diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima;

2. Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urban diakui sebagai pemba-yaran piutang;

3. Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urban dikembalikan kepada nasa-bah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan bank.

Apabila pelunasan piutang tertunda dikarenakan pembeli mengalami kesu-litan keuangan, maka penjual hendaknya memberi keringanan. Keringanan dapat berupa menghapus sisa tagihan, membantu menjualkan objek murabahah pada pihak lain atau melakukan restrukturisasi piutang.

1. Restrukturisasi piutang bisa dalam bentuk sebagai berikut. (ED PSAK 108). Hal ini dilakukan terhadap debitor yang mengalami penurunan kemampuan pem-bayaran yang bersifat permanen. Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil.

2. Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), dimana jumlah tagihan yang tersisa tetap (tidak boleh ditambah) dan perpanjangan masa pembayaran dise-suaikan dengan kesepakatan kedua pihak sehingga besarnya angsuran menjadi lebih kecil.

3. Mengonversi akad murabahah, dengan cara menjual objek murabahah kepada penjual sesuai dengan nilai pasar, kemudian dari uang yang ada digunakan untuk melunasi sisa tagihan kelebihannya (bila ada) digunakan sebagai uang muka akad ijarah atau sebagai bagian modal dari akad mudharabah musyarakah atau musyarakah dalam rangka perolehan suatu barang. Hal ini dilakukan terhadap debitor yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran namun debitor tersebut masih prospektif. Sebaliknya, apabila terjadi kekurangan tetap menjadi utang pembeli yang cara pembayarannya disepakati bersama.

Akad murabahah adalah sesuai dengan syariah karena merupakan transaksi jual beli dimana kelebihan dari harga pokoknya merupakan keuntungan dari penjualan barang. Sangat berbeda dengan praktik riba dimana nasabah meminjam uang sejumlah tertentu untuk membeli suatu barang kemudian atas pinjaman tersebut nasabah harus membayar kelebihannya dan ini adalah riba. Menurut ketentuan syariah, pinjaman uang harus dilunasi sebesar pokok pinjamannya dan kelebihannya adalah riba, tidak tergantung dari besar kecilnya kelebihan yang diminta juga tidak tergantung kelebihan tersebut nilainya tetap atau tidak tetap sepanjang waktu pinjaman.

Dengan penjualan tangguh, maka akan muncul utang piutang, pembeli mem punyai utang dan penjual mempunyai piutang. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau untuk menghindari risiko penjual dapat mengadakan perjanjian khusus dengan pembeli dan meminta jaminan. Dalam hal ini, objek akad murabahah yaitu barang yang diperjualbelikan dapat digunakan sebagai jaminan. Untuk penjualan tidak tunai (tangguh), sebaliknya dibuatkan kontrak/perjanjian nya secara tertulis dan dihadiri saksi-saksi. Kontrak memuat antara lain besarnya utang pembeli karena membeli barang, jangka waktu akad, besarnya angsuran setiap periode, jaminan, siapa yang berhak atas diskon pembelian barang setelah akad pembeli atau penjual dan lain sebagainya.

DASAR SYARIAH

Dalam dokumen Akuntansi Syariah Di Indonesia (Halaman 187-190)