• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUKUN DAN KETENTUAN AKAD MURABAHAH

Dalam dokumen Akuntansi Syariah Di Indonesia (Halaman 192-195)

Adapun rukun dan ketentuan murabahah yaitu:

1. Pelaku

Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya.

Penjual Pembeli

2. Objek Jual Beli, Harus Memenuhi:

a. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal. Maka semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat dijadikan sebagai objek jual beli, karena barang tersebut dapat menyebabkan manusia bermaksiat/melanggar lara-ngan Allah. Hal ini sesuai delara-ngan hadis berikut ini:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan menjualbelikan khamar, bangkai, babi, patung-patung”. (HR. Bukhari Muslim)

“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil menfaatnya atau memiliki nilai, dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang diperjualbelikan, misalnya: jual beli barang yang kedaluarsa.

c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual. Jual beli atas barang yang tidak dimiliki oleh penjual adalah tidak sah karena bagaimana mungkin ia dapat menyerah kan kepemilikan barang kepada orang lain atas barang yang bukan miliknya. Jual beli oleh bukan pemilik barang seperti ini, baru akan sah apabila mendapat izin dari pemilik barang. Misalnya: seorang suami menjual harta milik istrinya, sepanjang istrinya mengizinkan maka sah akadnya. Contoh lain, jual beli barang curian adalah tidak sah karena status kepemilikan barang tersebut tetap pada si pemilik harta.“ Barangsiapa membeli barang curian sedangkan dia tahu bahwa itu hasil curian, maka sesungguhnya dia telah bersekutu di dalam dosa dan aibnya” (HR. Al Baihaqi). Contoh lainnya, jika sipenjual telah menjual barangnya pada pembeli tertentu kemudian menjual kembali barang yang telah dijualnya pada pembeli lain yang mau membayar lebih tinggi, hal ini pun tidak dibolehkan karena barang tersebut bukan lagi miliknya.

“Janganlah seorang menjual barang yang telah dijual...” (HR. Bukhari Muslim)

“Bahwasannya orang telah membeli dari dua orang, maka dia harus mengambil dari orang pertama”. (HR. Ahmad, An Nasa’i, abu Dawud dan At Tirmizi).

d. Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu dimasa depan. Barang yang tidak jelas waktu penyerahannya adalah tidak sah, karena dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar), yang pada giliran nya dapat merugikan salah satu pihak yang bertransaksi dan dapat menimbul kan persengketaan. Misalnya, saya jual mobil avanza ku yang hilang dengan harga Rp 40 juta; si pembeli berharap mobil itu akan ditemukan. Demikian juga jual beli atas barang yang sedang digadaikan atau telah diwakafkan. e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan

oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian). Misalnya, saya jual salah satu tanaman hias yang saya miliki, tidak jelas tanaman hias mana yang akan dijual, atau saya jual salah satu dari lima mobil yang saya miliki dengan harga Rp 100 juta, tidak jelas mobil mana dan kondisinya bagaimana.

f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnya dengan jelas, sehingga tidak ada gharar. Apabila suatu barang dapat dikuantifisir/ditakar/ ditimbang maka atas barang yang diperjualbelikan harus dikuantifisir terlebih dahulu agar tidak timbul ketidakpastian (gharar). Sesuai dengan hadis berikut ini.

“Bagaimana jika Allah mencegahnya berbuah, dengan imbalan apakah salah seorang kamu mengambil harta saudaranya?” (HR. Al Bukhari dari Anas)

Berdasarkan hadis ini, dapat disimpulkan jual beli secara ijon dilarang. Contoh lainnya: Menjual anak kuda yang masih dalam kandungan, karena anak kuda yang dilahirkan nanti belum tentu selamat, cacat atau tidak, serta belum tentu seunggul induk biologisnya.

g. Harga barang tersebut jelas. Harga atas barang yang diperjualbelikan dike-tahui oleh pembeli dan penjua berikut cara pembayarannya tunai atau tangguh sehingga jelas dan tidak ada gharar. Contoh: Penjual berkata kepada pembeli, jika kamu membayar 1 bulan harganya Rp 700.000. tetai jika kamu membayar 2 bulan maka harganya menjadi Rp 750.000. Pembeli pun setuju, tanpa menyatakan harga yang mana yang dia setujui sehingga harga tidak menentu, kecuali dinyatakan harga yang mana yang disepakati. Begitu harga itu disepakati maka harga tersebut tidak boleh berubah.

h. Barang yang diakadkan ada di tangan penjual. Barang dagangan yang tidak berada di tangan penjual akan menimbulkan ketidakpastian (gharar). Hakim bin Hizam berkata:

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membeli barang dagangan, apakah yang halal dan apa pula yang haram daripadanya untukku?” Rasulullah bersabda: “Jika kamu telah membeli sesuatu, maka janganlah kau jual sebelum ada ditanganmu”.

Berdasarkan hadis ini dapat diqiyaskan future trading dilarang. Pembeli yang menjual kembali arang yang dia beli sebelum serah terima, dapat diartikan ia menyerahkan uang pada pihak lain dengan harapan memperoleh uang lebih banyak dan hal ini dapat disamakan dengan riba. Contoh : A membeli buku dari B. B belum mnegirimkan kepada A atau kepada agennya. A tidak bisa menjual buku kepada C. Jika A menjualnya sebelum menerima pengiriman B, maka penjualan yang dilakukan oleh A menjadi tidak sah. Contoh diatas berbeda dengan jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tidak ada ditempat akad, namun barang tersebut ada dan dimiliki penjual. Hal ini dibolehkan asalkan sfesifikasinya jelas, dan apabila ternyata barangnya tidak sesuai dengan yang telah disepakati maka para pihak boleh melakukan khiar (memilih melanjutkan transaksi atau membatalkannya).

“siapa yang membeli sesuatu barang yang ia tidak melihatnya, maka dia boleh memilih jika telah menyaksikannya”. (HR. Abu Hurairah)

Misalkan penjual dan pembeli bersepakat dalam transaksi jual beli beras tipe IR 65, dengan harga Rp 5000/kg sebanyak 1 ton, dan ketika melakukan akad berasnya masih ada di Cianjur. Hal ini dibolehkan dengan syarat apabila ternyata beras yang dikirim kualitasnya tidak sesuai, pembeli boleh memilih apakah akan tetap melakukan transaksi atau membatalkannya.

i. Ijab Kabul

Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggu nakan cara-cara komunikasi modern. Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannya, pembayarannya dan juga pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal. Demikian sebaliknya kalau kita perhatikan, semua ketentuan syariah diatas tidak ada yang memberatkan. Semuanya masuk akal, memiliki nilai moral yang tinggi, menghargai hak kepemilikan harta, meniadakan persengketaan yang dapat berakibat pada permusuhan. Dengan kata lain, semua itu adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Dalam dokumen Akuntansi Syariah Di Indonesia (Halaman 192-195)