• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Metoda Analisis Data

4.1.2. Pengolahan Data Lanjutan

Pengolahan data lanjutan berhubungan dengan metode komputasi statistika seperti yang diterangkan dalam metode penelitian. Ada dua tahap penghitungan yaitu: Pertama, memilih beberapa variabel yang digunakan dalam pembuatan model dengan menggunakan metode Regresi Logistik, dengan pemilihan variabel-variabel independen menggunakan prosedur stepwise.

Tabel 2. Variabel Infrastruktur Fisik dan Sosial

No Variabel Indikator

A. Sumber penghasilan sebagian besar penduduk

Kehutanan; pertanian tanaman pangan; hortikultura; peternakan; perkebunan; perikanan; pertanian lain-lain; pertambangan; industri; perdagangan; sektor lain-lainnya

B Bahan Bakar Yang digunakan sebagian besar Rumahtangga

Gas Kota/LPG=3; Minyak Tanah=2; Kayu Bakar=1

C Tempat Buang Sampah Sebagian Besar Rumahtangga

Tempat Pembuangan sampah=3; Dalam Lubang/bakar=2; Sungai=1

D Tempat Buang Air Besar Sebagian Besar Rumahtangga

Jamban sendiri milik rumah tangga=4; jamban bersama=3; Jamban umum=2; tidak ada jamban/non jamban=1

E Saluran Pembuangan Limbah Cair/Air Kotor

Saluran lancar = 4; saluran tidak lancar=3; Saluran menggenang=2; tidak ada saluran =1

F Sumber Air Minum/Memasak Sebagian Besar Rumahtangga

Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 G Sumber Air Mandi/Cuci Sebagian

Besar Rumah Tangga

Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 H Lalu Lintas Sebagian Besar

Rumahtangga

Melalui air/sungai=3; melalui darat =2; melalui udara=1

I Jenis Permukaan Jalan Terluas Aspal=4; Batu=3; Tanah=2; Jalan lain- lain =1

J Fasilitas Pendidikan SD Negeri dan sederajat=4; SD Swasta dan sederajat=3; SLTP Negeri Sederajat=2; SLTP swasta dan sederajat=1

K Fasilitas Kesehatan Puskesmas=2; posyandu=1

L Transportasi dan Komunikasi RT sbgn besar mempunyai kendaraan mesin roda 4 ; RT sbgn besar

mempunyai kendaraan mesin roda 2atau 3; RT sbgn besar mempunyai telepon rumah tangga; RT sbgn besar mempunyai TV

M Sosial Kemasyarakatan PKK=1; arisan, jumpitan=2; perkumpulan organisasi petani (P3A, Klp Tani, Klp usaha=3)

N Faktor Resiko Bencana Alam Gempa bumi=1, Tanah longsor=2; Banjir=3

O Faktor Gangguan Lingkungan Hidup Pencemaran air=1; pencemaran udara dan bau =2; pencemaran suara=3 P Faktor Penyakit/Wabah Penyakit Kasus busung lapar/HO/kurang

gizi/marasmus; Muntaber/diare; Demam Berdarah; Infeksi Saluran Pernafasan; Lainnya

Kedua, adalah menggunakan variabel terpilih untuk membuat fungsi regresi konsumsi per kapita dengan variabel-variabel terpilih hasil regresi logistik. Untuk tahap kedua ini, peubah bebas yang terpilih harus dibuat dummy karena semua peubah bebas bersifat kategorik

Penghitungan indikator kemiskinan menggunakan FGT index; yang diukur adalah headcount index, poverty gap index dan poverty severity index yaitu:

− =

=

z yi z n q i

P

α α 1 1 dimana:

α = 0,1,2; adalah parameter yang menyatakan ukuran sensitivitas kedalaman dan keparahan kemiskinan. Semakin besar α semakin besar pula timbangan yang diterapkan untuk mengukur keparahan dari insiden kemiskinan

yi = nilai rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita/bulan dari penduduk

yang berada di bawah garis kemiskinan; dimana i = (1,2,....q) untuk semua yi<z

z = garis kemiskinan

n = total jumlah penduduk

q = jumlah penduduk miskin

z-yi merupakan kedalaman kemiskinan untuk penduduk ke –i; berurutan

menurut besarnya pendapatan; dengan ketentuan:

α=0 adalah head-count index; yang mengindikasikan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka Po = q/n, Jadi, bila 20 persen penduduk dari total penduduk diklasifikasikan miskin, maka Po =0,2

α=1 adalah rata-rata kedalaman kemiskinan (yang dinyatakan sebagai proporsi terhadap garis kemiskinan); jika α=1 maka P1= (1/n)Σ(z-

yi/z)1. Misalkan P1=0,15; ini berarti bahwa gap (kesenjangan)antara

total penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan, jika dirata- ratakan terhadap seluruh rumahtangga (baik miskin maupun tidak miskin), adalah 15 pesen. P1/Po = 1/q Σ(z-yi/z) adalah rata-rata

kedalaman kemiskinan sebagai proporsi dari garis kemiskinan.

α=2 adalah suatu ukuran yang dalam beberapa hal sensitif terhadap perubahan distribusi pendapatan/pengeluaran diantara penduduk miskin.

Kerentanan penduduk miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan dihitung dengan melihat laju perubahan dengan simulasi kenaikan garis kemiskinan 10 persen dan 20 persen dari garis kemiskinan versi BPS. Elastisitas indikator kemiskinan meliputi insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan terhadap garis kemiskinan dilakukan untuk tiap agroekosistem.

Elastisitas indikator kemiskinan (P0,1,2 ) terhadap Garis Kemiskinan

didefinisikan sebagai perubahan indikator kemiskinan dibandingkan dengan perubahan garis kemiskinan. Dengan mengadopsi rumus elastisitas dalam Pindyck dan Rubinfeld (2001), maka :

Ep = (% Pi) / (% GK) atau ( Pi/Pi) / ( Gk/Gk ) dimana:

Ep = elastisitas indikator kemiskinan

Pi = indikator kemiskinan; dengan i = 0,1,2 berturut-turut adalah indsiden,

kedalaman dan keparahan kemiskinan. Gk = Garis Kemiskinan

Insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan dikatakan elastis bila nilainya lebih besar daripada satu (>1) dan disebut tidak elastis bila nilainya 1. Estimasi kerentanan terhadap variabel kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan menghasilkan kemiskinan kronis dan tidak kronis. Kemiskinan kronis merupakan kondisi dibawah garis kemiskinan yang mempunyai peluang lebih kecil daripada 0,5 untuk meningkatkan pendapatannya melampaui garis kemiskinan; sementara yang mempunyai peluang lebih besar dari 0,5 disebut sebagai kemiskinan tidak kronis.

Pendekatan yang digunakan yaitu batas atau garis kemiskinan versi BPS. Parameter variabel bebas merupakan probabilitas penduduk jatuh pada garis kemiskinan akibat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap pengeluaran konsumsi. Metode estimasi kemiskinan diadopsi dari Chaudhuri (2001) dengan model sebagai berikut:

Ln Ch = X h + h

dimana:

Ch =pengeluaran konsumsi rumahtangga h

X h = bundel karakteristik rumahtangga yang dapat diamati, mencakup

variabel-variabel independen sebagaimana telah diterapkan di atas.

= vektor parameter

h = faktor pengganggu yang berkontribusi terhadap konsumsi

rumahtangga.

Probabilitas rumahtangga dengan karakteristik Xh menjadi miskin dapat

diketahui dari besaran vektor parameter untuk masing-masing karakteristik. Pengeluaran konsumsi rumahtangga diukur per kapita dengan membagi pengeluaran rumahtangga dengan dependen atau jumlah anggota keluarga yang

ditanggung oleh kepala keluarga. Hal ini untuk menghindari bias pengeluaran antara rumahtangga dengan perbedaan jumlah tertanggung. Karena garis kemiskinan dihitung per kapita, maka kembali dilakukan transfer dengan mengalikan jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga.

Logaritma terhadap pengeluaran digunakan karena rentang pengeluaran rumahtangga sangat besar yakni berkisar antara Rp. 12 925 sampai dengan Rp. 32 467 788. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk membelanjakan semua pendapatannya pada bundel yang tercakup dalam batas miskin, dan multidimensi kemiskinan dikonversikan dalam pengeluaran penduduk; baik untuk kesehatan, maupun untuk pendidikan dan perbaikan lingkungannya.

Parameter-parameter persamaan tersebut di atas akan diestimasi dengan pendekatan Logit dengan menggunakan metoda Maximum Likelihood Estimation. Dengan demikian, model yang akan dikembangkan adalah model kemiskinan menurut agroekosistem.

Uji proporsi untuk menguji perbedaan insiden kemiskinan antar agroekosistem (yang bersifat eksklusif) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: − = i i i e e i ο

χ

2 2 dimana: Oi = frekwensi pengamatan . ei = frekwensi harapan