• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PERTAHANAN NEGARA

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 155-173)

Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari upaya penegakan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Upaya pembangunan pertahanan diarahkan untuk membangun Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang profesional sebagai komponen utama fungsi pertahanan negara yang mampu melindungi, memelihara, dan mempertahankan keutuhan NKRI. Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara diselenggarakan secara terpadu dan bertahap untuk mewujudkan pertahanan yang efektif, efisien, dan modern sehingga mampu menindak dan menanggulangi ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri.

TNI sebagai institusi pertahanan negara, dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas personel maupun alat utama sistem senjata (alutsista) serta dengan kondisi geostrategis yang berat, diupayakan mampu menjangkau seluruh wilayah kepulauan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara. Namun demikian, adanya keterbatasan anggaran sangat mempengaruhi kesiapan TNI,

khususnya pengadaan senjata TNI yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini. Disamping itu, belum terpenuhinya kebutuhan minimal personel TNI serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit berpengaruh pada dedikasi dan profesionalisme prajurit.

Pemerintah berupaya meningkatkan kekuatan pertahanan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mencapai kemampuan pertahanan yang profesional. Penggunaan peralatan persenjataan produksi industri militer luar negeri sangat rawan terhadap embargo oleh negara produsen, sehingga secara bertahap ditempuh kebijakan pemanfaatan industri pertahanan nasional khususnya industri pertahanan yang memproduksi persenjataan militer.

Dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009, kebijakan pembangunan pertahanan negara saat ini mengarah kepada peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui penggantian dan pengembangan alutsista yang sudah tidak layak pakai, pengembangan secara bertahap dukungan pertahanan, peningkatan kesejahteraan prajurit, serta peningkatan peran industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI.

Selama kurun waktu satu tahun terakhir ini, pembangunan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan di bawah standar tingkat kemampuan penangkalan. Permasalahan yang dihadapi, Langkah kebijakan dan hasil-hasil yang dicapai, serta tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dijabarkan pada subbab berikut ini.

I. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan profesionalisme TNI adalah masih kurang memadainya kuantitas dan kualitas alat utama sistem persenjataan TNI, sarana dan prasana, serta rendahnya tingkat kesejahteraan personel TNI. Pada saat ini kesiapan alutsista rata-rata baru mencapai 45 persen dari yang dimiliki sehingga belum dapat memberikan efek penangkal (deterrence). Meskipun demikian, upaya peningkatan kemampuan

pertahanan telah mengarah kepada pembentukan kekuatan pokok minimum (minimum essential force).

Keterbatasan dukungan anggaran menjadi faktor pertimbangan dalam penyusunan rencana kebutuhan dalam pembangunan pertahanan sehingga pemenuhan kebutuhan pertahanan belum dapat mencapai pembentukan kekuatan pokok minimum (minimum

essential force) TNI. Selama ini dukungan anggaran untuk

pembangunan kekuatan pertahanan negara hanya mampu memenuhi 44 persen kebutuhan TNI sehingga pemanfaatan pinjaman luar negeri menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Demikian pula, keterbatasan pemenuhan anggaran untuk pembelian suku cadang sangat berpengaruh terhadap kesiapan alutsista TNI yang berumur relatif tua, serta belum terpenuhinya minimum stock level bagi munisi kaliber kecil (MKK) dan munisi kaliber besar (MKB) berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan pendidikan, pelatihan, dan operasi yang dilaksanakan TNI.

Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan pemanfaatan produk industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Namun, dalam implementasinya industri pertahanan nasional masih memiliki keterbatasan dalam memproduksi alutsista TNI. Belum optimalnya upaya menyinergikan industri pertahanan nasional dan belum optimalnya kegiatan penelitian dan pengembangan industri pertahanan secara terpadu, serta tingginya ketergantungan pada teknologi dan industri militer luar negeri merupakan permasalahan yang saat ini dihadapi dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.

Masih rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit TNI yang meliputi gaji pokok, uang lauk pauk (ULP), tunjangan, dan fasilitas bagi prajurit TNI jika dihadapkan pada tugas-tugas yang diembannya, merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat profesionalisme TNI. Di samping itu, belum memadainya jaminan sosial dan asuransi, baik bagi prajurit TNI yang sedang melaksanakan tugas operasional maupun prajurit yang akan purnatugas berdampak pada kurangnya konsentrasi dalam pelaksanaan tugas sehingga pada akhirnya akan mengurangi tingkat profesionalitas prajurit.

Penanganan permasalahan di daerah perbatasan belum dapat dilakukan secara optimal. Selain disebabkan oleh belum memadainya sarana dan prasarana pos-pos perbatasan karena terbatasnya kemampuan untuk mengisi personel, materiil dan fasilitas pada satuan yang dibentuk, juga belum kuatnya perangkat hukum dan keterbatasan diplomasi militer. Di sisi lain, banyak permasalahan/isu di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar masih ditangani secara parsial sektoral.

Kasus perebutan lahan antara masyarakat dan institusi TNI pada tanggal 30 Mei 2007 di Pasuruan perlu diselesaikan dengan saksama oleh semua instansi dan pihak yang terkait melalui penegakan hukum yang benar. Di samping itu, perlu dilakukan pembenahan penataan lahan milik TNI, khususnya terhadap fasilitas latihan militer yang berlokasi di dekat permukiman penduduk. Saat ini luas lahan yang tercatat dalam inventaris kekayaan negara dan yang telah bersertifikat baru mencapai sekitar 14 persen dari total sekitar 376,7 ribu hektar lahan. Demikian pula halnya dengan upaya meningkatkan profesionalisme TNI melalui transformasi bisnis militer. Saat ini proses pengalihan bisnis militer kepada pemerintah masih dalam proses penataan dan diharapkan secara keseluruhan dapat terealisasi pada tahun 2009, yaitu lima tahun setelah dikeluarkannya UU Nomor 34 Tahun 2004 sebagaimana yang diamanatkan pada UU tersebut.

Kerja sama militer dengan negara tetangga dalam perkembangannya telah memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan profesionalisme TNI, khususnya dalam meningkatkan kemampuan operasional dan pengetahuan dalam mengakses teknologi militer yang lebih maju. Sehubungan dengan hal tersebut, hingga saat ini perjanjian kerja sama pertahanan atau Defence Coorperation Agreement (DCA) antara Indonesia dan Singapura yang telah ditandatangani pada akhir bulan April 2007 belum dapat direalisasikan. Hal tersebut terkait dengan belum tuntasnya proses pembahasan peraturan pelaksanaan (implementing arrangement) dan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, dengan tetap berpijak pada prinsip penegakan kedaulatan negara. Di samping hal tersebut di atas, juga perlu diperhatikan sikap dari DPR

yang cenderung menolak sebagian isi kesepakatan dimaksud dan sampai saat ini masih dicari penyelesaian yang terbaik.

II. Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai A. Langkah Kebijakan

Peningkatan kemampuan alutsista TNI diarahkan pada pembentukan minimum essential force melalui repowering/ retrofiting terhadap alutsista yang secara ekonomis masih dapat dipertahankan dan pengadaan alutsista baru dengan memanfaatkan pinjaman luar negeri disertai dengan peningkatan proporsi keterlibatan pemasok lokal dalam rangka pemberdayaan industri pertahanan nasional. Adapun alutsista yang sudah tua dan memerlukan biaya perawatan tinggi dipertimbangkan untuk dihapuskan.

Dalam rangka meningkatkan profesionalitas personel, ditempuh upaya peningkatan kuantitas dan kualitas personel TNI secara berkesinambungan, yaitu secara kuantitatif melalui werving

program militer sukarela dan prajurit karier dari masyarakat yang berpendidikan D-3, S-1, dan S-3, sedangkan secara kualitatif ditempuh melalui penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan.

Peningkatkan kesejahteraan personel, antara lain dilakukan dengan mengupayakan terpenuhinya kebutuhan dasar prajurit melalui peningkatan uang lauk pauk (ULP) untuk memenuhi kebutuhan standar kalori/prajurit/hari. Di samping itu dilakukan pula upaya menaikan tunjangan, meningkatkan fasilitas perumahan, fasilitas kesehatan, dan mengembangkan sistem asuransi prajurit, baik yang sedang melaksanakan tugas operasional maupun prajurit purnatugas.

Untuk mengatasi ketergantungan alutsista TNI yang selama ini dipasok dari luar negeri, langka yang ditempuh adalah meningkatan kemampuan industri pertahanan dalam negeri, mengoptimalkan pemanfaatan produk industri pertahanan nasional, dan meningkatkan pengembangan riset dan teknologi seiring dengan meningkatnya kualitas produk peralatan militer, serta meningkatkan kinerja

penelitian dan pengembangan terpadu lintas departemen, lembaga pemerintahan, non pemerintahan, BUMNIS, dan industri pertahanan lainnya.

Meskipun tidak mudah untuk membangun kemandirian industri pertahanan nasional dalam kondisi perekonomian saat ini, dengan meningkatkan kapabilitas dan pembenahan manajemen yang baik, maka industri strategis yang telah ada seperti PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Pindad dan industri pertahanan lainnya, memiliki potensi untuk dikembangkan. Dalam rangka memacu pengembangannya, maka tidak menutup kemungkinan untuk membangun kerja sama industri strategis dengan negara sahabat dalam upaya meningkatkan kemandirian industri pertahanan nasional.

Dengan demikian, langkah kebijakan yang ditempuh dalam meningkatkan kemampuan pertahanan negara adalah sebagai berikut: 1. penajaman dan sinkronisasi terhadap kebijakan dan strategi pertahanan dan keamanan, serta penguatan koordinasi dan kerja sama di antara kelembagaan pertahanan dan keamanan; 2. peningkatan kemampuan dan profesionalisme TNI yang

mencakup dimensi alutsita, sistem, materiil, personel, serta prasarana dan sarana;

3. peningkatkan penggunaan alutsista produksi dalam negeri sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mengembangkan industri pertahanan nasional;

4. peningkatan peran aktif masyarakat dan profesionalisme institusi terkait dengan pertahanan negara;

5. pemasyarakatan dan pendidikan bela negara secara formal dan informal;

6. pengembangan sistem asuransi prajurit dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota TNI;

7. pengoptimalan dan peningkatan anggaran pertahanan menuju rasio kecukupan secara simultan.

B. Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai dalam kurun waktu sampai dengan pertengahan tahun 2007 adalah sebagai berikut.

Pada saat ini sedang disusun 4 (empat) rancangan undang- undang, 1 (satu) rancangan peraturan pemerintah, 2 (dua) rancangan peraturan presiden, dan 7 (tujuh) Keputusan Panglima TNI sebagai tindak lanjut Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Sesuai dengan amanat Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tersebut, maka untuk membangun sistem dan metode di jajaran TNI guna melaksanakan validasi organisasi satuan telah disusun Rancangan Perpres Susunan Organisasi TNI yang saat ini sedang dalam proses pengesahan Presiden. Selanjutnya, dalam rangka menyiapkan pedoman pelaksanaan tugas pokok TNI maka telah disahkan Doktrin TNI yaitu Tri Dharma Eka Karma (Tridek), dan disempurnakan Doktrin Angkatan Darat (Kartika Eka Paksi), Doktrin Angkatan Laut (Eka Sasana Jaya), dan Doktrin Angkatan Udara (Swa Buwana Paksa).

Dalam rangka pengembangan organisasi atau gelar satuan TNI AD, maka telah dilakukan kegiatan pengkajian, persiapan pembentukan, dan pembentukan satuan baru yang meliputi yaitu Brigif (Brigade Infateri), Yonif (Batalyon Infateri), Yonkav (Batalyon Kavelari), Yonarmed (Batalyon Artelari Medan), Yonarhanud (Batalyon Pertahanan Angkatan Udara), Yonzipur (Batalyon Zeni Tempur), Denkav (Detasemen Kavelari), Denzipur (Detasemen Zeni Tempur), Denarhanud (Detasemen Pertahanan Udara), Korem (Komando Resor Militer), Kodim (Komando Distrik Militer), Koramil (Komando Rayon Militer), Rindam (Resimen Induk Komando Daerah Militer), Disjasad, serta Sekolah Raider dan Sat penerbad (Satuan Penerbangan TNI AD).

Di samping itu, TNI AD melakukan pemantapan organisasi Kotama (Komando Utama)/Balakpus (Badan Pelaksana Pusat) yang meliputi Mapussenif (Markas Pusat Persenjataan Infanteri), Mapusintelad (Markas Pusat Intelijen AD), Mapuspom (Markas Pusat Kepolisian Militer), Mapuspenerbad (Markas Pusat Penerbangan TNI AD), Madithubad (Markas Direktorat Hukum AD), Maditziad (Markas Direktorat Zeni TNI AD), Maditpalad

(Markas Direktorat Peralatan TNI AD), Maditbekangad (Markas Direktorat Pembekalan dan Angkutan TNI AD), Maditkesad (Markas Direktorat Kesehatan TNI AD), Maditajenad (Markas Direktorat Ajudan Jenderal TNI AD), Maditkumad (Markas Direktorat Hukum TNI AD), Madittopad (Markas Direktorat Topografi TNI AD), Maditkuad (Markas Dinas Kekuatan TNI AD), Madispenad (Markas Dinas Penerangan TNI AD), Madisbintalad (Markas Dinas Pembinaan Mental dan Sejarah TNI AD), Madispsiad (Markas Dinas Psikologi TNI AD), Madisinfolahtad (Markas Dinas Operasi dan Pengolahan Data TNI AD) dan Madislitbangad (Markas Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD).

Peningkatan kekuatan TNI AL diprioritaskan untuk kesiapan operasional kapal tempur dan kapal angkut, pesawat terbang dan Ranpur Marinir yang diintegrasikan ke dalam Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Adapun kekuatan alutsista TNI AU tertumpu pada pesawat tempur, pesawat angkut, helicopter dan pesawat jenis lainnya, serta peralatan radar dan rudal.

Pengembangan personel dilakukan dengan pengadaan personel melalui rekruitmen, pendidikan, dan pelatihan baik perseorangan dan satuan. Pemantapan kekuatan TNI dilakukan melalui pengembangan kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan satuan pendukung. Pada saat ini jumlah personel TNI sebanyak 382.236 prajurit, yang terdiri atas 292.976 prajurit TNI AD, 60.126 prajurit TNI AL, 29.134 prajurit TNI AU, dan 64.092 PNS TNI. Adapun kekuatan personel Mabes TNI sebanyak berjumlah 11.875 orang yang terdiri atas sebanyak 6.988 prajurit dan 4.887 PNS.

Pembangunan kemampuan alutsista TNI diupayakan dengan pengadaan peralatan baru serta perpanjangan usia pakai alutsista melalui repowering atau retrofiting, dan pengadaan alutsista baru. Kekuatan TNI AD meliputi 1.298 unit ranpur dengan tingkat kesiapan 67 persen, 61.303 unit ranmor dengan tingkat kesiapan 84,8 persen, pesawat terbang berbagai jenis dengan kesiapan 35,5 persen, senjata berbagai jenis dengan rata-rata kesiapan 75 persen. Kekuatan TNI AL bertumpu pada kekuatan KRI sebesar 138 unit dengan kondisi siap operasi 47,1 persen, kekuatan KAL sebanyak 317 unit dengan kondisi siap operasi 23,97 persen, ranpur berbagai jenis

sebanyak 410 unit dengan kondisi siap operasi 38,39 persen, pesawat terbang berbagai jenis sebanyak 67 unit dengan kondisi siap operasi 58,2 persen. Sedangkan kekuatan alutsista TNI AU mencakup berbagai jenis pesawat sebanyak 228 pesawat dengan rata-rata kesiapan mencapai 130 pesawat (56 persen), terdiri atas 75 pesawat tempur dengan kondisi siap operasi 31 pesawat (41,33 persen), 49 pesawat angkut dengan kondisi siap operasi 29 pesawat (59,18 persen), 3 pesawat intai dengan kondisi siap operasi 2 pesawat (66,6 persen), 49 pesawat heli dengan kondisi siap operasi 34 pesawat (69,38 persen), 52 pesawat latih berbagai jenis dengan kondisi siap operasi 33 pesawat (63,46 persen), 17 unit radar dengan kondisi siap operasi 15 unit (76,4 persen), dan 26 set rudal dengan kondisi siap operasi 26 set (100 persen).

Peningkatan kesejahteraan personel telah diupayakan dengan meningkatkan kesejahteraan prajurit melalui kenaikan ULP rutin prajurit menjadi Rp30.000,00 sejak awal Januari 2007, kenaikan ULP pendidikan menjadi Rp17.500,00, dan ULP operasi sebesar Rp20.000,00 per orang per hari. Adapun ULP yang lain seperti ULP jaga piket, dan ULP pasien, disesuaikan dengan indeks yang telah memadai. Uang makan PNS yang sebelumnya tidak ada, ditetapkan sebesar Rp10.000,00/orang/hari selama 22 hari tiap bulan. Sementara itu, dalam peningkatan jaminan keluarga prajurit dilakukan pengadaan sembako, program usaha simpan pinjam, peningkatan pengetahuan bidang perkoperasian, peningkatan program yang sudah berjalan selama ini dengan pemberian santunan bagi personel oleh ASABRI, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan program kredit perumahan rakyat (KPR), pemberian santunan resiko kematian khusus (SRKK), dan pemberian bantuan pendidikan keterampilan bagi personel TNI yang akan memasuki masa pensiun dan keluarga prajurit yang tidak mampu.

Dalam pengembangan sarana, prasana, dan fasilitas TNI dilakukan pembangunan/renovasi asrama dan perumahan dinas/ perumahan prajurit, asrama/barak prajurit, gedung perkantoran, pangkalan, dan fasilitas pemeliharaan sesuai dengan kemampuan alokasi anggaran yang telah ditetapkan bagi TNI.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan kebijakan pengambilalihan seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh Dephan/TNI

kepada pemerintah sebagaimana tercantum dalam pasal 76 UU nomor 34 Tahun 2004, telah dibentuk Tim Supervisi Transformasi Bisnis (TSTB) TNI yang beranggotakan tim antardepartemen/ kementerian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan Nomor Skep/595/M/VIII/2006 tanggal 11 Agustus 2006. Kegiatan yang telah dan sedang dilakukan adalah melakukan inventarisasi awal anatomi bisnis TNI dan melaksanakan sosialisasi program- program transformasi unit-unit bisnis TNI kepada seluruh pejabat di semua jajaran serta pengurus Koperasi dan Yayasan TNI. TNI bersama TSTB TNI melaksanakan pemetaan bisnis di lingkungan Inkopad (Induk Koperasi TNI AD), Inkopal (Induk Koperasi TNI AL)dan Inkopau (Induk Koperasi TNI AU) untuk digunakan sebagai langkah awal pemetaan bisnis di lingkungan TNI.

Pengamanan perbatasan negara dan pulau-pulau kecil terluar yang dilakukan selama ini telah mampu melakukan pengamanan terhadap 12 pulau kecil terluar yaitu Pulau Rondo, Pulau Berhala, Pulau Sekatung, Pulau Nipah, Pulau Miangas, Pulau Marore, Pulau Marampit, Pulau Dana (Rote), Pulau Batek, Pulau Fani, Pulau Brass dan Pulau Fanildo. Untuk meningkatkan upaya pengamanan tersebut, maka telah dibangun pos pulau terluar di Pulau Berhala, Pulau Nipah, Pulau Laut, Pulau Enggano, Pulau Karimata, Pulau Serutu, Pulau Maratua, Pulau Derawan, Pulau Sebatik, Pulau Miangas, Pulau Marore, Pulau Marampit, Pulau Batek, Pulau Mangudu, Pulau Dana (Kep. Rote), Pulau Dana (Kep. Sabu), Pulau Lirang, Pulau Wetar, Pulau Kisar, Pulau Marotai, Pulau Pani Pulau Brasi, Pulau Rondo, Pulau Nasi, Pulau Bengkaru, dan Pulau Haloban. Pembangunan yang dilakukan di antaranya terdiri atas Barak, Pos Jaga, Menara Tinjau, dapur/gudang BMP, KM/WC dan cuci, instalasi dan penyediaan air bersih, listrik, serta fasilitas Hellypad dan dermaga sederhana.

Pada pos pengamanan perbatasan disiapkan satuan pengamanan batas wilayah negara di perbatasan RI-RDTL (Republik Demokratik Timor Leste) dengan jumlah personel TNI sebanyak 1.397 prajurit, perbatasan RI-Malaysia dengan jumlah personal TNI sebanyak 1.538 prajurit, dan perbatasan RI-PNG dengan jumlah personel TNI sebanyak 4.044 prajurit. Pada pos pengamanan perbatasan di Papua-PNG memiliki 94 pos yang terdiri atas 15 pos permanen dan 79 pos non permanen, sedangkan di perbatasan

Kalimantan-Malaysia memiliki 43 pos yang terdiri atas 36 pos permanen dan 7 pos non permanen, dan di NTT-Timor Leste 26 pos terdiri atas 20 pos permanen dan 6 pos non permanen. Sementara itu, di wilayah Kodam IX/Udayana telah dibangun 39 pos pamtas, serta telah terbangun 27 pos dari 57 pos pamtas di wilayah Kodam VI/Tanjungpura yang diharapkan terealisasi pada TA 2007. Selanjutnya pos perbatasan di wilayah Kodam XVII/Trikora akan diperkuat dengan membangun 95 pos pamtas yaitu 14 pos TNI AD dan 81 pos Mabes TNI di wilayah Kodam XVII/Trikora, sehingga dari sejumlah 114 pos yang dibutuhkan TNI diharapkan sudah terbangun semuanya pada Tahun anggaran ini 2007.

Pengamanan batas wilayah juga diupayakan dengan melakukan operasi pengamanan batas wilayah laut RI-RDTL- Australia, RI-Pilipina, RI-Singapura, RI-Malaysia, dan operasi patroli terkoordinasi (patkor) di wilayah perbatasan laut negara yaitu Patkor Indonesia-Singapura, Malaysia-Indonesia (Malindo), India- Indonesia, MSSP dan Optima. Di samping itu, juga dilaksanakan pemotretan udara melalui foto udara vertikal terhadap 42 pulau kecil terluar yang berada di wilayah NKRI. Selanjutnya, untuk mencegah, menangkal, dan menindak segala bentuk ancaman laut/udara yang dapat mengganggu kedaulatan negara dan berbagai pelanggaran lintas udara, lintas laut, perompakan, penyelundupan, illegal fishing,

illegal logging, illegal mining, serta pencemaran laut di jalur ALKI, maka telah dilakukan operasi pengamanan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Di samping itu, dilaksanakan pula operasi patroli udara maritim (patmar) di seluruh wilayah udara nasional, melaksanakan operasi pertahanan udara terkoordinasi Malindo di wilayah udara perbatasan RI-Malaysia, serta patroli pengamatan udara terkoordinasi Eye in the Sky (EIS) antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura di wilayah udara Selat Malaka.

Dalam rangka penanggulangan dan pencegahan gangguan keamanan, maka telah dilakukan: (a) penindakan terhadap 160 kasus pelanggaran yaitu 107 kasus di bidang perikanan, 11 kasus penyelundupan kayu, dan 42 kasus kapal lainnya; (b) pemeriksanaan terhadap 660 kapal yang terdiri atas 403 kapal perikanan, 26 kapal kayu dan 231 kapal lainnya. Jumlah kapal yang diizinkan melanjutkan pelayaran sebanyak 420 kapal, terdiri atas 241 kapal

perikanan, 12 kapal kayu, dan 167 kapal lain. Jumlah kapal yang dikawal/di-ad hoc sebanyak 240 kapal, terdiri atas 162 kapal perikanan, 14 kapal kayu, dan 64 kapal lain. Jumlah kapal yang dibebaskan karena tidak cukup bukti sebanyak 6 kapal perikanan, sedangkan jumlah kapal yang diproses hukum sebanyak 160 kapal, terdiri atas 107 kapal perikanan, 11 kapal kayu, dan 42 kapal lainnya.

Upaya kerjasama pertahanan telah ditempuh dalam rangka memelihara dan meningkatkan profesionalitas prajurit serta menciptakan kondisi keamanan regional yang stabil. Kerja sama wilayah perbatasan dengan negara-negara tetangga yang dilakukan antaranya kerja sama antara RI-RDTL, RI-Australia, RI-Pilipina, RI- Singapura, RI-Malaysia, Rl-lndia, RI-Thailand, RI-PNG. Sementara itu, dalam rangka turut serta pemeliharaan perdamaian dunia dilakukan pengiriman pasukan TNI pada misi PBB melalui Kontingen Garuda (Konga) XX-D/MONUC di Kongo sebanyak 175 orang Garuda, dan Military Observer yang meliputi Konga XV/UNOMIG di Georgia sebanyak 4 orang, Konga XX/MONUC di Kongo Sebanyak 15 orang, Konga XXII/UNMIS di Sudan sebanyak 10 orang, Konga XXIV/UMN di Nepal sebanyak 6 orang, dan Konga XXIII-A/UNIFIL di Libanon sebanyak 857 orang.

Kerja sama dengan negara-negara sahabat dalam bidang pertahanan, khususnya pada latihan dan operasi bersama yang dilakukan oleh TNI AD adalah: (a) Kerja sama TNI AD dengan negara Singapura melalui kegiatan rapat Joint Army Training

Working Group (JATWG), program kunjungan dan pertukaran

personel TNI AD dan SAF, program latihan bersama Chandrapura- XIV/2007, Safkar Indopura-19/2007, Army Interaction Games; (b) Kerja sama dengan negara Malaysia melalui latihan bersama Kekar Malindo-32AB/07, program pertukaran personal dari Yonif-643/WS Dam VI/Tpr ke AD Malaysia, dan program kunjungan perwira senior. Kerja sama dengan negara Thailand dalam kegiatan Latma Tiger XI/2007; (c) Kerja sama dengan negara Brunei, melalui Latma Gultor, program pertukaran personel, program kunjungan perwira senior TNI AD-TDDB; (d) Kerja sama dengan negara Filipina melalui Latma Gultor, program kunjungan perwira senior dan pertukaran personel TNI AD-PA (Philippines Army); (e) kerja sama dengan negara Australia melalui program kunjungan, pertukaran

personel (Kartikaburra Exchange), pelatihan Night Komodo, Junior Officer Close Country Instructional Techniques (JOCCIT), dan

Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2007, The Land Warfare Conference 2007, The Safety Conference, PACC/PAMS 2007, pelatihan Small Arms Coaching bagi personel TNI; (f) kerja sama dengan negara Korea Selatan melalui kegiatan program kunjungan perwira senior dan program pertukaran personel; (g) kerja sama dengan Angkatan Darat India melalui pelatihan Counter Insurgency, Counter Terrorism, dan Jungle Warfare di India pada tanggal 27 s.d 31 Januari 2007; serta (h) kerja sama dengan negara Amerika Serikat dalam wadah USIBDD (United State Indonesia Bilateral Defence Discussion) yang merupakan program kerja sama

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 155-173)