• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 87-94)

AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 15 Penanggulangan Kemiskinan

31. Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Sumber daya alam Indonesia yang beraneka ragam belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara utuh. Selama ini pemanfaatannya masih mengesampingkan aspek keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, yang berakibat pada buruknya kondisi ekonomi dan sosial masyarakat serta mengakibatkan pula timbulnya berbagai bencana alam. Langkah-langkah dan upaya pemulihan kualitas lingkungan telah dilakukan, namun masih belum sebanding dengan laju kerusakan yang terjadi.

Sementara itu, pemanfaatan sumber daya hutan, laut dan energi yang sering menimbulkan kerusakan ekosistem masih terus berlanjut karena belum adanya pengarusutamaan isu lingkungan ke dalam pola pembangunan nasional dan daerah. Di samping itu, penggunaan dan penataan ruang yang masih belum mantap; konflik antarsektor karena terjadinya tumpang tindih kewenangan; pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang masih lemah; dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat pada lingkungan, menambah rumitnya penyelesaian masalah-masalah sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, upaya konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis belum mendapat perhatian yang memadai. Pemanfaatan energi juga masih terfokus pada penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang bersifat tidak terbarukan, sementara potensi energi alternatif belum dapat digali

sepenuhnya. Bencana alam yang banyak terjadi sebagai akibat dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup. Dalam menghadapi perubahan iklim global, Indonesia juga masih belum siap dalam upaya mitigasi dan adaptasinya karena terbatasnya sarana dan prasarana, termasuk lemahnya sistem peringatan dini cuaca dan iklim ekstrem yang terintegrasi secara nasional.

Langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan dalam pengelolaan sumber daya hutan adalah berbagai upaya perlindungan dan konservasi hutan, antara lain melalui pengembangan kawasan konservasi seperti taman nasional, taman wisata alam, suaka margasatwa, dan penunjukan kawasan konservasi lainnya. Sampai dengan saat ini seluruh kawasan konservasi yang telah ditetapkan mencakup kawasan seluas 28,26 juta hektar yang tersebar di 535 lokasi/unit. Selain itu, juga telah diterapkan provisi sumber daya hutan (PSDH) untuk ekspor tumbuhan dan satwa liar (TSL) kepada perusahaan yang mengajukan surat angkut tumbuhan dan satwa liar ke luar negeri (SATS-LN).

Dalam rangka pengendalian kebakaran hutan telah dilakukan serangkaian kegiatan, antara lain, apel siaga dan gladi posko, peningkatan kesiapsiagaan Manggala Agni di 29 daerah operasi (daops) yang mengerahkan sebanyak 1.560 personel, pelatihan mekanik pompa bagi 208 orang yang didukung dengan kesiapan peralatan dan penganggaran, dan pengembangan model penyiapan lahan tanpa bakar (PLTB) di 3 lokasi. Selain itu, juga telah dilakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Departemen Kehutanan dan Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) tentang Manggala Agni dan TNI AD Manunggal oleh gubernur, bupati, komandan KODIM, camat, kepala desa, perusahaan perkebunan besar dan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di 8 provinsi rawan kebakaran.

Selanjutnya rehabilitasi dan pemulihan fungsi hutan dan lahan telah dilakukan melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan/GN-RHL), Gerakan Penanaman Swadaya, dan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan. Dalam tahun 2006 sampai dengan pertengahan 2007 telah terjadi pengurangan lahan

kritis seluas sekitar 1,5 juta hektar, dan penanaman sebanyak 1,5 juta bibit tanaman hutan yang tersebar di berbagai provinsi. Di samping itu, dilakukan pula pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), pembentukan forum daerah aliran sungai (DAS) sebagai wadah koordinasi berbagai pihak yang bersifat independen untuk penyelenggaraan pengelolaan DAS di 33 provinsi, dan fasilitasi bagi 105 Sentra Penyuluh Kehutanan Perdesaan (SPKP) dan 205 Kelompok Usaha Produktif (KUP).

Kebijakan pembangunan di bidang kelautan diarahkan untuk pendayagunaan sumber daya kelautan guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan, kesejahteraan, dan terpeliharanya daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Upaya pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan telah dilakukan melalui penerapan sistem pemantauan, pengendalian, dan pengawasan (monitoring, controlling and surveillance/MCS). Untuk mendukung upaya tersebut, pada tahun 2006 telah dipasang sebanyak 1.444 buah transmitter pada kapal-kapal penangkap ikan; pembangunan pos pengawas dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pengawasan di lima (5) lokasi; dan pengadaan 20 unit kapal pengawas dan 13 unit speed boat. Langkah ini dapat meningkatkan ketertiban usaha perikanan tangkap yang selama ini dilakukan. Selain itu, telah dilakukan pula upaya untuk meningkatkan keamanan di laut melalui kerja sama dengan instansi terkait, antara lain dengan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), TNI-AL, dan Polri untuk melakukan operasi pengawasan terpadu secara terkoordinasi. Selama tahun 2006 telah berhasil ditangani tindak pidana pelanggaran usaha perikanan sebanyak 133 kasus. Untuk meningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan dan keamanan laut, telah dibentuk pula sebanyak 708 kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas).

Dalam rangka pengelolaan sumber daya laut dan pesisir di daerah, telah dilaksanakan dukungan/fasilitasi pengelolaan wilayah pesisir terpadu di 15 provinsi dan mencakup 42 kabupaten/kota, dan pembentukan 26 Pusat Regional Program Mitra Bahari di 33 provinsi sebagai wadah bagi pengembangan kemitraan antarpihak. Di samping itu, dikembangkan kerja sama antardaerah dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir, seperti di Selat Karimata, Teluk

Bone, Teluk Cenderawasih, dan Selat Bali, juga kerja sama regional dengan Malaysia dan Philipina dalam pengelolaan kawasan konservasi laut Sulu Sulawesi (Sulu Sulawesi Marine Ecoregion). Untuk mendukung pengelolaan wilayah laut dan pesisir, telah disusun Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy) dan telah disahkan pula Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Untuk pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang, telah dilakukan kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management

Project (Coremap) Phase II di 8 provinsi yang meliputi 12

kabupaten/kota. Selain itu, terus dilakukan upaya penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang sampai dengan saat ini telah meliputi kawasan seluas 1,5 juta hektar; dan kegiatan Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM) telah dilaksanakan di 20 kabupaten. Dalam penataan ruang laut, telah dilakukan fasilitasi penyusunan tata ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di beberapa daerah dengan berbagai skala. Sementara itu, dalam rangka pengembangan dan pembangunan pulau-pulau kecil, pada tahun 2006 telah dilaksanakan identifikasi dan penamaan pulau-pulau kecil (toponimi) yang mencakup sebanyak 3.806 pulau di 11 provinsi, serta pembangunan sarana dan perbaikan ekosistem pulau-pulau kecil yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

Di bidang sumber daya energi, mineral, dan pertambangan, upaya memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dilaksanakan melalui pengembangan bidang minyak dan gas bumi (migas), mineral, batu bara, panas bumi dan energi. Dalam bidang migas telah dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi migas melalui penemuan cadangan migas baru, penerapan teknologi enhanced oil recovery (EOR) dan pemanfaatan gas bumi termasuk gas metana batu bara (GMB), di mana Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar yaitu sekitas 450 TSCF. Dengan upaya-upaya di atas telah dicapai komitmen investasi, pada tahun 2006 peningkatan cadangan total minyak bumi sebesar 0,3 miliar barrel dan gas bumi 1,3 TSCF dibandingkan tahun 2005. Selain itu juga untuk menambah pasokan gas domestik telah ditandatangani berbagai kontrak: perjanjian jual beli gas, head of

agreement dan MoU dengan total volume 1,7 TCF serta adanya 20 calon investor untuk melakukan pengusahaan GMB.

Dalam bidang pertambangan mineral, batu bara dan panas bumi, telah dilakukan upaya untuk meningkatkan pemanfaatannya dengan peningkatan teknologi dan fasilitasi investasi dari dalam dan luar negeri melalui penyelesaian peraturan perundangan-undangan yang berkaitan, penyederhanaan perizinan serta penguatan sarana pendukungnya termasuk sistem informasi. Dengan upaya ini telah dicapai, antara lain: produksi batu bara pada tahun 2006 sebesar 167 juta ton dengan ekspor sebesar 118,14 juta ton, Uji Air Produksi Sumur Mataloko, Joint Study on Coal and Resources and Reserves Indonesia dengan JICA, dan Simposium Internasional Low Rank Coal, komunikasi dan koordinasi penyelesaian masalah lingkungan dan tumpang tindih lahan untuk kegiatan pertambangan.

Selanjutnya dalam bidang energi telah dilakukan upaya untuk konservasi energi melalui efisiensi energi dan budaya hemat energi serta pengembangan pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebagai alternatif substitusi bahan bakar minyak (BBM). Percepatan subsitusi BBM telah dilakukan melalui pengembangan PLTU 10.000 MW, substitusi minyak tanah dengan LPG dan briket batu bara di sektor rumah tangga, substitusi BBM dengan dengan biofuel di sektor industri dan pembangkit listrik, substitusi BBM dengan BBG, LPG dan biofuel di sektor transportasi, dan substitusi BBM dengan batu bara yang dicairkan. Juga telah diterbitkan Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pengusahaan Gas Metana Batu Bara serta dilakukan pengembangan desa mandiri energi yang memanfaatkan potensi sumber energi terbarukan setempat dalam pemenuhan kebutuhan energi untuk kegiatan produktif.

Di bidang pengelolaan lingkungan hidup, telah ditempuh berbagai kegiatan seperti Program Adipura, Surat Pernyataan Program Kali Bersih (Superkasih), Pengelolaan B3 dan Limbah B3, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim, Regulasi Bahan Perusak Ozon (BPO), Pelibatan Masyarakat dan Investasi Lingkungan. Pada tahun 2006 Program Adipura diikuti oleh sebanyak 381 kota. Dengan program tersebut telah terjadi peningkatan jumlah kota yang dikategorikan sebagai kota bersih, teduh, dan nyaman, yaitu dari 45 kota (11,3 persen) pada tahun 2006 menjadi 84 kota (22,6 persen)

pada tahun 2007. Selain itu, juga telah dilaksanakan kegiatan Superkasih di 7 provinsi untuk melindungi 5 daerah aliran sungai (DAS) dan 2 wilayah pesisir dan laut dengan jumlah industri yang melakukan kegiatan Superkasih tersebut telah mencapai 263 perusahaan.

Terkait dengan peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, sampai dengan tahun 2007, telah dilakukan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) yang melibatkan lebih dari 500 perusahaan. Dengan kegiatan ini telah terjadi pengurangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan limbah B3 dapat ditempuh melalui prinsip 3R (reuse, recycle dan recovery), dimana selama tahun 2006/2007 jumlah limbah B3 yang telah dikelola telah mencapai 1,7 juta ton atau meningkat 35 persen dari tahun sebelumnya. Pengelolaan B3 dan Limbah B3 juga telah dilaksanakan melalui penaatan oleh 25 industri pertambangan, energi dan gas, industri manufaktur, dan agro industri. Selain itu, telah dilakukan kegiatan pemulihan ekosistem tanah bagi sekitar 2.500 m3 tanah yang terkontaminasi tumpahan minyak Sumur Betun 1 di Sumatra Selatan dan tanah bekas penimbunan limbah B3 asal Singapura di Pulau Galang.

Dalam menghadapi terjadinya perubahan iklim, adaptasi terus didorong melalui upaya pengarustamaan aspek lingkungan hidup ke dalam perencanaan pembangunan. Terkait dengan ini, telah disetujui 20 usulan proyek Clean Development Mechanism (CDM) yang diharapkan dapat mereduksi emisi sekitar 29 juta ton setara CO2.

Sembilan proyek di antaranya telah diakui di PBB dengan terdaftar di CDM Executive Board. Sementara itu, dalam hal bahan perusak ozon (BPO) telah ditetapkan batas waktu penghentian impor 2 jenis BPO, yaitu CFC dan metil bromida, yaitu pada akhir tahun 2007. Berkenaan dengan upaya mendukung pencegahan emisi CFC dari sistem pendingin, telah diterbitkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi.

Sampai dengan akhir tahun 2006, pelibatan masyarakat telah dilakukan melalui program warga wadani yang telah membentuk

22.561 orang secara individu dan 963 kelompok kader lingkungan yang tersebar di 21 provinsi, kerja sama dengan pondok pesantren melalui kegiatan Eco-Pesantren di 41 ponpes dan 10 pondok pesantren penerima Kalpataru, serta terbentuknya 269 environmental parliament watch (EPW) tingkat kabupaten/kota yang terbagi ke dalam 14 cluster. Sementara itu dalam hal investasi lingkungan, telah dikembangkan program pinjaman lunak lingkungan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi limbah. Hingga pertengahan tahun 2007, telah disalurkan dana kepada 185 perusahaan dari bantuan hibah, pinjaman lunak, maupun dari pengalihan hutang (Debt for Nature Swap) yang dikelola secara bergulir.

Di bidang meteorologi dan geofisika, pembangunan dihadapkan pada penyediaan informasi yang memiliki peran strategis dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik untuk antisipasi bencana maupun perencanaan pembangunan. Banyaknya kejadian bencana akhir-akhir ini menyadarkan masyarakat akan pentingnya informasi meteorologi dan geofisika. Pada saat ini, informasi meteorologi dan geofisika dituntut untuk lebih cepat, akurat, informatif dan dapat menjangkau ke semua lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pembangunan meteorologi dan geofisika dilakukan secara komprehensif. Kecepatan waktu penyediaan informasi gempa bumi dan tsunami saat ini telah mengalami peningkatan yang semula lebih dari 30 menit menjadi kurang dari 12 menit. Penayangan informasi meteorologi dan geofisika di televisi dan radio merupakan salah satu implementasi dari kerja sama dengan media komunikasi dalam rangka percepatan penyebarluasan informasi meteorologi dan geofisika kepada masyarakat. Di samping itu, untuk mendukung sektor pertanian, upaya peningkatan ketelitian telah dilakukan dengan menambah jumlah daerah prakiraan musim (DPM). Sementara itu, terkait dengan bidang kesehatan, telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara penyebaran penyakit demam berdarah dan pola hujan. Selain itu, penelitian tentang perubahan iklim dan dampak sosio-ekonomi dalam rentang waktu tahun 1900–2000 serta skenario

perubahannya pada rentang waktu tahun 2000–2010 untuk skala kabupaten juga telah dilakukan.

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 87-94)