BAB III PROSES DAN METODOLOGI PELAKSANAAN KLHS
3.7 Dokumentasi dan Penjaminan Mutu
3.7.2 Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu KLHS sebagaimana dimuat dalam Permen LH No. 09/2011 adalah sebuah upaya untuk memastikan bahwa proses KLHS sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau tahapannya, termasuk substansi hasil KLHS telah direkomendasikan. Pelaksanaan penjaminan mutu menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program itu sendiri. Publik dan pihak lain yang berkepentingan dapat melakukan penilaian mutu KLHS.
Dalam proses penyusunan KLHS ini, Tim KLHS menggunakan Permen LH 09/2011 sebagai panduan untuk memeriksa penjaminan mutu penyusunan
50 KLHS. Secara umum hal yang diperhatikan dalam memastikan mutu pelaksanaan KLHS antara lain:
1. Kejelasan tujuan kebijakan, rencana dan/atau program;
2. Kejelasan perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan;
3. Keterkaitan antara kebijakan, rencana, dan/atau program dengan isu strategis;
4. Kejelasan rumusan alternatif penyempurnaan dan rekomendasi;
5. Kelengkapan dokumentasi; dan 6. Terlaksananya seluruh proses KLHS.
51 BAB IV
ISU STRATEGIS DAN ANALISIS DATA DASAR (BASELINE ANALYSIS)
4.1 Pelingkupan Isu Strategis KLHS
Pelingkupan isu strategis KLHS inii adalah rangkaian kegiatan yang sistematis dan partisipatif yang termuat dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk menjamin bahwa prinsip-prinsp pembangunan berkelanjutan telah terintegrasi di dalam materi rencana pembangunan (dalam hal ini RTRW Kabupaten Aceh Tenggara). Proses kegiatan pelingkupan isu strategis ini melibatkan pemangku kepentingan sejak tahap awal hingga tahap pengintegrasian hasil KLHS ke dalam dokumen rencana pembangunan sedangkan Tim Kerja KLHS lebih berperan sebagai pengolah materi KLHS sesuai dengan metode yang relevan.
Tim Kerja KLHS mempelajari materi teknis RTRW Kabupaten Aceh Tenggara (Matek RTRW) untuk keperluan penyusunan pra pelingkupan. Hasil pra pelingkupan digunakan oleh Tim Kerja KLHS dan Pemangku Lintas Kepentingan sebagai bahan diskusi dalam proses pelingkupan dan pemusatan isu strategis KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara. Perlu dijelaskan bahwa kegiatan identifikasi pemangku lintas kepentingan dilakukan oleh Tim KLHS pada saat kegiatan Pembinaan Teknis Pendalaman KLHS. Daftar pemangku lintas kepentingan yang menghadiri kegiatan pra pelingkupan disajikan pada Lampiran 3.
Lokakarya Pelingkupan dan Pemusatan Isu Strategis KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara diselenggarakan tanggal 26 dan 27 Maret 2013. Metode Lokakarya pada Pelingkupan dan Pemusatan Isu Strategis KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara adalah brainstorming dan aplikasi metaplan. Metode brainstorming digunakan untuk menyepakati kriteria isu strategis pada saat membahas hasil pra pelingkupan isu pembangunan dan isu lingkungan hidup Kabupaten Aceh Tenggara sedangkan aplikasi metaplan digunakan untuk mengemukakan pendapat masing-masing peserta tentang isu yang tergolong strategis.
Diskusi diarahkan untuk mendalami rujukan isu pembangunan wilayah, isu lingkungan hidup dan diskripsi pra pelingkupan isu pembangunan dan lingkungan hidup Kabupaten Aceh Tenggara. Aplikasi metaplan sesi siang hari menghasilkan daftar panjang isu pembangunan dan isu lingkungan hidup KLHS RTRW dan Isu Strategis KLHS RPJM (Daftar panjang isu KLHS RTRW disajikan
52 pada Lampiran 3). Diskusi selanjutnya menghasilkan daftar menengah (medium list) dari isu pembangunan dan isu lingkungan hidup KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara.
Diskusi berikutnya telah menghasilkan daftar pendek (short list) isu pembangunan dan isu lingkungan hidup dan disepakati sebagai isu strategis prioritas KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara (lihat berita acara dalam Lampiran 4), yakni:
1. Ketersediaan lahan pertanian yang sempit;
2. Peruntukan dan zonasi pemanfaatan Taman Nasional Gunung Leuser;
3. Alih fungsi hutan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL);
4. Potensi bencana alam tinggi;
5. Pelayanan Tempat Pengolahan sampah Akhir (TPA);
6. Belum adanya sarana dan prasarana sanitasi di kecamatan/ wilayah perkotaan.
Setelah Tim Kerja KLHS dan peserta menyepakati isu strategis, kegiatan lokakarya berikutnya adalah menjelaskan secara lebih detailatau mendeskripsikan lebih lanjut pernyataan tiap isu strategis (agar mudah dipahami), mengidentifikasi isu penting yang terkait dengan isu strategis tersebut, mengidentifikasi jenis dan sumber data untuk keperluan analisis data dasar (baseline analysis).
4.2 Analisis Data Dasar (Baseline Analysis)
Analisis data dasar atau baseline analysis adalah proses untuk memeriksa kejelasan (verifikasi) isu strategis prioritas yang diseleksi Tim Kerja KLHS RTRW beserta pemangku lintas kepentingan pada waktu lokakarya pelingkupan.
Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 5 Juni 2013.
Pada Sub Bab 3.3. di atas telah dikemukakan mengenai isu strategis KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara. Sebagaimana dijelaskan, peserta melakukan seleksi isu strategis dengan menggunakan metode brainstorming dan metaplan. Namun mengingat terbatasnya data, proses seleksi tidak didukung oleh data yang valid, lebih mengandalkan informasi empiris dari para pemangku kepentingan dan anggota Tim Kerja KLHS.Setelah isu strategis disepakati Tim KLHS melakukan
53 analisis data dasar untuk verifikasi akurasi pernyataan tentang isu strategis terpilih.
Metode yang digunakan pada proses analisis data dasar atau baseline analysis adalah analisis kecenderungan terhadap parameter dan indikator yang terkait dengan tiap isu strategis. Berkaitan dengan itu, kualitas hasil analisis data dasar sangat ditentukan oleh akurasi dan kemutakhiran data. Untuk mencapai tujuan analisis data dasar, maka syarat utama adalah kelengkapan data dan penyusunan diskripsi hasil analisis kecenderungan. Sistematika diskripsi hasil analisis kecenderungan mencakup diskripsi kecenderungan isu strategis sejak 5 tahun yang lalu dan perkiraan kecenderungan 5 tahun yang akan datang.
Lingkup diskripsi dimaksud disederhanakan sebagai berikut:
A. Gambaran Isu Strategis, dimaksudkan untuk menjelaskan kondisi/fakta dan masalah isu dimaksud; lokasi isu strategis, faktor penyebab/ isu yang terkait dan implikasi masalah dimaksud.
B. Analisis Kecenderungan, dimaksudkan untuk menjelaskan proses muncul dan berkembangnya masalah dimaksud sejak 5 tahun yang lalu di masing-masing lokasi, kelompok masyarakat yang mengalami kerugian akibat masalah dimaksud; apakah masalah dimaksud sudah mencapai titik kritis; mengapa masalah ini cenderung meningkat, apakah karena pembiaran? Analisis kecenderungan ini akan didukung dengan data tabuler, grafik, peta, grafik dan sebagainya.
C. Perkiraan Kecenderungan pada masa yang akan datang, dimaksudkan untuk menjelaskan prakiraan 5 tahun yang akan datang apabila masalah tersebut tidak ditangani; bagaimana akumulasi kerugian (finansial dan lingkungan hidup), kelompok masyarakat yang mengalami kerugian; apakah memang masalah yang dimaksud tidak dapat dicegah dan/atau ditanggulangi dan/atau dipulihkan?
D. Rangkuman atau kesimpulan hasil analisis kecenderungan;
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, ada 6 isu strategis dalam RTRW Aceh Tenggara yaitu:
1. Ketersediaan lahan pertanian yang sempit;
54 2. Peruntukan dan zonasi pemanfaatan Taman Nasional Gunung
Leuser;
3. Alih fungsi hutan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL);
4. Potensi bencana alam tinggi;
5. Pelayanan Tempat Pengolahan sampah Akhir (TPA);
6. Belum adanya sarana dan prasarana sanitasi di kecamatan/ wilayah perkotaan.
Isu strategis 1, 2 dan 3 di atas saling terkait satu sama lain dengan satu isu bersama yaitu perubahan penggunaan lahan. Isu ke-4 yaitu potensi bencana alam yang tinggi merupakan dampak dari 3 isu tersebut. Faktor utama yang mendorong munculnya isu perubahan penggunaan lahan sebagaimana juga dikemukakan oleh para pemangku kepentingan selama proses KLHS adalah pertambahan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah meningkatkan kebutuhan akan sumber daya. Mengingat sebagian besar masyarakat Aceh Tenggara bekerja sebagai petani, maka salah satu cara yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan mereka adalah dengan memperluas lahan pertanian. Lahan pertanian yang ada tidak lagi mencukupi, terlebih bagi masyarakat yang tinggal berbatasan dengan hutan lindung dan TNGL, cara paling mudah untuk dilakukan adalah melakukan perambahan lahan hutan lindung dan TNGL. Mengingat topologi dan kondisi tanah di Aceh Tenggara, perambahan hutan yang berlebihan berpotensi menimbulkan terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir.Terlebih lagi dengan adanya fenomena perubahan iklim seperti peningkatan curah hujan.
Sehingga antara ketiga isu strategis ketersediaan lahan pertanian, peruntukan dan zonasi pemanfaatan TNGL dan alih fungsi hutan lindung menjadi APL memiliki keterkaitan satu sama lain. Keterkaitan isu-isu strategis tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
55 Gambar 9: Kerangka Keterkaitan Isu Strategis Perubahan Penggunaan
Lahan
Mengingat eratnya kesalingterkaitan 3 isu yang bermuara pada persoalan perubahan penggunaan lahan, analisis data dasar terhadap 3 isu strategis akan dilakukan dalam kerangka keterkaitan ini. Ketiga isu strategis ini ditambah dengan isu strategis ke-4 yaitu Potensi Bencana Alam Tinggi dapat dikatakan sebagai isu strategis utama di Kabupaten Aceh Tenggara. Meskipun isu ke-4 terkait erat, namun untuk analisis isu strategis potensi bencana alam tinggi ini dilakukan terpisah. Begitu juga dengan 2 isu lainnya yaitu Pelayanan Tempat Sampah Akhir (TPA) dan Ketersediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi.Namun, untuk isu strategis terkait pelayanan tempat pengolahan sampah akhir (TPA) dan belum adanya sarana dan prasarana sanitasi di Kecamatan / wilayah perkotaan
Perambahan Hutan lindung dan TNGL
Bertambahnya Jumlah Penduduk
Sempitnya Lahan Pertanian
Meningkatnya Kebutuhan Lahan Pertanian
Zonasi &
Peruntukan TNGL Alih Fungsi Lahan Isu Strategis Perubahan Penggunaan
Lahan
Potensi Bencana Alam Tinggi
56 tidak akan dibahas lebih lanjut dalam laporan ini. Hal ini dilakukan setelah adanya pertimbangan pemfokusan laporan yang berisi pembahasan isu utama yang memberikan dampak signifikan terhadap perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh Tenggara.
Pada bab selanjutnya, telaah kajian pengaruh yang akan di bahas adalah telaah mengenai isu strategis utama, yaitu keterkaitan isu ketersediaan lahan pertanian yang sempit, peruntukan dan zonasi pemanfaatan TNGL dan alih fungsi hutan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL). Kemudian isu yang akan dibahas pula adalah isu strategis yang memiliki dampak tidak langsung dari isu utama, yakni adanya isu potensi bencana alam yang tinggi.
4.2.1 Isu Strategis Terkait Perubahan Penggunaan Lahan (Isu 1, 2 dan 3) Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, 3 isu strategis utama yaitu isu strategis perubahan penggunaan lahan akan dipaparkan secara secara terkait pada pembahasan ini. Pembahasan isu sempitnya Lahan Pertanian, Peruntukan dan Zonasi TNGL dan Alih fungsi Hutan Lindung menjadi APL akan dibahas secara terintegrasi untuk kepentingan penulisan laporan ini.
4.2.1.1 Gambaran Isu Strategis
PDRB 2011 Aceh Tenggara menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sub-sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan adalah penyumbang terbesar yaitu sebesar 47,48%. Hal tesebut dapat terlihat dari kontribusi sektor pertanian sejak tiga tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 6% pertahun seperti terlihat pada Tabel 9. Berikut.
Tabel 9: PDRB Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009-2011
No. Sektor Ekonomi/ Economic Sector PDRB Tahun (Dalam Jutaan Rupiah)
2009* 2010** 2011***
1 Pertanian 695.203,15 740.300,18 790.376.89
2 Pertambangan dan Penggalian 2.427,96 2.714,00 3.042,75
3 Industri Pengolahan 35.496,34 40.500,29 46.989,34
4 Listrik dan Air Minum 19.436,68 22.982,02 27.269,75
5 Bangunan/Konstruksi 93.876,00 111.409,44 132.993,72
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 122.407,73 144.719,77 168.283,70 7 Pengangkutan dan Komunikasi 22.587,75 26.034,96 30.003,52 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 28.994,06 33.873,94 40.004,55
9 Jasa-Jasa 322.919,95 370.050,01 425.827,03
Total 1.343.322,62 1.492.584,62 1.664.791,25 Sumber : Kabupaten Aceh Tenggara Dalam Angka Tahun 2012
57 Dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat dan bertambahnya jumlah penduduk Aceh Tenggara, lahan pertanian ini menjadi semakin terbatas sementara jumlah penduduk yang ada semakin meningkat.Berdasarkan data dari data jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara selama 5 tahun terakhir (2007-2011), laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara sebesar 1,2% per tahun, dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
Tabel 10: Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten
Aceh Tenggara (jiwa) Laju Pertumbuhan Penduduk (r) per Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1,2 % 174.371 175.501 177.024 179.010 183.108
Sumber : Kabupaten Aceh Tenggara Dalam Angka Tahun 2012
Gambar 10: Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Menurut besaran laju pertumbuhan penduduk selama periode 2007-2011, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk ini dimungkinkan selain
170000 175000 180000 185000
Jiwa
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara
Jumlah Penduduk Keterangan :
Pt =Jumlah penduduk tahun akhir Po =Jumlah penduduk tahun awal r = Bilangan eksponensial t = Jangka waktu
Pt = Po (1+r)t 183108 =174371 (1+r)4 = 1,0412886 1+r = 1,0247467 r = 0,0122 r = 1,2 %
58 karena terjadi pengembangan wilayah pedesaan menjadi daerah perkotaan, juga dipengaruhi oleh migrasi dari wilayah lain dan perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Dorongan penduduk untuk melakukan perpindahan dari desa menuju ke kota antara lain dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan pemerintah.Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat seperti ini mendorong ikut meningkatnya kebutuhan lahan pertanian, mengingat pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama dari penduduk Aceh Tenggara.
Peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara yang diiringi dengan peningkatan kebutuhan penduduk akan lahan pertanian tidak didukung dengan ketersediaan lahan pertanian atau dengan kata lain lahan untuk pertanian di aceh tenggara cukup terbatas.
Sesuai dengan tipologi bentang alamnya, Kabupaten Aceh Tenggara mengandalkan bentang alam dataran tinggi Aceh Tenggara yang relatif sempit dan diapit rangkaian pegunungan sebagai ruang aktifitas ekonomi untuk mendukung kehidupan masyarakat yang dominan di bidang pertanian.
Kabupaten Aceh Tenggara terletak di bentang alam kawasan lindung, sedangkan kawasan budidaya nya relatif sempit. Dengan demikian, cadangan lahan (available land) yang dapat digunakan untuk mendukung aktifitas kehidupan sangat terbatas, sedangkan kawasan lindung dan hutan lindung sekitar 82,64%.
Dengan kawasan penggunaan lain atau budidaya sekitar 17,36% dan kebutuhan masyarakat yang beranjak meningkat, menyebabkan terjadinya alih fungsi hutan termasuk yang ada dalam kawasan hutan lindung atau TNGL menjadi areal penggunaan lain (APL). Kebutuhan dasar hidup yang semakin meningkat sebagai implikasi keterbukaan wilayah semakin menuntut pendapatan yang semakin tinggi sehingga akan semakin mengeksploitasi sumber-daya alam terutama rambahan areal hutan.
Eksploitasi sumber daya alam berupa rambahan areal hutan dapat dilihat dari adanya penurunan luasan lahan kawasan lindung di wilayah itu sendiri.
Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu Kabupeten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mengalami penurunan luasan kawasan lindung dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Tabel 11. berikut adalah data tutupan lahan yang mendukung isu strategis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Tenggara:
59 Tabel 11: Tutupan Hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) tahun 2006 -
2009 Sumber: Leuser International Foundation (2012).
Seiring dengan paradigma otonomi daerah, permasalahan terbatasnya penguasaan lahan oleh masyarakat atau terbatasnya lahan pertanian yang dapat dimanfaatkan masyarakat, mengakibatkan terjadi pergeseran fungsi kawasan lindung (hutan lindung dan TNGL) menjadi APL.
Namun jika dilihat dari tumpang tindih antara peta kawasan hutan dengan peta tutupan lahan (Gambar 11), alih fungsi lahan di kawasan lindung sebenarnya telah terjadi sejak tahun 2000 atau sebelumnya. Alih fungsi ini telah terjadi sebelum Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.170 Tahun 2000 yang mengatur zonasi dan peruntukan TNGL di tetapkan. Berdasarkan SK Menhut tersebut, alih fungsi yang terjadi dapat dikatakan telah melanggar hukum. Disisi lain, menurut
60 masyarakat yang tinggal di wilayah yang berbatasan dengan TNGL, lahan APL yang berada pada Kawasan TNGL tersebut telah ada jauh sebelum status lahan tersebut ditetapkan sebagai Kawasan Lindung TNGL, sehingga masyarakat tidak merasa melanggar hukum apabila melakukan aktivitas di sana.
Gambar 11: Lokasi Areal Penggunaan Lain di Kawasan Hutan Lindung dan TNGL di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2010
Untuk lebih jelasnya terkait adanya lokasi Areal Penggunaan Lain di Kawasan Hutan Lindung dan TNGL di Kabupaten Aceh Tenggara tersebut dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:
1. Kecamatan Lawe Alas
Berdasarkan Gambar 12, terdapat kondisi eksisting tutupan lahan TNGL di Kecamatan Lawe Alas yang sebagian berupa APL sebagai pertanian lahan kering pada sebagian daerah perbatasan TNGL pada Tahun 2011. Terdapat pula jalan lokal primer dan jalan lingkungan pada kawasan TNGL yang telah berubah menjadi pertanian lahan kering.
61 Gambar 12: APL Pada Kawasan Lindung di Kecamatan Lawe Alas
Tahun 2011 2. Kecamatan Babul Rahmah
Berdasarkan Gambar 12, terdapat kondisi eksisting tutupan lahan TNGL di Kecamatan Babul Rahmah yang sebagian berupa APL sebagai pertanian lahan kering pada sebagian daerah perbatasan TNGL pada Tahun 2011.
Gambar 13: APL Pada Kawasan Lindung di Kecamatan Babul Rahmah Tahun 2011
3. Kecamatan Tanoh Alas
Berdasarkan Gambar 14. Kondisi eksisting tutupan lahan TNGL di Kecamatan Tanoh Alos sebagian besar telah beralih fungsi menjadi
62 pertanian lahan kering pada Tahun 2011. Terdapat pula jalan lokal primer dan jalan lingkungan primer pada kawasan TNGL yang telah berubah menjadi pertanian lahan kering.
Gambar 14: APL Pada Kawasan Lindung di Kecamatan Tanoh Alos Tahun 2011 4. Kecamatan Darul Hasanah
Berdasarkan Gambar 15. Kondisi eksisting tutupan lahan TNGL di Kecamatan Darul Hasanah sebagian telah berubah menjadi APL berupa semak belukar, savanna dan pertanian lahan kering. APL yang berada di kawasan lindung kecamatan ini berada di sekitar jaringan jalan yang ada yaitu di perbatasan kawasan TNGL.
Gambar 15: APL Pada Kawasan Lindung di Kec. Darul Hasanah Tahun 2011 5. Kecamatan Leuser
Berdasarkan Gambar 16. Kondisi eksisting tutupan lahan hutan lindung di Kecamatan Leuser sebagian adalah semak belukar, hutan tanaman
63 industri dan pertanian lahan kering. APL yang berada di kawasan lindung kecamatan ini berada di sekitar jaringan jalan yang ada.
Gambar 16: APL Pada Kawasan Lindung di Kecamatan Leuser Tahun 2011 6. Kecamatan Babul Makmur
Berdasarkan Gambar 17. Kondisi eksisting tutupan lahan hutan lindung di Kecamatan Babul Makmur sebagian adalah semak belukar tidak jauh dari jalan Kute Bakti – Dusun Pak-pak. Jalan Kute Bakti – Dusun Pak-pak adalah jalan kolektor primer yang berada pada hutan lindung.
Gambar 17: APL Pada Kawasan Lindung di Kec. Babul Makmur Tahun 2011
64 7. Kecamatan Bukit Tusam
Berdasarkan Gambar 18. Kondisi eksisting tutupan lahan hutan lindung di Kecamatan Bukit Tusam, terdapat semak belukar pada perbatasan kawasan hutan lindung.
Gambar 18: APL Pada Kawasan Lindung di Kec. Bukit Tusam Tahun 2011 8. Kecamatan Daleng Pokhisen
Berdasarkan Gambar 19. Kondisi eksisting tutupan lahan hutan lindung di Kecamatan Daleng Pokhisen, terdapat sebagian semak belukar dan sawah di perbatasan kawasan hutan lindung.
Gambar 19: APL Pada Kawasan Lindung di Kec. Daleng Pokhisen Tahun 2011
65 9. Kecamatan Badar
Berdasarkan Gambar 20. Kondisi eksisting tutupan lahan hutan lindung dan TNGL di Kecamatan Badar sebagian besar perbatasan kawasan hutan lindung telah berubah menjadi semak belukar.
Gambar 20: APL Pada Kawasan Lindung di Kecamatan Badar Tahun 2011 10. Kecamatan Ketambe
Berdasarkan Gambar 21. Kondisi eksisting tutupan lahan hutan lindung dan TNGL di Kecamatan Ketambe sebagian adalah semak belukar dan pertanian lahan kering campur semak. APL yang berada di kawasan lindung kecamatan ini berada perbatasan kawasan lindung dengan area lain.
Gambar 21: APL Pada Kawasan Lindung di Kecamatan Ketambe Tahun 2011
66 Berdasarkan penjelasan di atas, APL di kawasan lindung Kabupaten Aceh Tenggara memang telah ada sejak tahun 2000 (Gambar 11). Gambar 12 – Gambar 21 semakin menjelaskan bahwa sebagian besar terjadi perluasan APL di beberapa kawasan hutan lindung dan TNGL di 10 Kecamatan pada Tahun 2011. Kondisi demikian memberikan dampak dari berkurangnya luasan kawasan lindung dan pergeseran fungsi kawasan lindung menjadi APL di Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu munculnya ancaman bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di Kabupaten Aceh Tenggara.
4.2.1.2 Analisis Kecenderungan
Keterkaitan ketiga isu penggunaan lahan ini dibuktikan dengan menurunnya luasan lahan kawasan lindung akibat perubahan alih fungsi kawasan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL). Data yang merupakan hasil analisis spasial Peta Kawasan Hutan dan Tutupan Lahan tahun 2000 dan 20011 (Baplan/Kemenhut) memperlihatkan adanya perubahan alih fungsi hutan lindung menjadi areal penggunaan lain di Kabupaten Aceh Tenggara sejak tahun 2000. Perubahan alih fungsi hutan lindung ini sebagai salah satu dampak akibat tingginya tingkat kebergantungan penduduk akan kebutuhan pengembangan sektor pertanian.
Tabel 12: Perubahan Alih Fungsi Hutan Lindung Menjadi Areal Penggunaan Lain di Kabupaten Aceh Tenggara
Kecamatan
Perubahan Luasan Penggunaan Lahan di Kabupaten Aceh Tenggara (Ha) Kawasan Lindung
67 Kecamatan
Perubahan Luasan Penggunaan Lahan di Kabupaten Aceh Tenggara (Ha) Kawasan Lindung
(Hutan Lindung dan Kawasan
TNGL)
Area Penggunaan Lain (APL) yang Berada pada Kawasan TNGL
Area Penggunaan Lain (APL) yang Berada pada Kawasan Hutan Lindung
2000 2011 2000 2011 2000 2011
Bukit Tusam 1.877 1.877 0 0 14 14
Lawe Sumur 2.140 2.141 0 0 0 0
Babussalam 0 0 0 0 0 0
Lawe Bulan 2.114 2.113 0 0 0 0
Badar 6.389 6.390 0 0 488 488
Darul Hasanah 126.245 124.222 4.915 6.937 0 0
Daleng Pokhisen 4.982 4.982 0 0 46 46
Ketambe 21.033 20.711 613 925 1.120 1.129
Total 351.35
6 347.049 7.352 11.134 2.798 3.108
Sumber : Analisis GIS
Keterangan :
Luasan penggunaan lahan hutan yang dimaksud adalah perhitungan dari total luas hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder/
bekas tebangan dan hutan tanaman (sumber: Analisis GIS)
Terdapat Area Penggunaan Lain (APL) yang berada pada kawasan TNGL dan Hutan Lindung, antara lain digunakan sebagai lahan terbuka, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak/ kebun campur, savanna/padang rumput, sawah, semak belukar, perkebunan (sumber: Analisis GIS)
Warna Merah menjelaskan bahwa terjadi penurunan luasan hutan dan TNGL yang digunakan menjadi APL di beberapa wilayah
Warna Biru menjelaskan bahwa terdapat fungsi lahan sebagai areal penggunaan lain (APL) di kawasan hutan lindung dan TNGL) sejak Tahun 2000 dan hingga Tahun 2011 luasannya cenderung bertambah.
68 Berdasarkan data tutupan lahan tahun 2000 dan 2011, maka diperoleh gambaran sebagai berikut:
Gambar 22: Peta Perbandingan Tutupan Lahan Tahun 2000 Dengan Tahun 2011 Tabel 12 dan Gambar 22 menjelaskan bahwa Kabupaten Aceh Tenggara, seperti Kecamatan Lawe Alas, Babul Rahmah, Tanoh Alos, Darul Hasnah dan Ketambe mengalami perubahan luasan lahan kawasan lindung menjadi area penggunaan lain (APL). Penurunan luasan lahan kawasan lindung tesebut diiringi dengan pertambahan luas APL dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
Penurunan luasan wilayah kawasan lindung terjadi karena telah dialih fungsikan menjadi APL sejak atau sebelum tahun 2000. Data APL pada tahun 2011 dalam Tabel 12 dan Gambar 22 di atas menunjukan bahwa alih fungsi yang terjadi cenderung meningkat. Misalnya kasus pengalih fungsian lahan kawasan lindung di Kecamatan Darul Hasanah, Pada tahun 2000 APL di dalam kawasan hutan lindung sudah ada sebesar 4.915 Ha dan meningkat menjadi 6.937 Ha, sehingga
69 terjadi penurunan luasan Hutan lindung yang semula seluas 126.245 Ha pada
69 terjadi penurunan luasan Hutan lindung yang semula seluas 126.245 Ha pada