• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER)

Dalam dokumen KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (Halaman 17-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER)

Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER) atau Low Emission Development Strategies (LEDS) merupakan kerangka strategis yang menggambarkan aksi konkret, kebijakan, program dan rencana implementasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan. Tujuan dari strategi pembangunan emisi rendah ini adalah: 1) mengurangi emisi GRK melalui penyusunan kembali rencana tata ruang; 2) fokus pada pembangunan dan rencana pada area yang rusak dan karbon rendah; 3) menggunakan energi terbarukan untuk pertumbuhan ekonomi. Pendekatan dan metode yang disebutkan diatas, memiliki catatan sebagai berikut: Penghitungan proyeksi emisi GRK di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) ekstrapolasi berdasarkan perubahan emisi di masa lalu; 2) perubahan emisi sebagai dampak dari implementasi RTRW.

Dengan adanya SPER, diharapkan dapat menjadi pertimbangan kemungkinan emisi GRK yang akan muncul dalam melaksanakan program perencanaan pembangunan yang termuat dalam RTRW dengan memperhatikan hasil yang termuat dalam dokumen KLHS ini.

7

BAB II

PROFIL WILAYAH KAJIAN dan LINGKUP PERENCANAAN TATA RUANG

2.1 Tata Letak, Fisiografi, Demografi dan Sosial Budaya 2.1.1 Tata Letak

Kabupaten Aceh Tenggara dibentuk melalui penetapan Undang-Undang nomor 4 tahun 1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara. Dalam rangka peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah Pemerintah melakukan pemekaran wilayah melalui penetapan Undang-Undang nomor 4 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang. Dalam hal ini, Kabupaten Gayo Lues merupakan pemekaran Kabupaten Aceh Tenggara.

Kabupaten Aceh Tenggara berada pada posisi secara geografis terletak antara 3055,23”- 4016,37” LU dan 96043,23”-98010,32” BT. Tata letak geografis kabupaten ini dijelaskan sebagai berikut:

 Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Luwes;

 Di sebelah Timur dengan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur;

 Disebelah Selatan dengan Kabupaten Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan;

 Di sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Selatan.

Pada saat ini Kabupaten Aceh Tenggara terdiri atas 16 wilayah kecamatan, 51 wilayah kemukiman dan 385 desa atau gampong/lurah. Ke-16 kecamatan tersebut adalah :

Tabel 2. Luas Wilayah dan Jumlah Desa di Kabupaten Aceh Tenggara

Sumber : Kabupaten Aceh Tenggara Dalam Angka, 2012 No Kecamatan Luas

8 Gambar 1: Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Aceh Tenggara

2.1.2 Pemerintahan

Sistem pemerintahan yang berlaku di Aceh Tenggara sama seperti wilayah lainnya di Provinsi Aceh yakni menganut 2 (dua) sistem pemerintahan yaitu sistem Pemerintahan Lokal (Aceh) dan Sistem Pemerintahan Nasional (Indonesia). Berdasarkan penjenjangannya, perbedaannya adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara Kecamatan dan Gampong. Sebagaimana kabupaten lainnya, Kabupaten Aceh Tenggara dipimpin oleh Bupati terpilih untuk periode tahun 2012 s/d 2017 yaitu Ir. H. Hasanuddin B., MM sebagai Bupati dan H. Ali Basrah S.Pd sebagai Wakil Bupati.

Kecamatan adalah suatu wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan yang terdiri atas beberapa Kemukiman dan dibagi atas beberapa Mukim. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa Gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat. Mukim dibagi atas kelurahan dan Gampong. Kelurahan dibentuk di wilayah Kecamatan dengan Qanun Kabupaten/Kota yang

9 dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Kelurahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dihapus secara bertahap menjadi Gampong atau nama lain dalam Kabupaten/ Kota. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.

2.1.3 Fisiografi

2.1.3.1 Topografi dan Kelerengan

Kabupaten Aceh Tenggara memiliki luas wilayah 4.231,41 km2 dengan kondisi topografi yang sangat bervariasi yaitu terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal. Kondisi topografi atau ketinggian Kabupaten Aceh Tenggara dapat diklasifikasikan pada beberapa kelas antara 0 – 100 meter dpl hingga > 1.600 meter dpl. Berdasarkan kelas ketinggian tersebut terlihat didominasi oleh ketinggian 800 – 1.600 meter dpl atau sebesar 35,54% dari total luas wilayah kabupaten.

Kabupaten Aceh Tenggara memiliki klasifikasi kemiringan lereng (kelerengan) yang terbagi atas kelas kelerengan yaitu: < 8%, 8-15%, 16-25%, 26-40% dan > 40%. Berdasarkan gambaran klasifikasi kelerengan tersebut, tampak didominasi oleh lahan berkelerengan 16-25% dengan luasan yang mencapai 177.631,96 Ha atau sebesar 41,87% dari total luas wilayah kabupaten. Bentang alam kabupaten ini dibentuk oleh Dataran Tinggi Alas yang relatif sempit dengan arah tenggara-barat laut yang diapit oleh rangkaian pergunungan Bukit Barisan di sisi timur dan sisi barat dataran tinggi tersebut. Beberapa puncak di rangkaian pergunungan di sisi barat dataran tinggi Alas antara lain Bukit Kemiri (3.314 m), sedangkan di sisi timur Gunung Bandahara (3.010 m) dan Bukit Apul Relem (3.374 m). Apabila bentang alam rangkaian pergunungan yang mengapit dataran tinggi tersebut didelineasi berdasarkan kemiringan lereng, maka wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu:

1. Kelas kemiringan 0 – 8%

2. Kelas Kemiringan 8 – 15%

3. Kelas Kemiringan 15 – 40%

4. Kelas Kemiringan lebih dari 40%

Wilayah datar dengan kelas kemiringan 0 - 8% ini tersebar di wilayah Kutacane dan Bambel. Pada kelas kemiringan 8 – 15% ditandai dengan Daerah yang bergelombang sampai agak berbukit. Wilayah ini tersebar di pinggir Lembah Alas bagian selatan Kabupaten. Wilayah agak berbukit sampai

10 berbukit dengan kemiringan 15 – 40 % tersebar merata di Kabupaten Aceh Tenggara, terutama di wilayah Kecamatan Badar dan di sebelah selatan Kecamatan Lawe Alas. Untuk wilayah dengan kelas kemiringan lebih dari 40%

ini meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Daerah ini ditandai dengan Daerah yang berbukit sampai bergunung.

2.1.3.2 Iklim dan Hidrologi

Iklim yang berada di Kabupaten Aceh Tenggara ini adalah iklim hujan tropis.

Berdasarkan besar curah hujannya iklim di daerah Kabupaten Aceh Tenggara termasuk tipe A menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Curah hujan pada tipe iklim A cukup tinggi berkisar antara 2.500 – 3.000 mm per tahun dan berlangsung dalam dua musim yaitu bulan Maret hingga Mei dan bulan Oktober hingga Desember.

Sementara itu untuk keadaan hidrologi di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara yang keadaan topografinya berbukit dan bergunung mengakibatkan banyak sungai di wilayah ini mempunyai aliran yang cukup deras. Pada dasar Dataran Tinggi Alas mengalir sungai Lawe Alas yang hulunya terletak di Kabupaten Gayo Lues. Sungai Lawe Alas terdapat banyak sungai kecil yang bermuara, mengalir di punggung perbukitan baik di sisi barat maupun sisi timur dataran tinggi. Sungai Lawe Alas bermuara di pantai barat Kabupaten Aceh Singkil.

2.1.3.3 Geologi dan Jenis Tanah

Kondisi Geologi atau Batuan di Kabupaten Aceh Tenggara dapat dikelompokkan menjadi aluvium, batuan gunung api, batuan sedimen karbonat dan batuan terobosan (Gambar 2). Sementara itu, berdasarkan data yang ada terdapat 6 jenis tanah di Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu 1) aluvial;

2) podsolik; 3) grumosol; 4) regosol; 5) renzina, dan; 6) komplek podsolik coklat, podsolik merah kuning, dan litosol (Gambar 3). Jenis tanah yang mendominasi wilayah ini adalah jenis tanah podsolik coklat seluas 196.155,25 Ha atau sebesar 46,24% dari total luas wilayah kabupaten.

11 Gambar 2: Kondisi Topografi Kabupaten Aceh Tenggara

2.1.3.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

Sebagian wilayah dari Kabupaten Aceh Tenggara merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). TNGL merupakan taman nasional tertua dan terluas di Indonesia, bahkan terluas di Asia. Kawasan TNGL merupakan salah satu yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai World Heritage.

TNGL disahkan berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, mecakup kawasan Suaka Margasatwa Gunung Leuser, Langkat Barat, Langkat Selatan, Kluet, Kappi dan sekitarnya di umumkan sebagai Taman Nasional dengan luas 792.675 Ha1. Melalui keputusan Keputusan Menteri Kehutanan No.190/Kpts-II/2001 tentang Pengesahan Batas Kawasan.

1 Sebelum diubah pada tahun 2001, penetapan kawasan tersebut menjadi Taman Nasional Gunung Leuser diperbaharui dan diperkuat pada tahun 1997 dengan surat keputusan Menteri Kehutanan SK No.276/Kpts-VI/1997 dengan menetapkan kawasan sebesar 1.094.692 Ha menjadi kawasan konservasi yang tergabung dalam Taman Nasional Gunung Leuser, mengubah fungsi Suka Margasatwa Gunung Leuser seluas 416,500 hektar, Suaka Margasatwa Kluet seluas 20.000 hektar, Suaka Margasatwa Langkat Selatan seluas 82.985 hektar, Suaka Margasatwa Sekundur seluas 60.000 hektar, Suaka Margasatwa Kapi seluas 142.800 hektar, Taman Wisata Gurah seluas 9.200 hektar, hutan lindung dan hutan produksi terbatas seluas 292.707 hektar yang terletak di Propinsi Aceh dan Propinsi Sumatera Utara.

12 Gambar 3: Kondisi Jenis Tanah Kabupaten Aceh Tenggara

Ekosistem Leuser di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, ditetapkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 2.255.577 Ha yang terdiri dari:

1. Kawasan Hutan:

a. Suaka Margasatwa (Rawa Singkil): 102.370 Ha b. Taman Nasional (Gunung Leuser): 602.562 Ha c. Taman Buru (Lingga Isaq): 29.090 Ha

d. Hutan Lindung: 941.713 Ha

e. Hutan Produksi Terbatas: 8.066 Ha f. Hutan Produksi Tetap: 245.676 Ha 2. Areal Penggunaan Lain (APL): 326.080 Ha

Kawasan Ekosistem Leuser ini melingkupi wilayah administrasi dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu Kabupaten Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara (Gambar 4).

Kawasan TNGL terdiri dari hutan pantai atau rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan pegunungan yang sebagian besar kawasan

13 didominasi oleh ekosistem hutan Dipterocarpaceae dengan flora langka khas Raflesia atjehensis dan Johanesteinimania altifrons (pohon payung raksasa) dan Rizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar yang langka. Di dalamnya terdapat tumbuhan yang unik yaitu ara atau tumbuhan paceklik.

Diperkirakan ada sekitar 3.500 jenis flora di dalam kawasan TNGL. Sekurang-kurangnya separuh dari 95 jenis Dipterocarcease (misalnya meranti dan keruing) terdapat disini. Salah satu jenis adalah pohon kapur (Dryobbalanops aromatica). Terdapat beberapa buah-buahan yang bisa dimakan, antara lain jenis Jeruk Hutan (Citrus macroptera), Durian Hutan (Durio exyleyanus dan Durio zibethinus), Buah Menteng (Baccaurea montleyana dan Baccaurea racemosa), Duku (Lansium domesticum), Limus (Mangifera feotida dan Manifera guardriffolia), Rukem (Flacourtia rukam) dan Rambutan (Nephelium lappaceum) (BBTNGL, 2010).

Gambar 4: Peta Batas Administratif Taman Nasional Gunung Leuser Sumber : RTRW Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012-2032

Kawasan TNGL berada dalam pengaruh inter-tropical convergence zone, oleh karena itu sebagian besar klasifikasi iklimnya sesuai dengan sistem klasifikasi yang ditetapkan oleh Schmidt dan Fergusson yaitu termasuk dalam tipe curah hujan A (wet and hot tropical rainforest climate). Dalam tipe iklim ini, suhu bulanan mencapai 18ºC dan curah hujan tahunan lebih, sedangkan rata–rata

14 curah hujan adalah 4.673 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu maksimum berkisar 28ºC. dengan kelembaban nisbi 72-92% (BBTNGL, 2010).

Jenis tanah di kawasan TNGL cukup beragam dari jenis aluvial, andosol, komplek podsolik, podsolik coklat, podsolik merah kuning, latosol, litosol, komplek rensing, organosol, regosol, humus, tanah gambut, tanah sedimentasi dan tanah vulkanik (BBTNGL, 2010). Ditinjau dari segi topografi, kawasan TNGL memiliki topografi mulai dari 0 meter dari permukaan laut (mdpl) yaitu daerah pantai hingga ketinggian lebih lebih dari 3.000 mdpl, namun secara rata-rata hampir 80% kawasan memiliki kemiringan di atas 40%.

Pengunungan berbukit dan bergelombang, sebagaian kecil arealnya berupa dataran rendah. Terdapat sedikitnya terdapat 33 bukit atau gunung yang tercatat sedang puncak tertinggi TNGL, yaitu 3.149 mdpl (BBTNGL, 2010).

Dari Hutan TNGL ini terdapat banyak aliran sungai dan air yang selalu mengalir sepanjang tahun. Sungai-sungai tersebut meliputi daerah pantai barat dari Bakongan ke Blang Pidie dan Meulaboh (Bakongan, Kluet, Krueng, Baru, Krueng susoh, Krueng Bates dan Krueng Tippa), Daerah Gayo Luas (Trippa dan Lesten), Daerah Aceh Timur (Lesten, Tumpur, Tumiang, Daerah Langkat, Sekundur dan Sei Besitang, Sei Lepan, Sei Batang Serangan, Sei Musam, Sei Bahorok, Sei Berkail, Sei Wampu, Sei Bekulap, dan Sei Bingai), Daerah Alas Weihni Gumpang, Waihni Marpunga, Lawe Kompas, Lawe Bengkuang. Air sungai menjadi sumber air areal perkebunan, persawahan dan perladangan. Terdapat dua danau yaitu Danau Bangko dengan luas 100 ha dan Danau Kawah seluas 10 ha, keduanya berada di daerah Suaka Kluet dan Suaka Kappi (Timur Marpunga), di dalam TNGL.

TNGL menyediakan suplai air bagi 4 (empat) juta masyarakat yang tinggal di Proovinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Hampir 9 (sembilan) kabupaten tergantung pada jasa lingkungan TNGL, yaitu berupa ketersediaan air konsumsi, air pengairan, penjaga kesuburan tanah, pengendalian banjir, dan sebagainya. Sebagai laboratorium alam, TNGL merupakan surga bagi para peneliti (nasional dan internasional). Stasiun riset Orangutan di Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara misalnya, telah menjadi salah satu Stasiun Riset terbesar dan berpotensi sebagai pangsa pasar bagi ilmu pengetahuan.

2.1.4 Demografi dan Sosial Budaya

Menurut Kabupaten Aceh Tenggara Dalam Angka (2012), berdasarkan hasil proyeksi tahun 2011, jumlah penduduk Aceh Tenggara adalah 183.108 jiwa dengan rincian 91.462 penduduk laki-laki dan 91.646 penduduk perempuan.

Jumlah ini meningkat sebesar 2,29% dari tahun 2010 yaitu sebanyak 179.010

15 jiwa berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 (Tabel). Persebaran Penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara belum merata di setiap kecamatan. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Babussalam yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Aceh Tenggara di mana terletak pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Dengan luas wilayah hanya 12,5 Km2 dan merupakan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil, Kecamatan Babussalam ditinggali oleh 25.595 orang. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah Kecamatan Tanoh Alas dengan penduduk 3.658 jiwa. Jumlah desa di kecamatan ini juga yang paling sedikit yaitu hanya 14 desa.

Tabel 3: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Total

(Jiwa) Laki-Laki Perempuan

1 Lawe Alas 6.643 6.665 13.308

2 Babul Rahmah 3.779 3.831 7.610

3 Tanoh Alas 1.868 1.790 3.658

4 Lawe Sigala-gala 8.804 9.024 17.828

5 Babul Makmur 6.325 6.543 12.868

6 Semadam 5.427 5.520 10.947

7 Leuser 2.606 2.381 4.987

8 Bambel 7.632 7.804 15.436

9 Bukit Tusam 4.682 4.768 9.450

10 Lawe Sumur 3.355 3.494 6.849

11 Babussalam 12.753 12.842 25.595

12 Lawe Bulan 6.899 6.834 13.733

13 Badar 6.284 6.113 12.397

14 Darul Hasanah 5.966 5.785 11.751

15 Daleng Pokhisen 3.573 4.619 8.192

16 Ketambe 4.866 3.633 8.499

Total 91.462 91.646 183.108

Sumber: Kabupaten Aceh Tenggara Dalam Angka, 2012

16

Distribusi Penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara

Lawe Alas

Gambar 5: Distribusi Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara

Tata letak Kabupaten Aceh Tenggara sebagai bentang alam yang subur di daerah pergunungan dan peranan Kota Kutacane (dalam hal ini Kecamatan Babussalam dan sekitarnya) yang memiliki faktor penarik (pull factor) mempengaruhi perkembangan sosial dan budaya masyarakat Aceh Tenggara.

Desa Pasir Gala yang berkembang menjadi Kutacane merupakan desa yang menarik perhatian penjajah Belanda sejak tahun 1908. Sebagai salah satu pusat kegiatan yang besar di sekitar perdesaan dataran tinggi Alas, maka kota ini menjalin interaksi dengan wilayah sekitarnya dan pada tingkat selanjutnya mewujudkan faktor-faktor penarik berpindahnya penduduk dari berbagai tempat ke Kutacane dan pusat-pusat perdesaan lain, baik yang berasal dari kecamatan lain di Kabupaten Aceh Tenggara (lama) maupun dari Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Proses migrasi dan interaksi penduduk berbagai suku dan berbagai adat istiadat dengan masyarakat Alas, Gayo Lues dan Bener Meriah membentuk puncak-puncak kebudayaan yang harmonis, antara lain kebudayaan Alas sebagai suku terbesar Singkil, Karo, Batak, Gayo, Jawa, Minangkabau, dan suku Aneuk Jame. Kabupaten ini memiliki suatu keunikan, yaitu adanya masyarakat yang majemuk tetapi hampir tidak ada terdengar sama sekali kerusuhan yang melibatkan Sara (Suku, Agama dan Ras), masyarakatnya mampu menjaga perdamaian sampai saat ini. Mayoritas masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara menganut agama Islam.

Dalam sistem kemasyarakatan di Aceh Tenggara telah terjadi perubahan mendasar yang ditandai dengan meningkatnya kesadaran akan kebebasan, kemandirian, keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat.

Fenomena-fenomena di atas tentu saja menuntut adanya paradigma baru dalam pengembangan daerah, jika tidak ingin tersisih dari persaingan.

Pembangunan pengembangan daerah jika tidak ingin tersisih dari persaingan.

17 Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif berupa kekayaan alam yang berlimpah, upah buruh yang murah sudah tidak dapat dipertahankan lagi, meskipun teori keunggulan komparatif telah bergeser dari hanya mempertimbangkan faktor-faktor produksi (tanah, buruh, sumber daya alam dan modal) menjadi berkembangnya kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter dan fiskal, ternyata daya saing tidak lagi terletak pada faktor-faktor tersebut. Tetapi daya saing bisa diperoleh dari kemampuan untuk melaksanakan perbaikan dan inovasi secara berkesinambungan.

Pembangunan di Aceh Tenggara yang penuh dengan tantangan dan tekanan, namun masih memiliki faktor produksi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup besar.

Berdasarkan angka perkiraan tahun 2010 di Kabupaten Aceh Tenggara terdapat 2,1 ribuan pencari kerja. Saat ini, sektor pertanian adalah sektor yang paling dominan dalam hal ketenagakerjaan, yaitu sebanyak 51,3 ribuan orang dari 53,8 ribuan orang dalam status bekerja. Namun sektor ini terus mengalami penurunan karena semakin berkurangnya lahan pertanian produktif karena tergusur oleh sektor non pertanian, terutama sektor industri, perdagangan dan jasa. Terbesar kedua ada di sektor jasa, sekitar 5,6 ribuan orang.

Terkait dengan fasilitas dan infrastruktur, jaringan listrik baru mencapai 92,56% wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Jumlah rumah tangga yang sudah memiliki fasilitas MCK sendiri baru mencapai 49,87%, MCK bersama 5,87%, rumah tangga yang menggunakan MCK umum 7,25% dan sisanya belum menggunakan sarana MCK yang memadai dalam kehidupan rumah tangganya.

Akses terhadap air bersih juga masih jauh dari harapan, dimana hanya 8,98%

rumah tangga di Kabupaten Aceh Tenggara yang sudah terkoneksi dengan air PDAM, 15,17% rumah tangga lainnya menggunakan air isi ulang, serta selebihnya masih menggunakan sumber air dari sumur dan sungai. Fakta-fakta ini merupakan gambaran kemiskinan yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara.

Sebaran penduduk miskin Aceh lebih dominan di pedesaan yaitu 75,22%, sedangkan di perkotaan hanya 17,62%. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Aceh Tenggara mencapai 18%. Kategori masyarakat miskin di kawasan pedesaan menurut BPS Aceh adalah mereka yang berpenghasilan sama atau lebih kecil dari Rp 319.416 per bulan. Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara berupaya menyusun program-program pengentasan kemiskinan baik melalui penciptaan lapangan kerja maupun peningkatan keterampilan

18 masyarakat yang didukung oleh pembangunan infrastruktur dasar yang terintegritas menjadi prioritas.

Pendidikan masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2013 IPM di Aceh Tenggara mencapai 71,67 yang termasuk dalam kategori IPM menengah. Di Kabupaten Aceh Selatan saat ini memiliki 1 unit rumah sakit kabupaten tipe C, 17 unit puskesmas, 38 unit puskesmas pembantu dan 69 unit polindes. Untuk pendidikan, jumlah TK mencapai 39 sekolah, SD sebanyak 157 sekolah, SMP sebanyak 53 sekolah, SMA sebanyak 24 sekolah dan SMK sebanyak 10 sekolah. Tingkat partisipasi angkatan kerja mencapai 64%. Tingkat pengangguran mencapai 7,7%.

2.2 Tinjauan Singkat Materi Teknis RTRW

2.2.1 Kedudukan dan Proses Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Tenggara

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2012-2032 dilakukan untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725) dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833).

Dokumen RTRW Kabupaten Aceh Tenggara 2012-2032 merupakan hasil proses evaluasi dan peninjauan kembali dokumen Qanun No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2010 – 2030 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tenggarasebagai implikasi penetapan UU No. 26 tahun 2007 sebagaimana dikemukakan di atas.

Dalam rangka pelaksanaan KLHS RTRW Kabupaten Aceh Tenggara perlu dipahami kedudukan RTRW Kabupaten Aceh Tenggara dalam sistem penataan ruang dan sistem perencanaan pembangunan nasional dan wilayah.

Dalam rangka memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap kedudukan RTRW kabupaten bagi pemangku kepentingan, kedudukan RTRW kabupaten dapat lihat pada Gambar 6 dibaweah ini.

19 Gambar 6: Kedudukan RTRW Kabupaten Dalam Sistem Penataan Ruang dan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Sebagaimana diatur pada Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, bahwa proses penyusunan rencana tata ruang dilakukan melalui tahapan: 1) persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2) pengumpulan data; 3) pengolahan dan analisis data; 4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan 5) penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan tentang rencana tata ruang (dalam hal ini Qanun Rencana Tata Ruang Kabupaten). Proses penyusunan RTRW Kabupaten sebagaimana diarahkan di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten seperti pada Gambar 7.

2.2.2 Iktisar Materi Rencana Tata Ruang Kabupaten Aceh Tenggara Kajian Lingkungan Hidup Strategis merupakan adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi di dalam dokumen rencana pembangunan suatu wilayah, terutama pertimbangan-pertimbangan prinsip pembangunan keberlanjutan di dalam rumusan KRP.

Untuk memberikan gambaran tentang materi Rencana Tata Ruang Kabupaten Aceh Tenggara yang penyusunannya mengacu ke Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2009, materi teknis (laporan perencanaan) RTRW dimaksud disederhanakan sebagai berikut:

1. Dasar Hukum Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Tenggara 2. Sejarah Kabupaten Aceh Tenggara

20 3. Profil Kabupaten Aceh Tenggara yang menggambarkan lingkungan fisik alami, lingkungan hayati, termasuk keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser, aspek kependudukan dan sosial eknomi serta sosial budaya serta keberadaan sarana dan prasarana lingkungan lingkup Kabupaen Aceh Tenggara.

4. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang Kabupaten Aceh Tenggara.

5. Rencana sistem perkotaan Kabupaten Aceh Tenggara 6. Rencana sistem jaringan prasarana kabupaten

7. Rencana pengembangan infrastruktur perkotaan

8. Rencana Pola Ruang, yang memuat peruntukan ruang Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya

9. Rencana Kawasan Strategis 10. Arahan Pemanfaatan Ruang

11. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang 12. Kelembagaan dan peranserta masyarakat.

Gambar 7: Proses dan Prosedur Umum Penyusunan RTRW Kabupaten

Gambar 7: Proses dan Prosedur Umum Penyusunan RTRW Kabupaten

Dalam dokumen KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (Halaman 17-0)