BAB V POLISI ISTIMEWA MELAWAN SEKUTU
C. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
1. Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di
Indonesia dan Sekutu tampaknya belum diketahui oleh semua orang sehingga pertempuran pun masih tetap terjadi dibeberapa tempat, seperti di Hotel Internatio. Para anggota kontak biro dari kedua belah pihak pun mendatangi Hotel Internatio di Jembatan Merah. Hotel Internatio ternyata masih diduduki oleh Sekutu,
sehingga para pejuang masih mengepung hotel tersebut.210 Ketika
mobil anggota kontak biro mendekati Hotel Internatio, mobil dihentikan para pejuang yang sedang mengepung hotel. Para pejuang meminta supaya orang-orang Belanda dan tentara Sekutu yang ada di dalam hotel untuk menyerah.
Tuntutan dan permintaan para pejuang dihiraukan, malahan mereka mendapat tembakan dari dalam hotel dan terjadi kontak tembak karena para pejuang membalas termakan tersebut. Adanya tembakan dari dalam hotel membuat anggota kontak biro berlari menyelamatkan dirinya masing-masing. Malang untuk Brigjen Mallaby yang tidak sempat menyelamatkan diri sehingga menjadi sasaran dari kontak tembak yang terjadi dan menjadi korban dari kontak tembak tersebut. Tiba-tiba sebuah granat jatuh di dekat mobil dan meledak sehingga korban yang berada di
210 Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional
dalam mobil yaitu Brigjen Mallaby tidak bisa dikenali setelah
terjadinya ledakan.211
Tewasnya Brigjen Mallaby tidak ada yang mengetahui siapa yang membunuh dan melemparkan granat ke mobil yang ditumpangi olehnya. Bahkan anggota kontak biro pun tidak ada yang mengetahuinya karena sibuk menyelamatkan dirinya
masing-masing pada saat pertempuran terjadi.212 Menurut
Moekari seorang mantan anggota Polisi Istimewa, menuturkan bahwa, yang membunuh Brigjen Mallaby adalah tentara Belanda yang membonceng pada Sekutu. Kalau tentara Inggris yang membunuh sangat tidak mungkin karena mereka tidak mempunya kepentingan di Indonesia. Bahkan orang Indonesia pun mustahil untuk melakukan lemparan granat, karena hanya tentara yang terlatih yang mampu melempar granat. Jadi Belanda ingin mengadu domba Indonesia dengan Inggris untuk dapat
menguasai Indonesia lagi.213
Setelah tewasnya Brigjen Mallaby, dua perwira staf Mallaby yaitu, Kapten Smith dan Langland yang mendampingi Brigjen Mallaby pada saat mendatangi Hotel Intrenatio langsung mengirim pesan kepada Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies, pasukan Sekutu untuk kawasa Hindia Timur Belanda) yaitu, Letnan Jenderal (Letjen) Philip Christison
211 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 38.
212
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 125.
213 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, (Malang : An-Nuha Publishing, Tanpa Tahun), 37.
yang bermarkas di Singapura.214 Smith dan Langland pun menjelaskan semua yang terjadi di Surabaya termasuk tewasnya Brigjen Mallaby kepada Letjen Philip Christison.
Pada tanggal 8 November 1945, Gubernur Soeryo menerima sebuah surat yang isinya adalah ancaman dan surat yang satunya lagi adalah undangan pertemuan yang dijadwalkan
pada tanggal 9 November 1945 jam 11.00 di kantornya.215 Surat
yang ditujukan itu bernada sangat angkuh dan berada di luar batas kesopanan sehingga Gubernur Soeryo pun menolak surat dari Mayjen Mansergh. Menolak untuk menghadiri pertemuan tersebut, akhirnya Gubernur Soeryo mengirim surat kepada Mayjen Mansergh yang berisi tentang ketidak sopanan Mansergh dalam bertutur kata, pihak Indonesia di Surabaya sedang melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian, pernyataan keadaan Surabaya dalam versi Mayjen Mansergh tidak benar, dan meminta supaya Mayjen Mansergh mengganti istilah Hindia Belanda dalam suratnya dengan kata Jawa, Madura,
Bali dan Lombok.216
Setelah membaca surat balasan dari Gubernur Soeryo, Mayjen Mansergh tampaknya kesal. Mayjen Mansergh pun memberi dua buah surat. Surat pertama berisi ultimatum yang ditujukan untuk All Indonesian of Surabaya dan harus dipatuhi.
214 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 302.
215 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
73.
216 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Surat kedua berisi tentang penjelasan dari ultimatum tersebut dan
surat ditujukan kepada Gubernur Soeryo.217 Ultimatum tersebut
berisi tentang tuntutan agar semua pimpinan Indonesia, pimpinan pemuda, kepala polisi, dan kepala pemerintah, harus melakukan laporan sesuai waktu dan tempat yang sudah ditentukan dengan mengangkat tangan di kepala serta menandatangani dokumen sebagai tanda menyerah kepada Sekutu. Isi ultimatum tersebut
sangat sudah merendahkan martabat bangsa Indonesia.218
Akhirnya Mayjen Mansergh menyebarkan pamflet melalui udara yang berisi ultimatum kepada masyarakat Surabaya, terutama kepada polisi dan masyarakat yang memiliki senjata supaya menyerahkan senjatanya di tempat yang sudah ditentukan dan mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Penyerahan senjata dari tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 sampai pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Jika ultimatum tidak ditaati maka Surabaya akan digempur dan dihancurkan dari
laut, udara, dan darat.219 Senjata yang diminta bukan hanya
senapan, pistol, meriam, tank, mortir, granat dan senjata canggih lainnya, tetapi senjata tradisonal pun harus diserahkan juga
seperti tombak, pedang, keris, bambu, dan sumpit beracun.220
Pamflet yang disebar melalui udara oleh pesawat Sekutu ternyata tidak membuat rakyat Surabaya takut dan menyerah.
217 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 344.
218 Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 193.
219 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 39.
220 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Setelah adanya pamflet tersebut semakin membuat masyarakat
semangat mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan
mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi Sekutu. Walaupun Sekutu beranggapan kematian Brigjen Mallaby adalah aib yang hanya dengan kekuatan senjata untuk menyelesaikannya, tampaknya masyarakat tidak peduli dengan ancaman Sekutu. Sikap masyarakat Surabaya tetap yaitu, lebih baik mati daripada
dijajah kembali.221
2. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya antara