BAB V POLISI ISTIMEWA MELAWAN SEKUTU
A. Kedatangan Sekutu di Surabaya
3. Perjanjian Sekutu dan Indonesia di Surabaya
Pada saat kedatangan pasukan Sekutu, sebenarnya Pemerintah Daerah Surabaya merasa keberatan dengan kedatangan Sekutu. Walaupun merasa keberatan, tetapi Pemerintah Daerah Surabaya tetap menerima pendaratan Sekutu karena adanya pesan dari Pemerintah Pusat supaya kedatangan
melengkung. Pada saat Perang Dunia II, masyarakat antar negara menyaksikan keberanian dari pasukan Gurkha ini ketika berhasil melumpuhkan pasukan dari Jerman dan Jepang.
Karena sejak awal berita yang sudak tersebar bahwa pasukan Sekutu yang akan mendarat di Surabaya adalah Gurkha, maka setiap pasukan Sekutu yang berasal dari India disebut sebagai Gurkha. Padahal pada awal kedatangan Sekutu ke Surabaya atau selama bulan Oktober 1945, pasukan yang berasal dari Gurkha tidak ada yang ikut datang dan bertempur di Surabaya. Pasukan Gurkha datang ke Surabaya pada bulan November 1945 setelah pasukan dari Inggris datang dan langsung ikut bertempur di Surabaya untuk menghukum rakyat Surabaya. Lihat, Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945:
Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 208-209.
Sekutu harus diterima di Surabaya.159 Langkah awal Sekutu ketika tiba Surabaya adalah dengan menemui pimpinan pejuang, yang pada saat itu pihak Sekutu diwakilkan langsung oleh Brigjen Mallaby. Kemudian pimpinan pejuang diwakili dengan drg. Moestopo, Bung Tomo (pimpinan Badan Pemberontakan Republik Indonesia), dan Moehammad Jasin (komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya). Ketika Brigjen Mallaby sedang melangsungkan pembicaraan dengan perwakilan Indonesia, pasukan Sekutu bergerak memasuki pusat kota. Melihat pasukan Sekutu bergerak memasuki pusat kota, pemuda pejuang sangat marah dan ingin menyerang pasukan Sekutu. Kemudian Sekutu
memberitahu bahwa kedatangan mereka hanya untuk
membebaskan tahanan orang-orang Belanda dan melucuti persenjataan Jepang, kedatangan mereka tidak ingin berperang dengan Indonesia. mendengar alasan tersebut kemudian meredahkan amarah pemuda pejuang dan tidak menimbulkan
pertempuran.160
Dua orang perwira dari pihak Sekutu yang bernama Kapten Donald dan Letnan Gordon Smith, menuju ke gubernuran untuk menemui Gubernur Soeryo atas perintah Brigjen Mallaby. Kedatangan dua perwira tersebut dengan maksud menyampaikan pesan dari Brigjen Mallaby kepada Gubernur Soeryo untuk melakukan pertemuan di kapal perang miliki Sekutu. Tetapi, Gubernur Soeryo menolak permintaan tersebut, karena Gubernur
159
Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), (Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran, 1994), 192.
160 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Soeryo akan menghadiri rapat kerja dengan seluruh residen di Jawa Timur. Kedua perwira tersebut pun memaksa Gubernur Soeryo, tetepi Gubernur Soeryo tetap tidak bisa memenuhi permintaan dua perwira tersebut. Kemudian dua perwira tersebut
meninggalkan ruangan tanpa pamit kepada Gubernur Soeryo.161
Setelah undangan dari Brigjen Mallaby ditolak oleh Gubernur Soeryo, pada sore harinya Sekutu mendaratkan pasukannya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pemerintah Daerah Surabaya. Mengetahui hal tersebut Gubernur Soeryo mengirim delegasi untuk menemui Sekutu, delegasi tersebut yaitu Roeslan Abdulgani, dr. Soegiri, Bambang Soeprapto, Kustur, dan drg. Moestopo sebagai Menteri Pertahanan ad-interim. Delegasi tersebut dikirim untuk menyampaikan pesan dari Gubernur Soeryo yang mendapat perintah dari Pemerintah Pusat supaya tidak menghalangi tugas Sekutu di Surabaya dan harus menyelesaikan segala urusan dengan Sekutu melalui cara yang damai.
Dari delegasi tersebut ikut juga dua anggota Polisi
Istimewa yaitu Komandan Polisi Prawirosoedirdjo dan
Komandan Polisi Paiman untuk menemui Sekutu. Delegasi ini juga meminta agar Sekutu tetap berada di pelabuhan untuk sementara waktu sampai pihak Pemerintah Republik Indonesia mengatur tempat untuk mereka. Kolonel Pugh dari Sekutu meminta supaya pasukan Sekutu boleh masuk ke kota dan akan
161 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
tidur di jalan. Mendapat jawaban tersebut delegasi kembali ke gubernuran untuk melapor. Setelah itu Kolonel Pugh diantar dr. Soegiri untuk bertemu dengan drg. Moestopo di bekas gedung Handels Vereeniging Amsterdam (HVA). Dalam pembicaraan antara Kolonel Pugh dengan drg. Moestopo menghasilkan kesepakatan bahwa Sekutu boleh keluar pelabuhan, tetapi tidak
lebih hingga garis 800 meter dari pelabuhan.162
Pada esok harinya, yaitu tanggal 26 Oktober 1945, diadakan perundingan antara pihak Sekutu dengan pihak
Republik Indonesia di Jalan Kayoon.163 Pihak Indonesia yang
hadir dalam pertemuan tersebut adalah Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia), Radjamin Nasution
(Walikota Surabaya), dan Mohammad Mangundiprodjo
(perwakilan TKR). Sementara itu pihak dari Sekutu yang hadir adalah Brigjen Mallaby yang didampingi dengan beberapa
stafnya.164 Dalam perundingan yang dihadiri oleh dua belah pihak
tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1. Tidak boleh ada tentara Belanda yang ikut dengan pasukan Sekutu.
2. Untuk menjamin ketentraman dan keamanan, pihak Sekutu harus bersedia bekerja sama dengan pihak Indonesia.
162 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
50.
163 Heru Sukadri K, Soewarno, dan Umiati RA, Sejarah Revolusi
Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur, (Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1991), 109.
164 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
3. Untuk memperlancar kerjasama antara pihak Indonesia dengan Sekutu, maka dibentuk kontak biro.
4. Persenjataan yang dilucuti oleh Sekutu hanya tentara Jepang,
tidak boleh ada pelucutan terhadap pasukan Indonesia.165
Setelah disepakatinya perjanjian tersebut, pada hari itu
juga Sekutu melakukan pendaratan pasukan-pasukannya.
Kemudian pasukan Sekutu menuju ke penjara Kalisosok tempat ditahannya orang-orang Belanda dan membebaskan tahanan-tahanan tersebut, bahkan Kapten Huiyer yang sebelum kedatangan Sekutu ke Surabaya ditangkap pihak Indonesia juga dibebaskan tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pada keesokan harinya tanggal 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu mendatangi tempat-tempat interniran Belanda dan tempat tawanan-tawanan Jepang. Selain itu Sekutu menempati gedung-gedung strategis yang berada di Surabaya, seperti gedung Hogere Burger School (HBS), Badan Penanaman Modal (BPM), Radio Republik
Indonesia (RRI), Internatio, Hotel Brantas, dan lain-lainnya.166
Sekutu sudah boleh membebaskan interniran Belanda dan menduduki tempat-tempat strategis karena sudah tertulis di dalam perjanjian.
B. Pertempuran Tiga Hari di Surabaya