• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyerbuan Markas Kaigun (Angkatan Laut

BAB IV PEREBUTAN SENJATA JEPANG OLEH

C. Penyerbuan Markas Kaigun (Angkatan Laut

selanjurnya adalah Markas Besar Kaigun di Embongwungu. Markas Besar Kaigun tersebut sudah dikepung oleh masyarakat

Surabaya sejak pukul 10.00 pagi101, pengepungan yang dilakukan

oleh masyarakat tersebut dipelopori oleh BKR, PRI, BKR Pelajar, dan Polisi Istimewa yang selalu ikut berperan di dalam

melakukan perebutan senjata. Pengepungan tersebut

101 Pengepungan yang dilakukan masyarakat ke Markas Besar Kaigun Embongwungu menurut pernyataan Laksamana Shibata yang tertulis di dalam buku “Seratus Hari di Surabaya yang Menggemparkan Indonesia” yang ditulis oleh Roeslan Abdulgani, menyebutkan bahwa pengepungan tersebut dilakukan dalam jumlah 700 rakyat yang masing-masing memegang senjata. Lihat, Roeslan Abdulgani, Seratus Hari di Surabaya yang menggemparkan

Indonesia: Kisah Singkat Tentang Kejadian-kejadian di Kota Surabaya antara Tanggal 17 Agustus s/d Akhir November 1945, (Jakarta : Yayasan Idayu,

menggunakan senjata berat, senjata tangan, dan 1 tank. Seluruh alat komunikasi ke luar dan ke dalam milik Kaigun diputus. Setelah alat komunikasi tersebut diputus, pejuang yang tadi mengepung mulai masuk ke Markas Besar Kaigun untuk mendapatkan persenjataan milik Kaigun, tetapi tidak ditemukan persenjataan yang dicari tersebut.

Laksamana Shibata menemui semua pejuang yang datang ke Markas Besar Kaigun dan menjelaskan bahwa seluruh persenjataan yang ada di Markas Besar Kaigun sudah diserahkan

kepada Polisi Indonesia102 dan akan diserahkan kepada Residen

Soedirman. Mendengar penjelasan dari Laksamana Shibata yang sangat jelas membuat masyarakat merasa puas dan memutuskan untuk meninggalkan Markas Besar Kaigun untuk kembali ke

rumahnya masing-masing.103

Pada sore harinya tujuan pengambilan senjata yang

dilakukan oleh pejuang di Surabaya adalah Markas Kaigun104

102 Penyerahan persenjataan yang terjadi di Markas Besar Kaigun di Embongwungu ditanda tangani oleh Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Lihat, Moehammad Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, (Jakarta : PPKBI, 1998), 37.

103

Aminuddin kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10

November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya,

(Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986), 145.

104 Markas Kaigun yang diserang oleh pejuang di Surabaya ini adalah Markas Marinir dari Angkatan Laut Jepang. Pasukan Marinir Angkatan Laut Jepang ini terkenal sebagai pasukan terkuat yang berada di Surabaya, terutama dalam hal persenjataannya dan jumlah anggota dari Marinir ini yang paling banyak terdapat di asrama Kaigun tersebut. Lihat, Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan

yang berada di Gubeng.105 Dalam perebutan senjata di markas Kaigun ini, sebagian besar dari Polisi Istimewa masih berada di markas Kempetai dalam pengambilan senjata, tetapi Polisi Istimewa yang tidak ikut melakukan perebutan senjata di markas Kempetai bergerak untuk melakukan perebutan senjata di markas Kaigun di Gubeng ini. Polisi Istimewa melakukan penyerangan dari asrama Kaigun dan bagian lainnya dari markas Kaigun

tersebut yang dibantu dengan laskar pejuang lainnya.106

Polisi Istimewa yang melakukan penyerang ke markas Kaigun di Gubeng ini berasal dari pasukan Polisi Istimewa Seksi IV. Pasukan Polisi Istimewa Seksi IV ini berada di bawah pimpinan Sukarli dan pasukan Polisi Istimewa Seksi IV ini mendapat bantunan dari pasukan Polisi Istimewa Seksi Senapan. Keterlibatan Polisi Istimewa dalam melakukan penyerangan markas Kaigun di Gubeng untuk membantu masyarakat yang berjuang dalam merebut senjata milik pasukan Kaigun.

Di saat pertempuran yang sangat sengit sedang berlangsung, Agen Polisi Wirato, Inspektur Polisi Soetarjo, dan Abdul Hamid berhasil menerobos masuk markas Kaigun. Setelah berhasil menerobos masuk mereka langsung menemui pimpinan markas dan langsung melakukan perundingan. Hasil dari

perundingan tersebut pihak Kaigun akan menyerahkan

105

Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, (Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya, 1985), 29.

106 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10

persenjataan yang dimiliki dengan jaminan keselamatan untuk

seluruh anggotanya.107

Hasil dari perundingan tersebut kemudian dilaporkan kepada markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kota di Pregolan. Setelah menerima laporan tersebut, Soengkono langsung berangkat ke markas Kaigun di Gubeng untuk menemui pimpinan markas Kaigun. Ketika bertemu dengan Soengkono, pimpinan markas Kaigun bersedia menyerahkan senjata yang ada di markas Kaigun Gubeng. Tetapi sebagai militer, pimpinan markas Kaigun akan menyerahkan persenjataan tersebut setelah

mendapat perintah dari atasannya yaitu Laksamana Shibata.108

Kemudian Seongkono yang ditemani Roeslan Wongso Kusumo mendatangi rumah Laksamana Shibata di Ketabang. Setelah bertemu dengan Laksamana Shibata, Soengkono mengatakan bahwa penyerangan yang sedang terjadi di markas Kaigun Gubeng bukan karena kebencian terhadap Jepang, tapi untuk mendapatkan senjata yang dimiliki oleh Kaigun untuk

melawan Belanda yang akan menjajah Indonesia kembali.109

Karena masih terjadi pertempuran di markas Kaigun Gubeng, Soengkono bertanya kepada Laksamana Shibata tentang siapa yang bisa menghentikan pertempuran tersebut. Laksamana Shibata mengatakan bisa menyelesaikan pertempuran tersebut

107 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi

Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,

33.

108

Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10

November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 147.

109 Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), (Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran RI, 1994), 192.

dengan mengirim utusan seorang perwira untuk menyatakan

persetujuan penyerahan senjata.110

Abdul Hamid pun menghubungi Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa pada sore hari itu juga untuk datang ke markas Kaigun di Gubeng. Setelah dihubungi oleh Abdul Wahid, Moehammad Jasin pun langsung mendatangi Markas Kaigun di Gubeng untuk menerima penyerahan senjata dengan membawa pasukannya sebanyak 1 regu yang membawa bendera Merah Putih yang besar. Pada saat perjalanan menuju markas Kaigun, ternyata pertempuran pun sudah berhenti

sehingga tidak menyulitkan perjalanan.111

Setelah selesainya penandatanganan naskah penyerahan senjata tersebut antara komandan Polisi Istimewa Karesiden

Surabaya Moehammad Jasin112 dengan pihak Jepang, markas

Kaigun tersebut diambil alih dan dikuasai oleh 1 seksi dari Polisi Istimewa. Seluruh penghuni markas Kaigun tersebut yang berjumlah sekitar 900 orang diamankan oleh 2 seksi Polisi

110

Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 30.

111

Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan

Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo,

1982), 59-60.

112 Naskah penyerahan senjata harus ditandatangani oleh Moehammad Jasin sebagai komandan Polisi Istimewa karena pihak Jepang hanya ingin menyerahkan senjata hanya kepada Polisi sebagai pasukan bersenjata yang resmi, pihak Jepang tidak ingin menyerahkan senjata kepada laskar atau Badan Keamanan Rakyat (BKR). Lihat, Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan

Istimewa, sesuai janji awal untuk seluruh pihak Jepang akan

mendapatkan jaminan keselamatan.113

Hasil persenjataan yang didapat dari markas Kaigun Gubeng diangkut oleh Polisi Istimewa yaitu Luwito dan Samsi Muda yang akan dibawa ke Asrama Coen Boelevard (sekarang Jalan Dr. Soetomo). Senjata yang dibawa sebanyak 4 truk kecil yang terdapat berbagai macam senjata, seperti senapan, bren, revolver, pistol sein, klewang, bayonet dan sebagainya. Untuk pengambilan senjata-senjata berat dilakukan oleh anggota BKR Kota yang sebelumnya mengatakan kepada pihak Jepang bahwa anggota BKR Kota yang memakai baju bisa sebagai Polisi berpakaian preman. Senjata-senjata berat yang didapatkan dari markas Kaigun Gubeng ini terdiri dari meriam penangkis serangan udara 3,5 cm, senapan mesin 2 cm, metraliur, dan bom 2 laras ganda. Senjata yang didapat ini dibagikan kepada badan-badan perjuangan, selain itu akan diberikan kepada anggota Polisi

di luar kota yang meminta tambahan persenjataan.114

Di dalam pertempuran di markas Kaigun Gubeng, ada seorang pejuang Indonesia yang gugur dalam pertempuran tersebut yaitu Agen Polisi III Robertus Soebardi. Sebagai seorang pejuang yang rela mengorbankan nyawanya demi negara, Agen Polisi III Robertus Soebardi di makamkan di Taman Makam

113 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi

Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,

33.

114 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10

Pahlawan (TMP) Kusuma Bangsa dan acara pemakamannya pun

dilakukan dengan upacara militer.115

Pada saat Polisi Istimewa yang sedang bertugas untuk membawa persenjataan yang berhasil diambil dari markas Kaigun, dalam perjalanannya ke Coen Boelevard melewati Polisi Istimewa melewati Hoogendorplaan (Jalan Kartini). Di Hoogendorplaan ini terdapat 2 gedung yang cukup besar. Gedung pertama digunakan sebagai tempat penjualan daging bagi tentara Jepang dan orang-orang (penduduk) sipil Jepang. Sementara untuk gedung yang kedua tersebut digunakan sebagai oleh Jepang

asrama.116

Dalam perjalanan ke Coen Boelevard, Polisi Istimewa yang sedang membawa persenjataan melalui Darmo Boulevard melihat suatu kerumunan masyarakat yang sedang melakukan pengepungan di asrama tersebut. Tetapi, pada pengepungan tersebut masyarakat mengalami kesulitan, kesulitan tersebut karena Jepang tidak ingin menyerah kepada masyarakat. Masyarakat yang melakukan pengepungan tersebut hanya membawa persenjataan senapan beberapa pucuk saja. Melihat hal tersebut membuat Pasukan Istimewa yang sedang membawa persenjataan ke Coen Boelevard terhenti untuk membantu masyarakat. Kemudian Polisi Istimewa memberikan tambahan senjata sebanyak 10 pucuk kepada masyarakat. Sebetulnya,

115 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi

Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,

34.

116 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10

semua masyarakat yang sedang melakukan pengepungan tersebut meminta senjata kepada Polisi Istimewa, tetapi tidak diberikan oleh Polisi Istimewa. Polisi Istimewa hanya ingin memberi senjata kepada masyarakat yang bisa menembak karena tidak semua masyarakat bisa menembak.

Setelah mendapat bantuan senjata dari Polisi Istimewa, masyarakat pun semakin bersemangat untuk melakukan penyerangan ke gedung asrama. Kemudian gedung asrama tersebut ditembaki dengan gencar oleh masyrakat yang dibantu oleh Polisi Istimewa yang menembaki menggunakan bren dari atas truk. Tembakan-tembakan tersebut diarahkan ke jendela dan ke pintu gedung asrama. Karena tembakan yang sangat gencar dan begitu banyak, akhirnya pihak Jepang pun mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Kemudian pihak Jepang yang sudah menyerah pun ditawan. Setelah Jepang sudah

tertawan, akhirnya Polisi Istimewa pun melanjutkan

perjalanannya ke Coen Boulevard.117

Dalam dua hari ini Polisi Istimewa memiliki peran yang sangat besar dalam mendapatkan persenjataan dari Jepang. Perebutan senjata pertama di markas Kaigun dengan komandan Polisi Istimewa Moehammad Jasin yang menjadi orang yang dipercaya oleh Jepang karena Polisi Istimewalah badan perjuangan yang diakui oleh Jepang. Perebutan senjata kedua terjadi di gedung yang terletak Hoogendorplaan yang pada saat itu dikepung oleh masyarakat. Kemudian Polisi Istimewa yang

117 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10

sedang mengangkut senjata dari markas Kaigun membantu dengan memberikan senjata kepada masyarakat yang mengepung dan Polisi Istimewa pun membantu dengan menembaki gedung tersebut, sehingga pihak Jepang pun menyerah.