• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Operasional KPT dan Penyempurnaan Proses IPPKH

Dalam dokumen Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan (Halaman 164-169)

Tata Kelola Ijin Pinjam-Paka

11.5 Penyusunan Operasional KPT dan Penyempurnaan Proses IPPKH

Dalam upaya merubah sistem tata kelola kehutanan yang baik di Kementerian Kehutanan dan Dinas-Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten terkait dengan IPPKH, ada beberapa pembelajaran penting yang dapat dipetik dari Kabupaten Sragen, di antaranya: 1) adanya korelasi positif antara penyederhanaan pelayanan terhadap jumlah pelayanan, investasi, dan penyerapan tenaga kerja; 2) langkah-langkah Kabupaten Sragen dalam melaksanakan program penyederhanaan sistem pelayanan; dan 3) hambatan-hambatan yang dihadapi Kabupaten Sragen dan cara mengatasinya dalam melaksanakan program penyederhanaan sistem pelayanan (Sinombor & Taslin, 2006).

11.5.1 Penerapan Operasionalisasi KPT di Sektor Kehutanan

Sebenarnya kantor pelayanan terpadu (KPT) yang diterapkan di Kabupaten Sragen dapat diterapkan di sektor kehutanan khususnya dalam pengurusan IPPKH dengan alasan: 1) karakteristik sistem birokrasi sama dan sebangun antara di Kabupaten Sragen dan Dinas-Dinas Kehutanan di provinsi dan kabupaten; 2) secara umum proses dan prosedur perijinan relatif sama untuk semua sektor usaha; 3) peraturan perundangan terkait dengan pelayanan relatif tidak berbeda antara di Kabupaten Sragen dan Dinas-Dinas Kehutanan di provinsi dan kabupaten; dan 4) sistem pelayanan dan perijinan di sektor kehutanan belum secara jelas dan tegas mencantumkan tentang prosedur, lamanya waktu, dan biaya pengurusan perijinan. Sebagai contoh untuk mengurus ijin Rencana Karya Tahunan (RKT) Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan tanaman di Provinsi Riau dikenakan biaya sebesar Rp 600 juta (Kompas, 2008).

Ada lima langkah penting dan strategis yang harus diambil oleh Kementerian Kehutanan dan Dinas-Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten dalam rangka menyusun langka-langkah operasional KPT di sektor kehutanan. Langkah-

langkah tersebut dengan cara mengadopsi langkah-langkah yang sudah diambil oleh pemerintah Kabupaten Sragen antara lain: 1) penentuan waktu dan biaya pelayanan; 2) sosialisasi program KPT; 3) perubahan citra pegawai pelayanan; 4) monitoring dan evaluasi pelayanan; dan 5) tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi.

11.5.2 Strategi Penyempurnaan Pengurusan IPPKH

Strategi yang perlu diambil oleh Kementerian Kehutanan agar langkah- langkah operasional SPT dalam pengurusan IPPKH dapat diwujudkan meliputi: 1) membentuk Tim Penyusun Rencana Penerapan SPT; 2) membentuk Tim Operasional SPT; 3) menentukan ruangan loket SPT; 4) memasang papan pengumunan terkait dengan prosedur, lama, dan biaya untuk setiap perijianan; dan 5) menerapkan sistem pelayanan “online” dalam proses penetapan perijinannya.

Pembentukan Tim Penyusun Rencana Penerapan SPT ditetapkan oleh Sekjen Kementerian Kehutanan dengan anggota dari unit Eselon I masing-masing dengan tugas menyusun rencana induk pelaksanaan penerapan SPT di sektor kehutanan. Rencana induk tersebut disosialisasikan secara internal dan eksternal lingkup Kementerian Kehutanan.

Pembentukan Tim Operasional SPT ditetapkan juga oleh Sekjen Kementerian Kehutanan yang anggotanya dipilih dari orang-orang yang professional dan memiliki kredibilitas dan karakter yang baik di bidangnya terkait dengan sistem perijinan. Hasil kerja dan kinerja Tim Operasional SPT nantinya akan dimonitor dan dievaluasi oleh Tim Penyusunan Rencana Penerapan SPT.

Tim Operasional SPT dapat menentukan lokasi loket pelayanan umum yang biasanya berada di bagian muka (front desk) dari bangunan gedung kantor. Dalam hal ini lokasi loket pelayanan yang tepat adalah di lantai dasar dari Gedung Manggala Wanabakti. Papan pengumuman yang terkait dengan sistem pelayanan, prosedur perijinan, lama perijianan, dan biayanya harus terpampang jelas dan diletakkan pada tempatnya sehingga dapat dibaca dan dipahami oleh para pemohon perijinan di sektor kehutanan.

Proses perijinan secara “online” sebenarnya sudah diterapkan dengan baik oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dan jika hal yang sama juga diterapkan oleh Kementerian Kehutanan dapat merupakan suatu bukti nyata bahwa Kementerian Kehutanan bersungguh-sungguh untuk menerapkan empat dari lima prinsip tata kelola kehutanan yang baik seperti akuntabilitas, transparansi, demokratisasi, dan partisipasi para pihak kehutanan.

11.6 Kesimpulan dan Saran

11.6.1 Kesimpulan

Pinjam-pakai kawasan hutan merupakan kegiatan penggunaan atas sebagaian kawasan hutan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar bidang kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan, dan fungsi kawasan hutan tersebut. Persoalan IPPKH masih menjadi kendala dalam pemanfaatan kawasan hutan sehingga diperlukan reformasi atas proses perijinan tersebut sesuai dengan tuntutan prinsip- prinsip tata kelola kehutanan yang baik.

Kebijakan reformasi proses perijinan sebagai salah satu program revitalisasi sektor kehutanan masih dilakukan setengah hati dan cenderung hanya menjadi wacana belaka karena Kementerian Kehutanan dan Dinas-Dinas Kehutanan di provinsi dan kabupaten belum melakukan reformasi di bidang pelayan/perijinannya. Langkah- langkah operasional yang harus dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dan Dinas- Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten dalam rangka penyempurnaan proses perijinan di sektor kehutanan meliputi: 1) penentuan waktu dan biaya pelayanan; 2) sosialisasi program KPT; 3) perubahan citra pegawai pelayanan; 4) monitoring dan evaluasi pelayanan; dan 5) tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi.

Strategi yang perlu diambil oleh Kementerian Kehutanan agar langkah-langkah operasional KPT dalam proses perijinan sektor kehutanan tersebut dapat diwujudkan meliputi: 1) membentuk Tim Penyusun Rencana Penerapan KPT; 2) membentuk Tim Operasional KPT; 3) menentukan ruangan loket KPT; 4) memasang papan pengumunan terkait dengan prosedur, lama, dan biaya untuk setiap perijinan; dan 5) menerapkan sistem pelayanan “online” dalam proses penetapan perijinannya. KPT yang diterapkan di Kabupaten Sragen dapat dijadikan contoh perubahan dan penyempurnaan proses perijinan yang ternyata berpengaruh signifikan terhadap peningkatan jumlah pelayanan, peningkatan investasi dan peningkatan penyerapan tenaga kerja.

11.6.2 Saran

Revitalisasi sektor kehutanan seharusnya dilakukan tidak hanya untuk memulihkan perekonomian nasional dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor riil bidang kehutanan, tetapi juga untuk mencapai terwujudnya tata kelola kehutanan yang baik khususnya di sektor perijianan kehutanan.

Langkah-langkah operasional untuk perbaikan dan penyempurnaan sistem perijinan di sektor kehutanan harus segera diwujudkan oleh semua instansi kehutanan yang terkait, baik di tingkat pusat dan daerah dengan batas waktu penerapannya

yang jelas dan tegas sebagai rasa tanggung jawab dan komitmen bersama untuk memperbaiki mutu pelayanan umum menjadi pelayanan yang prima di semua bidang perijinan sektor kehutanan.

Daftar Pustaka

Adam, A.W. (2012). Reformasi: sistem belum diterapkan secara benar. Harian Kompas, 19 Mei 2012, 2.

Darori. (2011). Menyisir sawit dan tambang illegal di hutan. Agroindonesia, VI(336), 12.

Ditjen PHKA. (2011). Memberi kepastian hukum bagi investor. Agroindonesia, VI(336), 13.

Fowler, F.G., & Fowler, H.W. (1973). The pocket Oxford dictionary of current English. UK: Oxford University Press.

Kemenhut. (2011). PNBP pinjam-pakai kawasan hutan diproyeksi Rp 1 triliun. Agroindonesia, VI(330), 07.

Kompas. (2008). Korupsi hutan: uang Rp 600 juta untuk urus RKTdi provinsi. Harian Kompas, 14 Juni 2008.

Kompas. (2008). Tata pemerintahan: reformasi aparatur negara belum berhasil. Harian Kompas, 9 Oktober 2008.

Kompas. (2012). Kehutanan. Menhut: Ada kebun sawit yang serobot hutan. Harian Kompas, 18 Mei 2012, 22.

Kompas. (2012). Pertambangan: stop pertambangan di pulau kecil. Harian Kompas, 19 Mei 2012, 22.

Kompas. (2012). Proyek Rp 490 triliun: masalah lahan masih menjadi kendala. Harian Kompas, 11 Mei 2012, 19.

Kompas. (2012). Reklamasi: Menhut siap promosi tambang pro lingkungan. Harian Kompas, 18 Mei 2012, 19.

Kusumawardani, L. (2006). Sambutan Dirjen BPK Departemen Kehutanan. Prosiding Lokakarya “Menuju Tata Kelola Hutan yang Baik: Peningkatan Implementasi Pengelolaan Hutan Lestari Melalui Sertifikasi Hutan dan Pembalakan Ramah Lingkungan”. Balikpapan, 21-23 Juni 2006. CIFOR.

Manaf, R. (2006). Sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Prosiding Lokakarya “Menuju Tata Kelola Hutan yang Baik: Peningkatan Implementasi Pengelolaan Hutan Lestari Melalui Sertifikasi Hutan dan Pembalakan Ramah Lingkungan”. Balikpapan, 21-23 Juni 2006. CIFOR.

Muttaqin, Z.A. (2007). Good governance dalam 5 Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan. Warta Kebijakan 2(1), Juni 2007.

Muttaqin, Z.A. & Dwiprabowo, H. (2007). Agenda riset tata kelola kehutanan dalam konteks desentralisasi. Prosiding Seminar “Good Forest Governance sebagai Syarat Hutan Lestari”. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Bogor.

Nitibaskara, T.U. (2011). Pertambangan dan kebun paling banyak melanggar. Agroindonesia, VI(340), 24.

Pemkab. Sragen. (2007). Kantor Pelayanan Terpadu di Kabupaten Sragen. Sragen: Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.

Rustiani, F. (2008). Ekonomi: perijinan usaha dan investasi. Harian Kompas, 16 Mei 2008, 52.

Sinombor, S.H. & Taslim R.S.A. (2006). Revolusi birokrasi Sragen-Parepare. Harian Kompas, 9 Desember 2006, 36.

Soepianto, B. (2011). Jaminan untuk pelepasan hutan. Agroindonesia, VI(340), 14. Wuryanto, E. L. (2012). Pembangunan: proyek infrastuktur terhambat perizinan. Harian

Dalam dokumen Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan (Halaman 164-169)