• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan antara Profil Perempuan dalam Kaba Klasik Minangkabau dengan Profil Perempuan dalam Novel sebelum Kemerdekaan

– 290, Oxford University Press

1. Perbandingan antara Profil Perempuan dalam Kaba Klasik Minangkabau dengan Profil Perempuan dalam Novel sebelum Kemerdekaan

Profil perempuan dalam kaba klasik Minangkabau yang dinyatakan berdasarkan aspek psikofisik disimpulkan sebagai (a) perempuan pendidik, (b) perempuan egois dan setia, (c) perempuan pemberi, (d) perempuan yang ikhlas, (e) perempuan pendidik dan pemimpin yang adil, cendikia dan bijaksana, (f) perempuan setia dan penyayang kepada orang tua, (g) perempuan bijaksana dan (h) perempuan pendidik. Profil perempuan dalam novel sebelum kemerdekaan yang dinyatakan berdasarkan aspek psikofisik disimpulkan sebagai (a) perempuan yang pasif, (b) perempuan penyayang dan penyabar, (c) perempuan beradab, pembimbang, dan setia, (d) perempuan emphatik, dan (e) perempuan penyabar dan setia.

Dari identifikasi profil perempuan dalam kaba klasik Minangkabau di atas terdapat profil perempuan yang mempunyai persamaan, yaitu sebagai perempuan pendidik terdapat pada butir (a), (e), dan (h). Sebagai perempuan setia terdapat pada butir (b), (f), sedangkan profil yang lainnya mempunyai perbedaan. Profil perempuan yang mempunyai persamaan dalam novel sebelum kemerdekaan sebagai perempuan penyabar terdapat pada butir (b) dan (e). Sebagai perempuan setia terdapat pada butir (c) dan (e), sedangkan profil yang lainnya mempunyai perbedaan. Perhatikan tabel 1 berikut.

Tabel 1 Perbandingan antara Profil Perempuan dalam Kaba Klasik Minangkabau dengan Profil Perempuan dalam Novel sebelum Kemerdekaan

No Profil Perempuan dalam Kaba Klasik Minangkabau

No Profil Perempuan dalam Novel sebelum Kemerdekaan 1 2 3 4 5 6 7 8 Perempuan pendidik, Perempuan egois Perempuan setia, Perempuan pemberi, Perempuan yang ikhlas,

Perempuan pemimpin yang adil, Perempuan penyayang Perempuan bijaksana 1 2 3 4 5 6 7

Perempuan yang pasif Perempuan penyayang Perempuan penyabar,

Perempuan beradab, Perempuan pembimbang,

Perempuan emphatik, Perempuan setia.

Selain mempunyai persamaan profil perempuan dalam kaba klasik Minangkabau dan profil perempuan dalam novel sebelum kemerdekaan terdapat pula persamaan profil perempuan di antara kedua karya sastra tersebut. Pada tabel 1 di atas, persamaan profil perempuan terdapat di antara kedua karya sastra tersebut, yaitu butir 3,7 dan butir 2,7. Artinya, tokoh perempuan dalam kaba klasik Minangkabau dan dalam novel sebelum kemerdekaan mempunyai persamaan profil, yaitu profil perempuan setia dan profil perempuan penyayang.

Profil perempuan setia dalam kaba klasik Minangkabau dinyatakan oleh Gondan Gondoriah dan Puti Bungsu. Dalam novel sebelum kemerdekaan dinyatakan oleh Corrie dan Rapiah. Persamaan profil setia dari tokoh perempuan tersebut dinyatakan dalam kaitan cinta kasih hubungan laki-laki dan perempuan. Kesetiaan Gondan Gondoriah kepada Anggun Nan Tongga dinyatakan dengan penolakannya terhadap lamaran Malin Cik Ameh. Kesetiaan Puti Bungsu dinyatakan dengan melarikan diri bersama Cindua Mato saat akan dinikahkan dengan Imbang Jayo untuk menemui tunangannya Sutan Rumanduang di Pagaruyung. Kesetiaan Corrie adalah terhadap pilihan hatinya. Bila ia mengikuti kata hatinya, Hanafilah satu-satunya orang yang paling dekat kepadanya. Ia tidak bisa hidup tanpa Hanafi sekaligus ia tidak dapat pula menyintai Hanafi. Kalaupun kemudian ia menerima lamaran Hanafi, hal itu bukan ia menyintai Hanafi, melainkan didasari oleh rasa kasihan. Kesetiaan Rapiah, adalah konsisten dengan laki-laki yang telah menjadi suaminya, junjungan tempat ia menetapkan hatinya buat selama hayatnya. Bahkan, setelah ditinggalkan cerai oleh Hanafi, Rapiah tidak mau menggantikan Hanafi dengan laki-laki lain.

Profil perempuan penyayang dalam kaba klasik Minangkabau dinyatakan oleh Puti Bungsu. Dalam novel sebelum kemerdekaan dinyatakan oleh ibu Rasmani, Dalipah dan ibu Hanafi. Profil penyayang itu dinyatakan dalam bentuk variatif. Profil penyayang Puti Bungsu dinyatakan sebagai ungkapan cinta kasih kepada orang tuanya. Profi penyayang ibu Rasmani dinyatakan dalam bentuk ungkapan cinta kasihnya kepada anaknya, Rasmani. Begitu pula dengan ibu Hanafi. Profil penyayang ibu Hanafi dinyatakan dalam bentuk ungkapan cinta kasihnya kepada anaknya, Hanafi. Profil penyayang Dalipah dinyatakan dalam bentuk ungkapan cinta kasihnya kepada adiknya, Rasmani.

Profil penyayang Puti Bungsu sebagai bentuk ungkapan cinta kasihnya kepada orang tuanya dinyatakan saat ia menerima usulan Cindua Mato untuk melarikan diri ke Pagaruyuang. Puti Bungsu mengikuti usulan Cindua Mato bukan karena cintanya kepada tunangannya Sutan Rumanduang, melainkan karena cinta kasihnya kepada orang tuanya. Ia takut orang tuanya akan dibunuh oleh Sutan Rumanduang. Agar orang tuanya tidak terbunuh dalam peperangan dengan Pagaruyung, ia bersedia berpisah dengan kedua orang tuanya itu. Perpisahan itu pun ditangisinya ketika ia akan lari bersama Cindua Mato. Begitu pula ketika ia berada di istana Tuan Kadhi Padang Gantiang, juga ayahnya yang diingatnya ketika Bundo Kandung bertanya mengapa ia menangis. Sepanjang pelarian itu yang diingat Puti Bungsu adalah kedua orang tuanya saja.

Profil penyayang ibu Rsmani dan ibu Hanafi sebagai bentuk ungkapan cinta kasihnya kepada anaknya. Sifat penyayang ibu Rasmani dinyatakan dalam bentuk mengasuh Rasmani kecil. Sifat penyayang ibu Hanafi dinyatakan dalam bentuk menyenangkan hati Hanafi. Menyekolahkan dan merawat anak yang sakit dengan penuh welas asih merupakan manifestasi sifat penyayang kedua tokoh ibu tersebut. Penyayang dan penyabar merupakan profil perempuan yang menyatakan kepribadian Dalipah. Sifat penyayang dan penyabar sebagai kepribadian hadir secara bersamaan dalam perilaku Dalipah dalam kaitan ungkapan cinta kasihnya kepada adiknya Rasmani.

Profil penyabar dinyatakan oleh ibu Rasmani dan ibu Hanafi. Sifat penyabar sebagai suatu kepribadian kedua tokoh ibu itu dinyatakan dalam situasi yang berbeda. Sifat penyabar ibu Rasmani dinyatakan dalam bentuk penderitaan terhadap kesulitan ekonomi. Sifat penyabar ibu Hanafi dinyatakan dalam bentuk penderitaan oleh karena kelakuan Hanafi yang tidak menyenangkan hatinya. Hanafi telah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada

istrinya. Hanafi merubah status kebangsaannya, ‘masuk Belanda’. Ia menceraikan istrinya dan ia pun telah

merendahkan ibunya. Dengan demikian, pribadi penyabar kedua tokoh ibu itu adalah dalam bentuk penderitaan yang mereka alami dalam kehidupannya. Penderitaan itu dilaluinya dengan penuh kesabaran.

Profil perempuan dalam kaba klasik Minangkabu selanjutnya mempunyai perbedaan dengan profil perempuan dalam novel sebelum kemerdekaan. Profil perempuan dalam kaba klasik Minangkabau adalah perempuan pendidik, perempuan egois, perempuan pemberi, perempuan yang ikhlas, perempuan pemimpin yang adil, dan perempuan bijaksana. Profil perempuan dalam novel sebelum kemerdekaan adalah perempuan yang pasif, perempuan penyabar, perempuan beradab, perempuan pembimbang, dan perempuan emphatik.

Profil perempuan pendidik dalam kaba klasik Minangkabau dinyatakan oleh tokoh ibu, yaitu Suto Suri, Bundo Kanduang dan Puti Reno Bulan. Suto Suri memberikan pendidikan keterampilan, seperti main catur, berkuda, pencak silat, sabung ayam. pendidikan agama dan pendidik nilai kepada anaknya Anggun Nan Tongga. Bundo Kanduang memberikan pendidikan tentang keminangkabauan dan ilmu kebatinan atau ilmu gaib kepada anaknya Sutan Rumanduang, dan Cindua Mato sedangkan Puti Reno Bulan memberikan pendidikan agama kepada anaknya, Sutan Lembang Alam yang bergelar Sutan Amirullah.

Profil perempuan pemimpin dilakoni oleh Bundo Kanduang. Ia seorang Raja Daulat Pagaruyung. Sebagai seorang pemimpin, Bundo Kanduang tidak bersikap diktator menyikapi perlakuan adiknya Rajo Mudo yang telah memutuskan pertunanganan Puti Bungsu dengan Sutan Rumanduang dengan mengawinkan Puti Bungsu dengan Imbang Jayo. Bundo Kanduang mempunyai tipe kepemimpin demokratis dan adil dalam perkara hukum. Walaupun ia seorang raja yang berdaulat di Pagaruyung, tetapi ia tidak melakukan intervensi terhadap suatu keputusan hukum. Ia menerima hasil sebuah keputusan hukum yang diputuskan oleh ahlinya dalam memutuskan perkara hukum terhadap Cindua Mato yang telah melarikan Puti Bungsu. Bundo Kanduang menempatkan posisinya berada pada titik tengah timbangan. Ia tidak memihak pada salah satu di antara keduanya. Ia tidak memihak kepada Cindua Mato dan tidak pula memihak kepada Basa Ampek Balai. Sikap demikian menunjukkan bahwa Bundo Kanduang seorang pemimpin yang adil, bijaksana dan demokratis.

Profil perempuan bijaksana dinyatakan oleh Puti Ranit Jintan. Ia memberikan pandangan kepada kakaknya Imbang Jayo agar tidak terburu-buru mengambil suatu tindakan dalam menghadapi persoalan Cindua Mato yang melarikan Puti Bungsu. Puti Ranit Jintan menyikapi masalah yang dihadapi kakaknya dengan bijaksana. Ia tidak membiarkan kakaknya melakukan tindakan gegabah, melainkan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dapat diterima oleh akal sehat. Pertimbangan yang diberikannya itu dapat menghindari terjadinya pertumpahan darah yang merugikan bagi kedua belah pihak. Akan tetapi, Imbang Jayo tidak mau menerima pandangan bijak dari adiknya itu sehingga akhirnya ia mati terbunuh dan rakyatnya banyak pula yang mati dalam penyerangannya ke Paguruyung.

Profil perempuan seorang ibu yang ikhlas dinyatakan oleh Ganto Pamai. Profil ibu yang ikhlas terhadap penderitaannya ketika melahirkan anaknya merupakan sosok perempuan yang kuat. Apalagi pada saat itu suami tercinta tidak berada di sampingnya. Ia menyabung nyawa sendiri tanpa di dampingi oleh suaminya. Walaupun ia harus meninggal dunia selepas melahirkan Anggun Nan Tongga, ia tetap mempunyai harapan yang besar kepada Allah S.W.T agar anaknya menjadi orang yang berguna dikemudian hari.

Profil peremuan egoistis dinyatakan oleh Gondan Gondoriah. Permintaan Gondan Gondoriah diikuti dengan ancaman. Gondan Gondoriah meminta kesetiaan dan seratus dua puluh pengidam hati kepada Anggun Nan Tongga, ia mengancam akan melakukan suatu tindakan yang ekstrim bila permintaan itu tidak dipenuhi. Ancaman itu telah mengindikasikan bahwa Gondan Gondoriah seorang perempuan yang egois. Lain lagi dengan Puti Andami Sutan. Profil Puti Andami Sutan adalah perempuan pemberi. Cinta kasih Puti Andami Sutan lebih cenderung memberi. Ia memenuhi permintaan Anggun Nan Tongga, yaitu memberikan burung nuri pandai berbicara dan mainan lainnya asal ia dinikahi.

Profil perempuan yang pasif dalam novel sebelum kemerdekaan dinyatakan oleh Rasmani terhadap hubungannya dengan Masrul. Menyadari hubungannya dengan Masrul hanya sebagai sahabat, adik dan kakak, Rasmani menyikapi kehidupan cintanya dengan Masrul secara pasif menerima kenyataan sebagaimana adanya. Satu sisi ia menempatkan dirinya sebagai konselor dalam kehidupan rumah tangga Masrul, di sisi lain ia mempunyai harapan yang terpendam

untuk menjadi istri Masrul. Namun, ia lebih mementingkan kebahagiaan Masrul dan tidak mementingkan egonya sendiri sehingga Rasmani tidak memanfaatkan situasi kemelut rumah tangga Masrul untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia mengarahkan perhatiannya hanya kepada kebahagiaan orang yang dicintainya saja.

Selain setia, Corrie mempunyai profil, yaitu pembimbang, dan beradab. Pembimbang dalam konteks penceritaan Corrie merupakan suatu situasi psikologis di antara dua posisi yang berlawanan, yaitu antara menyintai Hanafi atau tidak. Ketidakmampuan memilih salah satu di antara yang berlawanan itu menunjukkan situasi psikologis Corrie berada dalam kebimbangan. Selama pergaulan dengan Hanadi, Corrie menjunjung kesopanan, tata karma, moral, nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat Melayu. Begitu pula setelah bertunangan dengan Hanafi, Corrie tetap menjaga kesopanan. Ia tidak mau disentuh oleh Hanafi karena mereka belum resmi sebagai sumai istri. Dalam perjalanannya dari Surabaya ke Betawi, Corrie tidak pernah memesan satu kamar, selalu ia memasan dua kamar pada setiap penginapan yang dikunjunginya. Ia juga menjaga kehormatan dirinya ketika dilecehkan oleh tante Lien yang

hendak ‘menjual’nya kepada Baba Cie. Ia bercerai dengan suaminya juga karena kehormatannya telah ‘tergadai’ oleh

suaminya. Ia dituduh berzina oleh suaminya, suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Setelah ia bercerai dengan Hanafi, kehormatan dirinya tetap dijaganya. Ia tidak mau diperlakukan seperti perempuan murahan walaupun ia janda. Oleh karena itu, perbuatan yang tidak menyenangkan dari seorang cheif terhadap dirinya di kantor tempatnya bekerja membuat ia sangat marah sekali sehingga ia berhenti dari pekerjaan itu yang baru sehari ia bekerja di tempat itu.

Profil perempuan penyabar dinyatakan oleh Rapiah. Kesabaran Rapiah terhadap perlakuan suaminya itu sudah merupakan kepribadiannya Perangainya baik, hati tulus dan sabar. Setiap Hanafi menghinanya dengan tidak ada salahnya, ia hanya menerima kekerasan itu dengan tersenyum dan muka yang jernih saja. Bahkan setelah ditinggalkan cerai oleh suaminya, ia tetap menjalankan kehidupannya bersama ibu mertuanya dengan sabar, tiada ia mengeluh dengan keadaannya sebagai seorang janda. Ia pun bertekad akan membesarkan anaknya, Syafei tanpa ayah tiri. Profil nyonya Asisten Residen adalah seorang perempuan emphatik. Sikap emphatik merupakan rasa peduli terhadap kehidupan orang. Nyonya Asisten Residen sangat peduli terhadap kehidupan Rapiah. Nyonya Asisten Residen kawan Hanafi, tetapi ia tidak menyukai sikap Hanafi yang selalu memojokkan Rapiah dalam setiap pembicaraan dengan kawan-kawan Belandanya. Ia beremphati kepada Rapiah seakan-akan perlakuan Hanafi kepada Rapiah itu merupakan penghinaan terhadap kaum perempuan. Karena Hanafi selalu memandang buruk kelakuan istrinya itu, nyonya Asisten Residen akan bicara membela Rapiah.

2. Perbandingan antara Profil Perempuan dalam Kaba Klasik Minangkabau dengan Profil Perempuan

Dokumen terkait