• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN

A. Pengertian dan Terminologi Tindak Pidana Perdagangan

1. Perbuatan Pidana

Istilah Perbuatan Pidana adalah terjemahan dari Bahasa Belanda “Strafbaar- feit” atau juga disebut Delict. Menurut Simons “Strafbaar-feit” adalah Perbuatan (handeling) yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 61

Menurut Van Hammel “Strafbaar-feit” adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. Hal ini lebih dipertegas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu : “ Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan pidana dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu dari perbuatan itu”62

Menurut Prof Moelyatno,SH lebih tepat dipergunakan perbuatan pidana karena antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan yang erat

60

Ibid

61

Osman Simanjuntak,Teknik perumusan perbuatan pidana dan azas-azas umum, Jakarta 2003, hal 167

62

pula. Bilamana perbuatan (handeling), melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka perbuatan itu menjadi perbuatan pidana (feit), bilamana perbuatan pidana terbukti ada sifat melawan hukum, ada kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) ada juga kemampuan bertanggung jawab, maka feit meningkat menjadi perbuatan yang dapat dihukum (Strafbaar feit). Dengan demikian dalam setiap terjadinya suatu kejahatan ada 3 (tiga) komponen yang harus dikuasai yaitu : perbuatan pidana (feit), sifat melawan hukum (wederrechttelijk) serta pertanggung jawaban pidana.63

Definisi Perdagangan Orang sebagai Perbuatan Tindak Pidana (Pasal 2 UU PTPPO) adalah :

“ Setiap Orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut diwilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Perbuatan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang, disini ada gerakan fisik (perbuatan) dengan adanya akibat perbuatannya tidak dilarang undang-undang, maka kejadian itu tidak penting bagi hukum pidana, namun apabila dilakukan dengan cara ancaman

63

kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, dan mengakibatkan seseorang tereksploitasi, barulah mempunyai arti bagi hukum pidana, dilihat dari perbuatan, apakah perbuatan itu karena kelalaian atau disengaja tergantung pada kasus itu sendiri. Bagaimana penyelesaiannya, bilamana dengan satu perbuatan melanggar beberapa ketentuan pidana, seperti contoh kasus yang telah disampaikan diawal, seorang trafficker memperdagangkan seorang anak ROMATUA , umur 16 tahun, dengan memalsukan identitas dari korban menjadi bernama SITI, umur 23 tahun, bahkan korban ROMATUA meninggal dunia dinegara Malaysia karena terkena suatu penyakit. Dalam hal ini ada dua perbuatan fisik yaitu melakukan perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan pemalsuan identitas, dan akibat yang ditimbulkan melanggar dua ketentuan pidana. Maka untuk dapat memberi jawaban, perlu dipahami teori “gabungan” (samenloop). Gabungan ini membahas mengenai perbuatan pidana dan juga gabungan ini sebagai salah satu ukuran untuk menentukan beratnya hukuman.64

Ada dua macam gabungan yaitu :

1 Concursus idealis atau gabungan satu perbuatan 2 Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan

64

Concursus idealis (gabungan satu perbuatan) ini ditemui dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP yang berbunyi :

“ Jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah dikenakan satu saja dari ketentuan itu, jika hukumannya berlainan maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya”.65

Kata “untuk tujuan” sebelum frasa “mengeksploitasi orang tersebut” menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan dan tidak harus menimbulkan akibat.

Hal ini sesuai menurut Roeslan Saleh yang mengatakan apabila ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai perbuatan/peristiwa pidana ialah harus ada suatu perbuatan maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Kegiatan itu terlihat sebagai perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa serta

Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang ditentukan dalam ketentuan hukum,

artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum harus memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku dimana pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut. 66

65

Ibid

66

Dengan demikian dalam rangka menegakkan hukum pidana terhadap kejahatan Perdagangan orang atau trafficking maka terhadap pelaku / traffiker yang melakukan perbuatan pidana sesuai ketentuan dapat dikenakan sanksi pidana yang tertuang dalam kejahatan TPPO antara lain Pasal 2, 3, 4, 5 dan 6 UU PTPPO tersebut merupakan salah satu dari upaya perlindungan hukum kepada korban dan maksud dari pemberian sanksi pidana yang berat kepada setiap orang yang melakukan perbuatan perdagangan orang agar dapat memberikan efek jera bagi sipelanggar. Efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana perdagangan orang saja, akan tetapi kepada orang lain yang mempunyai kegiatan- kegiatan dalam memberi lowongan pekerjaan yang tidak benar menjadi enggan melakukan perbuatan melawan hukum karena sanksi pidananya yang berat.

Undang-undang khusus PTPPO ini mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan/perbuatan seseorang yang mampu menyediakan landasan hukum materil dan formil sekaligus, misalnya dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPPO merupakan delik formil sedangkan ayat (2) UU PTPPO yang mengatur tentang mengakibatkan orang tereksploitasi merupakan delik materil dalam tindakan/proses, cara atau semua bentuk eksploiasi yang mungkin terjadi dalam praktek perdagangan orang dan antara tindakan/proses movement cara dan tujuan saling kait mengkait sehingga perbuatan pidana pelaku menjadi suatu rangkaian peristiwa pidana.

Pasal 1 angka 1 UU PTPPO memperjelas pengaturan tersebut dengan disebutkannya Perdagangan orang adalah :

1. Tindakan : a. Perekrutan; b. Pengangkutan; c. Penampungan; d. Pengiriman; e. Pemindahan, atau f. Penerimaan seseorang 2. Dengan cara : a. Ancaman kekerasan b. Penggunaan kekerasan; c. Penculikan; d. Pemalsuan; e. Penipuan;

f. Penyalahgunaan kekuasaan atau g. Penyalahgunaan posisi rentan; h. Penjeratan utang atau;

i. Memberi bayaran atau manfaat,

Sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,

3. Untuk tujuan : a. Eksploitasi atau

b. Mengakibatkan orang tereksploitasi.67