• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan

C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD

3. Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan IMD

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setelah tali pusat bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian, bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Menurut bidan, bayi akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya.

Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali.

Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat

meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).

Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).

Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012).

Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).

Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu. Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).

Oleh sebab itu, tindakan bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibu dengan alasan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting

susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya tersebut dapat dikatakan kurang tepat.

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian, setelah bayi ditengkurapkan di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya. Selain itu, menurut bidan, keberadaan pendamping persalinan akan memberikan semangat kepada ibu bersalin dan membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin.

Menurut Hodnett (1997) dalam Sukmawati (2012), kehadiran pendamping persalinan akan memberikan dukungan emosional berupa rasa aman, semangat dan membesarkan hati ibu yang menghadapi persalinan. Sesuai dengan pendapat Hodnett (1997), menurut Hemilton (1994) dalam Sukmawati (2012), ketenangan hati ibu merupakan hal yang penting dalam menghadapi persalinan. Suami atau keluarga diharapkan dapat mendukung dan memotivasi istri untuk menjaga agar persalinan berjalan lancar dan selamat.

Selain itu, menurut Cohen (1991) dalam Sukmawati (2012), bahwa dukungan suami saat persalinan sangat berharga. Ibu bersalin lebih menginginkan tindakan suportif dari suaminya dibandingkan dari petugas profesional. Sebagai pendamping persalinan, suami dapat membantu para istri saat terjadi kontraksi, melatih bernapas serta mengkomunikasikan keinginannya kepada petugas kesehatan.

Oleh sebab itu, memang tepat pendapat bidan yang menyatakan bahwa keberadaan pendamping persalinan dapat memberikan semangat kepada ibu bersalin. Selain itu, keberadaan pendamping persalinan juga dapat melancarkan proses pelaksanaan IMD dengan cara mengawasi kondisi ibu dan bayi saat kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung.

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan juga meminta ibu untuk memeluk bayinya. Menurut bidan, memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman.

Kemudian, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya yang berlangsung sampai plasenta lahir sempurna. Setelah plasenta lahir, bidan mengangkat bayi dari ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua proses persalinan yang diobservasi, proses lahirnya plasenta tidak ada yang lebih dari 30 menit. Sehingga, kontak kulit antara ibu dan bayi juga tidak ada yang berlangsung lebih dari 30 menit.

Bidan menganggap waktu yang diberikan bagi bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya selama minimal satu jam terlalu lama. Selain itu, bidan juga harus melakukan penjahitan perineum. Sehingga, dikhawatirkan ibu akan merasa tidak nyaman jika harus dilanjutkan melaksanakan IMD.

Menurut Roesli (2012), IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Bayi baru lahir sebenarnya memiliki kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan diberikan kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu jam. Pendapat ini sesuai dengan pedoman langkah pelaksanaan IMD, yang menyatakn bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi dipertahankan minimal sampai satu jam (Depkes RI, 2008).

Selain itu, menurut Mashudi (2011), IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan menyusui merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Namun, bagi seorang Ibu, proses ini berarti tahap awal pelaksanaan ASI ekslusif.

Menurut Roesli (2012), IMD harus tetap dilakukan meskipun ibu harus dijahit, karena kegiatan bayi merangkak mencari payudara terjadi di area payudara, sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Apabila kondisi ibu tidak mendukung untuk pelaksanaan IMD, maka seharusnya bidan memberikan dukungan kepada ibu untuk melaksanakan IMD.

Menurut Suryani (2012), bidan harus melibatkan suami atau keluarga yang mendampingi persalinan untuk turut mendukung ibu agar IMD berhasil. Suami juga turut berperan dalam keberhasilan IMD dengan hadir

dan memberikan dukungan kepada ibu saat melahirkan dan membangun percaya diri ibu agar mau dan mampu menyusui.

Sesuai dengan pendapat Akhmadi (2009) dalam Suryani (2011), yang menyatakan bahwa dukungan merupakan informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. Dapat juga diartikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

Menurut Roesli (2012), kelahiran dengan tindakan seperti operasi caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi memang dapat mengganggu kemampuan alamiah bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibunya. Namun, bukan berarti dalam keadaan tersebut bidan diperbolehkan untuk tidak memfasilitasi pelaksanaan IMD. Justru bidan harus terus memberikan dukungan untuk tetap melaksanakan IMD.

Sehingga, kurang tepat tindakan bidan mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan menjahit perineum ibu. Artinya, bayi hanya memiliki kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya kurang dari satu jam. Peneliti menduga ketidaktepatan tindakan bidan dalam langkah

kedua pelaksanaan IMD karena bidan menghawatirkan kondisi ibu yang stres setelah melahirkan dan kesakitan saat penjahitan perineum akan membahayakan kondisi ibu dan bayi jika tetap melanjutkan pelaksanaan IMD.

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan telah mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Namun, bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan menyatakan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Sehingga, saat bayi ditengkurapkan di dada ibunya, bidan selalu mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah kiri.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif.

Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan beranggapan bahwa keberhasilan IMD disebabkan karena bidan

mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Hal tersebut menyebabkan bidan selalu membantu bayi untuk menemukan puting susu ibunya dengan cara selalu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibunya sebelah kiri. Sehingga bidan kurang tepat dalam melakukan tindakan di langkah kedua pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan kurang setuju terhadap waktu minimal yang harus diberikan untuk pelaksanaan IMD. Menurut bidan, kontak kulit antara ibu dan bayi yang berlangsung selama satu jam dianggap terlalu lama. Sehingga, bidan selalu memisahkan bayi dari ibunya sebelum kontak kulit berlangsung selama satu jam.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan perilaku dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap langkah kedua dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.

Kemudian, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan sudah melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan tanpa melihat

pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibunya sebelah kanan dan hanya memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak lebih dari 30 menit.

Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave (1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi.

Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa sebenarnya bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD hanya termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah kedua pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi kedekat puting susu ibunya sebelah kiri.