KEGIATAN INVESTASI SURAT BERHARGA NEGARA OLEH LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK BERDASARKAN
F. Perlindungan Hukum terhadap Kegiatan Investasi Surat Berharga Negara oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank
169
Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, JURNAL KONSTITUSI, Volume 6, Nomor 2 (Jakarta: 2009), Hlm. 167.
Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan mengenai suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih.Suatu perjanjian merupakan peristiwa seorang berjanji kepada seorang
yang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.170
Adanya perjanjian pinjam meminjam uang antara pemerintah dengan investor
melalui sarana SBSN, investor mempunyai hak tagih kepada pemerintah sebagai debitor
pada saat angsuran pokok maupun pembagian hasil sudah jatuh tempo. Tagihan yang
diwujudkan dalam bentuk surat berharga, akta atau kertas tagihan maupun catatan
elektronis mengenai adanya tagihan tersebut memberikan legitimasi kepada
pemegangnya sebagai pemilik.
Setiap penerbitan SBN terkandung di dalamnya perjanjian yang menciptakan
hak dan kewajiban bagi mereka yang terlibat dalam perjanjian dimaksud. Perjanjian
tersebut tercipta di antara pemerintah sebagai penerbitan SBN maupun melalui
perusahaan penerbit SBN dengan pemegang SBN sebagai investor. Perjanjian antara
pemerintah dengan investor tersebut dapat dipersamakan dengan perjanjian yang terjadi
diantara seorang yang berutang (debitor) dengan seorang atau beberapa orang yang
berpiutang (kreditor). Pada saat terjadi penerbitan SBN di pasar perdana dan pasar
sekunder, Pemerintah mengakui berutang/meminjam uang dariinvestor yang menjadi
kreditor melalui mekanisme lelang dan/atau tanpa lelang, mengikuti aturan yang ada di
pasar modal.
171
Selanjutnya adanya perjanjian perwaliamanatan yang merupakan suatu
perjanjian yang dibuat antara penerbit SBN dengan wali amanat yang mewakili
170
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm.1
171
Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie& Percampuran Hutang, Cetakan Kedua, (Bandung: Alumni,1999), hlm.2
kepentingan pemegang SBN. Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan
pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan.172Wali amanat dapat mewakili
kepentingan para pemegang efek bersifat hutang tersebut, secara independen, ditetapkan
bank umum sebagai pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan perwaliamanatan,
karena mempunyai usaha yang sangat luas. Tetapi sebagai antisipasi terhadap
perkembangan pasar modal, dimungkinkan pihak lain, selain bank umum, melakukan
kegiatan sebagai wali amanat berdasarkan peraturan pemerintah.173
Kewajiban pemenuhan pembayaran utang yang lahir dari penerbitan SBN
berdasarkan perjanjian Perwaliamanatan menurut Pasal 1131 KUHPerdata dijamin oleh
seluruh harta kekayaan emiten (penerbit). Selain itu wali amanat dalam hal tidak ada
jaminan kebendaan, Wali amanat merupakan pemegang hak gugatan perorangan dan
satu-satunya pelaksana hak gugatan yang dimiliki seluruh investor pemegang SBN.
Dalam hal ini, benda yang dimiliki Wali amanat adalah hak gugatan perorangan yang
kewenangannya berdasarkan UUPM dan perjanjian Perwaliamanatan diserahkan kepada
Wali amanat. Tidak ada seorang investor pun yang melakasanakan hak gugatan
perorangan tersebut. Dengan demikian, berdasarkan perjanjian perwaliamanatan,
investor pemegang SBN tidaklah dapat secara langsung berhubungan dengan emiten Menteri menunjuk langsung pihak lain sebagai wali amanat, dalam hal SBSN
diterbitkan langsung oleh pemerintah. Perusahaan penerbit SBSN bertindak sebagai
wali amanat bagi pemegang SBSN, dalam hal SBSN diterbitkan oleh perusahaan
penerbit SBSN. Perusahaan penerbit SBSN dapat menunjuk pihak lain dengan
persetujuan Menteri untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat.
172
Pasal 17 Undang-Undang NO.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
173
M. Irsan Nasaruddin & Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 77
(penerbit), oleh karena setiap investor pemegang SBN hanyalah memiliki bagian-bagian
dari surat utang global yang diwakili oleh wali amanat. Setiap tindakan investor
pemegang SBN adalah tindakan bersama dari seluruh investor pemegang SBSN
tersebut, yang dilaksanakan oleh Wali amanat berdasarkan pada perintah atau amanat
Rapat Umum Pemegang SBN. Selama dansepanjang wali amanat melaksanakan tugas
dan kewajibannya kepada investor dan hak-haknya terhadap pemerintah, maka seluruh
hak dan kepentingan investor pemegang SBN akan terlindungi dalam hukum.
Perlindungan dalan bentuk jaminan pemenuhan pembayaran SBN (sebagai utang) akan
lebih terjamin, manakala SBSN tersebut dijamin dengan suatu penanggungan utang
menurut Pasal 1820 KUHPerdata dengan pelepasan hak istimewa atau jaminan
pembayaran menurut Pasal 1316 KUHPerdata, atau pemberian jeminan kebendaan.
Walaupun sulit dibayangkan, pemerintah akan menolak membayar kembali para
pemegang SBSN, mengingat perbuatan ini pasti akan menurunkan kepercayaan publik
kepada SBSN, sebab salah satu yang membuat banyak investor tertarik membeli SBSN
adalah kepastian pembayaran kembali oleh negara. UU SBSN sudah mengatur bahwa
dana untuk mebayar pemegang SBSN akan disediakan dalam APBN setiap tahunnya
sampai berakhirnya kewajiban pembayaran tersebut.
Sekecil apapun resiko gagal bayar dan penolakan pemerintah untuk melakukan
pembayaran tetap ada. Apalagi sudah ada perkara dimana pemerintah pasang badan dan
menolak pembayaran kewajibannya berdasarkan perintah pengadilan (Putusan
Pengadilan Negeri Surabaya No.07/Pdt.G/PN.SBY tanggal 14 September 1999 jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur No.112/B/PDT/2000/PT.SBY tanggal 6 Juni
2003 jo. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No.161 PK/PDT/2004 tanggal
31 Januari 2007.174
Pengadilan dapat memeberi perintah kepada pemerintah untuk memasukkan
uang pembayaran di dalam APBN atau menjual dan/atau melelang sendiri aset-aset
yang dijaminkan tersebut. Sekiranya pemerintah tetap menolak melakukannya, maka
pengadilan dapat melakukan penyitaan dan melelang aset-aset tersebut. Ketentuan
seperti ini dapat menjamin supremasi putusan pengadilan terhadap pemerintah, bahwa
pengadilan memepunyai kedudukan yang seimbang dengan eksekutif dan bernegara.
Seandainya pemerintah dibiarkan tidak tunduk pada putusan pengadilan, hal ini tentu
akan merusak tatanan hukum yang ada dan menjadi preseden buruk bagi kehidupan
bernegara. Dalam cakupanlebih luas, ketentuan seperti ini dapat melindungi semua
warga negara terhadap tirani negara. Bahwa semua orang memilikikedudukan yang
sama dalam hukum, termasuk negara itu sendiri. Memang benar, negara membuat
peraturan perundang-undangan, namun setelah peraturan perundang-undangan itu
berlaku, maka negara akan menjadi pihak yang tunduk kepadanya. Demikian pula
terhadap putusan lembaga pengadilan yang bersumber dari konstitusi sendiri.175
174
Hendra Setiawan Boen, Aset Penjaminan SBSN Dan UU Kebendaan
Negar
20106)
175
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatan skripsi ini merupakan suatu upaya akademik untuk menjawab tiga
permasalahan sebagaimana dirumuskan dalam Bab I. Hasil pembahasan
mengungkapkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Surat berharga dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah diatur
dalam ketentuan di Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta Surat Edaran Bank Indonesia No.
49/52/UPG tahun 1995tentang Persyaratan Perdagangan dan Penerbitan Surat
Berharga Komersial (Commercial Paper) melalui bank umum di Indonesia, dimana jenis-jenis produk surat berharga yang dapat diterbitkan oleh perbankan yang
merupakan kegiatan usaha perbankan..Surat berharga terdiri dari wesel, surat cek,
bilyet giro, saham, obligasi, sertifikat Bank Indonesia, sertifikat dana dan sertifikat
saham. Penerbitan surat berharga menjadi kegiatan usaha perbankan melalui pasar
uang.
2. Ketentuan kegiatan investasi oleh lembaga jasa keuangan non-bank diatur dalam
setiap peraturan menteri keuangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor
199/PMK.010/2008 Tentang Investasi Dana Pensiun, Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 53PMK.010/2012 Tentang Kesehatan Keuangan
Keuangan Nomor: 222 /PMK.010.2008 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.010/2011Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit Dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Kredit. Lembaga jasa keuangan non-bank yang dapat melakukan
investasi yakni perusahaan asuransi, dana pensiun, perusahaan penjamin dan badan
penyelenggara jaminan sosial khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Dan Investasi Dana Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Dimana lembaga jasa keuangan non-bank tersebut
secara umum dapat berinvestasi dalam bentuk deposito berjangka daninvestasi
jangka pendek dalam surat berharga yang diperdagangkan (trading securities), yakni dengan deposito pada bank umum, surat berharga negara dan/atau surat berharga
syariah negara, surat berharga dan/atau surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
bank indonesia, obligasi korporasi dan/atau sukuk korporasi yang masuk dalam
peringkat investasi (investment grade), saham yang tercatat di bursa efek indonesia, reksadana dan/atau reksadana syariah dan penertaan langsung pada penjamin utang.
3. Kegiatan investasi surat berharga negara oleh lembaga jasa keuangan non-bank
diatur dalam Peraturan OJK No. 1/POJK.05/2016 tentang Investasi Surat Berharga
Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank merupakan dasar hukum dalam
mengatur kewajiban lembaga jasa keuangan non-bank untuk melakukan penempatan
investasi pada surat berharga negarabaik itu dalam bentuk surat utang negara atau
surat berharga syariah negara.Kegiatan investasi dilakukan harus sesuai dengan
karakteristik liabilitas lembaga jasa keuangan non-bank itu yang bersifat jangka
panjang serta mendorong peranan investor domestik agar berperan dalam
investor dalam pembangunan nasional dan mengakomodasi dinamika dan serta
mempertimbangkan pemenuhan batasan investasi harapan terhadap lembaga jasa
keuangan non-bank.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pembahasan dan
kesimpulan di atas adalah:
1. Perlunya pengaturan yang kompleks dalam peraturan tentang surat berharga bukan
hanya di atur dalam ketentuan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Agar ketentuannya tentang surat berharga seluruhnya disesuaikan dengan keadaan
sekarang, begitu juga dalam penerbitan surat berharga, hak dan kewajiban para
pihak. Begitu juga tanggung jawab masing-masing serta bagaimana penyelesaian
perselisihan dapat di atur lebih khusus dan jelas lagi supaya menjadi dasar hukum
yang kuat.
2. Pada kegiatan investasi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan non-bank harus
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri keuangan yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2008 Tentang Investasi Dana
Pensiun, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53PMK.010/2012
Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 222 /PMK.010.2008 jo. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 99/PMK.010/2011 Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit
DanPerusahaan Penjaminan Ulang Kredit dan badan penyelenggara jaminan
Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Dan Investasi Dana Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja. Yang dibuat agar dapat menjadi pemasukan modal dan juga dapat
menjaga stabilitas kesehatan keuangan pada setiap lembaga jasa keuangan non-bank.
Sehingga tujuan untuk pembangunan nasional yang diselenggarakan pemerintah dari
sektor pasar modal dapat tercapai dan mampu meningkatkan perekonomian negara
untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia.
3. Pada lembaga jasa keuangan non-bank yang melakukan kegiatan investasi surat
berharga negara baik dalam bentuk surat utang negara ataupun surat berharga syariah
negara agar melakukan kegiatan investasi tersebut sesuai dengan yang diatur dalam
ketentuan dalam Peraturan OJK No. 1/POJK.05/2016 tentang Investasi Surat
Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank agar tujuan mendorong
BAB II
SURAT BERHARGA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI